14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
“…sometimes the correct thing to do is choose the worst option.” (Žižek)
2.1 Kajian Pustaka Kajian mengenai konsep subyek Slavoj Žižek sebelumnya pernah dibahas dalam skripsi Kehadiran Subyek di Tengah Kekosongan: Subyek Dialektis menurut Slavoj Žižek yang ditulis oleh Efriandi Effendi (2011) Jurusan Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Subtansi skripsi tersebut membahas konsep subyek Slavoj Žižek yang merupakan hasil dari pembaharuan konsep pemikiran cogito Descartes, negativitas Hegel, dialektika Marx, dan juga psikoanalisis Lacan. Konsep tersebut kemudian dihidupkan kembali oleh Slavoj Žižek yang diawali dengan mengkritisi proyek pemikiran posmodern, strukturalis, hingga postrukturalis yang ditandai dengan “matinya sang subyek” akibat kooptasi struktur. Lebih jauh, dalam karya tersebut, Effendi membahas bagaimana Slavoj Žižek melahirkan subyek radikal yang berasal dari kekosongan subyek itu sendiri dan kemudian mencetuskan hubungan antara subyek dengan pembentukan identitas sebagai pokok pembahasan dalam skripsi tersebut. Karya lain yang membahas mengenai proyek pemikiran subyek Slavoj Žižek juga dibahas dalam skripsi Subyek dalam Pemikiran Slavoj Žižek yang disusun oleh Indah Yusari (2012) Jurusan Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Sejalan dengan alur pemikiran skripsi sebelumya,
15
dalam karya ini juga dibahas mengenai bagaimana Žižek menginisiasi proyek pemikirannya mengenai subyek yang berupaya dihidupkannya kembali dari gempuran para pemikir posmodern, strukturalis, hingga postrukturalis. Karya terkait mencoba memfokuskan untuk mengupas dimensi epistemologis dan aksiologis subyek Žižek. Melalui sudut pandang epistemologis Subyek Žižek, konsep subyeknya merupakan gabungan dari pemikiran Descartes, Kant, Hegel, serta Marx. Sementara, ditilik melalui segi aksiologisnya subyek Žižek merupakan hasil analisis pemikiran Althusser, Laclau-Mouffe, dan Alain Badiou. Hal yang menarik dari karya ini adalah, Yusari mencoba memberikan contoh konkret bagaimana manusia berhasil mencapai proposisi subyek sebagaimana dijelaskan Žižek. Beberapa contoh subyek tersebut antara lain; Munir, Aung San Syu Kui, dan R.A Kartini yang berhasil meninggalkan dimensi simbolik lamanya dengan mengorbankan dirinya dalam mencapai, bahkan melampaui simbolik lama untuk menciptakan sebuah simbolik baru. Penelitian lain yang berkenaan dengan proyek pemikiran subyek Žižek juga tertuang dalam disertasi Robertus Robet yang telah dibukukan dengan judul Manusia Politik Subyek Radikal dan Politik Emansipasi di Era Kapitalisme Global Menurut Slavoj Žižek. Dalam buku tersebut, Robet memberikan penjelasan konsep rekonstruksi subyek Žižek. Subyek kemudian dijelaskan bersamaan dengan konsep politik emansipasi yang menurut Robert menjadi kebutuhan utama dalam menjelaskan bagaimana dimensi ideologis sangat berpengaruh di era kapitalisme global. Landasan tersebut kemudian digunakan Robet dalam mengolah subyek
16
sebagai hasil dari penguatan pemikiran idealisme Jerman dalam menghindari subyektivisasi. Keunikan yang ditemui dalam buku tersebut adalah bagaimana Robertus Robet memusatkan pemikiran pencapaian yang politis dalam melampaui politik emansipasi sebagai ujung dari pemaknaan kembali rekonstruksi subyek Žižek. Jelas bahwa dirinya memiliki tujuan dalam proses peneguhan filsafat subyek Žižek untuk memberikan sumbangsih pemikiran berkenaan dengan hal-hal bernuansa politik emansipasi di era global. Menilik beberapa konsep pemikiran subyek Žižek yang dituangkan dalam karya Efriandi Effendi (2011), Indah Yusari (2012), dan Robertus Robet (2010), terdapat kesamaan konsep dasar mengenai pembahasan subyek. Oleh peneliti, subyek Žižek yang merupakan konstruksi dari pemikiran Descartes, Hegel, Marx, serta Lacan pun juga dijadikan pijakan berpikir oleh penulis. Dalam hal ini penulis turut mengambil beberapa konsep dari kritik Žižek terhadap Althusser, LaclauMouffe, dan Alain Badiou untuk melengkapi proyek redefinisi subyek. Tak lupa, penulis akan membahas dimensi pemikiran teori posmodern, strukturalis, hingga postrukturalis yang melupakan bahwa kehidupan sosial dibentuk oleh subyeksubyek yang tidak pernah utuh, sekaligus memberikan kritik dan tawaran solusi terhadap teori kritis yang dianggap menjadi teori yang menyumbangkan kebuntuan (baca: tidak memberikan solusi). Hal terpenting yang membedakan dan menjadi terobosan baru penulis dalam penelitian yang berjudul Tinjauan Metasosiologi Redefinisi Subyek dalam Pemikiran Slavoj Žižek adalah bagaimana penulis meletakkan tinjauan
17
metasosiologi sebagai pokok bahasan selain konsep redefinisi subyek. Tinjauan metasosiologi inilah yang kemudian menjadi dasar perbedaan telaah konsep subyek dari karya-karya sebelumnya yang lebih terdominasi oleh dimensi filsafat, namun tidak dapat dipungkiri bahwa sumbangsih pemikiran filsafat juga mempengaruhi penulis dalam upaya merangkai konsep redefinisi subyek Žižek. Tinjauan metasosiologi dalam penelitian ini diharapkan menjadi pembaharuan proyek pemikiran subyek Žižek, di mana penulis menganggap Žižek sendiri belum menyertakan dimensi sosiologi ke dalam pemikirannya mengenai subyek. Secara rinci pembahasan mengenai tinjauan metasosiologi redefinisi subyek Žižek akan dijelaskan lebih mendalam pada bab-bab selanjutnya.
2.2 Kerangka Konseptual 2.2.1
Metasosiologi Metatheorizing dalam sosiologi dikenal dengan istilah metasosiologi.
Secara etimologis, metasosiologi mempunyai dua muatan pengertian dasar yaitu “meta” dan “sosiologi”. Meta didefinisikan sebagai kajian komprehensif mengenai situasi yang berada “di balik” atau “melebihi” suatu konsep pemikiran atau teori.1 Di lain pihak, sosiologi berasal dari bahasa Latin, socius yang berarti “kawan” atau “masyarakat” dan kata Yunani, logos yang berarti “berbicara mengenai”, sehingga secara harafiah sosiologi memiliki arti “berbicara mengenai masyarakat”.2 Merujuk kedua definisi tersebut, metasosiologi dapat didefiniskan sebagai studi refleksif 1
Yulia Sugandi, Rekonstruksi Sosiologi Humanis menuju Praksis. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002, h. 73. 2 Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar. PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2006, h. 4.
18
tentang struktur yang melandasi komponen dalam sosiologi.3 Dalam hal ini, komponen yang dimaksud adalah teori, obyek studi, konsep, maupun metode yang membentuk ataupun mempengaruhi perkembangan pemikiran yang berkenaan dengan sosiologi. Metasosiologi mempunyai tiga kategori yang berpatokan pada the nature of the products.4 Pertama, metasosiologi sebagai alat untuk mencapai pemahaman lebih baik dan mendalam mengenai teori (MU). Kedua, metasosiologi sebagai studi teori untuk menghasilkan teori baru yang mendukung perkembangan teori bersangkutan (MP). Ketiga, metasosiologi sebagai sumber perspektif yang melandasi teori sosiologi (MO). Merujuk pada inti penelitian, ketiga kategori metasosiologi digunakan dalam upaya menganalisa redefinisi subyek Slavoj Žižek. Melalui kategori pertama (MU), pemikiran filsafat subyek Žižek dianalisa lebih mendalam untuk mengetahui subyek seperti apa yang dimaksud sekaligus memahami dasar pijakan subyek Žižek. Pada kategori kedua (MP), filsafat subyek Žižek dikembangkan secara komprehensif untuk memperoleh teori baru yakni sosiologi subyek. Selanjutnya, pembentukan teori sosiologi subyek berkorelasi pada penggunaan kategori ketiga (MO) guna menjembatani pembentukan perspektif baru mengenai obyek studi sosiologi yakni subyek5 yang sekaligus mengkritisi dan memperkuat pemikiran mikro.
3
George Ritzer & Douglas J. Goodman op. cit., A. 2. Yulia Sugandi, op. cit., h. 77-78. 5 Merujuk pandangan umum “masyarakat” sebagai obyek studi sosiologi, pembentukan subyek sebagai perspektif baru obyek studi sosiologi dirasa penting dalam perkembangan pemikiran sosiologi. Di sisi lain, pembentukan tersebut kemudian berimplikasi pada kecenderungan penggunaan integrasi mikro-makro. Namun, pendasaran integrasi pada sosiologi subyek tetap meletakkan level mikro sebagai pondasi makrososiologi, sekaligus mempertegas posisi redefinisi subyek Žižek yang tidak hanya berfokus pada pembentukan nilai dan fungsi subyek 4
19
Dalam proses mendapatkan pandangan yang akurat guna memperkuat kritik pemikir mikro, perlu adanya sebuah pendekatan yang mengakomodasi analisis mikrososiologi yaitu dengan cara menghidupkan kembali dimensi subyek melalui metasosiologi untuk melawan gempuran era kematian subyek seperti yang didengungkan para pemikir posmodern, strukturalis, dan postrukturalis. Terlebih, hal yang harus dihindari dan diperbaharui adalah pendekatan mikrososiologi yang menekankan interaksi antarindividu dalam lingkup pandang yang terbatas dan terpusat pada tarik-menarik hubungan interaksi yang sempit dan terbatas, termasuk meninggalkan asumsi yang dipegang teguh oleh kaum mikrokosmik yang mengasumsikan bahwa kehidupan sosial hanya bermakna pada tingkat individu.6 Pengkajian mendalam subyek Žižek, perumusan teori sosiologi subyek, hingga pembentukan obyek baru studi sosiologi melalui metasosiologi diharapkan mampu mengembangkan filsafat subyek Žižek guna memperoleh pemahaman baru dalam kajian sosiologi baik dalam ranah teoritis maupun praksis yang belum dikembangkan oleh Žižek sendiri maupun para teoretisi lainnya. Pengunaan ketiga kategori metasosiologi dalam mengkaji redefinisi subyek Žižek dirasa tepat karena sejalan dengan tujuan metateori yakni untuk melakukan studi sosiologi dengan berpijak pada act locally think globally secara komprehensif dan koheren, serta mempelajari pula bidang lain yang memiliki relevansi erat dengan sosiologi seperti psikologi dan filsafat.7 2.2.2 Redefinisi Subyek
bagi dirinya, melainkan juga berfokus pada pembentukan nilai dan fungsi subyek bagi the others secara luas dan tidak terbatas. 6 Agus Salim, Pengantar Sosiologi Mikro. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008. h. 3-4. 7 Ibid., loc. cit. 77
20
Subyek selalu merujuk pada manusia yang memiliki kesadaran dan tak luput dari dimensinya sebagai makhluk individual maupun sosial. Dengan demikian, setiap individu atau manusia belum tentu dapat dikategorikan sebagai subyek. Semakin manusia mampu menguasai dan mengendalikan kehendaknya, maka semakin manusia tersebut kokoh dan nyata sebagai subyek kehendak otonom. Dengan kata lain, penguasaan dan pengendalian kehendak tersebut tidak lain adalah suatu usaha afirmasi (penegasan) dan konfirmasi (pengukuhan) diri manusia sebagai subyek kehendak otonom.8 Kemunculan subyek sebagai pokok kajian sedari bahasan filsafat, sosiologi, hingga pemikiran era kontemporer pun hadir dengan berbagai definisi. Identifikasi subyek tersebut kemudian melahirkan tiga bahasan besar mengenai pemahaman kembali dimensi identitas, yakni; subyek pencerahan, subyek sosiologis, dan subyek pascamodern.9 Pertama, upaya pembahasan subyek di era filsafat lebih dikenal di era kebangkitan filsafat pencerahan di mana Descartes muncul dengan subyek cogito. Subyek pencerahan didasarkan pada suatu pemahaman tentang pribadi manusia sebagai individu yang sepenuhnya terpusat dan terpadu, yang didukung oleh kapasitas rasio, kesadaran dan tindakan yang pusatnya terdiri dalam pusat esensial dari diri, yakni identitas pribadi. Sebagai contoh, perbincangan moral di mana kebudayaan Barat berusaha memahami dan menyelesaikan dilema etis dan moral benar-benar terpusat pada pertanyaan tentang tanggung jawab individu untuk bertindak. Kedua, definisi mengenai subyek sosiologis di mana inti dari entitas
8 9
176.
Fransiskus Borgias, op. cit., h. 77. Chris Barker, Cultural Studies, Teori dan Praktik. Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2004, h.
21
subyek tidak bersifat otonom maupun berdiri sendiri, melainkan dibentuk dalam kaitannya dengan orang lain yang berpengaruh (significant others) yang menjadi perantara subyek dengan nilai, makna, dan simbol kebudayaan dalam dunia tempat ia hidup.10 Ketiga, subyek pascamodern yang memiliki pendeskripsian manusia sebagai satu kesatuan menyeluruh yang membumikan dirinya menuju pandangan bahwa individu terbentuk secara sosial. Subyek sosial bukanlah sumber itu sendiri, bukan pula suatu keseluruhan berdasarkan alasan bahwa orang-orang menempati berbagai posisi sosial.11 Rujukan lain mengenai definisi subyek juga terdapat pada pemikiran strukturalis hingga postrukturalis. Keduanya setuju bahwa subyek bukanlah sebuah entitas universal yang tetap, namun merupakan efek konstruksi struktur dan juga bahasa. Subyek yang bertutur bergantung pada eksistensi posisi subyek diskursif yang telah ada sebelumnya, ruang hampa, atau fungsi dalam diskursus yang digunakan untuk memahami dunia. Pribadi yang hidup diharuskan memainkan posisi subyek dalam diskursus agar dapat memahami
dunia dan
tampak koheren bagi orang lain.12 Memaknai keberadaan subyek tentunya memaknai pula pembaharuan dimensi dari subyek. Pembaharuan subyek inilah yang kemudian didefinisikan sebagai konsep redefinisi subyek. “Redefinisi” mempunyai makna sebagai pengonstruksian kembali subyek dari berbagai perspektif pemikiran sebelumnya, dengan kata lain redefinisi subyek hadir sebagai kritik terhadap teori-teori yang
10
Pada definisi subyek sosiologis, terdapat perdebatan yang menyatakan bahwa subyek sosiologis pun turut memuat dimensi individu. Lebih jauh pembahasan individu sebagai subyek sosiologis akan dikaji secara terperinci bersamaan dengan konsep pemikiran subyek Slavoj Žižek yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini. 11 Ibid., h. 177-178. 12 Ibid., h. 22.
22
menganggap subyek telah mati. Konsep redefinisi subyek diperlihatkan Alain Badiou dengan subyek yang setia dalam mengkritisi pendapat kematian subyek, di mana subyek ada sejauh terdapat kesetiaan terhadap peristiwa.13 Redefinisi subyek selanjutnya dijelaskan oleh Slavoj Žižek. Žižek mendefiniskan subyek sebagai kekosongan untuk menciptakan identitas baru dengan melampaui dan meninggalkan “yang simbolik” untuk menciptakan “yang rill”.14 Kekosongan yang dimaksudkan pada subyek Žižek merupakan ruang keputusasaan akan realitasnya sebagai subyek. Selanjutnya, melalui “keputusasaannya” subyek terdorong untuk menciptakan dirinya yang baru, sekaligus melawan subyektivisasinya sebagai bentuk perlawanan asumsi kematian subyek yang digaungkan para pemikir posmodern, strukturalis, dan postrukturalis.
13
Martin Suryajaya, Alain Badiou dan Masa Depan Marxisme, Resist Book, Yogyakarta, 2011, h. 185. 14 Konsep redefinisi subyek Žižek merupakan kritik yang ditujukan secara gamblang terhadap para pemikir posmodern, strukturalis, dan postrukturalis hingga pada teori kritik. Tujuan akan kritik tersebut ditawarkan dengan penciptaan subyek radikal sekaligus memberikan tawaran akan kebuntuan teori kritik Frankfurter Schule.