BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian telah dilakukan sebelumnya yang menyangkut tentang pengukuran kinerja perusahaan yang melakukan stock split dan perusahaan yang tidak melakukan stock split.
2.1.1 Ali Sadikin (2011). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa stock split memiliki pengaruh yang signifikan atau tidak signifikan terhadap variabel yang diteliti. Variabel Dependent : Return Saham dan Volume Perdagangan Saham Variabel Independen
: Stock Split
Hasil dari penelitian : (1)
aktivitas stock split tidak mempengaruhi return saham. Penelitian tidak sesuai dengan teori yang mendasari kebijakan pelaksanaan stock split yaitu signaling theory, karena perusahaan menginformasikan prospek yang baik
sehingga
investor
tertarik
memperdagangkan
saham
untuk
mendapatkan abnormal return. (2)
Pengumuman stock split berpengaruh signifikan terhadap likuiditas saham penelitian ini membuktikan bahwa trading range theory menyatakan bahwa pemecahan saham akan meningkatkan likuiditas perdagangan
7
8
saham. Pemecahan saham menyebabkan harga saham menjadi tidak terlalu tinggi, sehingga investor mampu bertransaksi. Persamaan dari penelitian Ali Sadikin dengan penelitian ini adalah samasama meneliti kinerja keuangan perusahaan yang melakukan stock split dan perusahaan yang tidak melakukan stock split. Perbedaan dari penelitian Ali Sadikin dengan penelitian ini adalah peneliti terdahulu meneliti perusahaan yang Go Publik di Bursa Efek Indonesia yang melaksanakan stock split tahun 2007 sampai dengan 2010 dan mengukur rata-rata abnormal return dan rata-rata trading volume activity, sedangkan peneliti sekarang melakukan penelitian pada perusahaan manufaktur yang go publik di Bursa Efek Indonesia dan yang melakukan stock split pada tahun 2002-2009 dan mengukur rasio lancar, rasio quick, rata-rata umur piutang, perputaran aktiva tetap,perputaran total aktiva, total hutang terhadap total aset, dan return on investment.
2.1.2
Soelistijono Boedhi dan Princess Diana Lidharta (2011). Penelitian ini bertujuan untuk memberikan masukan empiris tentang penelitian stock split yaitu untuk mengetahui dan menganalisis apakah terdapat perbedaan terhadap kinerja keuangan perusahaan sebelum melakukan stock split dan sesudah melakukan stock split. Variabel Dependent : Stock Split Variabel Independent : Pengukuran Rasio mengunakan ROE, EPS, ICT, ET, dan DER
9
Hasil dari penelitian : (1)
ROE dan EPS menimbulkan perbedaan signifikan dengan nilai rata-rata semakin menurun, berarti kinerja perusahaan sesudah melakukan stock split menjadi semakin menurun. Sehingga pengujian pada kedua rasio tidak dapat mendukung signaling theory.
(2)
DER memiliki nilai rata-rata yang semakin meningkat sesudah perusahaan melakukan stock split, seingga kinerja perusahaan menjadi semakin menurun dan pengujian tidak berhasil mendukung signaling theory.
(3)
ICT dan ET memiliki nilai rata-rata semakin meningkat sesudah melakukan stock split meskipun tidak terdapat perbedaan signifikan pada tingkat probabilitasnya. Sehingga kinerja perusahaan semakin meningkat dan pengujian dapat mendukung signaling theory. Persamaan dari penelitian Soelistijono Boedhi dan Princess Diana Lidharta dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti kinerja keuangan perusahaan yang melakukan stock split dan perusahaan yang tidak melakukan stock split. Perbedaan dari penelitian Soelistijono Boedhi dan Princess Diana Lidharta dengan penelitian ini adalah peneliti terdahulu meneliti perusahaan yang Go Publik di Bursa Efek Indonesia yang melaksanakan stock split tahun 2004 sampai dengan 2008 dan mengukur kinerja keuangan perusahaan menggunakan perhitungan rasio ROE, EPS, ICT, ET, DER, sedangkan peneliti sekarang melakukan penelitian pada perusahaan manufaktur yang go publik di Bursa Efek Indonesia dan yang melakukan stock split pada
10
tahun 2002-2009 dan mengukur rasio lancar, rasio quick, rata-rata umur piutang, perputaran aktiva tetap, perputaran total aktiva, total hutang terhadap total aset, dan return on investment.
2.1.3
Slamet Lestari dan Eko arief Sudaryono (2008). Penelitian ini bertujuan untuk menguji kembali adanya pengaruh stock split terhadap likuiditas saham dengan memperhatikan growth and firm size. Variabel Dependen : Likuiditas saham Variabel Independen : Pertumbuhan dan ukuran perusahaan Hasil dari penelitian :
(1)
Tidak ada yang signifikan likuiditas saham (TVA) sebelum dan sesudah stock split pada perusahaan tidak bertumbuh, besar dan kecil.
(2)
Perusahaan bertumbuh terdapat perbedaan yang signifikan likuiditas saham (TVA) sebelum dan sesudah stock split
(3)
Pengaruh stock split terhadap ukuran perusahaan tidak terbukti karena tidak ada perbedaan yang signifikan likuiditas saham sebelum dan sesudah stock split
(4)
Tingkat harga saham yang rendah setelah stock split tidak mejamin keberhasilan likuiditas saham. Persamaan dari penelitian Slamet Lestari dan Eko arief Sudaryono dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti kinerja keuangan perusahaan
11
yang melakukan stock split dan perusahaan yang tidak melakukan stock split. Perbedaan dari penelitian Slamet Lestari dan Eko arief Sudaryono dengan penelitian ini adalah peneliti terdahulu meneliti perusahaan yang Go Publik di Bursa Efek Indonesia yang melaksanakan stock split tahun 2002 sampai dengan 2006 dan mengukur kinerja keuangan perusahaan menggunakan likuiditas saham, sedangkan peneliti sekarang melakukan penelitian pada perusahaan manufaktur yang go publik di Bursa Efek Indonesia dan yang melakukan stock split pada tahun 2002-2009 dan mengukur rasio lancar, rasio quick, rata-rata umur piutang, perputaran aktiva tetap, perputaran total aktiva, total hutang terhadap total aset, dan return on investment. 2.1.4
Beni Suhendra Winarso (2005). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kinerja keuangan perusahaan yang melakukan stock split dengan kinerja keuangan perusahaan yang tidak melakukan stock split: Pengujian The Signaling Hypothesis Variabel Dependent : Stock Split Variabel Independent : Current Ratio, Quick Ratio, Leverage Ratio, Return On Investment, Return On Equity, Net Profit Margin, dan Total Assets turnover. Hasil penelitian :
12
Secara statictis tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada Current Ratio, Quick Ratio, Leverage Ratio, Return On Investment, Return On Equity, Net Profit Margin, dan Total Assets turnover. Berdasarkan mean Current Ratio, Quick Ratio, Leverage Ratio, Return On Investment, Return On Equity, Net Profit Margin, dan Total Assets turnover perusahaan yang melakukan stock split tingkat likuiditas, solvabilitas, profitabilitas, dan aktivitas perusahaan yang melakukan stock split lebih bagus disbanding perusahaan yang tidak melakukan stock split. Persamaan dari penelitian Beni Suhendra Winarso dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti kinerja keuangan perusahaan yang melakukan stock split dan perusahaan yang tidak melakukan stock split. Perbedaan dari penelitian Soelistijono Beni Suhendra Winarso dengan penelitian ini adalah peneliti terdahulu meneliti perusahaan yang Go Publik di Bursa Efek Jakarta yang melaksanakan stock split tahun 1994 sampai dengan 1998 dan mengukur kinerja keuangan perusahaan menggunakan perhitungan rasio Current Ratio, Quick Ratio, Leverage Ratio, Return On Investment, Return On Equity, Net Profit Margin, dan Total Assets turnover, sedangkan peneliti sekarang melakukan penelitian pada perusahaan manufaktur yang go publik di Bursa Efek Indonesia dan yang melakukan stock split pada tahun 2002-2009 dan mengukur rasio lancar,
rasio
quick,
rata-rata
umur
piutang,
perputaran
aktiva
tetap,perputaran total aktiva, total hutang terhadap total aset, dan return on investment.
13
2.2
Landasan Teori
2.2.1 Pengertian Saham Saham merupakan salah satu dari beberapa alternatif yang dapat dipilih untuk
berinvestasi.
Membeli
saham
suatu
perusahaan,
berarti
telah
menginvestasikan dana dengan harapan akan mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan kembali saham tersebut (Ali Sadikin, 2011). Saham dibagi menjadi dua yaitu, saham biasa dan saham preferen. Saham biasa merupakan saham yang bisa dimilki oleh banyak pihak sedangkan Saham preferen adalah saham yang hanya dimiliki oleh pemilik perusahaan.
2.2.2. Efisiensi Pasar Modal Pasar efisien berarti harga-harga surat berharga mencerminkan semua informasi yang tersedia. Semakin efisien suatu pasar akan semakin cepat informasi tersebut menyebar ke pelaku pasar ( Mamduh Hanafi dan Abdul Halim, 2007). Pasar modal dikatakan efisien bila informasi dapat diperoleh dengan mudah dan murah oleh pemakai modal, sehingga semua informasi yang relevan dan terpercaya telah tercermin dalam harga-harga saham. Pasar modal efisien terbagi menjadi tiga tingkat, yaitu : 1.
Pasar Efisien bentuk Lemah (Weak Form) Suatu keadaan dimana harga-harga dan sekuritasnya secara penuh mencerminkan informasi yang ada pada catatan harga di waktu yang lalu. Dalam keadaan ini pemodal tidak bisa meraih keuntungan di atas normal.
14
2.
Pasar Efisien bentuk Setengah Kuat (Semi-Strong-Form) Pasar modal yang keadaan harga-harga dari sekuritasya bukan hanya mencerminkan harga-harga di waktu yang lalu, tetapi semua informasi yang dipublikasikan (seperti pengumuman stock split). Dalam keadaan ini para investor tidak dapat memperoleh keuntungan berdasarkan informasi umum yang tersedia.
3.
Pasar Efsien bentuk Kuat (Strong-Form) Harga
sahamnya
tidak
mencerminkan
semua
informasi
yang
dipublikasikan, tetapi juga informasi yang bisa diperoleh dari analisa fundamental tentang perusahaan dan perekonomian. Ini berarti bahwa pada umumnya seorang investor dalam perusahaan tidak akan mampu memanfaatkan informasi yang mereka terima sebelum disiarkan secara umum.
2.2.3 Pemecahan Saham (stock split) Perusahaan kadang-kadang menurunkan nilai nominal saham biasanya dan menerbitkan saham-saham baru dalam jumlah proporsional. Jika ini dilakukan, perusahaan telah memecahkan sahamnya, yang disebut sebagai pemecahan saham (stock split). Jika saham dipecahkan, penurunan nilai nominal berlaku bagi seluruh saham. Tujuan utama dari pemecahan saham adalah untuk mengurangi harga pasar per saham, selanjutnya akan menarik lebih banyak investor untuk membeli saham dan memperluas jenis serta jumlah pemegang saham (Warren, 2005:16).
15
Stock split merupakan salah satu bentuk informasi yang diberikan oleh emiten untuk menaikkan jumlah saham yang beredar. Distribusi saham sebagai akibat dari stock split tersebut hanya mempengaruhi perusahaan secara eksplisit yaitu hanya membagi corporate pee dalam jumlah yang lebih kecil (Ali Sadikin, 2011). Stock split merupakan salah satu jenis corporate action yaitu aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan penerbit saham (emiten) sehingga mempengaruhi jumlah saham yang beredar maupun harga saham di pasar modal (Soelistijono Boedhi dan Pincess Diana Lidharta, 2011). Pada dasarnya ada dua jenis pemecahan saham yang dapat dilakukan : 1.
Pemecahan saham naik (Split up) Merupakan peningkatan jumlah saham yang beredar dengan cara memecah selembar saham menjadi n lembar saham. Misalnya pemecahan saham dengan factor pemecahan 3:1 awalnya nilai nominal tiga ribu rupiah per lembar saham sebelum melakukan stock split dengan perbandingan 3:1, nilai nominal per lembar saham yang baru adalah seribu rupiah, sehingga awalnya satu lembar mejadi tiga lembar.
2.
Pemecahan saham turun (Split down) Merupakan peningkatan nilai noinal per lembar saham dengan mengurangi jumlah saham yang beredar. Misalnya split down dengan factor pemecahan 1:3 awalnya nilai nominal per lembar saham seribu rupiah, kemudian dilakukan split down dengan perbandingan 1:3, maka nilai
16
nominal per lembar saham baru adalah tiga ribu rupiah dan jumlah lembar saham pada awalnya tiga lembar saham menjadi satu lembar saham.
2.2.4
Signaling Theory Signaling theory (Ali Sadikin, 2011) menyatakan bahwa pemecahan
saham memberikan sinyal yang positif, karena perusahaan menginformasikan prospek yang baik sehingga menyebabkan investor lebih tertarik untuk memperdagangkan saham. Hal tersebut, dianggap bisa meningkatkan kesejahteraan investor, selain itu stock split menunjukkan sinyal yang valid karena tidak semua perusahaan melakukan stock split, hanya perusahaan yang memiliki kinerja keuangan yang baik yang dapat melakukan stock split (Beni Suhendra 2005). Sebaliknya perusahaan yang tidak memiliki prospek yang baik yang mencoba memberikan sinyal yang tidak valid lewat pemecahan saham akan tidak mampu menanggung biaya tersebut.
2.2.5 Trading Range Theory Menyatakan bahwa pemecahan saham akan meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Menurut teori ini, harga saham yang terlalu tinggi (overprice) menyebabkan kurang aktifnya saham tersebut diperdagangkan. Dengan adanya pemecahan saham, harga saham menjadi tidak terlalu tinggi, sehingga akan semakin banyak investor yang mampu bertransaksi (Ali Sadikin, 2011).
17
Trading Range Theory juga menyatakan bahwa manajemen melakukan stock split didorong oleh praktisi pasar yang konsisten dengan anggapan bahwa melakukan stock split dapat menjaga harga saham tidak terlalu mahal, dimana saham dipecah karena batas harga optimal untuk saham dan untuk meningkatkan daya beli investor sehingga tetap banyak orang yang ingin memperjualbelikan yang pada akhirnya akan meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Dengan demikian harga saham yang terlalu tinggi menyebabkan kurang aktifnya perdagangan saham (Rohana, Jeanet, Muklasin 2003).
2.2.6
Pengertian Kinerja Keuangan Pengertian kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu
yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Kinerja keuangan perusahaan merupakan hasil dari banyak keputusan individual yang dibuat secara terus menerus oleh manajemen. Pada dasarnya penilaian kinerja keuangan merupakan penilaian perilaku manusia dalam melaksanakan peran yang dimainkannya dalam mencapai tujuan perusahaan. Tujuan penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar prilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar membuahkan hasil yang diinginkan (Sucipto). Manfaat penilaian kinerja oleh manajemen adalah : 1.
Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien.
2.
Membantu dalam mengambil keputusan manajerial.
3.
Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.
18
2.2.7
Rasio Likuiditas Mamduh Hanafi dan Abdul Halim (2007: 77) menyatakan bahwa rasio
likuiditas mengukur kemampuan likuiditas jangka pendek perusahaan dengan melihat aktiva lancar perusahaan terhadap hutang lancarnya (hutang merupakan kewajiban perusahaan). Rasio yang dignakan adalah rasio lancar dan rasio quick. Berikut ini perhitungan rasio lancar : Rasio Lancar =
Aktiva Lancar Hutang Lancar
Rasio yang rendah menunjukkan rasio likuiditas yang tinggi, sedangkan rasio lancar yang tinggi menunjukkan adanya kelebihan aktiva lancar yang akan mempunyai pengaruh tidak baik terhadap profitabilitas perusahaan. Berikut ini perhitungan rasio quick : Rasio quick
=
Aktiva Lancar – Persediaan Hutang Lancar
Dengan rasio yang tinggi menunjukkan adanya kelebian aktiva, sedangkan rasio yang rendah menunjukkan rasio likuiditas yang lebih tinggi.
2.2.8 Rasio Aktivitas Mamduh Hanafi dan Abdul Halim (2007, 78) menyatakan bahwa rasio aktivitas mengukur sejauh mana efektivitas penggunaan aset dengan melihat tingkat aktivitas aset. Rasio yang digunakan adalah rasio rata-rata umur piutang, perputaran aktiva tetap, dan perputaran total aktiva.
19
Berikut ini perhitungannya rasio : Rata-rata umur piutang
=
Piutang Penjualan / 365
Perputaran aktiva tetap
=
Penjualan Total aktiva tetap
Perputaran total aktiva
=
Penjualan Total aktiva
Dengan rasio yang tinggi menunjukkan kemampuan yang baik dalam efektifitas penggunaan aset, dan rasio yang rendah menunjukkan kemampuan yang kurang baik dalam efektivitas penggunaan aset.
2.2.9
Rasio Solvabilitas Mamduh Hanafi dan Abdul Halim (2007, 81) menyatakan rasio
solvabilitas mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan memenuhi kewajian jangka panjangnya. Perusahaan yag tidak solvable adalah perusahaan yang total hutangnya lebih besar dibandingkan total asetnya. Berikut ini perhitungan rasio : Rasio total hutang terhadap total aset
=
Total hutang Total aset
Dengan rasio yang tinggi menunjukkan peningkatan rentabilitas modal saham yang cepat, dan rasio yang rendah menunjukkan rentabilitas modal saham yang menurun cepat pula.
20
2.2.10 Rasio Profitabilitas Mamduh Hanafi dan Abdul Halim (2007, 83) menyatakan rasio profitabilitas
mengukur
tingkat
kemampuan
peusahaan
menghasilkan
keuntungan pada tingkat penjualan, aset dan modal saham yang tertentu. Rasio yang digunakan adalah Return on Investment. Return on Investment
=
Laba Bersih Total asset
2.2.11 Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Stock Split Copeland (1979;116) dalam Marwata (2001), menyatakan bahwa salah satu gambaran yang menunjukkan prospek bagus adalah kinerja keuangan yang bagus. Perusahaan yang melakukan pemecahan saham memerlukan biaya, penelitian ini berfokus pada signalling theory yang menyatakan bahwa hanya perusahaan yang mempunyai prospek bagus saja yang mampu melakukan stock split. Berdasarkan penjelasan diaas dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan mempunyai pengaruh terhadap keputusan pemecahan saham yaitu investor akan lebih cenderung tertarik pada perusahaan yang memiliki kinerja yang bagus.
21
2.3
Kerangka Pemikiran
PERUSAHAAN
SS
TSS
KINERJA KEUANGAN
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Keterangan : SS
: Perusahaan yang melakukan stock split
TSS : Perusahaan yang tidak melakukan stock split Pada gambar kerangka diatas dijelaskan bahwa perusahaan dibagi menjadi dua yaitu perusahaan yang melakukan stock split dan yang tidak melakukan stock split. Perusahaan yang melakukan stock split memiliki kinerja keuangan yang lebih bagus dibanding perusahaan yang tidak melakukan stock split.
22
2.4
Hipotesis Penelitian H1
: Terdapat perbedaan kinerja keuangan perusahaan yang melakukan stock split dan yang tidak melakukan stock split pada perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia diukur dengan Rasio Likuiditas, Rasio Aktivitas, Rasio Solvabilitas, Rasio Profitabilitas.