BAB II TEORI TENTANG PEMBELAJARAN MEMPRODUKSI TEKS NASKAH DRAMA SATU BABAK DENGAN MENGGUNAKAN METODE QUANTUM LEARNING
2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kedudukan Pembelajaran Memproduksi Teks naskah drama satu babak dalam mata Pembelajaran Bahasa Indonesias dan Sastra Indonesia SMA Kelas XI Berdasarkan Kurikulum 2013 Kurikulum merupakan landasan atau acuan bagi setiap proses pembelajaran di sekolah. Kurikulum digunakan sebagai pedoman utama dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Dengan adanya kurikulum, proses pembelajaran dapat terencana dengan baik, sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Pada dasarnya kurikulum merupakan seperangkat rencana pengaturan mengenai isi dan bahan serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Kurikulum 2013 berbasis kompetensi dapat dimaknai sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan tugastugas dengan standar tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik. Di dalam kurikulum 2013 terdapat KI dan KD yang merupakan jenjang yang harus dilalui peserta didik untuk sampai pada kompetensi lulusan jenjang satuan pendidikan.
16
17
2.1.2 Kompetensi Inti Pemerintah menentukan sebuah penetapan peraturan tentulah tidak seenaknya, apalagi yang berhubungan dengan dunia pendidikan. Penentuan kompetensi inti pada setiap jenjang pendidikan telah dirumuskan sesuai usia peserta didik dan disejajarkan dengan rata-rata kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor yang dimilikinya. Penentuan kompetensi tentulah diharapkan dapat mengembangkan seluruh kemampuan yang dimilikinya. Sejalan dengan Tim Kemendikbud (2013: 9) yang mendeskripsikan kompetensi inti sebagai berikut: KI 1
: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KI 2
: Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. : Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dan yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan. (Tim Kemendikbud, 2013)
KI 3
KI 4
18
2.1.3 Kompetensi Dasar Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran yang diturunkan dari kompetensi inti. Iskandarwassid dan Dadang (2013: 170) mengatakan, bahwa kompetensi dasar adalah pernyataan minimal atau memadai tentang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak setelah peserta didik menyelesaikan suatu aspek atau subaspek mata pelajaran tertentu. Selaras dengan pendapat di atas Tim Kemendikbud (2013: 9) menyatakan terkait tentang kompetensi dasar sebagai berikut. Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas yang diturunkan dari Kompetensi Inti. Kompetensi Dasar adalah konten atau kompetensi yang terdiri atas sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang bersumber pada kompetensi inti yang harus dikuasai peserta didik. Kompetensi tersebut dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu mata pelajaran. Mata pelajaran sebagai sumber dari konten untuk menguasai kompetensi bersifat terbuka dan tidak selalu diorganisasikan berdasarkan disiplin ilmu yang sangat berorientasi hanya pada filosofi esensialisme dan perenialisme. Majid (2012: 43) menyatakan, bahwa kompetensi dasar dirumuskan dengan menggunakan kata-kata kerja operasional, yaitu kata kerja yang dapat diamati dan diukur. Misalnya membandingkan, menghitung, menyusun, memproduksi, dan sebagainya. Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi dasar merupakan kompetensi yang terdiri dari sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang bersumber pada kompenetnsi inti dan harus dikuasai oleh peserta didik. Kompetensi dasar juga dapat menjadi bahan untuk guru dalam merumuskan
19
indikator pencapaian, pengembangan materi, dan kegiatan pembelajaran yang dirumuskan dengan kata kerja operasional yang dapat diukur. Dalam hal ini, pembelajaran memproduksi teks naskah drama satu babak merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang terdapat pada Kompetensi Dasar (KD) 4.2 yaitu mempoduksi teks cerita pendek, cerita ulang, eksplanasi kompleks, dan ulasan film/drama yang koheren sesuai dengan karakteristik yang akan dibuat baik secara lisan maupun tulisan.
2.1.4 Indikator Indikator merupakan sebuah kriteria atau patokan yang dijadikan acuan pendidik dalam melaksanakan sebuah proses pembelajaran, sehingga dapat diketahui batas minimal pencapaian peserta didik pada materi tertentu. Majid (2012: 53) menyatakan, bahwa indikator adalah kompetensi dasar secara spesifik yang dapat dijadikan ukuran untuk mengetahui ketercapaian hasil pembelajaran. indikator diru-muskan dengan kata kerja operasional yang bisa diukur dan dibuat instrumen pe-nilaiannya. Adapun indikator pencapaian dalam pembelajaran memproduksi teks drama satu babak dengan menggunakan metode quantum learning adalah sebagai berikut. 1) menentukan tema tek naskah drama satu babak; 2) menentukan tokoh atau lakon dalam teks naskah drama satu babak; 3) membuat teks naskah drama satu babak.
20
Dari beberapa pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dari kompetensi dasar dapat dijabarkan menjadi indikator pembelajaran. Indikator merupakan kriteria pencapaian dalam proses pembelajaran, sehingga hasil ketercapaian peserta didik dalam proses pembelajaran materi tertentu dapat diketahui apabila telah mencapai semua indikator yang telah ditetapkan.
2.1.5 Materi Pokok Materi pembelajaran dalam sebuah pelaksanaan pembelajaran mendapat posisi yang cukup penting. Alasan mengapa materi pembelajaran sangat penting karena perannya sebagai informasi agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran. Majid (2011: 44) mengemukakan bahwa materi pokok adalah pokok-pokok materi pembelajaran yang harus dipelajari siswa sebagai sarana pencapaian kompetensi yang akan dinilai dengan instrumen penilaian. Mengacu pada pendapat Majid di atas dapat penulis simpulkan bahwa penentuan materi pokok haruslah sesuai dengan silabus yang telah ada. Selain itu diharapkan materi ajar tidak terlalu umum ataupun sempit, materi ajar haruslah tepat sasaran. Majid (2011:45) menjelaskan, bahwa terdapat dua kategori umum yang dipakai dalam membahas materi ajar, yaitu sebagai berikut. a.
b.
Metode deduktif, yaitu metode dalam membahas materi dimulai dengan pola (konsep atau asas) dan berkembang ke fakta, kemudian ke-pengamatan, penerapan dan pemecahan masalah; dan Metode induktif, yaitu metode dalam membahas materi dimulai dengan fakta, rincian, dan pengamatan berkembang keperumusan konsep dan asas, dan akhirnya kepenerapan dan pemecahan masalah.
21
Sedangkan Reigeluth dalam Majid (2011:56) mengklasifikasikan materi pelajaran menjadi empat, yaitu: a.
b.
c. d.
Fakta, yaitu asosiasi antara objek peristiwa atau simbol ada atau mungkin ada dalam lingkungan nyata atau imajinasi. Materi jenis fakta adalah materi yang berupa nama objek dan nama tempat; Konsep, yaitu sekelompok objek atau peristiwa atau simbol yang memiliki karakteristik umum dan diidentifikasikan dengan nama yang sama. Materi konsep di antaranya berupa pengertian, dan hakikat; Prinsip, yatu hubungan sebab akibat antara kosnep. Materi jenis prinsip di antaranya rumus serta dalil; dan Prosedur, yaitu uraian langkah untuk mencapai suatu tujuan, memecahkan masalah teretentu, ataupun membuat sesuatu. Materi jenis prosedur berupa langkah-langkah mengerjakan sesuatu secara urut. Penulis menentukan materi pokok untuk pembelajaran mengonversi teks
eksplanasi ke dalam bentuk esai sebagai berikut: a.
Teks drama satu babak 1) pengertian teks drama satu babak; 2) ciri-ciri teks drama satu babak; 3) struktur teks drama satu babak; 4) kaidah tebahasaan teks drama sastu babak; 5) contoh teks drama satu babak.
b.
Memproduksi 1) pengertian memproduksi; 2) langkah-langkah memproduksi. Mengacu pada uraian di atas, materi pokok yang akan disampaikan oleh
penulis kepada siswa kelas XI SMA 17 Bandung adalah definisi memproduksi, pengertian dan struktur teks naskah drama satu babak. Materi ajar mengenai
22
pembelajaran memproduksi teks naskah drama akan penulis sampaikan pada kajian teori.
2.1.6 Alokasi Waktu Waktu dalam belajar pembelajaran adalah perkiraan berapa lama siswa mempelajari materi yang telah ditentukan, bukan lamanya siswa mengerjakan tugas di lapangan. Alokasi waktu perlu diperhatikan pada tahap pengembangan silabus dan perencanaan pembelajaran. Hal ini untuk memperkirakan jumlah jam pelajaran yang diperlukan. Alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar dilakukan dengan memperhatikan jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran perminggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keleluasaan, ke dalam, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingannya. Majid (2011: 58) mengatakan bahwa dalam menetukan alokasi waktu, prinsip yang perlu diperhatikan adalah tingkat kesukaran materi, ruang lingkup atau cakupan materi. Semakin sukar dalam mempelajari atau mengerjakan pekerjaan yang berhubungan dengan materi, dan semakin penting, maka perlu diberi alokasi waktu yang lebih baik. Alokasi waktu pembelajaran yang tersedia selama satu minggu untuk mata pelajaran bahasa Indonesia SMA kelas XI sebanyak 4 jam. Waktu tersebut kemudian dibagi menjadi dua atau tiga hari disesuaikan dengan jadwal. Dengan demikian alokasi waktu per hari sekitar 2 jam. Sedangkan untuk aspek
23
keterampilan memproduksi teks naskah drama satu babak, alokasi waktu yang tersedia adalah 2x45 menit atau dua jam pelajaran.
2.2
Pembelajaran Memproduksi Teks naskah drama satu babak dengan Menggunakan Metode Quantum learning
2.2.1
Menulis
2.2.1.1 Pengertian Menulis Menulis merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk menunangkan semua ide ke dalam bentuk kata-kata berupa tulisan. Tim Depdiknas (2008: 1497) menulis adalah membuat huruf (angka dsb) dengan pena (pensil, kapur dsb); melahirkan pikiran atau perasaan dengan tulisan. Tarigan (2008: 22) mengemukakan, bahwa menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca lambanglambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa menulis adalah melukisakan atau menuangkan semua gagasan yang dimiliki ke dalam bentuk tulisan berupa lambang-lambang, sehingga pesan yang disampaikan dalam sebuah tulan dapat dipahami oleh pembaca.
2.2.1.2 Manfaat Menulis Menulis tidak hanya dapat menyalurkan semua gagasan yang dimiliki penulis ke dalam bentuk tulisan, tetapi menulis juga mempunyai manfaat-manfaat
24
yang begitu penting. Tarigan (2008: 22) mengemukakan bahwa, pada prinsipnya fungsi utama manulis adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g.
alat komunitas yang tidak langsung; memudahkan para pelajar berpikir; menolong kita berpikir secara kritis; memudahkan kita merasakan dan menikmati hubungan-hubungan; memperdalam daya tanggap atau persepsi kita; memecahkan masalah-masalah yang kita hadapi; menyusun urutan bagi pengalaman.
Dari pemparan menurut Tarigan tersebut dapat disimpulkan bahwa menulis begitu banyak manfaatnya, sebagai makhluk sosial kita dapat berkomunikasi dengan sesama melalui sebuah tulisan, selain itu juga kita dapat menuangkan semua gagasan ynag kita miliki ke dalam bentuk tulisan.
2.2.1.3 Tujuan Menulis Dalam membuat sebuah tulisan, penulis pastinya memiliki maksud atau tujuan yang ingin disampaikan dalam tulisannya. Ketika penulis telah memiliki tujuan yang khusus mengenai sebuah tulisan maka ide atau gagasan pun akan muncul secara alamiah. Hartig dalam Tarigan (2008: 25) mengemukakan tujuan menulis sebagai berikut. a. tujuan penugasan yaitu, menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri; b. tujuan altruistik yaitu, penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedudukan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan, dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu; c. tujuan persuasif yaitu, tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan; d. tujuan informasional yaitu, tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan penerangan kepada para pembaca;
25
e. tujuan pernyataan diri yaitu, tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan sang pengrang kepada para pembaca; f. tujuan kreatif yaitu, tujuan ini erat berhubungan dengan tujuan pernyataan diri. Tujuan
pemecahan
masalah
yaitu,
penulis
ingin
menjelasakan,
menjernihkan menjelajahi serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh para pembaca.
2.2.2 Memproduksi 2.2.2.1 Pengertian Memproduksi Teks Memproduksi teks adalah salah satu kata kerja yang terdapat dalam kurikulum 2013 khususnya mata pelajaran bahasa Indonesia. Tim Depdiknas (2008: 1103) memproduksi adalah menghasilkan, mengeluarkan hasil. sedangkan teks adalah naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan dari kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan, bahan tertulis untuk dasar memberikan pelajaran, berpidato, dsb (Tim Depdiknas, 2008: 1422). Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa memproduksi teks adalah proses menghasilkan sebuah kata-kata berupa tulisan berdasarkan ide penulisnya. Memproduksi sebuah teks dapat diartikan pula sebagai bentuk keterampilan menulis, karena dalam memproduksi teks kita pasti menuangkan semua ide gagasan yang kita miliki dalm bentuk tulisan.
26
2.2.2.2 Langkah-langkah Memproduksi Teks Ketika penulis akan membuat sebuah tulisan, ada langkah-langkah yang harus diperhatikan oleh penulis sebelum dimulainya proses menulis. Seperti yang dikemukakan Zainurrahman (2013: 12) yang membagi proses penulisan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut. Terdapat tiga proses penulisan, yaitu rewriting atau planning (membuat kerangka ide, mempertimbangkan pembaca, dan mempertimbangkan konteks), writing (fokus, konsistensi, pengembangan ide yang menarik, pembacaan model, pertahankan diri sebagai penulis, kejelasan, nada, dan pengembangan paragraf), dan rewriting atau revisi (mengambil jarak terhadap tulisan, dan membuat daftar revisi). Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa ketika penulis akan membuat sebuah tulisan harus dimulai dari membuat sebuah kerangka tulisan yang di dalamnya memuat berbagai ide pokok atau gagasan yang akan dituangkan menjadi sebuah tulisan dan mempertimbnagkan tujuan dari tulisan yang akan dibuatnya. Setelah itu, penulis melakukan tahap kedua yaitu mulai menuliskan semua gagasan atau ide yang ingin dituliskan semenarik mungkin, sehingga maksud dari tulisan tersebut dapat tersampaikan dengan baik. Tahap ketiga penulis melakukan revisi dari hasil tulisannya sehingga meminimalisir terjadinya kesalahan dalam tulisan yang telah dibuatnya.
2.2.3
Teks Naskah Drama Satu Babak
2.2.3.1 Pengertian Teks Naskah Drama Satu Babak Teks naskah drama adalah salah satu kajian pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia pada kelas XI SMA yang terdapat dalam kurikulum 2013. Pada pembelajaran ini siswa dituntut untuk mampu membuat atau menghasilkan sebuah
27
produk berupa teks naskah drama. Seperti dinyatakan oleh beberapa penulis yang dikutip penjelasannya mengenai teks naskah drama. Pengertian drama menurut (Waluyo, 2001:2) drama berasal dari bahasa Yunani “ Draomai” yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, atau beraksi. Drama berarti perbuatan, tindakan, beraksi, atau action. Slametmuljana (dalam Tarigan, 1985: 70) mengatakan bahwa drama adalah sebuah cerita yang membawakan tema tertentu dengan dialog dan gerak sebagai pengungkapannya. Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa teks naskah drama adalah teks yang memuat suatu kejadian, prilaku dan tindakan kehidupan sehari hari dengan tema tertentu dan berbentuk dialog.
2.2.3.2 Struktur Teks Naskah Drama Satu Babak Dalam situs http://www.berpendidikan.com/2015/05/struktur-teks-dramayang-baik.html yang diakses 11 mei 2016 drama adalah karya yang mengandung nilai seni yang tinggi. Drama ini mengikuti kontur struktur diatur. Struktur terorganisir yang akan membantu penonton menikmati drama dipentaskan. Struktur drama mengandung setengah, adegan, dialog, prolog dan epilog. Setengah dari episode adalah istilah lain. Setiap bab berisi cerita drama kecil yang terintegrasi menjadi satu kesatuan. Dengan kata lain, setengah dari drama yang merangkum peristiwa yang terjadi di suatu tempat di urutan yang diberikan waktu.
28
2.2.3.3 Plot atau Alur Alur merupakan konstruksi yang dibuat mengenai sebuah deretan peristiwa secara logik dan kronologik saling berkaitan dan diakibatkan atau dialami oleh para pelaku. Peristiwa di sini diartikan sebagai peralihan dari keadaan yang satu ke keadaan yang lain (Luxemburg, dkk, 1986:149). Artinya, peristiwa yang satu menyebabkan terjadinya peristiwa kedua. Dari situ, kemudian berkembang menjadi konflik dan klimaks yang pada dasarnya ditentukan oleh peristiwa pertama. Pada umumnya, naskah drama dibagi dalam babak-babak.
2.2.3.4 Penokohan Di samping menjadi materi utama untuk menciptakan plot, karakter juga merupakan sumber action dan percakapan. Karena itu, karakter harus dibentuk agar cocok dengan kebutuhan plot, dan semua bagian dari setiap karakterisasi harus pas satu sama lain. Jika karakternya sama, tidak akan ada lakon. Inti dari sebuah naskah drama terletak pada hadirnya keinginan seorang tokoh dan ia berjuang keras untuk mencapainya. Hidup bagi tokoh itu akan terasa tidak bermakana jika tujuan atau citacitanya yang ingin dicapainya itu kandas di perjalanan. Berbagai cara dia lakuakan untuk memperoleh keinginan atau atau tujuan hidupnya (Gazali, 2001:58). Dari beberapa teori dapat disimpulkan bahwa penokohan sangat berperan penting dalam sebuah cerita drama. Jadi tokoh dapat dibagi menjadi beberapa jenis antara lain tokoh protagonis, antagonis, tritagonis dan peran pembantu. Kesemua jenis tokoh di atas
29
merupakan rangkaian yang tidak dapat dipisahkan, karena antar tokoh yang satu dengan yang lainya mempunyai tugas dan tanggung jawab penuh untuk mengemban tugas sesuai dengan tema atau tujuan dari cerita yang ingin dicapai.
2.2.3.5 Dialog Ciri khas drama adalah naskah tersebut berupa dialog. Dalam menyusun dialog, pengarang harus memperhatikan pembicaraan tokoh. Ragam bahasa dalam dialog tokoh drama adalah bahasa lisan yang komunikatif dan bukan ragam bahasa tulis maka diksi hendaknya dipilih sesuai dengan dramatic-action dari plot yang ada. Dialog harus bersifat estetis, artinya harus memiliki keindahan bahasa, bersifat filosofi dan mampu mempengaruhi keindahan (Waluyo, 2002:20-21). Dari kedua teori dapat ditarik kesimpulan bahwa dialog merupakan inti dari sebuah naskah drama. Dialog bukan hanya sebuah percakapan antar tokoh saja, namun dialog merupakan pencerminan tentang pikiran dan perasaan para tokoh yang berperan dalam sebuah cerita drama.
2.2.3.6 Latar atau Setting Latar adalah lingkungan tempat untuk mengekspresikan diri tokoh dan tempat terjadinya peristiwa. Latar berfungsi sebagai metonimia atau metafora yaitu sebagai ekspresi tokoh-tokoh yang ada (Wellek & Warren, 1990:291). Dalam sebuah naskah drama setting atau latar biasanya meliputi tiga dimensi, yaitu tempat, ruang, dan waktu. Seting tempat tidak berdiri sendiri tapi
30
berhubungan dengan waktu dan ruang. Pengarang atau penulis dapat membayangkan tempat kejadian dengan hidup. Hal ini berhubungan dengan kostum, tata pentas, make up, dan perlengkapan lain jika naskah tersebut dipentaskan. Waktu juga harus disesuaikan dengan ruang dan tempat, waktu merupakan jaman atau masa terjadinya lakon (Waluyo, 2002:23-224). 2.2.3.7 Tema Tema merupakan gagasan pokok yang dikandung dalam drama dan berhubungan dengan nada dasar dari sebuah drama dan sudut pandangan yang dikemukakan pengarang. Dalam drama, tema akan dikembangkan melalui struktur dramatik dalam plot melalui tokoh-tokoh protagonis dan antagonis dengan perwatakan yang memungkinkan konflik dan diformulasikan dalam bentuk dialog (Waluyo, 2002:24).
2.2.3.8 Ciri ciri teks drama Setiap teks sudah pasti mempunyai ciri masing-masing untuk membedaka dari teks lainnya, begitu pula denga teks naskah drama satu babak dan berikut ini ciri cirinya, yaitu: Pada seluruh cerita berbentuk dialog, baik pada tokoh maupun narator. semua ucapan ditulis dalam sebuah teks. b. Semua dialog tidak menggunakan sebuah tanda petik ("..."). Dialog drama bukan sebuah kalimat langsung. Oleh sebab itu, naskah drama tidak memakai sebuah tanda petik. c. Naskah drama dilengkapi sebuah petunjuk tertentu yang harus dilakukan tokoh pemerannya. Petunjuk ditulis dalam tanda kurung (...) atau dengan memberikan suatu jenis huruf yang berbeda dengan huruf dialog. d. Naskah drama terletak diatas dialog atau disamping kiri dialog. a.
31
http://www.berpendidikan.com/2015/05/ciri-ciri-teks-drama-yang-baik.html diakses 26 Juni
2.2.3.9 Contoh Teks naskah drama Contoh teks naskah drama merupakan gambaran bagi siswa dalam memproduksi sebuah teks naskah drama. Contoh ini untuk memberi pemahaman kepada siswa dalam penjelasan mengenai teks naskah drama. Berikut contoh teks naskah drama; DAG DIG DUG (Putu Wijaya) BABAK I Sebuah ruang besar yang kosong. Meskipun di tengah-tengah ada sebuah meja marmar kecil tinggi diapit dua kursi antik berkaki tinggi, berlengan membundar, berpantat lebar. Di sini sepasang suami istri pensiunan yang hidup dari uang indekosan menerima kabar seseorang telah meninggal di sana. Dalam surat dijelaskan akan datang utusan yang akan menjelaskan hal tersebut lebih lanjut. Pada hari yang dijanjikan keduanya menunggu. Masih pagi. Suami
: Siapa?
Istri
: Lupa lagi?
Suami
: Tadi malam hapal. Siapa?
Istri
: Ingat-ingat dulu!
Suami
: Lupa, bagaimana ingat?
32
Istri
: Coba, coba! Nanti diberi tahu lupa lagi. Jangan biasakan otak
manja. Suami
: Cha….Chai….Chairul….Ka, Ka…ah sedikit lagi (berusaha
mengingat-ingat) Istri
: (tak sabar) Kairul Umam!
Suami
: Ah? Kairul Umam? Ka? Bukan Cha? Kok lain?
Istri
: Kairul Umam! Kairul Umam! Kairul Umam! Ingat baik-baik!
Suami
: Semalam laim.
Istri
: Kok ngotot!
Suami
: Semalam enak diucapkan, Cha, Cha….begitu. Sekarang kok, Ka,
Ka…..siapa? Istri
: KAIRUL UMAM!
Suami
: Kok Kairul, Cha!
Istri
: Chairul Umam!
Suami
: Semalam rasanya. Jangan-jangan keliru. Coba lihat suratnya lagi.
Istri
: Kok ngotot. Ni lihat. (Menyerahkan surat)
Suami
: (memasang kaca mata, – membaca sambil lalu) ….dengan ini
kami kabarkan…ya, jangan terkejut….diluar dugaan, barangkali….kami harap….dengan ini kami kabarkan….ya, jangan terkejut…..diluar dugaan lho….dengan ini kami kabarkan…. Istri
: (mengambil kaca dan mendekatkan mukanya) Ini apa!
Suami
: O, ya! Chairul, Chairul….ini U atau N.
Istri
: U!
33
Suami
: Ini?
Istri
: M!
Suami
: Ini?
Istri
: A. Ini M!
Suami
: Seperti tulisan dokter.
Istri
: Sekarang siapa yang betul?
Suami
: Jadi betul Chairul Umam, bukan KHA – irul Umam!
2.2.4 Metode Pembelajaran Kuantum (Quantum Learning) 2.2.4.1 Pengertian Pembelajaran kuantum merupakan terjemahan dari bahasa asing yaitu quantum learning. “Quantum Learning adalah kiat, petunjuk, strategi dan seluruh proses belajar yan1g dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat” (Bobbi DePorter & Mike Hernacki, 2011:16 ). Dengan demikian, pembelajaran kuantum dapat dikatakan sebagai model pembelajaran yang menekankan untuk memberikan manfaat yang bermakna dan juga menekankan pada tingkat kesenangan dari peserta didik atau siswa. Selanjutnya, Bobbi DePorter & Mike Hernacki (2011:30) mengungkapkan mengenai karakterisitik dari pembelajaran kuantum (quantum learning) yaitu sebagai berikut. a. Pembelajaran kuantum berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika kuantum meskipun serba sedikit istilah dan konsep kuantum dipakai. b. Pembelajaran kuantum lebih bersifat humanistis, bukan positivistisempiris, “hewan-istis”, dan atau nativistis.
34
c. Pembelajaran kuantum lebih bersifat konstruktivis(tis), bukan positivistis-empiris, behavioristis, dan atau maturasionistis. d. Pembelajaran kuantum berupaya memadukan (mengintegrasikan), menyinergikan, dan mengkolaborasikan faktor potensi diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan (fisik dan mental) sebagai konteks pembelajaran. e. Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekadar transaksi makna. f. Pembelajaran kuantum sangat menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi. g. Pembelajaran kuantum sangat menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran, bukan keartifisialan atau keadaan yang dibuat-buat. h. Pembelajaran kuantum sangat menekankan kebermaknaan dan kebermutuan proses pembelajaran. i. Pembelajaran kuantum memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran. Konteks pembelajaran meliputi suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang menggairahkan atau mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis. j. Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada pembentukan keterampilan akademis, keterampilan (dalam) hidup, dan prestasi fisikal atau material. k. Pembelajaran kuantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran. l. Pembelajaran kuantum mengutamakan keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan ketertiban. m. Pembelajaran kuantum mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran. 2.2.4.2 Tujuan Menurut Bobbi DePorter & Mike Hernacki (2011:12) adapun tujuan dari pembelajaran kuantum (quantum learning) adalah sebagai berikut. a. untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif; b. untuk menciptakan proses belajar yang menyenangkan; c. untuk menyesuaikan kemampuan otak dengan apa yang dibutuhkan oleh otak; d. untuk membantu meningkatkan keberhasilan hidup dan karir; e. untuk membantu mempercepat dalam pembelajaran.
35
Tujuan
di
atas,
mengindikasikan
bahwa
pembelajaran
kuantum
mengharapkan perubahan dari berbagai bidang mulai dari lingkungan belajar yaitu kelas, materi pembelajaran yang menyenangkan, menyeimbangkan kemampuan otak kiri dan otak kanan, serta mengefisienkan waktu pembelajaran. Menurut Kompasiana (2010) Lingkungan belajar dalam pembelajaran kuantum terdiri dari lingkungan mikro dan lingkungan makro. Lingkungan mikro adalah tempat siswa melakukan proses belajar, bekerja, dan berkreasi. Lebih khusus lagi perhatian pada penataan meja, kursi, dan belajar yang teratur. Lingkungan makro yaitu dunia luas, artinya siswa diminta untuk menciptakan kondisi ruang belajar di masyarakat. Mereka diminta berinteraksi sosial ke lingkungan masyarakat yang diminatinya, sehingga kelak dapat berhubungan secara aktif dengan masyarakat. Selain itu, Bobbi DePorter,et al., (2004:14) menyatakan mengenai lingkungan dalam konteks panggung belajar. “Lingkungan yaitu cara guru dalam menata ruang kelas, pencahayaan warna, pengaturan meja dan kursi, tanaman, musik, dan semua hal yang mendukung proses belajar”. Jadi, dapat dikatakan bahwa pembelajaran kuantum sangat memperhatikan pengkondisian suatu kelas sebagai lingkungan belajar dari peserta didik mengingat model pembelajaran kuantum merupakan adaptasi dari model pembelajaran yang diterapkan di luar negeri.
36
2.2.4.3 Langkah-langkah Menerapkan Quantum Learning Langkah-langkah penerapan quantum learning yang dikemukakan Hermacki (2011: 128) adalah sebagai berikut. a.
Persiapan Pengelompokkan (clustering) dan menulis cepat adalah dua teknik yang digunakan pada proses penulisan ini. Pada tahap ini, penulis hanya membangun suatu pondasi untuk topik yang berdasarkan pada pengetahuan, gagasan, dan pengalaman siswa.
b.
Draft-Kasar Di sini mulai menelusuri dan mengembangkan gagasan. Pusatkan pada isi dari pada tanda baca, tata bahasa, atau ejaan. Dalam hal ini untuk menunjukkan bukan memberitahukan saat menulis.
c.
Berbagi Bagian dari proses ini sangat penting. Sebagai penulis, akan merasa sangat dekat dengan tulisan, sehingga sulit bagi penulis untuk menilai secara objektif. Untuk mengambil jarak dengan tulisan, perlu meminta bantuan orang lain untuk membacanya dan memberikan umpan balik. Mintalah seorang teman, rekan, pasangan teman sekelas, untuk membacanya dan memperbaiki bagian-bagian mana yang benar-benar kurang tepat.
d.
Memperbaiki (Revisi) Pada tahap ini setelah mendapatkan maupun balik tentang mana yang baik dan mana yang perlu digarap lagi, ulangi dan perbaikilah. Manfaat umpan balik yang dianggap membantu.
37
e.
Penyuntingan (Editing) Pada tahap ini, perbaikilah semua kesalahan ejaan, tata bahasa, dan tanda baca. Pastikan semua transisi berjalan mulus, penggunaan kata kerjanya, dan kalimat-kalimatnya lengkap.
f.
Penulisan kembali Pada tahap ini, masukan isi yang baru dan perubahan-perubahan penyuntingan.
g.
Evaluasi Pada tahap ini, untuk memastikan bahwa penulis telah menyelesaikan tulisan yang direncanakan data yang ingin disampaikan. Walaupun ini merupakan proses yang terus berlangsung, tahap ini menandai akhir pemeriksaan. Pembelajaran quantum learning lebih mengutamakan keaktifan peran serta
siswa dalam berinteraksi dengan situasi belajarnya melalui panca inderanya baik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan pengecapan, sehingga hasil penelitian Quantum Learning terletak pada modus berbuat yaitu Katakan dan Lakukan, dimana proses pembelajaran Quantum Learning mengutamakan keaktifan siswa, siswa mencoba mempraktekkan media melalui kelima inderanya dan kemudian melaporkannya dalam laporan praktikum dan dapat mencapai daya ingat 90%. Semakin banyak indera yang terlibat dalam interaksi belajar, maka materi pelajaran akan semakin bermakna. Selain itu dalam proses pembelajaran perlu diperdengarkan musik untuk mencegah kebosanan dalam belajarnya. Pemilihan
38
jenis musik pun harus diperhatikan, agar jangan musik yang diperdengarkan malah mengganggu konsentrasi belajar siswa. http://www.sarjanaku.com/2010/12/langkah-langkah-menerapkanquantum.html diakses 29 juni 2.2.4.4 Keunggulan
dan
Kelemahan
Metode
pembelajaran
Kuantum
(Quantum Learning) DePorter & Hernacki (2011:18-19) dalam bukunya yang berjudul ”Quantum Learning” juga menjelaskan mengenai keunggulan dan kelemahan dari pembelajaran kauntum (quantum learning) yaitu sebagai berikut. a. Keunggulan .
Pembelajaran kuantum berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika
kuantum meskipun serba sedikit kuantum memiliki keunggulan sebagai berikut. 1) pembelajaran kuantum lebih bersifat humanistis, bukan positivistisempiris, “hewan-istis”, dan atau nativistis; 2) pembelajaran kuantum lebih konstruktivis(tis), bukan positivistisempiris, behavioristis; 3) pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekedar transaksi makna; 4) pembelajaran kuantum sangat menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi; 5) pembelajaran kuantum sangat menentukan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran, bukan keartifisialan atau keadaan yang dibuatbuat; 6) pembelajaran kuantum sangat menekankan kebermaknaan dan kebermutuan proses pembelajaran; 7) pembelajaran kuantum memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran; 8) pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada pembentukan keterampilan akademis, keterampilan (dalam) hidup, dan prestasi fisikal atau material; 9) pembelajaran kuantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran; 10) pembelajaran kuantum mengutamakan keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan ketertiban;
39
11) pembelajaran kuantum mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran. b. Kelemahan Adapun kelemahan yang dimiliki oleh metode kuantum sebagai berikut. 1) membutuhkan pengalaman yang nyata; 2) waktu yang cukup lama untuk menumbuhkan motivasi dalam belajar; 3) kesulitan mengidentifikasi keterampilan siswa. Berdasarkan pemaparan keunggulan dan kelemahan pembelajaran kuantum, pembelajaran kauntum sangat memperhatikan keaktifan serta kreatifitas yang dapat dicapai oleh peserta didik. Pembelajaran kuantum mengarahkan seorang guru menjadi guru yang “baik”. baik dalam arti bahwa guru memiliki ide-ide kreatif dalam memberikan proses pembelajaran, mengetahui dengan baik tingkat kemampuan siswa.
2.3 Analisis dan Pengembangan Materi Pelajaran yang Diteliti 2.3.1 Keluasan Materi Keluasan materi meliputi cakupan materi pembelajaran, Sudrajat (2008: Ejurnal pendekatan strategi metode teknik dan model pembelajaran) mengatakan bahwa keluasan cakupan materi berarti menggambarkan seberapa banyak materi yang dimasukan ke dalam suatu materi pembelajaran. Mengacu pada apa yang disampaikan oleh Sudrajat bahwa keluasan mengacu pada jumlah materi yang digunakan dalam penelitian. Dapat disimpulkan bahwa penulis menggunakan materi sesuai dengan variabel yang menjadi permasalahan diawal pembahasan.
40
Penulis
mencantumkan
lima
kompetensi
pada
penelitian
dan
pembelajaran sesuai dengan istilah yang terdapat dalam judul penelitian. Diharapkan siswa dapat memahami setiap kompetensi beserta sub kompetensi yang ditentukan agar tujuan penelitian dapat tercapai sesuai dengan keinginan.
2.3.2 Kedalaman Materi Kedalaman materi meliputi cakupan materi pembelajaran, Sudrajat (2008: Ejurnal konsep pembangunan bahan ajar) menyatakan bahwa kedalaman materi menyangkut rincian konsep-konsep yang terkandung di dalamnya yang harus dipelajari oleh peserta didik. Mengacu pada pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kedalaman materi adalah menyangkut rincian setiap materi yang harus dipelajari oleh peserta didik. Dalam peyusunan bahan ajar penulis mencantumkan beberapa sumber mengenai materi yang disajikan, hal tersebut bertujuan agar peserta didik dapat memahami secara rinci materi yang sedang dipelajari. Dari berbagai sumber yang disajikan diharpkan siswa dapat menarik kesimpulan dari hasil membaca. Materi yang terdapat dalam bahan ajar yang disediakan penulis akan lebih terperinci dibandingkan dengan buku siswa yang disajikan oleh pemerintah. Alasan mengapa bahan ajar lebih terperinci karena penulis tidak hanya menggunakan satu sumber dalam pengutipannnya.
41
2.3.3 Karakteristik Materi Pembelajaran mempunyai karakteristik yang sangat berbeda. Hal ini disebabkan karena karakteristik siswa berbeda. Secara institusional tujuan pembelajaran pada tingkat pembelajarannya tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya, sehingga potensi dasar tidak berkembang dikhawatirkan menjadi penghambat bagi perkembangan siswa selanjutnya, khususnya dalam mengikuti program belajar dan pembelajaran. Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka bahan ajar hendaknya meliputi 5 (lima) karakteristik seperti yang dikemukakan oleh Widodo dan Jasmadi (2008: 56), yaitu: a.
b.
c.
d.
e.
Self Intructional, bahan ajar yang digunakan dirancang agar dapat digunakan secara mandiri oleh siswa dalam proses pembelajaran. Bahan ajar dan LKS yang disediakan pada saat proses pembelajaran dibagikan agar siswa dapat menggunakannya secara mandiri. Self contained, bahan ajar yang disediakan oleh penulis berisikan mengenai seluruh materi yang mencakup permasalahan yang sedang diteliti. Materi disajikan dalam satu unit kompetensi dan sub kompetensi. Stand alone, bahan ajar yang disajikan dapat digunakan secara utuh dan tidak bergantung pada bahan ajar lain. Penulis sudah menyusunnya sedemikian rupa agar tidak membingungkan siswa. Adaptive, bahan ajar yang disajikan dapat beradaptasi dengan teknologi mutakhir. Siswa dapat mambahkan serta membandingkan informasi yang didapat dari bahan ajar dengan informasi yang mereka dapat melalui teknologi seperti google, jurnal, buku, koran dan lain-lain. User Friendly, bahan ajar disajikan agar dapat menarik minat siswa saat membacanya. Pembaca menyusun bahan ajar secara kreatif dengan memaksimalkan tampilan warna dan gambar. Selain bertujuan untuk menarik minat siswa tentu agar siswa lebih mudah memahami isi dari bahan ajar. Menarik kesimpulan dari pernyataan Widodo dan Jasmidi di atas
mengenai materi ajar yang disiapkan oleh pengajar untuk disajikan kepada peserta didik haruslah memenuhi 5 aspek diatas. Kelima aspek yag telah disampaikan oleh Widodo dan Jasmidi akan menciptakan bahan ajar yang menarik,
42
memudahkan serta memiliki bobot yang cukup bagi siswa. Materi yang dismpaikan diharapkan tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit namun dapat menarik keingintahuan siswa yang lebih mendalam mengenai materi ajar yang disampaikan. 2.3.4 Bahan dan Media Menurut Widodo dan Jasmadi (2008: 40) “Bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistemtis dan menarik....” Dapat disimpulkan bahwa bahan ajar yang dibuat oleh penulis haruskan mewakili keseluruhan materi yang akan dilakukan. Setiap materi dan sub materi haruslah tersampaikan dengan baik, hal itu dapat terlaksana dengan bantuan media. Maka dari itu bahan pembelajaran dan media pembelajaran jika dikolaborasikan degan baik akan menghasilkan pembelajaran yang aktif, kreatif dan menarik bagi peserta didik. Selain itu bahan dan media ajar akan sangat membantu pengajar dengan kata lain penulis dalam melaksanakan pembelajaran yang dapat mencapai tujuan pendidikan. Bahan
yang
digunakan
penulis
dalam
pelaksanaan
penelitian
menggunakan dua jenis bahan ajar. Pertama, menggunakan buku siswa bahasa Indonesia kelas XI ekspresi diri dan akademik yang telah disediakan pemerintah untuk menunjang proses pembelajaran. Bahan kedua yang digunakan oleh penulis adalah bahan ajar yang diambil dari berbagai sumber para ahli di luar buku siswa. Materi yang disediakan dalam bahan ajar lebih terperinci dengan penguatan dari berbagai sumber.
43
Media menurut Arsyad (2013: 4) “Apabila media itu membawa pesanpesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksudmaksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran.” Sesuai pengertian dari Azhar maka media yang digunakan oleh penulis dalam penelitiannya adalah media yang dapat menjadi fasilitas dalam menyampaikan teori kepada peserta didik. Media haruslah dikemas dengan menarik agar peserta didik dapat dengan mudah memahami pesan dan informasi yang ingin disampaikan oleh penulis. Media yang digunakan oleh penulis meliputi media visual. Proyektor dan infocus yang telah tersedia di ruang kelas, penulis manfaatkan sebagai penunjang dalam menyampaikan informasi kepada siswa. Selain itu penulispun menyiapkan lepto dan MS. Power point sebagai media interaktif yang digunakan dengan tampilan yang telah dikemas agar dapat menarik perhatian siswa. Penulis memaksimalkan warna dan gambar dengan ukuran yang disesuaikan agar tidak terlalu berlebihan atau berkurangan.
2.3.5 Strategi Pembelajaran Strategi pembelajaran menurut Sudrajat (2008: Ejurnal Pendekatan Strategi Metode Teknik dan Model Pembelajaran) “Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisisen.” Mengacu pada pendapat Akhmad di atas bahwa strategi haruslah dilaksanakan oleh guru maupun siswa namun yang memilih strategi pembelajaran yang sesuai adalah guru. Dalam
44
merencanakan sebuah pembelajaran guru haruslah kreatif dalam menentukan strategi, metode, pendekatan, bahan dan media pembelajaran. Semakin variatif dalam pemilihan strategi maka semakin efektiflah pembelajaran sehingga dapat mencapai tujuan utama pembelajaran di sekolah. Menurut Iskandarwasid dan Sunendar (2013: 9) “Strategi pembelajaran bahasa adalah tindak pengajaran melaksanakan rencana mengajar bahasa Indonesia.” Artinya, strategi pembelajaran berhubungan dengan tujuan, bahan ajar, metode, alat serta evaluasi yang dapat mempengaruhi peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Strategi pembelajaran disiapkan pengajar sebelum dilaksanakannya pembelajaran, sehingga strategi pembelajaran yang telah disiapkan mampu menuntun siswa ke tujuan pembelajaran dan pendidikan. Mengacu pada pengertian strategi pembelajaran di atas yang telah diungkapkan oleh Iskandarwasid dan Akhmad, dapat penulis menyimpulkan bahwa strategi pembelajaran mencakup pada persiapan pembelajaran yang dilaksanakan oleh pengajar/guru. Strategi pembelajaran yang digunakan mengacu pada pemilihan bahan ajar, metode, media, alat, evaluasi serta metode penilaian yang diarasa sesuai dengan materi ajar yang akan disampaikan. Semakin baik instrumen pembelajaran yang telah disiapkan makan semakin matang pula strategi pembelajaran yang digunakan, hal ini bergantung pada kreatifitas pengajar dalam memilih instrumen pembelajaran.
45
2.3.6 Sistem Evaluasi Sistem evaluasi merupakan penilaian yang dilakukan oleh penulis dalam proses penelitian ini. Iskandarwassid dan Dadang (2013: 179) menyatakan, bahwa evaluasi pengajaran dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari hasil pengajaran atau dari sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan. Adapun alat yang dapat digunakan untuk mengevalusi suatu keberhasilan pembelajaran yaitu dengan tes. Iskandarwassid dan Dadang (2013: 180) menyatakan, bahwa tes adalah suatu alat yang digunakan oleh pengajar untuk memperoleh informasi tentang keberhasilan peserta didik dalam memahami suatu materi yang telah diberikan oleh pengajar. Sistem evaluasi yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah tes tulis yang dilaksanakan berupa pretest (tes awal) dan posttest (tes akhir). Tes awal dilaksanakan sebelum diberikannya tindakan atau sebelum proses pembelajaran dilaksanakan. Tujuan tes awal dilaksanakan di awal adalah untuk mengukur pengetahuan siswa mengenai pembelajaran yang akan dilaksanakan. Pengetahuan yang mereka dapat dari lingkungan atau sumber informasi lain. Tes akhir dilaksanakan setelah diberikannya tindakan (treatment) atau setelah pembelajaran dilaksanakan. Tujuan tes akhir ini untuk menilai dan mengukur pengetahuan setelah mereka mendapatkan informasi yang sesuai dan tepat. Dalam tes akhir ini penulis akan mengetahui apakah penelitian yang dilaksanakannya berhasil dan mencapai tujuan atau tidak. Tentu hasil dari kedua tes tersebut akan berbeda.
46
2.4
Hasil Penelitian Terdahulu Yang Relevan Hasil penelitian terdahulu merupakan hasil penelitian yang menjelaskan hal
yang telah di lakukan peneliti lain. Kemudian dibandingkan dari temuan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan datang. Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan Nama peneliti/ Judul Tempat Pelaksanaan Hasil tahun penelitian penelitian dan analisis penelitian Dea Pembelajaran SMA 7 Pendekatan Hasil Sartika/2014 memproduksi Bandung kuantitatif rata-rata teks naskah dan analisis pratest drama statistic atau tes dengan awal 51 menggunakan dan model setelah trefingger mengikuti pada siswa postes kelas XI mencapai SMA 7 79,2. Bandung Pemerole ha tersebut menunjuk an model trefingger dapat meningka tkan kemampu an siswa dalam memprod uksi teks ulasan drama
Persamaan
Perbedaan
Subjek penelitiann ya merupakan teks ulasan drama dan kata kerja yang diteliti adalah memprodu ksi
Lokasi penelitian dan metode yang diterapkan berbeda
47
Tabel 2.2 Hasil penelitian terdahulu yang relevan Nama Peneliti/Tahun
Hesti Nurmalasari (2010)
Judul
Pembelajaran Menulis Naskah Drama dengan Menggunakan Metode Cooperative Learning pada Siswa Kelas VIII SMP YAS Bandung Tahun Ajaran 2014/2015
Tempat Penelitian
SMP YAS Bandung Tahun Ajaran 2014/2015
Pendekatan
Metode Cooperative Learning
& Analisis Hasil Penelitian
Hasil rata-rata pretes 44,39 dan hasil rata-rata postes 79,3,sedangkan selisih nilai pretes dan postes sebesar 34,91.
Persamaan
Penulis mencoba mengadakan penelitian dengan judul yang hampir sama, yaitu “pembelajaran memproduksi naskah drama satu babak dengan menggunakan metode quantum learning SMA Negeri 17 Bandung Tahun Pelajaran 2015/2016”
Perbedaan
Penulis menggunakan metode pembelajaran quantum learning yang berbeda. Tujuannya untuk melihat perbedaan hasil dan keefektifan metode tersebut ketika siswa diberikan pembelajaran yang hampir sama tetapi dengan metode yang berbeda
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan di atas kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan penulis adalah adanya kesamaan teks drama. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan teks yang sama dengan hasil penelitian terdahulu tetapi dengan metode yang berbeda. Penulis mencoba
48
mengadakan penelitian dengan judul yang hampir sama yaitu “Pembelajaran Memproduksi Teks naskah drama satu babak denga menggunakan metode quantum learning Pada Siswa Kelas XI SMA 17 Bandung Tahun Pelajaran 2015/2016”, terdapat penggunaan teks yang sama yaitu teks drama. Selain itu terdapat pesamaan lain yaitu kata kerja operasionalnya berupa memproduksi.