BAB II TELAAH PUSTAKA, PENGEMBANGAN HIPOTESIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN
2.1. Telaah Pustaka Dasar teori yang akan dijabarkan dalam penelitian ini terdiri dari teori strategi generik Porter, pengaruh strategi generik Porter, kinerja perusahaan dan produk hijau. 2.1.1. Teori Strategi Generik porter Strategi Generik Porter dikenal juga dengan sebutan strategik keunggulan bersaing, strategik ini banyak yang diawali dengan penelitian serta kasus-kasus tertentu yang berhasil dicapai dalam konteks diferensiasi (Schwarz dan Steininger, 1997; Heeres, Vermeulen, dan Walle, 2004). Pengaruh mendasar antara praktik dan teori keunggulan bersaing yang berkelanjutan adalah konsep "strategis yang cocok" dari salah satu dari tiga jenis kemungkinan berikut ini (Porter, 1980), (1). Konsistensi antara kegiatan dan strategi secara keseluruhan, (2). Kegiatan fungsi organisasi memperkuat satu sama lain, ini juga telah dibingkai sebagai "koordinasi antar fungsional", dan (3). Optimalisasi kegiatan, atau rutinitas. Ke tiga hal tersebut, optimasi terutama untuk beberapa praktikpraktik keuangan menjadi fokus penelitian awal akademis sebelumnya, misalnya: Redman dan Tanner (1991), Christensen (1991), Allen, et al., (1993), Nourse (1994), Manning dan Roulac (1996), Seiler, Chatrath, dan Webb., (2001), dan Cheong (1997). Koordinasi antar-fungsional ditemukan dalam konsep sumber perusahaan dan sumber solusi yang terintegrasi serta berteori dalam model praktek yang berkoneksi dengan strategi fungsional lainnya.
21
Setidaknya ada dua definisi daya saing organisasi, pertama, berbasis posisi pasar, mendefinisikan daya saing, atau posisi pasar organisasi, sebagai kemampuan untuk menghasilkan kinerja yang unggul dengan organisasi lain dengan nilai yang sama pada posisi penawaran di pasar (Gatignon dan Xuereb, 1997; Hamel dan Prahalad, 1994; Han, Kim, dan Srivastava., 1998), kedua, adalah daya saing disamakan dengan organisasi pada tingkat pertumbuhan yang berkelanjutan terhadap pesaingnya, umumnya organisasi mengalahkan pesaingnya dapat dikatakan untuk menikmati keunggulan kompetitif atas pesaing mereka, dan unggul dalam berurusan dengan kekuatan-kekuatan yang kompetitif (Bartol dan Martin, 1994). Analisis strategis Porter (1982), yang merupakan referensi utama dalam hal keunggulan bersaing, mendefinisikan faktor-faktor kunci yang menjamin keunggulan kompetitif yang berkelanjutan sebagai biaya yang dibandingkan dengan pesaing dan nilai tambah yang dirasakan oleh pelanggan. Kritik juga disampaikan oleh Peter dan Alex (1988). Perusahaan dengan menggunakan satu strategi generik Porter adalah sangat baik namun belum memilki tingkat akurasi yang cukup baik atau masih memilki pengaruh yang lemah, namun penelitian oleh Hahn dan Powers (2010), di sektor perbankan menggunakan strategi generik Porter dengan tiga kebijakan strategik agar menghasilkan kinerja yang lebih tinggi, namun ternyata kinerjanya justru lebih rendah, bila dibandingkan dengan menggunakan satu strategik strategi generik Porter dengan kualitas perencanaan dan implementasi kapabilitasnya. Berbagai hasil riset mengenai Strategi Generik Porter juga tidak terlepas dari intensitas persaingan diantara kopetitor itu sendiri. Persaingan
22
terjadi karena satu atau lebih competitor merasa adanya tekanan dan atau adanya kesempatan untuk meningkatkan posisi perusahaan. Sebagian besar perusahaan meningkatkan kompetisi dengan justru melakukan saling ketergantungan (mutullly dependent), namun disisi yang lain kebijakan harga menjadi sangat kompetitif. Kebijakan harga mencerminkan efisiensi produksi. Sifat kompetisi ini ada yang berupa “perang terbuka”, “kejam”, “sopan”, dan “gantleman”,
tergantung
pada
interaksi
faktor
struktural
perusahaan.
Kompleksitas interaksi tersebut karena (1). Banyak atau seimbangnya pesaing, ketika perusahaan dalam posisi konsentrasi tinggi, maka setiap perusahaan berusaha mencapai kepemimpinan biaya (cost leadership), harga yang kompetitif cenderung
menurunkan
laba
persahaan,
karena
perang
promosi,
(2).
Pertumbuhan industri yang rendah, dampak inflasi mendorong pertumbuhan ekonomi yang rendah, akhirnya menyulitkan perkembangan perusahaan, sementara keuangan dan aktifitas manajerial bersumber pada pertumbuhan perusahaan, (3). Penyimpanan biaya tinggi, biaya penyimpanan yang tinggi merupakan tekanan yang kuat bagi efisiensi perusahaan, sementara biaya tersebut tidak bisa dihindarkan, akibatnya terjadi proporsi biaya besar pada harga produk (low value added), (4). Kurangnya diferensiasi, komoditas utama atau komuditas pengganti (komplemen) atau komoditas pengganti (substitusi) menjadi ancaman diferensiasi yang rendah, (5). Kapasitas produksi ditambah secara bertahap, seiring pertambahan penduduk juga bertambahknya permintaan, namun efisiensi menjadi tujuan operasional perusahaan sehingga menjadi produk dengan harga yang kompetitif, (6). Pesaing yang beragam, banyaknya perusahaan tentu banyak
23
pula visi dan misi tiap perusahaan itu, tiap perusahaan mempunyai waktu untuk mengintensifkan akurasi tujuan perusahaan, pilihan strategi yang benar akan menguntunkan begitu pula sebaliknya, (7). Taruhan strategi yang tinggi, difersifiksi pemasaran yang tinggi akan meningkatkan kinerja perusahaan, namun sekaligus mempertaruhkan anggaran yang besar, dan (8). Penghalang keluar tinggi (high exit barrier), ini disebabkan oleh ekonomi, strategi dan faktor emosional yang dapat menyebabkan turunnya laba, bahkan pendapatan negatif atas investasi. Strategi Generik Porter terbagi menjadi dua, yakni strategi diferensiasi dan strategi kepemimpinan biaya. 2.1.1.1. Diferensiasi Diferensiasi adalah strategi keunggulan kompetitif yang melibatkan penciptaan produk yang unik, teknologi, layanan, upaya pemasaran, pengaruh kerja sama antara perusahaan, pemasok, dan saluran distribusi (Priem, 1997). Diferensiasi
yang
mengarah
pada
persaingan
menuju
persaingan yang kuat harus memiliki pangsa pasar yang tinggi dengan biaya yang rendah (Aneel, 1984) sementara Orientasi pasar memiliki dampak yang positip dari diferensiasi bila dibandingkan dengan cost leadership (Kumar, Ram, dan Karen, (2002). Jika melihat dari pelbagai penelitian ini tentulah bertentangan hal yang wajar mengingat bahwa Allen dan Marilyn (2002) dalam penelitian juga menyatakan terdapat pengaruh yang lemah antara diferensiasi, kepemimpinan biaya, fokus
24
kepemimpinan biaya dan fokus produk diferensiasi pada kinerja perusahaan. Pada tahun-tahun berikutnya Valos dan David (2007), kepemimpinan biaya tidak lagi lebih baik dari pada diferensiasi namun juga terjadi ketidak signifikan-an antara diferensiasi marketing dan produk pada kinerja. Aneel (1984) dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang kuat antara diferensiasi dan kepemimpinan biaya pada kinerja perusahaan yang juga tergantung pada (1) diferensiasi yang mendorong posisi biaya yang makin rendah (2) diferensiasi pada persaingan menuju persaingan yang kuat harus memiliki pangsa pasar yang tinggi dengan biaya yang rendah. Penelitian itu juga didukung oleh Koo, et al., (2007) yang menyatakan bahwa diferensiasi berpengaruh positif dengan kinerja perusahaan dan Parnell (2011), dalam penelitiannya menyatakan bahwa strategik diferensiasi mempunyai pengaruh yang kuat pada kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan dapat ditingkatkan secara efektif dengan diferensiasi karena sebagai berikut (Rijamampianina, Abratt, dan February, 2003): (a). Efektifitas diferensiasi dapat meningkatkan keunggulan bersaing dimasa yang akan datang, (b). Efektifitas diferensiasi yang mendunia harus tetap pada bisnis utama, (c). Efektifitas diferensiasi dapat meningkaatkan kapabilitas organisasi, (d). dan yang terpenting adalah efektifitas diferensiasi dapat meningkatkan profitabilitas / keuntungan perusahaan.
25
Strategi untuk meningkatkan ke-unik-an produk, dapat dilakukan dengan 5 cara yaitu (Grim dan Malschinger, 2010): (a). Differentiated product, "Produk apa yang ditawarkan, bahwa produk itu dalam kategori yang berbeda dalam penawarannya" (b). Unique charactheristic, strategi ini sering disebut strategi Extra Large (XL). Strategi ini membujuk konsumen jika membeli produk ini, mereka akan mendapatkan sesuatu yang tidak ada pada produk lain. Dengan kata lain, produk ini juga memiliki fungsi yang unik. Fungsi ini memberikan “sesuatu” yang produk pesaing tidak menyediakannya. (c). Price Differentia-tion (Less is More), strategi ini menawarkan sesuatu yang memiliki karakteristik yang sama atau fitur dari produk pesaing lainnya. Namun, bila anda membeli produk X, Anda mendapatkan dua dengan satu harga, (d). Niche Offer, pada dasarnya, harus dinemukan ceruk pasar spesifik yang sangat berbeda dari pasar umumnya, (e). Differentiation trought services, produk ini tidak berubah. Namun, layanan tambahan yang ditawarkan. Layanan ini ekstra memotivasi konsumen untuk membeli produk tersebut. Sementara diferensiasi menurut Kotler (2002:2) bersumber dari: a) Diferensiasi Produk secara garis besar menyatakan diferensiasi produk adalah penawaran produk perusahaan yang memiliki sesuatu yang lebih baik, lebih cepat dan lebih murah yang akan menciptakan nilai yang lebih tinggi bagi pelanggan dibandingkan produk pesaing. Produk fisik merupakan hal yang potensial untuk dijadikan pembeda.
26
Perusahaan
dapat
membedakan
produknya
berdasarkan
keistimewaan, kualitas kinerja, kualitas kesesuaian, daya tahan, keandalan, mudah diperbaiki, gaya dan rancangan, merek, kemasan, ukuran dan rasa. b) Diferensiasi Pelayanan, membedakan pelayanan utama berdasarkan kemudahan
pemesanan,
pelanggan,
konsultasi
pengiriman, pelanggan,
pemasangan,
pelatihan
pemeliharaan
dan
perbaikan.Sebagai tambahan dari perbedaan secara fisik, perusahaan dapat membedakan servis yang menyertai produk, misalnya: penyerahan, pemasangan, perbaikan, pelatihan, servis, konsultasi dan sebagainya. Pembeda pelayanan yang utama adalah kemudahan pemesanan, pengiriman, pemasangan, pemeliharaan dan perbaikan. c) Diferensiasi Personel, perusahaan dapat memperoleh keunggulan bersaing yang kuat dengan mempekerjakan dan melatih orang-orang lebih baik. Terdapat 6 (enam) karakteristik yang menunjukkan personil yang terlatih, yaitu: • Kemampuan personel: memiliki keahlian dan pengetahuan yang diperlukan. • Kesopanan: ramah, menghormati, dan penuh perhatian. • Kredibilitas: dapat dipercaya. • Dapat diandalkan: memberikan pelayanan secara konsisten dan akurat. • Cepat tanggap: cepat menanggapi permintaan dan permasalahan konsumen. • Komunikasi: berusaha memahami pelanggan dan berkomunikasi dengan jelas.
27
d) Diferensiasi Saluran, perusahaan dapat mencapai keunggulan bersaing melalui cara mereka merancang saluran distribusi, terutama yang menyangkut jangkauan, keahlian ,dan kinerja saluran-saluran tersebut. Dalam melakukan diferensiasi saluran, perusahaan dapat melakukan strategi berdasarkan pada distribusi eksklusif, distribusi selektif dan distribusi intensif. 1) Distribusi Intensif, Distribusi intensif adalah strategi distribusi yang menempatkan produk dagangannya pada banyak retailer atau pengecer serta distributor di berbagai tempat. Tehnik ini sangat cocok digunakan untuk produk atau barang kebutuhan pokok sehari- hari yang memiliki permintaan dan tingkat konsumsi yang tinggi. Contoh seperti sembako, rokok, sikat gigi, odol, sabun, deterjen, dan lain sebagainya. 2) Distribusi Selektif, distribusi selektif adalah suatu metode distribusi yang menyalurkan produk barang atau jasa pada daerah pemasaran tertentu dengan memilih beberapa distributor atau pengecer saja pada suatu daerah. Di antara distributor atau pengecer akan terdapat suatu persaingan untuk merebut konsumen dengan cara, teknik dan strategi masing-masing. Contoh saluran distribusi selektif adalah produk elektronik, produk kendaraan bermotor, sepeda, pakaian, buku, dan lain sebagainya.
28
3) Distribusi Eksklusif, distribusi eksklusif adalah memberikan hak distribusi suatu produk pada satu dua distributor atau pengecer saja pada suatu area daerah. barang atau jasa yang ditawarkan oleh jenis distribusi eksklusif adalah barang-barang dengan kualitas dan harga yang tinggi dengan jumlah konsumen yang terbatas. Contoh distribusi ekslusif adalah seperti showroom mobil, factory outlet, restoran waralaba, produk mlm / multi level marketing / pasif income, mini market, supermarket, hipermarket, dan lain-lain. 4) Diferensiasi Citra Para pembeli memiliki tanggapan berbeda terhadap citra perusahaan atau merek. Identitas dan citra perlu dibedakan. Identitas terdiri dari berbagai cara yang dimaksudkan oleh perusahaan untuk mengidentifikasi atau memposisikan diri atau produknya. 2.1.1.2. Kepemimpinan Biaya (Cost Leadership) Strategi kepemimpinan biaya didasarkan pada bisnis yang mengatur dan mengelola nilai tambah, sehingga menjadi produsen yang memiliki biaya rendah atas suatu produk (barang atau jasa) dalam suatu industri. Pencapaian posisi kepemimpinan biaya tergantung pada pengaturan kegiatan nilai rantai (Evans, 2006). Ruang lingkup yang luas terhadap pemimpin biaya berarti bahwa perusahaan berusaha untuk melayani persentase yang besar dari total pasar yang ada. Perusahaan mengejar strategi kepemimpinan biaya biasanya akan mempekerjakan
29
satu atau lebih dari faktor berikut untuk menciptakan biaya yang rendah pada posisi perusahaan (Porter, 1987): (1). Akurasi peramalan permintaan yang dikombinasikan dengan pemanfaatan kapasitas, (2). Skala ekonomi, (3). Keunggulan teknologi, (4). Outsourcing, atau (5). Pembelajaran/Pengalaman. Berbagai penelitian mengenai kepemimpinan biaya ini menghasilkan pengaruh yang kuat antara kepemimpinan biaya dengan kinerja perusahaan (Dess dan Davis, 1984; Miller, 1988; Barbara dan Marilyn, 1992; Anthony, et al., 2003; Akan, et al., 2006; Marlin, et al., 2007; Salavou, 2010). Pada perusahaan distribusi (Lassar dan Kerr, 1996; Liench, et al., 2000), di negara zimbabwe dan Australia (Mavondo, 1999), perusahaan on line (Merrilees, 2001), rumah sakit (Hlavacka, et al., 2001). Disamping itu penelitian yang lebih mengerucut pun telah dilakukan pada penelitian dengan menggunakan variabel kepemimpinan biaya ini yaitu terdapat pengaruh yang positif antara strategik keunggulan bersaing Porter dengan kinerja perusahaan (Blankson dan Kalafatis, 2001; Kumar, et al., 2002; Jones, 2006; Bordean et al., 2010). 2.1.2.
Pengaruh Strategi Generik Porter pada kinerja perusahaan. Literatur Strategi menyediakan banyak teori, metodologi penelitian, dan ide-ide pada pengaruh strategi-kinerja. Strategi penelitian berakar dari madzab industrial organisation (IO). Bain (1956) dan Mason (1939), kerangka IO dalam perilaku industri, kinerja perusahaan atau profitabilitas dipandang sebagai fungsi dari
30
struktur industri. Karakteristik perusahaan industri (IO) yang berbasis pada masalah akan menentukan kinerja perusahaan (Barney, 1991). Model strukturperilaku-kinerja IO dan ekonomi telah digunakan dalam industri dengan konsentrasi tinggi dalam perusahaan sejenis (Seth dan Thomas, 1994). Studi yang dilkukan McGee (1998), dikemukakan bahwa tidak ada pengaruh antara strategi dan kinerja. Namun pada penelitian lain menghasilkan kesimpulan yang berbeda yaitu terdapat pengaruh antara strategi dan kinerja pada perusahaan manufaktur dan profit (Davis dan Schul, 1993; Zahra, 1993). Untuk menyelidiki pengaruh strategi dan kinerja, banyak peneliti mulai memanfaatkan pendekatan dan ditemukan generalisasikan pada industri, khususnya yang diusulkan oleh Porter (1980). Pada strategik generik Porter banyak peneliti yang menemukan tidak adanya pengaruh antara strategi generik Porter dengan kinerja perusahaan yang dilakukan pada perusahaan manufaktur maupun sektor usaha kecil dan menengah dan rumah sakit seperti White (1986); Zajac dan Shortell, (1989); Jennings dan Lumpkin, (1992); Kotha dan Vadlamani, (1995); Richardson dan Dennis, (2003); Zahay et al., (2004); Powers dan Hahn (2004); Valos dan David (2007); Allen et al., (2007); Allen et al., (2008); Preterius, (2008); Box dan Miller, (2011). Sementara hasil penelitian lain menunjukkan bahwa strategi generik Porter dan kinerja perusahaan justru memiliki pengaruh yang negatif yang dilakukan pada perusahaan jasa perdagangan dan usaha kecil dan menengah, (Kim et al., 2004; Muafi, 2010), sebaliknya hasil yang memiliki pengaruh positif adalah Liench et al., (2000); Darrow et al., (2001); Blankson dan Kalafatis, (2001); Kumar
31
(2002); Parnell, (2006); Jones, (2006); Koo et al., (2007); Ormanidhi dan Omer, (2008); Solberg dan Durrieu, (2008); Bordean et al., (2010) yang dilakukan pada objek penelitian sektor jasa perbankan, hotel, pesawat terbang, produk kebutuhan primer, ritel, logistik. Penelitiannya yang menunjukkan strategi generik Porter memiliki pengaruh yang pengaruh kuat adalah Aneel (1984); Dess dan Davis, (1984); Miller, (1988); Barbara dan Marilyn, (1992); Lassar dan Kerr, (1996); Kamalesh dan Ram, (1997); Wagner dan Lester (1997); Mavondo, (1999); Hlavacka et al., (2001); Anthony et al., (2003); Akan et al., (2006); Marlin et al., (2007); Salavou, (2010). Penelitian yang memiliki pengaruh lemah adalah Murray, (1988); Peter dan Alex, (1988); Merrilees, (2001); Allen dan Marilyn, (2002); Stretch, (2003); Spanos et al., (2004); Allen dan Helms, (2006); Hopkins, (2008); Malone et al., (2008); Heinz dan Guldenberg, (2010); Mansour, (2010); Hahn, dan Powers, (2010); Nandakumar et al., (2011); Parnell, (2011). Hambrick (1983) menyelidiki barang modal pada produsen yaitu produsen produk industri dan menemukan dukungan untuk strategi generik Porter. Ross (1999) didukung dua strategi yang berbeda termasuk fokus kepemimpinan biaya dan diferensiasi - satu ditujukan pada kebutuhan yang berbeda dalam hal biaya pada target pasar yang sempit dan yang lainnya di kustomisasi persyaratan yang berbeda dalam target yang pasar yang sempit pula. Parker dan Helms (1992) menemukan kinerja yang unggul yang terkait dengan strategi campuran dan reaktif terhadap strategi generik tunggal. Dessa dan Davis (1984) yang meneliti bidang industri, dimana
32
usaha memiliki kinerja tinggi, disarankan dicapai melalui penerapan strategi tunggal. Peneliti lain juga menemukan strategi kombinasi pada strategik keunggulan bersaing dari Porter untuk menjadi optimal dan terkait dengan kinerja yang unggul (Hill, 1988; Murray, 1988; White, 1986; Wright et al., 1991). Beberapa studi telah menyarankan dalam bisnis berkinerja tinggi, kepemimpinan biaya dan strategi diferensiasi dapat diadopsi secara bersamaan (Gupta, 1995; Slocum et al., 1994). Dalam upaya untuk menyelidiki apakah kepemimpinan biaya dan diferensiasi yang saling eksklusif atau apakah mereka dapat diadopsi secara bersamaan, ditemukan unit bisnis yang sekaligus bersaing pada kepemimpinan biaya dan strategi diferensiasi (strategi integrasi) mempunyai hasil yang lebih tinggi atas investasi (Helms et al., 1997). 2.1.3. Produk Hijau. Strategi sangat penting dalam meningkatkan keunggulan bersaing bagi suatu perusahaan, dan kinerja produk hijau sekarang menjadi nilai tambah dan penting bagi perusahaan untuk berkompetisi dan sukses di seluruh dunia (Jacobs dan Kleiner, 1995; Sarkis et al., 2006). Kompetisi tersebut makin unggul ketika didukung oleh faktor lingkungan yang multidimensional dengan berbagai faktor termasuk dampak lingkungan pada biosfer, pelanggan, karyawan, masyarakat setempat, dan pemangku kepentingan lainnya (Christmann, 2002; Sharma, 2000). Dukungan ini dapat tercapai karena, (1) Disamping keunggulan bersaing dalam jangka panjang, (2) Dapat meningkatkan reputasi dan pencitraan perusahaan, (3) Pelestarian nilai lingkungan, (4) Peningkatan layanan dan kepuasan.
33
Adapun manfaat produk hijau yang menunjang keunggulan bersaing adalah (1) Penghematan biaya operasi dan biaya penanganan limbah. (2) Penghematan biaya perusahaan untuk pembayaran denda dan tuntutan masyarakat yang diakibatkan oleh kasus pencemaran lingkungan. (3) Peningkatan keuntungan dari hasil penjualan produk ramah lingkungan yang disebabkan oleh makin tingginya kesadaran dan apresiasi konsumen terhadap pentingnya perlindungan dan pelestarian lingkungan, serta kesediaan konsumen membayar harga yang lebih mahal untuk produk-produk ramah lingkungan tersebut (Klassen dan McLaughlin, 1996), sementara itu, faktor pendorong dan Tren Permintaan atas Produk hijau adalah (1) Lingkungan Pengetahuan dan cakupannya. Era informasi telah memungkinkan kesadaran yang belum pernah terjadi sebelumnya tentang sumber penyebab dan implikasi dari berbagai tantangan terhadap lingkungan, seperti kualitas udara, kelangkaan air dan erosi tanah. Media informasi dapat menyebabkan perilaku konsumen berubah. Konsensus terhadap luasan pada ilmu pengetahuan dan dampak perubahan iklim, misalnya, tidak lagi dibahas hanya dengan sesama anggota komunitas ilmiah tapi mencapai semua segmen masyarakat, sebagai tanggapan, konsumen dan pemegang saham mulai bergeser ke arah tindakan yang ramah terhadap lingkungan dan perilaku serta meningkatkan pelaksanaan peraturan mengenai iklim. (2) Kesadaran Lingkungan dan Opini Publik. Di Eropa, dimana tingkat kesadaran lingkungan dan dukungan pemerintah yang relatif tinggi tercermin dalam permintaan konsumen yang semakin berkembang untuk produk dan jasa yang "ramah lingkungan". (3) Lingkungan dan Peraturan Perundang-undangan.
34
Tindakan legislatif terutama berkaitan dengan kepastian harga, mereka harus menyediakan lingkungan pasar yang wajar dan kendala yang mempengaruhi praktek-praktek yang tidak berkelanjutan, dalam operasionalisasinya, secara signifikan dapat merangsang permintaan untuk produk dan jasa hijau di antara semua jenis stakeholder (UNEP, 2007). Hal itu dikuatkan oleh Rughman dan Verbeke (1998) dimana pelaksanaan peraturan perlindungan dan pelestarian lingkungan makin signifikan, karena kecenderungan makin meningkatnya perhatian dan tuntutan masyarakat terhadap dampak yang merugikan dari kegiatan komersial baik ditingkat organisasi internasional (GATT/WTO), regional (UE, NAFTA), nasional maupun propinsi. Analisis dan kritik yang membangun strategi generik Porter dalam hal konsep yang hiper-kompetisi, D'Aveni (1995) menegaskan bahwa, dalam konteks terobosan teknologi harus tanpa henti, karena mustahil untuk mencapai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan, karena perusahaan harus terusmenerus menemukan kembali sumber-sumber baru untuk mencapai keuntungan kompetitif. Pendekatan ini dapat diterapkan untuk produk tertentu dan proses menggunakan "teknologi hijau", yang selalu berubah tapi hampir tidak dapat diterapkan pada visi global yang lebih luas dalam perilaku bisnis yang bertanggung jawab. Produk hijau memiliki kemampuan strategis yang sulit bagi pesaing untuk mereplikasi, karena: (1) produk hijau merupakan peluang pasar yang unik (2) keunikan produk yang dipengaruhi oleh produk yang ramah lingkungan dan sosial (3) perusahaan dapat membentuk produk hijau dengan standar lingkungan
35
melalui keterlibatan secara proaktif dengan berbagai instansi pemerintah (4) perusahaan dapat mematenkan produk
ramah lingkungan dan produksinya
dengan metode yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan bagi perusahaan (5) pengaruh antara kinerja perusahaan dan rantai nilai yang unik dan ramah lingkungan adalah kausal yang ambigu bagi pesaing (6) kemampuan dinamis yang mendasari pengembangan baru atas produk hijau yang ramah lingkungan bertambah dari waktu ke waktu, dan dengan demikian tidak dapat dengan mudah ditiru oleh pesaing, dan (7) reputasi perusahaan yang bertanggung jawab terhadap lingkungan akan berkembang secara terus-menerus dan berjangka panjang, dengan demikian tidak dapat dengan mudah direplikasi pula oleh pesaing (Michalisin, 2011). Sudut pandang konsumen, produk hijau memiliki fungsi kegunaan atau manfaat jika (euro commission barometer, 2013): (1). Cost dan benefit, biaya yang dikeluarkan untuk membeli produk hijau relative lebih mahal jika disbanding dengan produk konvensional, dengan menurunkan gap harga antara alternatif hijau dan non-hijau akan memperbesar jumlah konsumen. Sisi kuantitas tersebut, ternyata juga selaras dengan sisi kualitas. Kualitas produk hijau yang lebih bermanfaat disbanding dengan produk konvensional, juga penting bagi konsumen. Namun perilaku harga tetap menjadi acuan dalam preferensi pembelian konsumen. (2). Kemanjuran, meskipun perilaku konsumen menunjukkan bahwa produk hijau yang manjur lebih dikedepankan dalam konsumsi, namun perilaku pembelian produk konvensional juga tetap dilakukan, sehingga sama efektifnya. Hal ini menunjukkan bahwa
36
efektivitas produk ramah lingkungan tidak harus diprioritaskan dibandingkan dengan solusi produk lain, seperti pengurangan kesenjangan harga, ketersediaan dan pelabelan produk hijau. (3). Norma social. Produk hijau adalah produk yang baik dan selayaknya dikonsumsi secara terus menerus atau berkala. Namun produk ini masih dianggap produk yang premium, dari contoh responden di Eropa menunjukkan bahwa mereka enggan mengambil keputusan membeli produk secara terus menerus. Hal ini membuktikan bahwa norma sosial bukan prioritas dalam pemenuhan kebutuhan produk hijau. (4). Pilihan, dalam banyak kasus konsumen cenderung dan suka produk hijau, namun ketersediaan produk hijau masih dianggap langka, dan sulit membedakan antara produk hijau dan produk konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa pilihan produsen dengan memperbesar pasokan produk hijau dan Memastikan bahwa produk hijau tersebut adalah produk yang ramah lingkungan. Identifikasi penting dalam preferensi konsumen. (5). Statemen tentang lingkungan. Pemberian lebel pada produk penting. Informasi yang diperoleh konsumen akan menimbulkan dampak perilaku pembelian pada produk hijau yang ramah lingkungan. 2.2. Pengembangan Hipotesis Penelitian ini menguji pengaruh strategi keunggulan bersaing dan produk hijau sebagai pemoderasi pada kinerja perusahaan. Pengujian dilakukan dalam dua bagian: pertama, menguji pengaruh antara strategik keunggulan bersaing pada kinerja perusahaan, dan kedua, menguji dampak produk hijau sebagai pemoderasi pengaruh strategik keunggulan bersaing pada kinerja perusahaan.
37
Dalam penelitian ini strategi keunggulan bersaing direpresentasi sebagai karakteristik
strategi
generik
Porter
yaitu
diferensiasi
(differentiated),
dan
kepemimpinan biaya (cost Leadership), yang diidentifikasi dari Nandakumar et al., (2011). Adapun untuk variabel moderasi yaitu produk hijau, dalam penelitian ini mengacu pada klasifikasi yang diidentifikasi oleh Chen et al., (2006). 2.2.1. Strategi Generik Porter pada Kinerja Perusahaan Pengujian pengaruh ini untuk melihat pengaruh strategik keunggulan bersaing yang direpresentasi sebagai karakteristik proses strategik keunggulan bersaing seperti
halnya
pada
teori
generic
strategic
Porter
yaitu
diferensiasi
(differentiated) dan kepemimpinan biaya (cost Leadership). 2.2.1.1. Strategi Diferensiasi pada Kinerja Perusahaan Strategi
yang
paling
mudah
dibangun
pada
strategi
diferensiasi adalah menawarkan produk unik pada pelanggan yang tidak dimiliki pesaing. Upaya perusahaan untuk membedakan diri dari pesaing dan memfokuskan energi hanya pada produk atau jasa perusahaan (MacMillan dan McGrath, 1997). Diferenasiasi produk yang unik dan berbeda dari pesaing tentu
akan
meningkatkan
kinerja
perusahaan
secara
efektif
(Rijamampiana et al., 2003), dan strategi diferensiasi mempunyai pengaruh yang kuat pada kinerja perusahaan (parnell, 2011), dengan demikian hipotesis pertama yang ajukan adalah: H1 = Strategi diferensiasi berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja perusahaan.
38
2.2.1.2. Strategi Kepemimpinan Biaya (Cost Leadership) Pada Kinerja Perusahaan Strategi kepemimpinan biaya adalah strategi yang menekankan pada usaha yang giat untuk mencapai penurunan biaya karena pengalaman, pengendalian biaya, dan overhead yang ketat, serta minimalisasi biaya. Dampak biaya tersebut menjadikan strategi kepemimpinan biaya berpengaruh kuta (salavou, 2010) dan positif pada kinerja perusahaan (Blankson dan Kalafis, 2001), artinya perilaku efisiensi biaya produksi akan menekan biaya operasional perusahaan secara keseluruhan yang akhirnya meningkatkan kinerja perusahaan, dengan demikian hipotesis kedua yang ajukan adalah: H2 = Strategi kepemimpinan biaya berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja perusahaan. 2.2.2. Strategi Generik Porter pada Kinerja Perusahaan dengan Produk Hijau sebagai Variabel Moderasi. Variabel moderasi produk hijau ini, dibagi menjadi dua (2) bagian yaitu, pertama, Strategi diferensiasi pada kinerja perusahaan dengan Produk Hijau sebagai variabel moderasi, kedua, Strategi kepemimpinan biaya pada kinerja perusahaan dengan Produk Hijau sebagai variabel moderasi. 2.2.2.1. Strategi diferensiasi pada kinerja perusahaan dengan Produk Hijau sebagai variabel moderasi. Produk Hijau yang menjadi icon produk yang berwawasan lingkungan menjadi bagian yang makin penting dalam produk hijau.
39
Strategi ini akan memperkuat strategi diferensiasi yang menuju pada persaingan yang kuat dengan pangsa pasar yang tinggi dan ramah lingkungan. Informasi dan kepercayaan masyarakat akan produk hijau makin dipercaya dengan adanya bersertifikasi eko-simbol yang disampaikan pihak ke tiga (badan sertifikasi lingkungan) pada berbagai diferensiasi produk yang ditawarkan ke masyarakat (Bhaskaran et al., 2006). Jika diferensiasi produk sudah mempunyai sertifikasi eko simbol yang ramah lingkungan, ini akan meningkatkan informasi dan kepercayaan masyarakat. Hal ini berarti lingkungan sangat mempengaruhi pola etis pembelian konsumen (Ismail, 2006), dan makin tinggi preferensi produk hijau makin tinggi pula pula strategi diferensiasi, hubungan itu akan semakin menguat (Phou dan Ong, 2007), sehingga hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah: H3 = Produk Hijau memperkuat pengaruh strategi Diferensiasi pada Kinerja Perusahaan, semakin tinggi produk hijau semakin tinggi pula strategi diferensiasi. 2.2.2.2.
Strategi kepemimpinan biaya pada kinerja perusahaan dengan Produk Hijau sebagai variabel moderasi. Strategi Kepemimpinan biaya, bila diinteraksikan dengan produk hijau akan mendorong produksi yang ramah lingkungan dan biaya produksi yang makin efisien, dengan catatan, informasi dan kesadaran masyarakat akan produk hijau makin baik dan meningkat (Kianpour,
40
Anvari, Jusoh, dan Othman, 2014). Diferensiasi produk dengan biaya yang rendah serta kualitas produk yang baik untuk keselamatan lingkungan akan meningkatkan persepsi konsumen (Yeo dan Youssef, 2010), dan akhirnya makin meningkatkan intensitas pembelian dan meningkatkan kinerja perusahaan (Rijswijk dan Lynn, 2008). Berbeda dengan negara maju lain seperti Amerika, Inggris, Australia, Prancis, Korea utara, China, penerapan produk yang ramah lingkungan (produk hijau) dari produsen akan mengurangi pajak bahkan tidak dikenai pajak (Wiebe dan Boer, 2013). Di Indonesia menurut UU no 32 tahun 2009 pasal 40 setiap perusahaan harus mempunyai izin lingkungan sebagai syarat untuk memperoleh ijin usaha atau kegiatan, bahkan pada pasal 55 (1) setiap perusahaan wajib memberikan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup. Jika tidak melakukan hal tersebut dan melanggar sanksi yang lain akan dikenai denda sesuai dengan pasal 98 sampai pasal 115 yang berkisar antara Rp.1 Milyar hingga Rp.15 Milyar. Penerapan Produk Hijau bagi perusahaan di Indonesia memiliki konsekuensi pendanaan yang besar mulai dari ijin pendirian, proses pengolahan limbah, hingga penjaminan dana kepada pemerintah. Strategi Kepemimpinan Biaya (Cost Leadership) dalam jangka pendek justru menjadi beban terhadap produktifitas perusahaan, artinya makin tinggi produk hijau yang diterapkan perusahaan justru akan makin
41
rendah strategi Kepemimpinan Biaya, sehingga hipotesis keempat dalam penelitian ini adalah: H4 = Produk Hijau memperlemah pengaruh strategi Kepemimpinan Biaya pada Kinerja Perusahaan, semakin tinggi produk hijau semakin rendah strategi Kepemimpinan Biaya. 2.3. Kerangka Konseptual Penelitian Penelitian ini mengadopsi dari strategi generik porter. Strategi ini terdiri dari strategi Diferensiasi, dan strategi kepemimpinan biaya. Strategi Diferensiasi mempunyai berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja perusahaan (Koo, 2007; Parnell, 2011). Sementra Strategi Kepemimpinan Biaya juga mempunyai pengaruh positif dan signifikan pada kinerja perusahaan (Salavou, 2010; Bordean et al., 2010). Sementara itu, diferensiasi produk yang sudah mempunyai sertifikasi eko simbol yang ramah lingkungan, ini akan meningkatkan informasi dan kepercayaan masyarakat. Hal ini berarti lingkungan sangat mempengaruhi pola etis pembelian konsumen (Ismail, 2006), dan hubungan itu akan makin kuat jika menggunakan produk hijau (Phou dan Ong, 2007). Semakin perusahaan bisa menjual produk hijau, maka strategi diferensiasi mampu mempengaruhi kinerja perusahaan lebih kuat. Produk Hijau bagi perusahaan di Indonesia memiliki konsekuensi pendanaan yang besar mulai dari ijin pendirian, proses pengolahan limbah, hingga penjaminan dana kepada pemerintah. Strategi Kepemimpinan Biaya (Cost Leadership) dalam jangka pendek justru menjadi beban terhadap produktifitas perusahaan, artinya semakin perusahaan mampu menjual produk hijau maka strategi kepemimpinan biaya berpengaruh lemah terhadap kinerja perusahaan.
42
Guna memudahkan pemahaman dalam penelitian ini, kerangka konseptual penelitian yang hendak dikembangkan dalam penelitian ini seperti tampak pada Gambar 2.1. berikut:
43
Diferensiasi
H1(+) Kinerja Perusahaan
H2(+) KepemimpinanBiaya H4(-)
H3(+) Produk Hijau
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual penelitian Sumber: Porter (1980) yang dikembangkan. Seperti Gambar 2.1 strategi generik Porter yaitu diferensiasi (differentiated), dan kepemimpinan biaya (cost Leadership), diadopsi dari Nandakumar et al., (2011), termasuk kinerja perusahaan. Adapun variabel moderasi yaitu Produk Hijau, dalam penelitian ini mengacu pada Chen et al., (2006).
44