BAB II STUDI PUSTAKA
BAB II STUDI PUSTAKA
Pada skripsi ini disajikan beberapa tinjauan pustaka yang dapat dipergunakan sebagai acuan analisis yang berhubungan langsung maupun tak langsung dalam penulisan ini, antara lain adalah sifat-sifat tanah, klasifikasi tanah, permasalahan tanah ekspansif dan alternatif penanganan potensi perilaku tanah ekspansif. 2.1 Sifat- Sifat Tanah Tanah merupakan komponen dasar yang harus didahulukan dan diperhatikan dalam suatu pelaksanaan pembangunan, karena tanah merupakan lapisan dasar yang akan mendukung beban konstruksi yang ada diatasnya. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan dan penyelidikan mendalam mengenai sifatsifat
tanah
itu
sendiri
sebelum
pelaksanaan
pembangunan
konstruksi
dilaksanakan. 2.1.1 Sifat Fisik Tanah (Index Properties Tanah) Sifat-sifat indeks tanah menggambarkan karakteristik tanah yang ditinjau, dan sifat-sifat ini menuntun dalam menentukan serupa tanah-tanah di tempat lain. Sifat-sifat indeks tanah dan pengujian tanah diperlukan untuk menentukan klasifikasi tanah. Sifat-sifat fisik tanah tersebut antara lain: 1. Warna Tanah Warna tanah merupakan salah satu sifat yang mudah dilihat dan menunjukkan sifat dari tanah tersebut. Warna tanah merupakan campuran II -1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
komponen lain yang terjadi karena mempengaruhi berbagai faktor atau persenyawaan tunggal. Urutan warna tanah adalah hitam, coklat, karat, abu-abu, kuning dan putih (Syarief, 1979). Warna tanah dengan akurat dapat diukur dengan tiga sifat-sifat prinsip warnanya. Dalam menentukan warna cahaya dapat juga menggunakan Munsell Soil Colour Chart sebagai pembeda warna tersebut. Penentuan ini meliputi penentuan warna dasar atau matrik, warna karatan atau kohesi dan humus. Warna tanah penting untuk diketahui karena berhubungan dengan kandungan bahan organik yang terdapat di dalam tanah tersebut, iklim, drainase tanah dan juga mineralogi tanah (Thompson dan Troen, 1978). Mineralmineral yang terdapat dalam jumlah tertentu dalam tanah kebanyakan berwarna agak terang (light). Sebagai akibatnya, tanah-tanah itu berwarna agak kelabu terang, jika terdiri dari mineral-mineral serupa itu yang sedikit mengalami perubahan kimiawi. Warna gelap pada tanah umumnya disebabkan oleh kandungan tinggi dari bahan organik yang terdekomposisi, jadi dengan cara praktis persentase bahan organik di dalam tanah diestimasi berdasarkan warnanya. Bahan organik di dalam tanah akan menghasilkan warna kelabu gelap, cokelat gelap, kecuali terdapat pengaruh mineral seperti besi oksida ataupun akumulasi garam-garam sehingga sering terjadi modifikasi dari warna-warna diatas. 2. Tekstur Tanah Tekstur tanah adalah perbandingan relatif dari partikel-partikel atau fraksi-fraksi primer tanah, yaitu pasir, debu, liat dan lempung atau di lapangan dikenal dengan rasa kekasaran atau kehalusan dari tanah. Jika beberapa contoh tanah ditetapkan atau dianalisa di laboratorium, maka hasilnya selalu II.2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
memperlihatkan bahwa tanah itu mengandung partikel-partikel yang beraneka ragam ukurannya, ada yang berukuran koloid, sangat halus, halus, kasar dan sangat kasar. o Pasir < 2 - 0,05 mm o Debu < 0,05 - 0,002 mm o Liat < 0,002 mm atau < 2mm o Lebih halus dikenal liat halus < 0,2 mm o Bahan koloid < 0,001 mm Nama dan sifat tanah ditentukan atau dipengaruhi oleh gradasinya (untuk tanah berbutir kasar) dan batas konsistensinya (untuk tanah berbutir halus). Gradasi merupakan sifat yang penting untuk tanah berbutir kasar. Tanah terdiri dari aneka ragam ukuran butir dengan perbandingan prosentasi ukuran butiran beraneka ragam. Dengan kata lain distribusi ukuran butiran atau gradasi butiran tidak pernah sama tanah yang satu dengan yang lainnya. Untuk menganalisa gradasi tanah berbutir kasar digunakan analisa saringan dan untuk tanah berbutir halus digunakan analisa hydrometer (cara pengendapan). Batasan batasan ukuran butiran tanah dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1 Batasan Ukuran Tanah
II.3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Biasanya tanah terdiri dari campuran beberapa ukuran. Semakin panjang gradasinya maka tanah tersebut akan semakin baik. Tanah yang mempunyai partikel-partikel yang melekat satu sama lain setelah dibasahi dan setelah kering diperlukan gaya yang cukup besar untuk meremasnya, maka tanah tersebut disebut tanah kohesif. Lempung liat berdebu (si cl.l) Rasa jelas licin, membentuk bola teguh, gulungan menkilat, melekat. Yang dimaksud dengan tekstur tanah yaitu besar kecilnya butiran-butiran tanah, dimana tekstur ini dapat kita bedakan jadi 3 kelas yaitu tanah pasir, lempung dan tanah liat. Tekstur tanah yang baik adalah tanah lempung dengan perbandingan antara pasir, debu dan tanah liat harus sama, sehingga tanah tidak terlalu lepas dan tidak terlalu lekat.
Gambar 2.1 Segitiga Tekstur Tanah
II.4
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
3. Struktur Tanah Yang dimaksud dengan struktur tanah yaitu susunan dari butiran-butiran tanah, dimana struktur ini dapat kita bedakan menjadi 3 macam yaitu struktur lepas butir, struktur remah, dan struktur gumpal. Tanah dikatakan memiliki struktur lepas butir, bila butir-butir tanah letaknya berderai atau terlepas satu sama lainnya, sedangkan tanah berstruktur remah bila butir-butir tanah berkumpul membentuk semacam kerak roti. Dan struktur remah merupakan struktur tanah yang paling baik untuk dijadikan sebagai tanah pertanian. Tanah yang berstruktur gumpal ditandai dengan butir-butir tanah melekat sangat rapat satu sama lain.
4. Derajat Keasaman Tanah Bila dilihat dari derajat keasamannya, tanah ada yang bersifat asam, dan ada yang alkalis/ basa serta ada yang bersifat netral. Keasaman ini bisa terjadi karena tanah selalu tergenang air. Dan umumnya akar tanaman akan rusak bila tanah terlalu asam maupun terlalu basa. Umumnya tanaman memerlukan pH tanah yang netral. Di permukaan bumi, lahan atau tanah mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : Tekstur tanah Permeabilitas tanah Ketebalan atau solum tanah Kemiringan lereng Tingkat erosi Penyaluran air. II.5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
2.2 Konsistensi Tanah Konsitensi tanah menunjukan kekuatan daya kohesi butir-butir tanah atau daya adhesi butir-butir tanah dengan benda lain. Tanah dengan struktur baik (granuler, remah) mempunyai tata udara yang baik, unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Tanah yang mempunyai konsistensi baik umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolah tanah. Karena tanah dalam keadaan lembab, basah dan kering maka penyipatan konsistensi tanah harus pada kondisi tersebut. Istilah-istilah yang digunakan untuk menggambarkan konsistensi tanah : a.
Tanah basah
: tidak lekat, lekat, tidak plastis dan plastis
b.
Tanah lembab
: mudah lepas, mudah pecah.
c.
Tanah kering
: lepas, halus, keras
Apabila tanah berbutir halus mengandung mineral lempung, maka tanah tersebut dapat diremas-remas (remolded) tanpa menimbulkan retakan. Sifat kohesif ini terjadi karena adanya air yang terserap (absorbed water) di sekeliling permukaan partikel lempung. Bila kadar airnya sangat tinggi, cukup tanah dan air akan menjadi sangat lembek seperti cairan. Oleh karena itu, atas dasar air yang dikandungnya, tanah dapat dipisahkan ke dalam empat keadaan dasar, yaitu padat, semi padat, plastis, dan cair.
II.6
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg (Ilmuwan Swedia, 1900)
2.2.1 Batas Cair (Liquidity Limit / LL) Batas Cair (LL), didefiisikan sebagai kadar air tanah pada batas antara keadan cair dan keadan plastis, yaitu baas atas dari daerah plastis , Batas Cair biasanya ditentukan dari uji Casagrande Test (1948).
2.2.2 Batas Plastis (Plastic Limit / PL) Batas Plastis (PL), didefinisikan sebagai kadar air pada kedudukan antara daerah plastis dan semi padat, yaitu persentase kadar air dimana tanah dengan diameter selinder 3,2 mm mulai retak-retak ketika digulung.
2.2.3 Batas Susut (Shringkage Limit / SL) Batas Susut (SL), didefinisikan sebagai kadar air pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar airdimana pengurangan kadar air selanjutnya tidak mengakibatkan perubahan volume tanah. Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi dengan II.7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna . Kemudian dikeringkan dalam oven, volume ditentukan dengan mencelupkannya dengan air raksa. Batas susut dinyatakan dalam persamaan : SL = {
( M 1 M 2) (V 1 V 2). W } 100% M2 M2
Dengan : m1 = Berat tanah basah dalam cawan percobaan (g) m2 = Berat tanah kering dalam oven (g) v1 = Volume tanah basah dalam cawan (cm ) v2 = Volume tanah kering dalam oven (cm )
w = Berat volume air (g/cm ) Hubungan variasi kadar dan volume total tanah pada kedudukan batas cair, batas plastis dan batas susut. Batas-batas Atterberg sangat berguna untuk identifikasi dan klasifikasi tanah. Batas-batas ini sering digunakan secara langsung dalam spesifikasi, guna mengontrol tanah yang akan digunakan untuk membangun stuktur urugan tanah. 2.2.4 Indeks Plastisitas (Plasticity Index / PI) Indeks plastisitas (PI), adalah selisih batas cair dan batas plastis. PI = LL – PL Indeks plastisitas (PI) merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat plastis. Karena itu, indeks plastisitas menunjukkan sifat keplastisan tanah. Jika tanah mempunyai (PI) tinggi, maka tanah mengandung banyak butiran
II.8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
lempung dan jika tanah mepunyai (PI), rendah ,seperti lanau , sedikit penurangan kadar air berakibat tanah menjadi kering. 2.2.5 Indeks Cair (Liquidity Index / LI) Kadar air tanah asli relatif pada kedudukan plastis dan cair dapat didefinisikan oleh indeks cair (liquidity index), LI, dan dinyatakan menurut persamaan : LI =
wN PL wN PL LL PL PI
Dengan : Wn = Kadar air di lapangan
Jika Wn = LL, maka LI = 1,sedangkan jika Wn = PL ,maka LI = 0. Jadi untuk lapisan tanah asli yang didalam kedudukan plastis: nilai LL >Wn > PL. Jika kadar air bertambah dari PL menuju LL ,maka LI bertambah dari 0 sampai 1. lapisan tanah asli dengan wN > LI ,akan mempunyai LL > 1. Tapi jika wN kurang dari PL ,LI akan negatif.
2.3 Klasifikasi Tanah Klasifikasi tanah sangat membantu perancang dalam memberikan pengarahan melalui cara empiris yang tersedia dari hasil pengalaman yang telah lalu. Tetapi, perancang harus berhati-hati dalam penerapannya, karena penyesuaian stabilitas , kompresi (penurunan), aliran air yang didasarkan pada klasifikasi tanah sering menimbulkan kesalahan. II.9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Umumnya klasifikasi tanah didasarkan atas ukuran partikel yang diperoleh dari analisis saringan dan uji sedimentasi kemudian juga plastisitas. Terdapat dua system klasifikasi yang sering digunakan, yaitu USCS (Unifield Soil Clasification Sistem) dan AASHTO (American Assoction Of State Highway And Transfortation Officials). Sistem-sistem ini mnggunakan sifat-sifat indeks tanah yang sederhana seperti distribusi ukuran butiran , batas air cair dan indeks plastisitas.
2.3.1 Sistem Klasifikasi USCS Pada sistem unifield, tanah diklasifikasikan kedalam tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir), jika kurang dari 50 % lolos saringan nomor 200, dan sebagai tanah berbutir halus (lanau/lempung), jika lebih dari 50% lolos saringan nomor 200. Tabel 2.2 Sistem Klasifikasi Tanah USCS (Bowles, 1991)
II.10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Selanjutnya , tanah diklasifikasikan dalam sejumlah kelompok atau sub kelompok. Simbol-simbol yang dapat digunakan : G
=
Kerikil (Gravel)
S
=
Pasir (Sand)
C
=
Lempung (Clay)
M
=
Lanau (Silt)
O
=
Lanau atau lempung organik (Organic Silt Or Clay)
Pt
=
Tanah gambut dan tanah organic tinggi (Peat And Highly Organics Soil)
W
=
Gradasi baik (Well-Graded)
P
=
Gradasi buruk (Poorly-Graded)
H
=
Plastisitas tinggi (High-Plasticity)
L
=
Plastisitas rendah (Low-Plasticity)
2.3.2 Sistem Klasifikasi AASHTO Sistem klasifkasi AASHTO (American Association Of State Highway And Transportation) Berguna untuk menentukan kwalitas tanah untuk perencanaan timbunan jalan, Subbase dan Subgrade. Sistem klasifikasi AASTHO membagi tanah kedalam 8 kelompok , A-1 sampai A-8 termasuk sub-sub kelompok. Tanah-tanah dalam tiap kelompoknya dievaluasi terhadap indeks kelompoknya yang dihitung dengan rumus-rumus empiris. Pengujian yang digunakan adalah analisis saringan batas-batas Atterberg.
II.11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Indeks kelompok (Group indeks/ GI) digunakan untuk mengevaluasi lebih lanjut tanah-tanah dalam kelompoknya. Indeks kelompok dihitung dengan persamaan :
GI = (F-35)[0,2 + 0,005)(LL-40)]+0,01 (F-15)(PI-10)
Dengan: GI
=
Indeks kelompok (group index)
F
=
Persen butiran lolos saringan no.200 (0,75 mm)
LL
=
Batas cair
Pi
=
Indeks plastisitas
2.4 Penyelidikan Tanah Penyelidikan tanah dilaksanakan untuk mengetahui data sifat-sifat karakteristik lapisan tanah, daya dukung dan kekuatan tanah yang bermanfaat bagi perencanaan pondasi yang tepat baik ditinjau dari segi teknis maupun ekonomis. Data tersebut diperoleh dari hasil pengujian baik secara langsung di lapangan maupun di laboratorium terhadap sampel hasil pengeboran. Dari data tersebut dapat dihitung daya dukung tanah dan rekomendasi jenis pondasi yang tepat dan sesuai dengan kondisi tanah di lokasi penyelidikan.
II.12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
2.4.1 Penyelidikan Lapangan (Field Work) Pekerjaan lapangan dimaksudkan untuk mendapatkan data jenis tanah dibawah permukaan, sifat-sifat teknis dan daya dukung tanah secara langsung di lapangan. 1) Sondir Pengujian tanah di lokasi pabrik New DMD Cibitung dengan uji sondir dilakukan dengan menggunakan alat sondir berat kapasitas 2.50 ton yang dilengkapi dengan Adhesion Jacket Cone type Begemann yang dapat mengukur nilai perlawanan konus (Cone Resistance) dan hambatan lekat (Local Friction) secara langsung di lapangan. Pengujian ini dilakukan hingga mencapai lapisan tanah keras, dimana nilai perlawanan konus telah mencapai ≥ 2.50 kg/cm2 atau telah mencapai hambatan lekat 2.50 ton (kapasitas alat). Hasil pengujian sondir ini disajikan dalam bentuk diagram sondir yang memperlihatkan hubungan antara kedalaman sondir dibawah muka tanah dan besarnya nilai perlawanan konus (qc) serta jumlah hambatan pekat. (TF). Hubungan nilai tahanan konus (qc) terhadap konsistensi tanah, sebagai berikut : -
tanah yang sangat lunak nilai qc < 5 kg/cm2,
-
lunak 5-10 kg/cm2,
-
teguh 10-20 kg/cm2,
-
kenyal 20-40 kg/cm2,
-
sangat kenyal 40-80 kg/cm2, II.13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
-
keras 80-150 kg/cm2, dan
-
sangat keras > 150 kg/cm2 Standar umum pada pengujian uji penetrasi kerucut statis menggunakan
standar penyelidikan tanah ASTM D3441-86 Standar method for deep, quasistatic, cone and friction-cone penetration test of soils dan SNI 2827:2008 : Cara uji penetrasi lapangan dengan alat sondir. Alat sondir memiliki alat ukur 2 buah manometer, dengan skala berbeda dan ukuran diameter manometer itu juga berbeda. Manometer berguna mengukur gaya tekan, skala satuannya bermacammacam (seperti kg atau ton, atau kg/cm2 ). Untuk sondir ringan manometer yang dipakai adalah untuk ukuran 0-50 kg/cm2 dan 0-250 kg/cm2. Manometer yang dipakai selalu dikalibrasi secara regular dan bersertifikasi sebelum dipergunakan.
Gambar 2.3 Kondisi sondir saat tertekan (a) dan terbentang (b) (https://untungsuprayitno.files.wordpress.com/2011/05/bikonus.jpg) II.14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
2) Deep Boring Pengujian tanah dengan deep boring di lokasi pabrik New DMD Cibitung dilakukan dengan mesin bor Hydraulic Merk Tone type UD 5 sedalam 30.00 m. Pengeboran dilakukan dengan sistem Rotary Drilling. Tabung inti (Core Barrel) yang dipergunakan adalah Single Core Barrel Ø 73 mm, panjang 1.50 m. "Boring Test" adalah pekerjaan pengambilan sample tanah asli untuk mengetahui kondisi tanah perlayer dan jika dimungkinkan sampai ke tanah keras. Dalam boring ini sekaligus dilakukan pula sampling (pengambilan contoh tanah) dan SPT (Standard Penetration Test) di setiap interval 2,0 m. Hal ini mengacu sesuai dengan prosedur ASTM D.1586, dengan berat hammer adalah 63,5kg dan tinggi jatuh bebas hammer adalah 76cm. Biasanya untuk pelaksanaan test digunakan Hammer Otomatis. Contoh tanah yang diperoleh dari tabung SPT, dimasukan dalam kantong plastik dan diberi label nama sesuai dengan nilai/jumlah pukulan, kedalaman dan nomor bornya. Contoh tanah yang diperoleh dari SPT tsb bisa digunakan untuk visual description maupun test laboratorium bila diperlukan.
3) Pengambilan Contoh Tanah (Sampling) Pengambilan contoh tanah (sampling) meliputi pengambilan contoh tanah asli (Undisturbed Sample) dan contoh tanah terganggu (Disturbed Sample). Pelaksannaannya dengan mempergunakan Thin Wall Tube Ø 65 mm pada setiap interval 2.00 m. Pengambilan contoh tanah asli (Undisturbed Sample) dilakukan untuk dipergunakan dalam penyelidikan laboratoris guna menentukan sifat-sifat II.15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
pengenal maupun sifat teknis tanah. Pengambilan contoh tanah terganggu (Disturbed Sample) dilakukan di sepanjang kedalaman pengeboran dan dimaksudkan untuk penentuan klasifikasi tanah dan hasilnya disajikan dalam bentuk bor log.
4) Standard Penetration Test (SPT) Standard Penetration Test (SPT) dilakukan di dalam lubang bor setelah pengambilan Undisturbed Sample pada setiap interval 2.00 m. Pengujian penetrasi standar ini dilakukan pada tanah dalam keadaan asli dengan mempergunakan
Open
Standard
Split
Barrel
Sampler.
Hammer
yang
dipergunakan mempunyai berat 63.50 kg dengan tinggi jatuh 75 cm. Pengujian dilakukan dengan menggunakan Automatic Drop Hammer Device sehingga hammer jatuh dengan bebas tanpa gesekan. Sampler dipukul hingga masuk (menembus) tanah sedalam 45 cm, dimana jumlah pukulan sepanjang interval 15 cm pertama tidak diperhitungkan. Nilai SPT = N adalah sama dengan jumlah pukulan untuk penetrasi 30 cm berikutnya. Hasil SPT ini disajikan dalam bentuk diagram pada bor log. 5) Pengukuran Muka Air Tanah Pengukuran muka air tanah dilakukan di dalam lubang bor setelah 24 jam pengeboran selesai dilaksanakan. Hasil pengukuran muka air tanah dapat dilihat pada bor log.
II.16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
2.4.2 Penelitian Laboratorium Penelitian di laboratorium dilaksanakan berdasarkan ASTM Standard Method. Contoh tanah asli (Undisturbed Sample) yang diperoleh sebagai hasil dari pengeboran selanjutnya diteliti di laboratorium untuk mendapatkan parameter-parameter dari Index Properties dan Engineering Properties. 1) Sifat-sifat Pengenal (Index Properties) Kadar air (Water Content) : Perbandingan berat kandungan air terhadap berat tanah kering dinyatakan dalam persen (w). Berat volume basah (Wet Density) : Nilai berat isi tanah (basah) yaitu perbandingan anatar berat tanah lembab asli per sartuan volume, dalam gr/cm3 (Ɣb). Berat volume kering (Dry Density) : Nilai isi tanah (kering) yaitu perbandingan anatar berat tanah kering per satuan volume, dalam gr/cm3 (Ɣd). Berat jenis butir (Specific Gravity) : Nilai berat jenis butiran berdasarkan standar ASTM. D854 (Gs). Derajat Kejenuhan (Degree of Saturation) : Derajat kejenuhan tanah yaitu prosentase berat air yang mengisi rongga atau pori-pori dalam persen (Sr). Atterberg Limits (ASTM D.4318) : Batas Cair (liquid limit), batas Plastis (plastic limit), dan indeks plastis (plasticity index). Dari test ini juga bisa diketahui klasifikasi tanah berdasarkan ketentuan USCS (unified soil classification system).
II.17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
2) Sifat-sifat Teknis (Engineering Properties) Unconfined Compression (ASTM D.2166) : diperoleh nilai daya dukung tanah dalam keadaan tanpa tekanan samping (uncofined) yang dinyatakan dalam satuan kg/cm2. Triaxial UU Test (ASTM D.2850) : Bertujuan untuk mendapatkan nilai kohesi c (kg/cm2). Dan sudut gelincir dalam atau internal friction angel tanpa tekanan pori dan dengan tekanan pori dinyatakan dalam derajat. Consolidation (ASTM D.2435) : untuk mendapatkan parameter koefisien konsolidasi dan indeks konsolidasi untuk menghitung penurunan pondasi bangunan.
2.5 Tanah Ekspansif Tanah ekspansif (expansive soil) adalah merupakan tanah yang memiliki tingkat sensifitas tinggi terhadap perubahan kadar air dengan memperlihatkan perubahan volume yang cukup besar dan penurunan shear strenght. Jenis tanah ini mengalami perubahan volume akibat perubahan kadar air. Secara teknis, tanah ini biasanya mengandung mineral montmorillonite bermuatan negatif besar yang menyerap air dengan mengisi rongga pori, sehingga tanahnya mengembang, dan kekuatannya berkurang drastis. (Mochtar, 1994 dalam Juniarti, 2004), tanah lempung ekspansif adalah jenis tanah kohesi yang memiliki potensi kembang susut yang tinggi. Volume tanah ini sangat tergantung dari kondisi air yang dikandungnya. Tanah ini mengembang
seiring dengan
peningkatan
kadar
air pada musim hujan, II.18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
sebaliknya akan menyusut dengan drastis mengikuti penurunan kadar air apabila musim kemarau tiba.
2.5.1 Identifikasi Tanah Ekspansif Menurut Manoppo, ada beberapa teori yang telah diusulkan untuk mengidentifikasi tanah ekspansif sebagai berikut: 1.
Skempton (1953) Tabel 2.3 Klasifikasi Ekspansif menurut Skempton
2.
EI
Potensial Ekspansif
< 0.75
Tidak Aktif
0.75 – 1.25
Normal
> 1.25
Aktif
Lambe (1960) Berdasarkan indeks ekspansi yang diperoleh melalui uji potensial perubahan volume (PVC) EI = 100 Δh x F Dimana, EI
= Indeks ekspansi
Δh
= Presentasi pemuaian
F
= Fraksi yang lewat saringan no. 4
II.19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Tabel 2.4 Klasifikasi Ekspansif menurut Lambe EI
3.
Potensi Ekspansif
0 – 20
Sangat Rendah
21 – 50
Rendah
51 – 90
Menengah
100 – 130
Tinggi
130 -
Sangat Tinggi
Holtz dan Gibbs (1958) Berdasarkan kadar koloid, indeks plastisitas dan batas susut.
4.
Altmeyer (1995) Berdasarkan batas susut atau susut linier.
5.
Chen (1998) Berdasarkan presentase lewat saringan no.200, batas cair dan tahanan penetrasi standar.
6.
Raman (1967) Berdasarkan indeks plastisitas dan indeks susut
7.
Snethen (1977) Berdasarkan batas cair, indeks plastisitas serta hisapan/ tarikan air pada kadar air alaminya.
8.
Sivapullaiah, Sitharam dan Rao (1987) Berdasarkan indeks pemuaian beban yang dimodifikasi MSFI = V – Vs /Vs II.20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Dimana, MFSI = Indeks muai bebas yang dimodifikasi
Menurut
V
= Volume tanah muai
Vs
= Ws / Gs . γw
Ws
= Berat tanah kering oven
Gs
= Berat jenis tanah padat
γw
= Kadar air
Chen
(1975),
cara-cara
yang
biasa
digunakan
untuk
mengidentifikasi tanah ekspansif dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu : 1. Analisa Mineralogi Analisa Mineralogi berguna untuk mengidentifikasi potensi kembang susut suatu tanah lempung. Identifikasi dilakukan dengan cara : Difraksi sinar X Analisis Kimia Electron Microscope Resolution 2. Cara Tidak Langsung (Indeks Tunggal) Hasil uji sejumlah indeks dasar tanah dapat digunakan untuk evaluasi adanya potensi ekspansif atau tidak pada suatu contoh tanah. Uji indeks dasar adalah uji batas-batas Atterberg, linear shrinkage test, uji mengembang bebas dan uji kandungan koloid.
II.21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Jika tanah berbutir halus mengandung mineral lempung, maka tanah tersebut dapat diremas-remas tanpa menimbulkan retakan. Sifat kohesif ini disebabkan karena adanya air yang terserap di sekeliling pemukaan dari partikel lempung. Menurut Atterberg tanah dapat dipisahkan dalam empat keadaan dasar yaitu : padat, semi padat, plastis dan cair, seperti yang ditunjukkan gambar 2.2. a. Batas Cair (Liquid Limit) Tujuan dari pemeriksaan batas cair adalah untuk menentukan kadar air suatu tanah pada batas keadaan cair. Batas cair adalah kadar air batas di mana suatu tanah berubah dari keadaan cair menjadi keadaan plastis. b. Batas Plastis (Plastic Limit) Maksud dari pemeriksaan batas plastis ialah untuk menentukan kadar air suatu tanah pada keadaan batas plastis. Batas plastis ialah kadar air minimum dimana suatu tanah masih dalam keadaan plastis. Batas ini merupakan batas terendah dari tingkat keplastisan tanah. Indeks plastisitas (PI) merupakan perbedaan antara batas cair (LL) dan batas plastis (PL), atau : PI = LL – PL
II.22
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Tabel 2.5 Hubungan Indeks Plastis dengan Tingkat Plastisitas dan Jenis Tanah menurut Atterberg
(Sumber : Soil Mechanics – Alfred R. Jumikis, hal 128)
Tabel 1 dan 2 menunjukkan korelasi antara tingkat pengembangan dengan persentase lolos saringan no. 200, batas cair (LL), N hasil uji SPT, dan kemungkinan pengembangan. Tabel 2.6 Tabel korelasi PI dan SI (Chen, 1975)
II.23
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
c. Batas Susut ( Shrinkage Limit ) Suatu tanah akan menyusut jika air yang dikandungnya perlahanlahan hilang dalam tanah. Dengan hilangnya air ini tanah akan mencapai suatu tingkat keseimbangan di mana, penambahan kehilangan air tidak akan menyebabkan perubahan volume Chen (1975) berpendapat bahwa potensi mengembang tanah ekspansif sangat erat hubungannya dengan indeks plastisitas, sehingga Chen membuat klasifikasi potensi pengembangan pada tanah lempung berdasarkan indeks plastisitas, seperti yang tercantum pada tabel.2.6 dibawah ini.
Tabel 2.7 Hubungan Potensi Mengembang dengan Indeks Plastisitas (Chen, 1975)
Altmeyer (1955) membuat acuan mengenai hubungan derajat mengembang tanah lempung dengan nilai persentase susut linier dan persentase batas susut Atterberg seperti yang tercantum dalam Tabel 2.8.
II.24
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Tabel 2.8 Klasifikasi Potensi Mengembang Berdasarkan pada Atterberg Limits (Chen, 1975)
3. Identifikasi Langsung Metode pengukuran terbaik adalah dengan metode pengukuran langsung yaitu suatu cara untuk menentukan posisi pengembangan dan tekanan pengembangan dari tanah ekspansif dengan menggunakan Oedometer Terzaghi. Contoh tanah berbentuk silinder tipis diletakkan dalam konsolidometer yang dilapisi dengan lapisan pori pada sisi atas dan bawahnya yang selanjutnya diberi beban sesuai dengan beban yang diijinkan. Besarnya pengembangan contoh tanah dibaca beberapa saat setelah contoh tanah dibasahi dengan air. Besarnya pengembangan adalah tinggi pengembangan tanah dibagi dengan tebal awal contoh tanah. Identifikasi langsung dilakukan melalui pengukuran pengembangan secara langsung, baik terhadap contoh tanah terganggu maupun tidak terganggu. Metode pengujian yang tersedia saat ini cukup beragam, diantaranya : • Kembang bebas (free swell) II.25
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Uji kembang bebas dilakukan dengan cara menempatkan sejumlah tanah kering lolos saringan No. 40 ke dalam sebuah silinder ukur berisi air serta mengukur volume pengembangannya setelah tanah turun seluruhnya.
Nilai
kembang bebas dinyatakan sebagai perbandingan perubahan volume terhadap volume awal, yang dinyatakan dalam persen. • Perubahan volume potensial Perubahan volume potensial atau disebut juga potential volume change (PVC) diukur dengan menggunakan PVC meter. Pengujian ini dilakukan dengan cara menempatkan contoht anah terganggu pada cetakan pemadatan. Selanjutnya contoh tanah dipadatkan dengan usaha pemadatan dengan cara modified Proctor sebesar pada kadar air alami lapangan. Contoh tanah dijenuhkan dan dibiarkan mengembang hingga menekan cincin ukur. Besar tekanan pada cincin ukur dinyatakan sebagai indeks pengembangan
dan nilainya dikorelasikan dengan
perubahan volume potensial dengan menggunakan grafik pada Gambar 2.4.
II.26
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Gambar 2.4 Indeks pengembangan terhadap potensi perubahan volume (Lambe, 1960 dalam departemen PU, 2005)
Beberapa parameter umum dapat digunakan sebagai indikator tanah ekspansif, antara lain : a) Dari hasil laboratorium tanah, didapati : PI > 25 ; LL > 40 ; dan SL < 11 b) Alluvium berwarna gelap, seperti hitam, biru, atau coklat tua (kadangkadang ada bintik-bintik putihnya) c) Sangat peka terhadap perubahan kadar air (potensi retak dan mengembang) Secara umum, sifat-sifat yang menonjol dari tanah ekspansif, adalah : a. Berdaya dukung sangat rendah pada kondisi basah II.27
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
b. Kembang susutnya sangat tinggi, sehingga berakibat sangat buruk bilamana mengalami perubahan kadar air (timbul retak-retak pada kondisi kering dan mengembang pada kondisi basah)
Berdasarkan penelitian Pusat Litbang Prasarana Transportasi, Balitbang Kimpraswil (1992), distribusi tanah ekspansif di pulau Jawa meliputi : a. Daerah pantai utara, yaitu pada ruas jalan Jakarta - Cikampek (Jawa Barat), Demak - Kudus, Dempet - Godong, dan Semarang - Purwodadi (Jawa Tengah). Juga di sepanjang ruas jalan Lamongan - Gersik, dan Surabaya - Gersik (Jawa Timur). b. Pada daerah perbukitan rendah, terdapat pada ruas jalan Bojonegoro Babat (Jawa Tengah) dan Ngawi - Caruban (Jawa Timur). c. Sementara pada daerah endapan vulkanik, tanah ekspansif menyebar antara ruas jalan Yogya - Wates. Distribusi tanah ekspansif di luar pulau Jawa belum tersedia, dan masih memerlukan penelitian lanjutan.
2.5.2 Stabilisasi Tanah Ekspansif Terjadinya pengembangan dan penyusutan pada tanah menjadi sangat berbahaya, terlebih lagi apabila di atas tanah tersebut akan berdiri bangunansipil. Tanah seperti ini tergolong tanah yang tidak stabil sehingga dapat merusak lantai bangunan yang akan didirikan, atau yang lebih berbahaya dapat merusak pondasi bangunan tersebut. II.28
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Salah satu upaya untuk mendapatkan sifat tanah yang memenuhi syaratsyarat teknis tertentu adalah dengan metode stabilisasi tanah. Metode stabilisasi tanah dapat dibagi menjadi 2 klasifikasi utama yaitu berdasarkan sifat teknisnya dan berdasarkan pada tujuanya, dimana beberapa variasi dapat digunakan. Dari sifat teknisnya, stabilisasi dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu: stabilisasi mekanis, stabilisasi fisik, dan stabilisasi kimiawi (Ingles dan Metcalf, 1972). Pada prinsipnya stabilisasi tanah secara mekanis dengan penambahan kekuatan dan daya dukung terhadap tanah yang ada dengan mengatur gradasi dari butir tanah yang bersangkutan dengan meningkatkan kepadatannya. Menambah dan mencampur tanah yang ada (natural soil) dengan jenis tanah yang lain sehingga mempunyai gradasi baru yang lebih baik. Yang perlu diperhatikan dalam stabilisasi tanah secara mekanis adalah gradasi butir tanah yang memiliki daya ikat ( binder soil) dan kadar air. Metode stabilisasi tanah ekspansif bertujuan untuk menurunkan nilai indeks plastisitas dan potensi pengembangan, yaitu dengan mengurangi persentase butiran halus atau kadar lempungnya. a. Stabilisasi dengan kapur Kapur dapat menimbulkan pertukaran ion lemah sodium oleh ion kalsium yang berada pada permukaan tanah lempung, sehingga persentase partikel halus cenderung menjadi partikel yang lebih kasar. Banyaknya bahan kapur yang digunakan untuk keperluan stabilisasi tanah ekspansif berkisar antara 2 – 10% dari berat kering tanah lempung. b. Stabilisasi Tanah Dengan Semen II.29
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Hasil yang didapat dengan stabilisasi tanah dengan semen hamper sama stabilisasi tanah dengan kapur. Menurut Chen (1988) dengan menambahkan semen pada tanah akan dapat meningkatkan shrinkage limit dan shear strength tanah. c. Stabilisasi dengan Fly Ash Fly Ash (FA) adalah material hasil buangan yang dikumpulkan dari pembangkit listrik tenaga uap atau pabrik baja yang menggunakan batubara sebagai bahan bakarnya dan mempunyai sifat
pozzolan. Fly ash digunakan
sebagai bahan stabilisasi tanah karena tersusun oleh silikat, aluminat, besi oksida dan kalium oksida dimana dalam proses ionisasi terurai menjadi kation multivalent seperti Ca++ atau Al+++. Apabila fly ash bercampur dengan tanah maka terjadi pertukaran kation dimana kation alkali (Na+ dan K+) dari tanah digantikan oleh kation dari fly ash sehingga ukuran butiran lempung bertambah besar. d. Stabilisasi dengan Trass Trass merupakan bahan galian atau bahan hasil pelapukan batuan yang berasal dari gunung api yang banyak mengandung silika dan alumina sehingga bersifat pozzolan. Menurut ASTM C 618-92a, pozzolan didefinisikan sebagai suatu bahan yang mengandung silica dan alumina dan tidak dapat mengeras jika dicampur dengan air. Dalam keadaan basah dan halus dapat bereaksi dengan kalsium hidroksida yang dapat mengeras pada suhu kamar. e. Stabilisasi dengan Geomembrane
II.30
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Penggunaan geomembrane sebagai penghalang kelembaban horisontal pada tanah ekspansif, bertujuan untuk menghalangi resapan air oleh tanah ekspansif di bawah perkerasan jalan dengan jalan membungkusnya agar air tidak masuk ke dalam tanah tersebut. Selain geomembran juga ada penanganan swelling pressure pada tanah ekspansif yaitu dengan menambah berat slab sehingga tekanan slab lebih besar dari tekanan pengembangan, hal ini dapat meredam tekanan pengembangan.
2.6 Interpretasi dan Korelasi Tanah Interpretasi dan korelasi tanah menjelaskan tentang parameter-parameter tanah dari hasil pengujian yang telah dilakukan. 2.6.1 Interpretasi Pengujian Sondir Pengolahan data sondir diperlukan bagi kepentingan interprestasi desain untuk pondasi suatu konstruksi bangunan. Data yang dibutuhkan dari lapangan adalah berupa raw data, yang memuat hasil bacaan manometer tiap interval kedalaman per 20 cm sampai kedalaman akhir konus, yaitu bacaan yang pertama berupa perlawanan konus (qc) dan bacaan kedua berupa perlawanan geser (qc+fs). Nomor
ID
konus
yang
digunakan,
kedalamanan
muka
air
tanah,
pelaksana/penanggung jawab pencatatan/ pembacaan manometer, tanggal penyelidikan, lokasi (sawah/ ladang/ rawa),
prediksi muka banjir (jika ada),
Nama proyek, Nomor lokasi, dan lain-lain. Hasil pengolahan berbentuk tabel perhitungan dan grafik sondir, yang memuat informasi berikut : II.31
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
qc (perlawanan konus, atau daya dukung)
fs (perlawanan geser)
rf (angka banding geser, atau friction ratio)
Tf (geseran total) Perhitungan dan penggambaran grafik sondir ini dilakukan dengan
menggunakan komputer yang memakai software dari Microsoft Excel atau program software yang khusus untuk pengolahan data CPT (Cone Penetration Test)/ Uji sondir.
II.32
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Tabel 2.9 Tabel contoh hasil pengujian sondir
(https://untungsuprayitno.wordpress.com/2011/05/18/pengolahan-data-sondir/) Data hasil pengukuran adalah cell yang berwarna kuning, dan rumus yang terpakai adalah sebagai berikut :
II.33
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Dari tabel diatas terlihat bahwa Variabel Dc, Ds dan Ls adalah dimensi konus yang dipakai pada penyelidikan ini, variabel ini akan dihitung sebagai koreksi alat konus. Dari tabel diatas kita akan memindahkan kedalam bentuk grafik yang disebut juga grafik sondir.
II.34
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Gambar 2.5 Contoh Grafik Sondir (https://untungsuprayitno.wordpress.com/2011/05/18/pengolahan-data-sondir/)
Berikut tabel korelasi dari nilai qc (tekanan konus) dan fs (hambatan pelekat).
II.35
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Tabel 2.10 Tabel klasifikasi tanah dari Data Sondir
Begeman (1965) menjelaskan adanya hubungan konsistensi terhadap tekanan konus dan undarained cohesion, dimana semakin tinggi nilai c dan qc maka semakin keras tanahnya. Pernyataan ini diperjelas dalam tabel 2.7, sebagai berikut:
II.36
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Tabel 2.11 Tabel Hubungan Antara Konsistensi dengan Tekanan Konus
Sedangkan, Mayerhof (1965) membuat hubungan antara kepadatan dengan relative density, nilai N-SPT, qc dan Ø adalah sebanding. Korelasi ini dapat diliat dari Tabel 2.12 berikut. Tabel 2.12 Tabel Hubungan antara Kepadatan, Relative Density, nilai N-SPT, qc dan Ø
II.37
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
2.6.2 Interpretasi Pengujian Boring Pengeboran merupakan cara yang paling awal dan mudah dalam penyelidikan
tanah.
Maksud
dari
pekerjaan
bor
ini
adalah
untuk
mengidentifikasikan kondisi tanah, sampai kedalaman yang ditetapkan, sehingga dapat digunakan untuk perencanaan pondasi, timbunan tanah, khususnya penanggulangan longsoran. Pekerjaan ini menggunakan mesin bor dan tabung untuk mengambil contoh tanah tak terganggu. Tujuan boring antara lain : • Identifikasi jenis tanah • Menggambar contoh tanah asli maupun tidak asli. • Uji Penetrasi Baku/Standard Penetration Test (SPT) • Uji lain : Pecker, Vane shear, PMT, Air pori. Selain itu juga dilakukan SPT (Standard Penetration Test) pada setiap interval tertentu. SPT digunakan untuk menentukan konsistensi atau density tanah di lapangan. Tes tersebut dilakukan dengan memancangkan alat split spoon sampler, yaitu berupa baja dengan ujung-ujung yang terbuka. Split spoon dipancangkan 45 cm ke dalam tanah pada kedalaman tertentu dalam tanah. Alat untuk memancang berupa palu (hammer) dengan berat 63.5 kg dengan tinggi jatuh 75 cm. Jumlah tumbukan untuk penetrasi 15 cm kedua dan 15 cm ketiga disebut standard penetration resistance N, yang mana hal ini menggambarkan jumlah tumbukan per 30 cm penetrasi. SPT dapat dikorelasikan dengan : • Konsistensinya II.38
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
• Kuat geser tanah • Parameter konsolidasi • Relatif density • Daya dukung pondasi • Penurunan Korelasi antara N-SPT dengan relative density dan sudut geser dalam telah ditampilkan pada tabel 2.12 Tabel 2.13 Tabel Nilai SPT dan properties tanah berdasarkan Standard Penetration Test
(sumber : Terzaghi & Peck) 2.7 Parameter Tanah 2.7.1 Modulus Young Dengan menggunakan data sondir, boring dan grafik triaksial dapat digunakan untuk mencari besarnya nilai elastisitas tanah. Nilai yang dibutuhkan adalah nilai qc atau cone resistance. Yaitu dengan menggunakan rumus : II.39
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
E = 2.qc kg/cm2 E = 3.qc ( untuk pasir ) E = 2.sampai dengan 8.qc ( untuk lempung ) Nilai yang dibutuhkan adalah nilai N. Modulus elastisitas didekati dengan menggunakan rumus : E = 6 ( N + 5 ) k/ft2 ( untuk pasir berlempung ) E = 10 ( N + 15 ) k/ft2 ( untuk pasir ) Di mana : σ1 : Tegangan 1 σ3 : Tegangan 3 ε rata-rata : Regangan rata-rata
Gambar 2.6 Penentuan E50 (sumber : Manual Plaxis) II.40
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Dari diagram tegangan regangan di atas, nilai E0 adalah kemiringan pada awal tahap. Untuk analisa batuan dan lempung berkonsolidasi tinggi dengan jangkauan linear elastis yang tinggi dapat langsung digunakan E0, sedangkan pada pasir dan lempung yang terkonsolidasi secara normal digunakan nilai E50. Pada umumnya lapisan tanah yang lebih dalam akan mempunyai nilai E yang lebih besar. Nilai dari Modulus Young didapat dengan menggunakan rumus:
Tabel 2.14 Nilai Perkiraan Modulus Elastisitas Tanah (sumber : Bowles, 1997)
II.41
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
2.7.2 Poissons Ratio Rasio poisson sering dianggap sebesar 0,2 – 0,4 dalam pekerjaanpekerjaan mekanika tanah. Nilai sebesar 0,5 biasanya dipakai untuk tanah jenuh dan nilai 0 sering dipakai untuk tanah kering dan tanah lainnya untuk kemudahan dalam perhitungan. Ini disebabkan nilai dari rasio poisson sukar untuk diperoleh untuk tanah.
Tabel 2.15 Nilai Perkiraan Angka Poisson Tanah (sumber : Bowles,1997)
II.42
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
2.7.3 Berat Jenis Tanah Kering Berat jenis tanah kering adalah perbandingan antara berat tanah kering dengan satuan volume tanah. Berat jenis tanah kering dapat diperoleh dari data Soil Test dan Direct Shear.
2.7.4 Berat Jenis Tanah Jenuh Berat jenis tanah jenuh adalah perbandingan antara berat tanah jenuh air dengan satuan volume tanah jenuh. Di mana ruang porinya terisi penuh oleh air. Nilai dari berat jenis tanah jenuh didapat dengan menggunakan rumus:
Di mana : Gs : Specific Gravity e
: Angka Pori
γw : Berat Isi Air Nilai-nilai dari Gs, e dan γw didapat dari hasil pengujian tanah dengan Triaxial Test dan juga Soil Test.
2.7.5 Sudut Geser Dalam Sudut geser dalam bersama dengan kohesi merupakan faktor dari kuat geser tanah yang menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah. Deformasi dapat terjadi akibat adanya II.43
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
kombinasi keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan geser. Nilai dari sudut geser dalam didapat dari engineering properties tanah, yaitu dengan Triaxial Test dan Direct Shear Test. 2.7.6 Kohesi Kohesi merupakan gaya tarik menarik antar partikel tanah. Bersama dengan sudut geser tanah, kohesi merupakan parameter kuat geser tanah yang menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah. Deformasi dapat terjadi akibat adanya kombinasi keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan geser. Nilai dari kohesi didapat dari engineering properties, yaitu dengan Triaxial Test dan Direct Shear Test. 2.7.7 Permeabilitas Berdasarkan persamaan Kozeny-Carman nilai permeabilitas untuk setiap layer tanah dapat dicari dengan menggunakan rumus :
Untuk tanah yang berlapis-lapis harus dicari nilai permeabilitas untuk arah vertikal dan horizontal dapat dicari dengan rumus :
Di mana : H
: Tebal lapisan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
II.44
BAB II STUDI PUSTAKA
e
: Angka Pori
k
: Koefisien Permeabilitas
kv
: Koefisien Permeabilitas Arah Vertikal
kh
: Koefisien Permeabilitas Arah Horizontal
2.7.8 Kekuatan Geser Tanah Kekuatan geser tanah diperlukan untuk menghitung daya dukung tanah (bearing capacity), tegangan tanah terhadap dinding penahan (earth pressure) dan kestabilan lereng. Kekuatan geser tanah terdiri dari dua parameter yaitu : 1. Bagian yang bersifat kohesi c yang tergantung dari jenis tanah. 2. Bagian yang mempunyai sifat gesekan/ frictional yang sebanding dengan tegangan efektif (σ) yang bekerja pada bidang geser. Kekuatan geser tanah dapat dihitung dengan rumus :
S = c + ( ) σ − u tanφ Di mana : S : Kekuatan geser σ : Tegangan total pada bidang geser u : Tegangan air pori c : Kohesi ø : Sudut geser
II.45
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Nilai Cu (Undrained Shear Strength / Kuat Geser Tanah Tak Terdrainase) dapat dicari dengan menggunakan nilai qc dari sondir.
Di mana : qc : tekanan konus σv : total overburden pressure Nk : factor konus
De Ruiter (1982) menyatakan, bahwa nilai Nk = 10 – 15 untuk normally consolidated clay dan Nk = 15 – 20 over consolidated clays. Ergemann (1963) dari sejumlah penelitian yang dilakukan menyimpulkan, bahwa besarnya undrained strength adalah :
Pada lapisan lempung lunak dengan kedalaman yang cukup dangkal nilai σv sangat kecil dan dapat diabaikan, sehingga rumus undrained shear strength dapat disederhanakan menjadi :
II.46
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Tabel 2.16 Nilai Empiris Faktor Konus (Nk) pada Tanah Kohesi
2.7.8 Daya Dukung Tanah Dalam perencanaan konstruksi bangunan sipil, daya dukung tanah mempunyai peranan yang sangat penting, daya dukung tanah merupakan kemampuan tanah untuk menahan beban pondasi tanpa mengalami keruntuhan akibat geser yang juga ditentukan oleh kekuatan geser tanah. Tanah mempunyal sifat untuk meningkatkan kepadatan dan kekuatan gesernya apabila menerima tekanan. Apabila beban yang bekerja pada tanah pondasi telah melampaui daya dukung batasnya, tegangan geser yang ditimbulkan dalam tanah pondasi melampaui kekuatan geser tanah maka akan mengakibatkan keruntuhan geser II.47
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
tanah tersebut. Perhitungan daya dukung tanah dapat dihitung berdasarkan teori Terzaghi : Daya dukung tanah untuk pondasi lajur
Daya dukung tanah untuk pondasi bujur sangkar
Di mana : D : Kedalaman pondasi B : Lebar pondasi γ : Berat isi tanah Nc, Nq, Nγ : Faktor daya dukung yang tergantung pada sudut geser
Dengan menggunakan data sondir, dapat pula dicari nilai daya dukung tanah. a. Tanah tak berkohesi L’Herminier berdasarkan ribuan test yang dilakukan menyimpulkan daya dukung tanah yang diijinkan untuk pasir padat (dense sand) dengan kedalaman 1 m di bawah permukaan tanah adalah :
II.48
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Sanglerat (1972) menyimpulkan, bahwa persamaan di atas dapat pula digunakan untuk tanah jenis stiff clay maupun stiff sand. b. Tanah Berkohesi Rumus daya dukung ultimate :
Untuk tanah kohesif daya dukung tanah yang diberikan oleh Prandti (1921)
Pada tanah kohesif nilai sudut geser dalam Ø = 0, sehingga nilai Nq = 1, Nc = 5.14, dan nilai Nγ = 0. Rumus daya dukung tanah menjadi :
qu = Cu * Nc + γ * D Di mana : D : Kedalaman tanah Cu : Kuat geser undrained (undrained shear strength)
2.7.9 Konsolidasi a. Tanah Tak Berkohesi Penurunan dapat dihitung dengan menggunakan rumus semi empiris Terzaghi : II.49
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Di mana : S : Penurunan dari lapisan tanah dengan tebal ∆z Po : Effective overburden pressure ∆P : Tambahan tekanan pada tengah lapisan H C : Koefisien kompresibilitas
Menurut Meyerhof, 1965 besar kompresibilitas adalah :
2.7.10 Tinggi Kritis Timbunan (H Kritis) Agar sebuah lereng aman persyaratannya adalah tinggi timbunan harus lebih tinggi dari H kritis (Hcr).
Htimbunan > Hcr Untuk tanah dalam kondisi jenuh
Di mana : II.50
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
2.8 Tanah Sebagai Daya Dukung Pondasi Tanah merupakan kumpulan partikel-partikel yang ukurannya beraneka ragam. Tanah dihasilkan sebagai produk sampingan dari pelapukan batuan secara mekanis dan kimiawi yang sebagian dari partikel-partikel ini diberikan nama khusus sebagai kerikil, lanau, lempung, dan sebagainya. Tanah terdiri dari butiran partikel padat disertai air dan udara yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut. Tanah sebagai media pendukung pondasi mempunyai karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan jenis dan keadaan tanahnya. Berbagai parameter yang mempengaruhi karakteristik tanah antara lain: ukuran butiran, berat jenis, kadar air, kerapatan, angka pori, dan lain sebagainya yang dapat diketahui melalui penyelidikan laboratorium. Tanah mempunyai sifat kemampatan yang sangat besar jika dibandingkan bahan kontruksi seperti baja atau beton. Hal ini disebabkan tanah mempunyai rongga pori yang besar, sehingga bila dibebani melalui pondasi maka akan mengakibatkan perubahan struktur tanah (deformasi) dan terjadi penurunan pondasi. Bila penurunan yang terjadi terlalu besar dapat mengakibatkan kerusakan pada kontruksi diatasnya. Berlainan dengan bahan-bahan kontruksi yang lain, karakteristik tanah ini didominasikan oleh karakteristik mekanisnya seperti kekuatan geser dan permeabilitas (kemampuan mengalirkan air). II.51
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Tanah menduduki peran yang sangat vital dalam sebuah konstruksi bangunan. Tanah berguna sebagai bahan bangunan dalam berbagai macam pekerjaan teknik sipil. Fungsi paling utama dari tanah adalah sebagai pendukung pondasi dari sebuah bangunan. Fungsi tanah sebagai pendukung pondasi bangunan memerlukan kondisi tanah yang stabil, sehingga apabila ada sifat tanah yang kurang mampu mendukung bangunan harus diperbaiki terlebih dahulu agar mencapai daya dukung tanah yang diperlukan. Bangunan yang berdiri nantinya diharapkan akan kokoh, tidak rusak karena penurunan yang tidak merata ataupun bahkan longsoran.
II.9 Pondasi Pondasi adalah bagian terbawah dari suatu struktur yang berfungsi menyalurkan beban dari struktur diatasnya ke lapisan tanah pendukung. Pondasi sendiri jenisnya ada bermacam - macam. Penentuan jenis pondasi biasanya dipengaruhi keadaan tanah disekitar bangunan atau pun jenis beban bangunan itu sendiri. Pondasi merupakan bagian dari struktur yang berfungsi meneruskan beban menuju lapisan tanah pendukung dibawahnya. Dalam struktur apapun, beban yang terjadi baik yang disebabkan oleh berat sendiri ataupun akibat beban rencana harus disalurkan ke dalam suatu lapisan pendukung, dalam hal ini adalah tanah yang ada di bawah struktur tersebut. Banyak faktor dalam pemilihan jenis pondasi, faktor tersebut antara lain beban yang direncanakan bekerja, jenis lapisan tanah dan faktor non-teknis seperti biaya konstruksi, waktu konstruksi. Pemilihan II.52
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
jenis pondasi yang digunakan sangat berpengaruh kepada keamanan struktur yang berada diatas pondasi tersebut.Jenis pondasi yang dipilih harus mampu menjamin kedudukan struktur terhadap semua gaya yang bekerja. Selain itu, tanah pendukungnya harus mempunyai kapasitas daya dukung yang cukup untuk memikul beban yang bekerja sehingga tidak terjadi keruntuhan. Dalam kasus tertentu, apabila sudah tidak memungkinkan untuk menggunakan pondasi dangkal, maka digunakan pondasi dalam. Pondasi dalam yang sering dipakai adalah pondasi tiang pancang. Menurut Bowles (1984), pondasi tiang pancang banyak digunakan pada struktur gedung tinggi yang mendapat beban lateral dan aksial. Pondasi jenis ini juga banyak digunakan pada struktur yang dibangun pada tanah mengembang (expansive soil). Daya dukung tiang pancang yang diperoleh dari skin friction dapat diaplikasikan untuk menahan gaya uplift yang terjadi. Istilah pondasi digunakan dalam teknik sipil untuk mendefInisikan suatu konstruksi
bangunan
yang
berfungsi
sebagai
penopang
bangunan
dan
meneruskan beban bangunan di atasnya (upper structure) ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Untuk itu, pondasi bangunan harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban–beban yang bekerja, gaya – gaya luar seperti tekanan angin, gempa bumi dan lain – lain. Sehingga
pondasi
yang
merupakan
bagian
dari
konstruksi bangunan
harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain: 1.
Cukup
kuat
untuk
mencegah/menghindarkan
timbulnya
patah
geser yang disebabkan muatan tegak ke bawah.
II.53
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
2.
Dapat menyesuaikan terhadap kemungkinan terjadinya gerakangerakan tanah antara lain, tanah mengembang, tanah menyusut, tanah
yang
tidak stabil,
kegiatan
pertambangan
dan
gaya
mendatar dari gempa bumi. 3.
Menahan gangguan dari unsur-unsur kimiawi di dalam tanah baik organik maupun anorganik.
4.
Dapat menahan tekanan air yang mungkin terjadi. Suatu konstruksi pondasi yang tidak
cukup
kuat
dan
kurang
memenuhi
persyaratan tersebut diatas, dapat menimbulkan kerusakan pada bangunannya.
Akibat
yang
ditimbulkan
oleh kerusakan
ini,
memerlukan perbaikan dari bangunannya bahkan kemungkinan terjadi seluruh bangunan menjadi rusak dan harus dibongkar. Di samping itu, tidak boleh terjadi penurunan melebihi batas yang diijinkan, yaitu :
Tabel 2.17 Batas-batas Penurunan Pondasi Jenis Bangunan
Penurunan Maksimum
Bangunan Umum
2.54 cm
Bangunan Pabrik
3.81 cm
Gudang
5.08 cm
Pondasi Mesin
0.05 cm
Sumber : Foundation Design – W.C Teng II.54
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Pada perencanaan dan pelaksanaan konstruksi pondasi terdapat beberapa macam kemungkinan pondasi, antara lain: 1.
Keadaan Tanah yang Kering (tidak dapat diperngaruhi air hujan dan sebagainya dengan air di dalam tanah sedikit atau dalam sekali, gunung). Jika daya dukung bagus pakai pondasi lajur atau umpak. Kalau tidak, bisa memakai plat beton.
2.
Keadaan Tanah yang Basah (mungkin terjadi longsor akibat terkena air hujan atau air dibawah permukaan) biasanya digunakan dinding bendungan. Paku bumi dari kayu hanya boleh digunakan dibawah permukaan air tanah permukaan terendah karena bahaya pembusukan.
3.
Pondasi di Dalam Air pada prinsipnya dapat digunakan cara seperti pada pondasi pada tanah basah yaitu menggunakan dinding bendungan dan pondasi paku bumi kayu atau beton bertulang. Kemudian juga dengan menimbun batu kali selebar mungkin dengan ketinggian di atas permukaan air.
Bentuk dan jenis pondasi sangat dipengaruhi beberapa hal, yaitu: 1.
Jenis Tanah, (mempengaruhi daya dukung tanah)
2.
Berat Bangunan, untuk bangunan dengan bobot yang berat/sangat berat harus memperkatikan pemilihan pondasi yang aman.
II.55
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
3.
Kondisi
Geografi,
Geologi
dan
lingkungan
sekitar
Lokasi,
diperhitungkan khususnya pada bangunan yang terletak pada daerah jalur gempa atau pengaruh alam lainnya. 4.
Peralatan yang dipergunakan
2.9.1 Klasifikasi Pondasi Pondasi
bangunan
biasanya
dibedakan
atas
dua
bagian
yaitu
pondasi dangkal (shallow foundation) dan pondasi dalam (deep foundation), tergantung dari letak tanah kerasnya dan perbandingan kedalaman dengan lebar pondasi. Pondasi dangkal kedalamannya kurang atau sama dengan lebar pondasi (D≤B) dan dapat digunakan jika lapisan tanah kerasnya berada dekat dengan permukaan tanah. Sedangkan pondasi dalam digunakan jika lapisan tanah keras berada jauh dari permukaan tanah atau memenuhi syarat kedalamannya lebih besar dengan lebar pondasi (D>B). Berdasarkan teori yang telah dikemukakan dapat diketahui tentang macam-macam pondasi seperti berikut ini.
1) Klasifikasi Berdasarkan Sistem Kerja Gaya: a. Spread Fondations / Pondasi Telapak Dimana beban yang disalurkan disebarkan melalui lebar telapak pondasi. Dimana intensitas beban yang diteruskan ke tanah haruslah lebih kecil dari daya dukung tanah yang diijinkan. b. Pile Foundations / Pondasi Tiang Pancang
II.56
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Beban dan bobot disalurkan dengan mekanisme pergeseran antara tanah dan pondasi (tiang), dan dukungan dari lapisan tanah keras pada kedalaman tertentu. Pile adalah komponen penerus beban yang berbentuk panjang dan vertikal. Pile dapat terbuat dari bahan kayu, besi/baja, beton atau kombinasi diantaranya, tergantung dari berat beban yang dipikul. Pile digunakan dengan pertimbangan: Beban yang dipikul sangat besar Penggunaan jenis pondasi yang lain dinilai tidak ekonomis Kondisi air tanah yang bervariasi dan perlu dipertimbangkan Apabila dikemudian akan dibangun saluran dalam tanah/canal Digunakan pada konstruksi bangunan di pelabuhan atau daerah air lainnya c. Pier Foundations / Pondasi Sumuran Pondasi yang berupa konstruksi sumuran vertikal yang mencapai tanah keras. Bilamana bangunan terletak pada tanah yang berpasir dan letak tanah keras pada lapisan yang dalam, maka tipe pondasi ini perlu dipertimbangkan. Dengan kata lain sumuran sebenarnya merupakan kolom pada sub struktur yang berfungsi mendukung beban dari upper struktur dan melaluinya beban akan disalurkan ke tanah. 2) Klasifikasi berdasarkan kedalaman pondasi : a. Pondasi Dangkal ( Shallow Foundation ) Disebut Pondasi dangkal karena kedalaman masuknya ke tanah
relatif dangkal, hanya beberapa meter masuknya ke dalam tanah. Salah II.57
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
satu tipe yang sering digunakan ialah pondasi menerus yang biasa pada rumahrumah, dibuat dari beton atau pasangan batu,meneruskan beban dari dinding dan kolom bangunan ke tanah keras. Terzaghi mendefinisikan pondasi dangkal sebagai berikut : Apabila kedalaman pondasi lebih kecil atau sama dengan lebar pondasi, maka pondasi tersebut bisa dikatakan sebagai pondasi dangkal. Anggapan bahwa penyebaran tegangan pada struktur pondasi ke tanah dibawahnya yang berupa lapisan penyangga (bearing stratum) ≤ lebar pondasi.
Gambar 2.7 Pondasi Dalam (D/B ≥ 4) Kedalamannya pada umumnya D/B ≤ 1 atau lebih. Pondasi dangkal dapat dibedakan menjadi beberapa jenis :
Pondasi Setempat ( Single Footing )
Pondasi Menerus ( Continuous Footing )
Pondasi Pelat ( Plate Foundation ) II.58
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Pondasi Cakar Ayam
Pondasi Sarang Laba-laba
Pondasi Grid
Pondasi Gasing
Pondasi Hypar
b. Pondasi Dalam (Deep Foundation) Digunakan untuk menyalurkan beban bangunan melewati lapisan tanah yang lemah di bagian atas ke lapisan bawah yang lebih keras. Menurut Dr.Ir.L.D.Wesley dalam bukunya Mekanika Tanah 1, pondasi dalam seringkali diidentikkan sebagai pondasi tiang yaitu suatu struktur pondasi yang mampu menahan gaya orthogonal ke sumbu tiang dengan menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang terdapat dibawah konstruksi dengan tumpuan pondasi. Untuk keperluan perencanaan, tiang dapat dibagi menjadi dua golongan : 1) Tiang yang tertahan pada ujung (end bearing pile atau point bearing pile). Tiang semacam ini dimasukkan sampai lapisan tanah keras, sehingga daya dukung tanah untuk pondasi ini lebih ditekankan pada tahanan ujungnya.
tiang tipe ini
harus
diperhatikan bahwa ujung tiang harus terletak pada lapisan keras. Lapisan keras ini boleh dari bahan apapun, meliputi lempung keras sampai batuan keras.
II.59
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
2) Tiang yang tertahan oleh pelekatan antara tiang dengan tanah (friction pile). Kadang-kadang diketemukan keadaan tanah dimana lapisan keras sangat dalam sehingga pembuatan tiang sampai lapisan tersebut sukar dilaksanakan. Maka untuk menahan beban yang diterima tiang, mobilisasi tahanan sebagian besar ditimbulkan oleh gesekan antara tiang dengan tanah (skin friction). Tiang semacam ini disebut friction pile atau juga sering disebut sebagai tiang terapung (floating piles).
Gambar 2.8 Pondasi Dalam (D/B ≥ 4)
Kedalaman pondasi D ≥ 4B – 5B. Pondasi dalam dapat dibedakan menjadi beberapa jenis :
Pondasi tiang pancang (pasak bumi)
Pondasi tiang bor
Pondasi Caison
II.60
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Gambar 2.9 Skematis Pondasi Dangkal dan Pondasi Dalam
2.9.2 Pondasi Tapak Pondasi tapak (pondasi setempat) biasa digunakan untuk bangunan bertingkat atau bangunan diatas tanah lembek, dengan kedalaman lebih kurang 1 s.d 2 meter. Pondasi terbuat dari beton bertulang yang dibentuk seperti telapak, dan letaknya tepat dibawah kolom (tiang). Kedalaman pondasi ini disesuaikan sampai mencapai tanah keras. Jenis pondasi ini biasanya digunakan untuk bangunan 2 tingkat atau 3 tingkat.
II.61
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Gambar 2.10 Pondasi Tapak
Tabel 2.18 Kelebihan Kekurangan Pondasi Tapak Kelebihan Biaya pondasi relatif murah
Kekurangan Apabila pembuatan struktur pondasi tapak diluar lubang galian pondasi, maka diperlukan pengerjaan lebih lama karena pondasi setempat dibuat dengan
menggunakan
bekisting/
cetakan terlebih dahulu. Galian tanah lebih sedikit (hanya Diperlukan waktu untuk menunggu pada kolom struktur)
beban sesuai umur beton, agar dapat dipindahkan ke posisi lubang pondasi tapak (yang telah digali sebelumnya) II.62
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Dapat digunakan untuk bangunan Diperlilam pemahaman terhadap ilmu mulai 1 lantai sampai ketinggian 4 struktur, dari segi pembesian dan lantai
desain penulangannya
Sistem pengerjaannya relatif mudah, Waktu pengerjaan pondasi ini harus apabila proses pengecoran dilakukan lebih dini karena memerlukan waktu ditempat (di lubang galian pondasi)
pengerjaan selama 28 hari agar bias digunakan
2.9.3 Pondasi Tiang Bor Pondasi tiang bor (bored pile) adalah pondasi tiang yang pemasangannya dilakukan dengan mengebor tanah pada awal pengerjaannya. Tiang bor dipasang kedalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebih dahulu, baru kemudian diisi dengan tulangan dan di cor dengan beton. Fungsi pondasi tiang bor adalah menyalurkan (transfer) beban dari konstruksi bangunan atas (upper Structure) kedalam tanah. Pondasi tiang bor selain dirancang menahan gaya vertikal, juga harus dirancang menahan gaya horizontal (lateral). Pondasi tiang bor merupakan displacement pile karena pelaksanaannya tidak menyebabkan perpindahan tanah.
II.63
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Gambar 2.11 Pondasi Tiang Bor
Gambar 2.12 Skematis Tiang Bor (Sumber : S.P.Limasalle & Hartomo, 2006) II.64
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Beberapa keuntungan pemakaian tiang bor (Manual Fondasi Tiang Edisi 3, 2005: 47-48) adalah : 1. Metode desain yang semakin handal yang telah dikembangkan untuk berbagai macam pembebanan dan kondisi tanah. 2. Kepastian
penentuan
kedalaman
elevasi ujung
fondasi dari
suatu lokasi titik rencana tiang bor dapat diinspeksi atau diukur. 3. Tanah hasil pemboran dapat dilakukan pemeriksaan mengenai jenis tanah yang digunakan dalam perencanaan. 4. Penggunaan tiang bor dapat dilakukan pada berbagai jenis tanah. 5. Suara, getaran dana gerakan dari tanah sekitarnya dapat dikatakan minimum. 6. Kemudahan terhadap perubahan konstruksi, jika terjadi kondisi di lapangan yang tidak terduga. 7. Daya dukung yang tinggi memungkinkan perencanaan satu kolom dengan dukungan satu tiang sehingga dapat menghemat kebutuhan pile cap. 8. Dapat
memperbesar
kepala
atau
bagian
atas
tiang
bila
diperlukan untuk meningkatkan inersia terhadap momen. 9. Dapat memperbesar kaki atau ujung bawah tiang untuk meningkatkan daya dukung ujung tiang. 10. Tiang bor dapat dibuat dari dimensi 0.5 meter hingga 6.0 meter. 11. Tidak menimbulkan resiko penyembulan (heaving)
II.65
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Sedangkan kekurangan pada penggunaan tiang bor (Manual Fondasi Tiang Edisi 3, 2005: 48) adalah : 1. Pelaksanaan konstruksi tiang bor tergantung dari keterampilan dan kemampuan dari kontraktor, bila pelaksanaannya buruk dapat menyebabkan penurunan daya dukung yang signifikan. 2. Kondisi tanah di kaki tiang sering rusak oleh proses pemboran dimana terjadi penumpukan tanah dari runtuhan dinding tiang bor atau sedimentasi lumpur. 3. Pengecoran beton bukan pada kondisi ideal dan tidak dapat segera diperiksa. 4. Berbahaya bila ada tekanan artesis karena tekanan ini dapat menerobos ke atas.
2.9.4. Pondasi Tiang Pancang Pondasi tiang pancang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya orthogonal ke sumbu tiang dengan jalan menyerap lenturan. Pondasi tiang pancang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang pancang yang terdapat di bawah konstruksi dengan tumpuan pondasi. Tiang pancang pada dasarnya sama dengan bore pile, hanya sja yang membedakan bahan dasarnya. Tiang pancang menggunakan beton jadi yang langsung ditancapkan langsung ketanah dengan menggunakan mesin pemancang. Karena ujung tiang pancang lancip menyerupai paku, oleh karena itu tiang pancang tidak memerlukan proses pengeboran. II.66
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Beberapa kelebihan penggunaan pondasi tiang pancang yaitu: 1. Karena dibuat dengan system pabrikasi, maka mutu beton terjamin. 2. Bisa mencapai daya dukung tanah yang paling keras. 3. Daya dukung tidak hanya dari ujung tiang, tetapi juga lekatan pada sekeliling tiang. 4. Pada penggunaan tiang kelompok atau grup (satu beban tiang ditahan oleh dua atau lebih tiang), daya dukungnya sangat kuat. 5. Harga relatif murah bila dibanding pondasi sumuran. Beberapa kekurangan penggunaan pondasi tiang pancang yaitu: 1. Untuk daerah proyek yang masuk gang kecil, sulit dikerjakan karena faktor angkutan. 2. Sistem ini baru ada di daerah kota dan sekitarnya. 3. Untuk daerah dan penggunaan volumenya sedikit, harganya jauh lebih mahal. 4. Proses pemancangan menimbulkan getaran dan kebisingan. Berbagai ukuran tiang pancang yang ada pada intinya dapat dibagi dua, yaitu : 1) Minipile (Ukuran Kecil) Tiang pancang berukuran kecil ini digunakan untuk bangunan-bangunan bertingkat rendah dan tanah relatif baik. Ukuran dan kekuatan yang ditawarkan adalah: Berbentuk penampang segitiga dengan ukuran 28 dan 32. II.67
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 20x20 dan 25x25. a. Tiang pancang berbentuk penampang segitiga berukuran 28 mampu menopang beban 25 – 30 ton b. Tiang pancang berbentuk penampang segitiga berukuran 32 mampu menopang beban 35 – 40 ton. c. Tiang pancang berbentuk bujur sangkar berukuran 20x20 mampu menopang tekanan 30 – 35 ton d. Tiang pancang berbentuk bujur sangkar berukuran 25 x 25 mampu menopang tekanan 40 – 50 ton.
2) Maxipile (Ukuran Besar) Tiang pancang ini berbentuk bulat (spun pile) atau kotak (square pile), tiang pancang ini digunakan untuk menopang beban yang besar pada bangunan bertingkat tinggi. Bahkan untuk ukuran 50x50 dapat menopang beban sampai 500 ton.
II.68
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
Gambar 2.13 Pondasi Tiang Pancang
2.9.5 Pemilihan Desain Tipe Pondasi Dalam pemilihan jenis dan tipe pondasi, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu: 1. Fungsi bangunan, dimana bangunan penting akan dibuat dengan keamanan lebih terjamin daripada yang kurang penting. 2. Beban yang harus dipikul. 3. Keadaan tanah dasar. II.69
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
4. Biaya pembuatan pondasi ddibandingkan dengan biaya pembuatan bangunannya. 5. Jenis-jenis keadaan tanah dasar yang mempengaruhi tipe pondasi.
Untuk penggunaan masing-masing tipe pondasi, ada beberapa ketentuan seperti berikut ini: 1. Jika tanah pendukung pondasi terletak 2-3 m di bawah permukaan tanah, maka tipe pondasi yang dipilih adalah pondasi telapak. 2. Jika tanah pendukung pondasi terletak 10 m dibawah permukaan tanah, digunakan tipe pondasi tiang apung. 3. Jika terletak dikedalaman 30 m dibawah permukaan tanah, maka biasanya dipakai kaison terbuka, tiang baja, dan tiang beton yang dicor ditempat. 4. Jika tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman lebih dari 40 m dibawah permukaan tanah, maka tipe pondasi yuang dipakai adalah tiang baja dan tiang beton yang di cor ditempat. 5. Bila tanah pendukung pondasi terletak dikedalaman sekitar 10 m dibawah permukaan tanah. Bila dianggap tidak
boleh terjadi penurunan, yang
biasanya digunakan adalah tipe pondasi tiang pancang.
II.70
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
2.9 Kapasitas Daya Dukung Pondasi 1) Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang a. Daya Dukung berdasarkan Kekuatan bahan
P = ( Ap*Tbk ) + ( As*Tau ) Dimana: P
= daya dukung tiang pancang ijin (kg)
Ap
= Luas penampang tiang pancang (cm2)
As
= Luas tulangan tiang pancang (cm2)
Tbk
= Tegangan ijin beton (kg/cm2)
Tau
= Tegangan ijin tulangan (kg/cm2)
b. Daya dukung tiang pancang berdasarkan data sondir (CPT/Cone Penetration Test)
P = (qc*Ap)/3 + (JHL*Ka)/5 Dimana ; P
= Daya dukung tiang pancang ijin (kg)
qc
= Nilai konus (kg/cm2)
Ap
= Luas penampang tiang pancang (cm2)
Ka
= Keliling penampang tiang (cm’)
JHL
= Jumlah hambatan lekat
SF
= Safety factor ; 3 dan 5 II.71
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
c. Daya dukung tiang pancang berdasarkan Data SPT/ Standart Penentration Test
Qu = (40*Nb*Ap) Dimana Qu
= Daya dukung batas pondasi tiang pancang
Nb
= nilai N-SPT rata-rata pada elevasi dasar tiang pancang
Nb
= (N1+N2)/2 ;
N1
= Nilai SPT pada kedalaman 3D pada ujung tiang ke bawah
N2
= nilai SPT pada kedalaman 8D pada ujung tiang ke atas
Ap
= luas penampang dasar tiang pancang (m2)
Qsi
= qs*Asi; dimana ; Qsi
= Tahanan limit gesek kulit
qs =
0.2N—– untuk tanah pasir 0.5N—– untuk tanah lempung
Asi = keliling penampang tiang*tebal lapisan Daya Dukung Tiang Pancang (SPT) P = (Qu +Qsi)/3
2) Penurunan Pondasi Tiang Pancang Penurunan elastis tiang adalah penurunan yang terjadi dalam waktu dekat atau dengan segera setelah penerapan beban (elastic settlement atau immediate settlement).
Perhitungan
penurunan
tiang
kelompok
(Meyerhof,1976)
II.72
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II STUDI PUSTAKA
menggunakan rumus empiris untuk penurunan elastis tiang sebagai berikut :
Lg = panjang tiang grup Ncorr = N-SPT yang dikoreksi
2.11 Referensi Jurnal Ada beberapa penelitian dan studi kasus tentang tanah ekspansif yang telah dilakukan dan menjadi referensi penulisan skripsi ini, antara lain:
a) Prediksi Total Heave Tanah Ekspansif Kawasan Jalan Tanjung Api-api (Indra Chusaini San, 2010) b) Pengaruh Kadar Air Optimum dengan Variasi Kepadatan terhadap Potensi dan Tekanan Mengembang pada Tanah Ekspansif (Bambang Pardoyo, Arif Hidayat, 2006) c) Perilaku Tanah Ekspansif terhadap Daya Dukung (Fabian J. Manoppo, 2013) d) Analisa Perilaku Tanah Ekspansif pada Lantai Pabrik di Cibitung (Ir. Henry Gunawan, MS, 1992) e) Pengaruh Kadar Air Terhadap Daya Dukung Pondasi Tiang Tipe Friction Pile Pada Tanah Ekspansif ( Imam Alwan & Indarto, 2009) II.73
http://digilib.mercubuana.ac.id/