BAB II PERLUASAN ALAT BUKTI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009
A. Arti Alat Bukti Alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa 48. Sejalan dengan pengertian di atas, Andi Hamzah juga memberikan batasan hampir sama tentang bukti dan alat bukti yaitu: 49 sesuatu untuk meyakinkan kebenaran suatu dalil, pendirian atau dakwaan. Alat-alat bukti ialah upaya pembuktian melalui alat-alat yang diperkenan untuk dipakai membuktikan dalil-dalil, atau dalam perkara pidana dakwaan di sidang pengadilan, misalnya keterangan terdakwa, kesaksian, keterangan ahli, surat dan petunjuk, dalam perkara perdata termasuk persangkaan dan sumpah.
Bambang Waluyo memberikan batasan bahwa alat bukti adalah: 50 suatu hal (barang dan non barang) yang ditentukan oleh undang-undang yang dapat dipergunakan untuk memperkuat dakwaan, tuntutan atau gugatan 48
Hari Sasangka dan Lily Rosita, 2003, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Mandar Maju, hal. 11 49 Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 99. 50 Bambang Waluyo, Sistem Pembuktian dalam Peradilan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
maupun guna menolak dakwaan, tuntutan dan gugatan. Sedangkan jenisjenis alat bukti sangat bergantung kepada hukum acara yang dipergunakan, misalnya apakah hukum acara pidana, acara perdata atau acara tata usaha negara.
Universitas Sumatera Utara
B. Alat Bukti Dalam UUPPLH Ada 6 (enam) jenis alat bukti yang terdapat dalam UUPPLH. Pasal 96 menyebutkan bahwa alat bukti tersebut adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa, dan/atau alat bukti lain termasuk yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dari kelima alat bukti sebagaimana dikenal dalam KUHAP, UUPPLH telah memperkenalkan alat bukti lain sebagai perluasan alat bukti yang telah diatur dalam KUHAP, meliputi, informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik, magnetik, optik, dan/atau yang serupa dengan itu; dan/atau alat bukti data, rekaman, atau informasi yang dapat dibaca, dilihat, dan didengar yang dapat dikeluarkan dengan dan/atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, tidak terbatas pada tulisan, suara atau gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, simbol, atau perporasi yang memiliki makna atau yang dapat dipahami atau dibaca. Dalam praktik, muncul berbagai jenis yang dapat dikategorikan sebagai alat bukti elektronik seperti misalnya e-mail, pemeriksaan saksi menggunakan video conference (teleconference), system layanan pesan singkat/SMS, hasil rekaman kamera tersembunyi (cctv), informasi elektronik, tiket elektronik, data/dokumen elektronik, dan sarana elektronik lainnya sebagai media penyimpanan data. 51
51
Efa Laela Fakhriah, 2009, Bukti Elektronik dalam Sistem Pembuktian Perdata, PT. Alumni Bandung, hal. 114.
Universitas Sumatera Utara
Informasi yang diucapkan secara elektronik dalam UUPPLH dapat berupa video conference (teleconference), atau pun video rekaman dapat dijadikan alat bukti dalam perkara tindak pidana lingkungan hidup. Hal ini berkaitan dengan rekaman video yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat terhadap aktifitas pengolahan air limbah oleh suatu kegiatan dan atau usaha. Rekaman ini dimaksudkan untuk membuktikan bahwa telah terjadi penyimpangan dalam pengelolaan air limbah suatu kegiatan dan atau usaha. 52 Rekaman ini selanjutnya dapat dijadikan dalam bentuk foto dan rekaman suara yang selanjutnya akan dimanfaatkan dalam proses penyidikan oleh PPNSLH ketika permasalahan ini dilaporkan ke instansi pengelola lingkungan hidup bahwa diduga telah terjadi pencemaran lingkungan yang diduga dilakukan oleh pelaku usaha dan atau kegiatan. Rekaman video dimaksud akan diperkuat keabsahannya dengan keterangan yang melakukan perekaman dan saksi-saksi yang ikut dalam proses perekaman tersebut. Mengenai alat bukti, George Whitecross Paton menyebutkan bahwa: 53) Evidence may be either oral (words spoken by a witness in court), documentary (the production of admissible document), or material (the production of a physical rest other than a document). A witness’s description of a murder which he witnessed is oral evidence; a blackmailing letter which the victim sent to the prisoner is documentary evidence; the knife with which the murder was committed is material evidence. 52
Hasil wawancara dengan salah seorang staf BLH Provinsi Sumatera Utara, Agustus
2011. 53
Paton. G.W., A text book of Jurisprudence, second edition, Oxford At The Clarendon Press, London, 1955, No. 481. Perhatikan juga Efa Laela Fakhriah, 2009, Bukti Elektronik dalam Sistem Pembuktian Perdata, P.T. Alumni Bandung, hal. 15.
Universitas Sumatera Utara
Jadi menurut Paton, alat bukti dapat bersifat oral, documentary, atau material.
Dalam praktek penerapan bukti elektronik, hasil cetak dari dokumen atau informasi tidak langsung dapat diterima sebagai alat bukti yang berdiri sendiri. Menurut Ridwan 54 Suatu bukti elektronik dapat memiliki kekuatan hukum apabila informasinya dapat dijamin keutuhannya, dapat dipertanggungjawabkan, dapat diakses dan dapat ditampilkan sehingga menerangkan suatu keadaan. Orang atau pihak-pihak yang mengajukan bukti elektronik di persidangan harus dapat menunjukkan bahwa informasi yang dimilikinya berasal dari sistem elektronik yang dapat dipercaya yang pembuatannya dilakukan oleh Penyelenggara Sertifikat Elektronik dan Sistem Elektronik
Bukti elektronik baru dapat dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik yang sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Suatu bukti elektronik dapat memiliki kekuatan hukum apabila informasinya dapat dijamin keutuhannya,
dapat
dipertanggungjawabkan,
dapat
diakses,
dan
dapat
ditampilkan, sehingga menerangkan suatu keadaan. Berkaitan dengan hal tersebut, Alvi Syahrin mengatakan 55
54
Hakim PN Cianjur, Varia Peradilan No. 296 Juli 2010 Syahrin, Alvi, 2011, Ketentuan Pidana Dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, PT. Sofmedia, hal. 13 – 14. 55
Universitas Sumatera Utara
Suatu alat bukti yang dipergunakan di pengadilan perlu memenuhi beberapa syarat, diantaranya: a.
Diperkenankan oleh undang-undang untuk dipakai sebagai alat bukti.
b.
Reability, yaitu alat bukti tersebut dapat dipercaya keabsahannya.
c.
Necessity, yakni alat bukti yang diajukan memang diperlukan untuk membuktikan suatu fakta.
d.
Relevance, yaitu alat bukti yang diajukan mempunyai relevansi dengan fakta yang akan dibuktikan.
Universitas Sumatera Utara
C. Perluasan Alat Bukti Dalam UUPPLH 1.
Latar Belakang Perluasan Alat Bukti Fakta sejarah yang berkembang, dengan perkembangan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, modus-modus kejahatan dilakukan dengan berbagai cara dan tindakan yang selalu berubah-ubah guna mengelabui proses penyidikan. Alat bukti yang diatur pada pasal 184 KUHAP belum mewadahi mengenai berbagai pendukung alat bukti semisal contoh melalui data elektronik. Dalam berbagai contoh kasus, bentuk data elektronik seperti print out dan call data record, tidak bisa dikategorikan sebagai salah satu alat bukti. Sehingga pada Pasal 96 huruf (f) UUPPLH mengatur mengenai alat bukti lain yang meliputi informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik, magnetik, optik, dan/atau yang serupa dengan itu; dan/atau alat bukti data, rekaman, atau informasi yang dapat dibaca, dilihat dan didengar yang dapat dikeluarkan dengan dan/atau tanpa bantuan statu sarana, baik yang tertuang diatas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, tidak terbatas pada tulisan, suara atau gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, simbol atau perporasi yang memiliki makna atau yang dapat dipahami atau dibaca 56 Berkaitan dengan wewenang PPNS-LH berdasarkan Pasal 94 ayat (2) UUPPLH huruf i yaitu memasuki tempat tertentu, memotret, dan/atau membuat
56
(http://ferli1982.wordpress.com/2010/12/21/113/, diakses hari Rabu tanggal 27 Juli 2011 jam 22.30 WIB)
Universitas Sumatera Utara
rekaman audio visual, maka foto sebagai hasil dari pemotretan dapat dijadikan sebagai alat bukti. Menurut Syamsul Arifin: 57 …UUPPLH telah menambah alat bukti lain sebagai perluasan alat bukti yang terdapat dalam KUHAP. Perluasan alat bukti ini dapat dimaklumi dengan meningkatnya aktifitas elektronik, apalagi dihubungkan dengan delik pidana lingkungan yaitu Pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang pembuktian terjadinya dapat dipergunakan melalui alat tersebut. Contoh: untuk membuktikan terjadinya pencemaran lingkungan hidup salah satu unsur dan indikatornya melampaui Baku Mutu Lingkungan hidup yang ditetapkan, berarti harus dibuktikan ukuran batas atau kadar makhluk hidup yang ditenggang keberadaannya hingga sebagai zat pencemar yang mengakibatkan dilampaui baku mutu lingkungan hidup (baku mutu udara ambient, baku mutu air dsbnya), sehingga harus dibuktikan jarak antara yang ditetapkan dan dilampaui untuk itu perlu kajian dan sebagai alat sarana yang dapat dipergunakan adalah elektronik. Menurut Munir Fuady: 58 …bantuan dari alat bukti berupa saksi ahli dalam menafsirkan makna dari pembuktian dengan memakai alat bukti elektronik tersebut juga sering
57
Arifin, Syamsul, 2011, Hukum Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia, P.T. Sofmedia, hal. 189. 58 Fuady, Munir, 2006, Teori Hukum Pembuktian (Pidana dan Perdata), PT. Citra Aditya Bakti, hal. 169.
Universitas Sumatera Utara
dipergunakan di pengadilan sehingga dapat membuat duduk perkara dan pembuktian menjadi semakin jelas bagi hakim. Dengan demikian, diharapkan hakim dapat memutus perkara tersebut secara lebih adil dan lebih benar.
Dengan perkembangan kejahatan di bidang telematika, tampaknya masyarakat hukum Indonesia sudah merasakan bahwa kriminalitas terhadap cyber crime
tidak
dapat
ditunda-tunda
lagi.
Artinya,
tidak
mungkin
hanya
mengandalkan pembuktian perkara pidana dalam hal ini perkara pidana lingkungan dalam delik-delik tradisional dengan menggunakan alat-alat bukti yang tercantum dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa; dianggap sudah tidak memadai lagi, sehingga perlu dicantumkan alat-alat bukti baru (perluasan alat bukti) dalam peraturan perundang-undangan. 59 Menurut Munir Fuady, 60 “Seiring dengan perkembangan masyarakat dan teknologi, semakin lama manusia semakin banyak menggunakan alat teknologi digital, termasuk dalam berinteraksi antarsesamanya. Oleh karena itu, semakin lama semakin kuat desakan terhadap hukum, termasuk hukum pembuktian, untuk menghadapi kenyataan perkembangan masyarakat seperti itu. 59
Muladi, Pengaruh Perkembangan Telematika Terhadap Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana, dimuat dalam Yan Juanda, Sumarni Alam, Tongam R Silaban, Hukum Telematika (Tinjauan dari Berbagai Aspek), Seri Hukum, Program Pasca Sarjana (S3) Ilmu Hukum Universitas Padjajaran Bandung, Perum Percetakan Negara RI, Jakarta, 2004, hal. 2004. 60 Munir Fuady, 2006, Teori Hukum Pembuktian (Pidana dan Perdata), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 151.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai contoh, untuk mengatur sejauh mana kekuatan pembuktian dari suatu tanda tangan digital/elektronik, yang dewasa ini sudah sangat banyak dipergunakan dalam praktik sehari-hari."
Lebih lanjut Munir Fuady mengatakan, 61 “…posisi hukum pembuktian seperti biasanya akan berada dalam posisi dilematis sehingga dibutuhkan jalan-jalan kompromistis. Di satu pihak, agar hukum selalu dapat mengikuti perkembangan zaman dan teknologi, perlu pengakuan hukum terhadap berbagai jenis perkembangan teknologi digital untuk berfungsi sebagai alat bukti di pengadilan.”
2.
Pembuktian Dengan Perluasan Alat Bukti Hukum pembuktian merupakan salah satu bidang hukum publik yang
bersifat memaksa sehingga tidak mudah bagi hakim untuk berkelit atau menyimpang dari ketentuan-ketentuan hukum yang ada. 62 Ketentuan hukum pembuktian yang berlaku adalah sebagaimana diatur dalam KUHAP. Hukum pembuktian sebagaimana dalam KUHAP masih menerapkan konsep-konsep pembuktian konvensional, yang sangat mengandalkan pembuktian berdasarkan bukti surat (paper based). Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Munir Fuady, 63 “hukum pembuktian di Indonesia yang menyangkut pembuktian secara elektronik, baik di bidang perdata sebagaimana terdapat dalam HIR maupun di bidang pidana sebagaimana terdapat dalam Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP), belum banyak berkembang dan 61
Ibid. Munir Fuady, Op. cit., hal. 168. 63 Ibid 62
Universitas Sumatera Utara
belurn banyak beranjak dari konsep-konsep pembuktian konvensional, yang sangat mengandalkan pembuktian berdasarkan bukti surat (paper based). Di lain pihak, praktik perkembangan transaksi melalui sistem digital/elektronik dalam kenyataannya sangat mendapat kemajuannya dan sangat pesat berkembang.
Dalarn ilmu hukum pembuktian, sering dibedakan antara alat bukti riil dan alat bukti demonstratif. 64 Suatu alat bukti yang akan diajukan ke pengadilan merupakan alat bukti yang harus relevan dengan yang akan dibuktikan. Alat bukti yang tidak relevan akan membawa resiko dalam proses pencarian keadilan, diantaranya: akan menimbulkan praduga-praduga yang tidak perlu sehingga membuang-buang waktu, penilaian terhadap masalah yang diajukan menjadi tidak proporsional karena membesar-besarkan masalah yang kecil atau mengecilkan masalah yang sebenarnya besar, yang hal ini akan menyebabkan proses peradilan menjadi tidak sesuai lagi dengan asas peradilan yang dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak. 65 Pembuktian dengan perluasan alat bukti sebagai dampak perkembangan
64
Munir Fuady, Op. cit., hal. 185.
Yang dimaksud dengan alat bukti riil adalah alat bukti yang mempunyai peranan langsung dalam membuktikan fakta yang dipersengketakan, seperti senjata, peluru, pakaian, kontrak, yang berhubungan dengan fakta yang akan dibuktikan. Jadi, alat bukti tersebut merupakan alat bukti riil (real, tangible). Sementara itu, yang dimaksud dengan alat bukti demonstratif adalah alat bukti yang tidak secara langsung nrembuktikan adanya fakta tertentu, tetapi alat bukti ini dipergunakan untuk membuat fakta tersebut menjadi lebih jelas dan lebih dapat dimengerli. Namun, dalam literatur sering antara alat bukti riil dan alat bukti demonstratif disatukan dalam istilah"alat bukti demonstratif". 65 Alvi Syahrin, 2011, Ketentuan Pidana Dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, PT. Sofmedia, hal 14-15.
Universitas Sumatera Utara
masyarakat dan teknologi harus terhindar dari adanya manipulasi dari penggunaannya. Hal ini menyebabkan hukum tidak bebas dalam mengakui alat bukti digital tersebut. Sebagaimana dikatakan Munir Fuady, 66 “…kecenderungan terjadi manipulasi penggunaan alat bukti digital oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab menyebabkan hukum tidak bebas dalam mengakui alat bukti digital tersebut. Bahkan, mengikuti teori klasik dalam hukum pembuktian yang disebut dengan "hukum alat bukti terbaik" (best evidence rule), suatu alat bukti digital sulit diterima dalarn pembuktian.”
Bantuan dari alat bukti berupa saksi ahli dalam menafsirkan makna dari pembuktian dengan memakai alat bukti elektronik tersebut juga sering dipergunakan di pengadilan sehingga dapat membuat duduk perkara dan pembuktian menjadi semakin jelas bagi hakim. Dengan demikian, diharapkan hakim dapat memutus perkara tersebut secara lebih adil dan lebih benar. 67 Saksi ahli dalam menafsirkan makna dari pembuktian dengan memakai alat bukti elektronik tidak sama dengan ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 ayat (1) huruf b KUHAP dan Pasal 96 huruf b UUPPLH. Peran ahli di sini 66
Munir Fuady, Loc. Cit. The best evidence rule mengajarkan bahwa suatu pembuktian terhadap isi yang substansial dari suatu dokumen/photograph atau rekaman harus dilakukan dengan membawa ke pengadilan dokumen/photograph atau rekaman asli tersebut. Kecuaii jika dokumen/photograph atau rekarnan tersebut memang tidak ada, dan ketidakberadaannya bukan terjadi karena kesalahan yang serius dari pihak yang harus membuktikan. Dengan demikian, menurut doktrin best evidence ini, fotokopi (bukan asli) dari suatu surat tidak mempunyai kekuatan pembuktian di pengadilan. Demikian juga dengan bukti digital, seperti e-mail, surat dengan mesin faksimile, tanda tangan elektronik, tidak ada aslinya atau setidak-tidaknya tidak mungkin dibawa aslinya ke pengadilan sehingga hal ini mengakibatkan permasalahan hukum yang serius dalam bidang hukum pembuktian.
67
Munir Fuady, Op. Cit., hal. 169.
Universitas Sumatera Utara
merupakan sokongan adanya alat bukti elektronik sehingga ahli di sini bukan merupakan alat bukti yang berdiri sendiri. Menurut Munir Fuady 68, untuk melihat apakah suatu alat bukti yang diajukan relevan atau tidak dengan fakta yang akan dibuktikan, terlebih dahulu perlu menjawab beberapa pertanyaan, diantaranya: a. apakah yang akan dibuktikan oleh alat bukti tersebut? b. Apakah yang dibuktikan itu merupakan hal yang material/substansial bagi kasus tersebut? c. Apakah bukti tersebut memiliki hubungan secara logis dengan masalah yang akan dibuktikan? d. Apakah bukti tersebut cukup menolong menjelaskan persoalan atau cukup memiliki unsur pembuktian? Setelah menjawab pertanyaan diatas, dan jawabannya positif, dilanjutnya dengan pertanyaan tahap kedua, yaitu apakah ada ketentuan lain yang merupakan alasan untuk menolak alat bukti yang diajukan tersebut. Alasan atau aturan yang harus dipertimbangkan tersebut, antara lain: 69 a. Bagaimana dengan penerimaan alat bukti secara terbatas? b. Alat bukti tersebut ditolak manakala penerimanya dapat menyebabkan timbulnya praduga yang tidak fair atau dapat menyebabkan kebingunangan. c. Merupakan saksi de auditu yang harus ditolak. d. Ada alasan instrinsik yang dapat membenarkan alat bukti tersebut, misalnya 68 69
Ibid. Mohon lihat juga Alvi Syahrin, loc. cit. Alvi Syahrin, loc. cit.
Universitas Sumatera Utara
adanya perbaikan yang dilakukan kemudian. e. Adanya pembatasan-pembatasan untuk menggunakan bukti karakter. Selain pertanyaan-pertanyaan yang disebutkan di atas, hal lain yang juga perlu diperhatikan (pengetahuan yang dimiliki) PPNS-LH atau penyidik Polri dalam melakukan penyidikan tindak pidana lingkungan, yaitu ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh alat-alat bukti, sebagaimana diatur dalam Pasal 185 KUHAP sampai Pasal 189 KUHAP. 70 Ketentuan Pasal 185 KUHAP, berbunyi: (1) Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan. (2) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya. (4) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu. (5) Baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan ahli. (6) Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan: 70
Ibid, hal.. 16.
Universitas Sumatera Utara
a. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain; b. persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain; c. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu; d. cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya; (7) Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain, tidak merupakan alat bukti, namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain. Penjelasan Pasal 185 KUHAP: Ayat (1) “dalam keterangan saksi tidak termasuk keterangan yang diperoleh dari orang lain atau testimonium de auditu”. Ayat (2) sampai dengan ayat (6) Cukup jelas Ayat (6) Yang dimaksud dalam ayat ini ialah untuk mengingatkan hakim agar memperhatikan keterangan saksi harus benar-benar diberikan secara bebas, jujur, dan objektif. Ayat (7)
Universitas Sumatera Utara
Cukup jelas. Memperhatikan ketentuan Pasal 185 KUHAP, ditegaskan bahwa keterangan saksi untuk dapat dipandang sebagai alat bukti yang sah harus dinyatakan (diberikan) di sidang pengadilan. Namun demikian, jika diperhatikan ketentuan Pasal 116 ayat (1) KUHAP, yang menyatakan: “saksi diperiksa dengan tidak disumpah kecuali apabila ada bukti cukup alasan untuk diduga bahwa ia tidak akan dapat hadir dalam pemeriksaan di pengadilan”,
terlihat bahwa, keterangan saksi di tingkat penyidikan dapat diberikan di bawah sumpah. Akan tetapi, apakah keterangan saksi yang diberikan di bawah sumpah di depan penyidik tersebut mempunyai kekuatan sebagai alat bukti yang sah, KUHAP tidak ada menjelaskannya. Namun demikian, keterangan saksi yang diberikan di atas sumpah yang dituangkan dalam berita acara, dipandang sebagai alat bukti dan juga mempunyai kekuatan pembuktian untuk diajukan sebagai alat bukti dipersidangan pengadilan. 71 Berdasarkan Pasal 1 angka (27) KUHAP, keterangan saksi merupakan salah satu alat bukti dalam perkara pidana, yang berupa keterangan dari seorang (saksi) mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, yang ia lihat sendiri atau ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Hal ini berarti, saksi tidak boleh memberikan keterangan mengenai terjadinya suatu tindak pidana yang ia dengar dari orang lain, atau yang disebut sebagai suatu
71
Ibid, hal. 17.
Universitas Sumatera Utara
kesaksian de auditu atau suatu testimonium de auditu. Kesaksian de auditu, tidak mempunyai kekuatan hukum sebagai suatu kesaksian. 72 Ketentuan Pasal 185 ayat (2) KUHAP, menyatakan bahwa “keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa”, ini terkandung asas unus testis nullus testis (satu saksi bukan saksi). Keterangan saksi baru dapat dipandang sebagai cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa, jika keterangan saksi tersebut disertai dengan sekurang-kurangnya satu alat bukti yang sah lainnya. Untuk tindak pidana lingkungan, alat bukti yang dimaksud sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 96 UUPPLH. 73 Keterangan ahli, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka (28) KUHAP, yaitu keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Selanjutnya, Pasal 186 KUHAP, menyatakan: keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Kemudian, penjelasan Pasal 186 KUHAP menyatakan: keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum, maka pemeriksaan di sidang, diminta untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan. Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau
72 73
Ibid. hal. 18. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
janji di hadapan hakim. 74 Ketentuan Pasal 187 KUHAP,menyatakan bahwa ”surat sebagaimana tersebut dalam Pasal 184 ayat (1) huruf “c”, di buat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah: 75 a. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan; c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya; d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.”. Penjelasan Pasal 187 KUHAP, menyatakan “cukup jelas”, sehingga memunculkan berbagai penafsiran dalam praktek terhadap pengertian “surat”
74 75
Ibid Ibid
Universitas Sumatera Utara
sebagaimana dimaksud pada huruf “a”, “b”, “c” dan “d” dalam Pasal 187 KUHAP. 76 Menurut Lamintang 77, surat-surat yang dimaksud dalam Pasal 187 huruf a dan b KUHAP, yaitu surat-surat yang biasanya disebut dengan akta-akta resmi atau officiele akten berupa akta-akta otentik atau authentikeke akten ataupun aktaakta jabatan atau ambtelijke akten. Surat atau berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 187 huruf a KUHAP, misalnya: akta notaris atau berita acara pemeriksaan surat. Surat dalam Pasal 187 huruf b, misalnya: sertifikat tanah, berita acara pemeriksaan di tempat kejadian yang dibuat penyidik, putusan pengadilan. Surat dalam Pasal 187 huruf c,merupakan surat keterangan dari ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan, dan menjadi alat bukti yann dari ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan, dan menjadi alat bukti yang sah apabila pendapatnya mengenai hal atau keadaan tersebut telah diminta secara resmi kepada ahli tersebut. Keterangan ahli dipandang sebagai suatu permintaan yang resmi, apabila permintaan tersebut diminta oleh pejabat-pejabat tertentu yang disebutkan dalam KUHAP dalam kualitas mereka sebagai penyidik, penuntut umum, hakim. Surat dalam Pasal 187 huruf d KUHAP, merupakan surat yang ada hubungannya dengan alat bukti yang lain.
76
Ibid, hal. 19. Ibid; Mohon dilihat juga P.A.F. Lamintang, 1984, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan Pembahasan Secara Yuridis Menurut Yurisprudensi dan Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana, Sinar Baru, Bandung, hal. 435 – 439. 77
Universitas Sumatera Utara
Menurut Yahya Harahap 78, bentuk surat sebagaimana yang disebut dalam Pasal 187 huruf d KUHAP, dari tinjauan teoritis bukan merupakan alat bukti yang sempurna. Bentuk surat ini tidak mempunyai sifat bentuk formil yang sempurna. Karena itu baik isi dan bentuknya, bukan merupakan alat bukti yang bernilai sempurna dan dapat dikesampingkan begitu saja. Ketentuan Pasal 188 KUHAP, mengatur tentang petunjuk sebagai alat bukti. Petunjuk berdasarkan Pasal 188 ayat (1) KUHAP, adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Kemudian, petunjuk tersebut, berdasarkan Pasal 188 ayat (2) KUHAP hanya dapat diperoleh dari: keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa. 79 Memperhatikan ketentuan Pasal 188 ayat (1) dan (2) KUHAP, kemudian dikaitkan dengan Pasal 96 UUPPLH yang menyatakan: “alat bukti yang sah dalam tuntutan tindak pidana lingkungan hidup terdiri atas: a. keterangan saksi; b. keterangan ahli; c. surat; d. petunjuk; e. keterangan terdakwa; dan/atau f. alat bukti lain, termasuk alat bukti yang diatur dalam peraturan perundangundangan.”, maka petunjuk sebagaimana diatur dalam Pasal 96 huruf “d” UUPPLH, juga hanya dapat diperoleh dari: keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa (sebagaimana diatur dalam Pasal 96 huruf “a”, “c” dan “e” UUPPLH).
78
Ibid, hal. 20; Mohon dilihat juga M. Yahya Harahap, 1988, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jilid II, Penerbit Pustaka Kartini, Jakarta, hal. 836. 79 Ibid
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, “tidak dapat” atau “dilarang” untuk mencari dan memperoleh petunjuk dalam tuntutan tindak pidana lingkungan dari keterangan ahli. 80 Kententuan alat bukti berupa keterangan terdakwa, diatur dalam Pasal 189 KUHAP, yang menyebutkan: (1) Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. (2) Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya. (3) Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri. (4) Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain. Berdasarkan ketentuan Pasal 189 KUHAP, keterangan terdakwa harus dinyatakan di sidang pengadilan, jika keterangan tersebut dinyatakan di luar sidang, maka keterangan terdakwa tersebut dapat dipergunakan untuk “membantu” menemukan bukti dipersidangan, dengan syarat keterangan terdakwa diluar sidang tersebut di dukung oleh suatu alat bukti yang sah dan keterangan
80
Ibid
Universitas Sumatera Utara
yang dinyatakannya di luar sidang tadi sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya. 81 Bentuk keterangan yang dapat diklasifikasin sebagai keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang, yaitu: keterangan yang diberikan dalam pemeriksaan penyidikan, dan keterangan tersebut dicatat dalam berita acara penyidikan, serta berita acara penyidikan itu ditandatangani oleh pejabat penyidik dan terdakwa. Hal ini sejalan dengan Pasal 75 ayat (1) huruf “a” yang menyatakan: “berita acara dibuat untuk setiap tindakan tentang pemeriksaan tersangka” dan Pasal 75 ayat (3) KUHAP, yang menetapkan: berita acara tersebut selain ditandatangani pejabat yang melakukan pemeriksaan tersangka, juga ditandatangani oleh pihak terlibat dalam hal ini tersangka. 82 Penandatanganan berita acara penyidikan oleh tersangka tidak merupakan syarat mutlak, karena berdasarkan Pasal 118 ayat (2) KUHAP, dinyatakan bahwa: dalam hal tersangka dan atau saksi tidak mau membubuhkan tanda tangannya, penyidik mencatat hal itu dalam berita acara dengan menyebutkan alasannya. Berita acara penyidikan tersebut tetap dianggap sah sesuai ketentuan Pasal 118 KUHAP dan Pasal 75 KUHAP. 83
81
Ibid, hal. 21. Ibid, hal. 22. 83 Ibid. 82
Universitas Sumatera Utara