BAB II PENGATURAN TENTANG PENCEMARAN UDARA LINTAS BATAS A. Pengertian dan Sejarah Pencemaran Udara Lintas Batas Dahulu masalah pencemaran dan perusakan lingkungan merupakan masalah
lokal,
sekarang
menjadi
masalah
nasional
bahkan
internasional. 15 Pencemaran udara bisa terjadi di ruang terbuka maupun didalam ruangan.Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan – bahan atau zat – zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. 16Menurut Undang-undang No. 32 tahun 2009, pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang ditetapkan. Menurut
rekomendasi
OECD
tentang
Principle
Concerning
Transfrontier Pollution 1974 merumuskan pencemaran sebagai berikut : “the introduction by man, directly or indirectly, of substanceor energy into the environment resulting in deleterious effects of living resources and ecosystems, and impair or interfere with amenities and other legitimate uses of the environment”. Menurut rekomendasi dari ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution yang dimaksud dengan pencemaran udara adalah sebagai berikut : “smoke resulting from land and/or forest fire which 15
Jur.Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan.cet 1, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hal 13. Arya Wardhana, Wisnu “Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi)/Wisnu Arya Wardhana; - Ed.III. – Yogyakarta: Andi, 09.
16
24
Universitas Sumatera Utara
25
causes deleterious effects of such a nature as to endanger human health, harm living resources and ecosystems and material property and impair or interfere with amenities and other legitimate uses of the environment”. Pencemaran lintas batas dapat diartikan sebagai suatu gambaran yang menerangkan bahwa suatu pencemaran yang terjadi dalam suatu negara akan tetapi dampak yang ditimbulkannya oleh karena faktor media atmosfer atau biosfer melintas sampai ke wilayah negara lain. Menurut ASEAN Agreement on Transboundary Haze Polution yang dimaksud dengan pencemaran lintas batas adalah : “Transboundary haze polution whose physical orgin in situated wholly or in port within the area under the national jurisdiction of one member state and which is transported into area under the jurisdiction of another member state”. 17 Pencemaran udara terjadi pertama kali akibat asap pabrik pada masa revolusi industri. Seiring berjalannya waktu, pencemaran udara tersebut berpotensi pada pencemaran udara yang melewati batas negara yang memberikan dampak negatif juga bagi wilayah negara lain. Berikut merupakan beberapa kasus yang menjadi awal sejarah dari pencemaran udara lintas batas. 1. Trail Smelter Case 1941 Kasus ini merupakan kasus pencemaran udara lintas batas yang terjadi antara Kanada dan Amerika Serikat. Sebuah pabrik pupuk yang dimiliki oleh sebuah perusahaan yang bernama Consolidated Mining 17
ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution.http://www.aseansec.org/agr_haze.pdf. diakses 23 April 2016.
Universitas Sumatera Utara
26
&Smelting Co. Dari Canada Ltd. Seiring berjalan waktu pabrik ini terus berkembang dan menambah jumlahnya yang dimana akan menambah jumlah pembakaran yang dilakukan setiap hari. Pada tahun 1925 dan tahun 1927, dua cerobong asap setinggi 400 kaki dibangun yang kemudian menimbulkan naiknya jumlah sulfur yang dibuang ke udara. Jumlah sulfur yang terbuang ke udara terus bertambah jumlahnya seiring berjalannya waktu. Hal tersebut disebabkan oleh adanya usaha peleburan besi dan logam. Dengan terus meningkatnya jumlah sulfur yang dibuang ke udara maka dari itu akhirnya pabrik Trail yang melakukan peleburan besi dan logam mendapat perhatian dari negara bagian Washington, Amerika Serikat. Kemudian pada tahun 1928 sampai 1935 pemerintah Amerika memberikan keluhan kepada pemerintah Kanada karena asap sulfur dioksida yang disebabkan oleh pabrik pelebufran Trail ini telah merusak Columbia River Valley. Masalah ini kemudian dibawa kepada tingkat internasional yaitu International Joint Commision oleh pihak Amerika dan Kanada ( IJC – UC ) pada tanggal 7 Agustus 1928. Pada tanggal 28 Februari 1931 IJC – UC menyatakan bahwa pabrik peleburan Trail tersebut harus mengurangi jumlah sulfur yang dikeluarkan dan untuk pemerintah Kanada harus membayar ganti rugi atas kerusakan yang terjadi diwilayah Amerika sebesar US$ 350,00. Dengan adanya putusan dari IJC – UC ini diharapkan oleh kedua belah pihak agar terjadi perubahan yang tidak lagi menimbulkan kerusakan dan kerugian.
Universitas Sumatera Utara
27
Namun kenyataannya tidak seperti yang diharapkan. Pabrik peleburan Trail tersebut tidaklah mengalami perubahan dalam melakukan pembuangan sulfur dioksida ke udara. Hal ini tetaplah menimbulkan kerusakan di negara bagian Washington, Amerika Serikat. Hal ini kemudian mengakibatkan pemerintah Amerika kembali mengambil tindakan dengan mengajukan kembali keluhan kepada pemerintah Kanada pada bulan Februari 1933. Dengan adanya keluhan yang terjadi berulang kali maka lahirlah konvensi tentang asap buangan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak pada tanggal 15 April 1935. Konvensi ini menyatakan perlu dibentuknya suatu Tribunal atau suatu Mahkamah Arbitrase yang bertugas menjawab empat pertanyaan ini : 18 1) Apakah pabrik Trail telah menimbulkan kerugian bagi negara bagian Washington mulai tanggal 1 Januari 1932? 2) Apabila pabrik Trail terbukti telah menimbulkan kerugian tersebut, apakah dimasa mendatang pabrik ini akan dilarang untuk melakukan hal tersebut lagi ? 3) Apakah pabrik Trail harus beroperasi dibawah syarat – syarat tertentu ? 4) Apakah harus dibayarkan suatu bentuk kompensasi sehubungan dengan pertanyaan nomor 2 dan 3 ? Kemudian, kedua belah pihak mengajukan bukti – bukti dihadapan Tribunal pada bulan Januari 1938 yang dimana Tribunal memberitahu kedua belah pihak bahwa pihak Tribunal telah dapat menjawab pertanyaan
18
www.american.edu/TED/TRAIL/htm tentang Trail Smelter Case
Universitas Sumatera Utara
28
pertama, namun masih memerlukan waktu untuk menjawab pertanyaan yang lainnya. Tribunal juga menghimbau kepada pabrik Trail untuk membatasi peleburan agar dapat mempelajari akibat yang timbul dari gas sulfur yang dikeluarkan. Untuk keputusan Tribunal pada pertanyaan yang pertama adalah bahwa pemerintah Kanada harus membayar ganti rugi atas kerusakan yang terjadi di negara bagian Washington sejak 1932 hingga 1 Oktober 1937 yang ditimbulkan oleh pabrik Trail dengan jumlah US$ 78,000. Biaya ini dipakai untuk mengganti rugi atas kerusakan tanah yang ditimbulkan oleh asap sulfur dioksida di sepanjang Columbia River Valley. Kemudian, pada tanggal 11 Maret 1941 Tribunal memberikan jawabannya terhadap tiga pertanyaan lainnya. Tribunal memberikan keputusan kepada pabrik Trail untuk tidak lagi menimbulkan kerusakan dengan asap sulfur dioksida yang dibuangnya. Untuk memastikan keputusan yang telah dikeluarkan Tribunal kepada pabrik Trail.Maka dari itu, Tribunal menmgeluarkan mandat bahwa pabrik Trail harus memakai peralatan untuk mengukur arah dan kecepatan angin, turbulansi, tekanan atmosfer, tekanan barometer, dan konsentran sulfur dioksida di pabrik. Hasil ukur dari alat – alat ini akan digunakan oleh pabrik untuk menjaga agar asap sulfur dioksida yang dikeluarkannya sesuai atau dibawah jumlah yang akan ditentukan oleh Tribunal. Setelah itu salinan hasil ukur tersebut diberikan kepada kedua belah pihak pemerintahan pada setiap bulannya untuk memeriksa apakah
Universitas Sumatera Utara
29
pabrik Trail sudah bekerja dengan sesuai yang ditentukan atau tidak. Apabila terbukti pabrik Trail tidak dapat menjaga pembuangan sulfur dioksidanya sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan, maka pemerintah Amerika Serikat akan mendapatkan kompensasi sesuai dengan jumlah yang ditentukan oleh Tribunal dan pemerintah Kanada. Tribunal sebelum memberi putusan dalam perkara ini berpegang pada pendapat Profesor Eagleton, yaitu “A state owes at all time of duty to protect other state agaism’t injurious acts by individuals from within its jurisdiction” 19 2. Kasus Lake Lanoux Tahun 1957 Kasus ini bermula dari sebuah rencana Perancis memanfaatkan potensi
danau
Lanoux
untuk
keperluan
dalam
mendirikan
hydroelectric.Dalam hal ini, Spanyol keberatan dengan adanya rencana dari Perancis tersebut karena Spanyol khawatir hal tersebut dapat merusak sungai – sungai yang ada di wilayah Spanyol yang mana sungai – sungai tersebut bersumber pada danau itu.Kegiatan yang dilakukan Perancis tersebut mengakibatkan pencemaran yaitu akibat limbah kimia dan perubahan suhu yang dihasilkan oleh teknologi yang digunakan, yang mana membahayakan keanekaragaman hayati sungai itu. Maka dari itu, Spanyol kemudian mengajukan keberatan terhadap rencana Perancis.Dengan demikian terjadilah sengketa kepentingan antara kedua
negara
menyelesaikan
yang
bersangkutan.Arbitrase
sengketa
tersebut
ialah
yang
dibentuk
menggunakan
asas
untuk good
19
Eagleton, Responsibility of state in international law, (New York, University Press,1928), hal 80.
Universitas Sumatera Utara
30
faith.Arbitrase dalam keputusannya menyatakan antara lain : “according to the rule of good faith, the state is under the obligation to take into consideration the various interest involved. To seek to give them every satisfaction compatible with the pursuit of its own interest..”. Bahwa negara hulu mempunyai kewajiban untuk mempertimbangkan seluruh kepentingan yang terkait dengan setiap kegiatan yang ia lakukan di dalam wilayahnya. Pertimbangan itu dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan – tujuan kegiatan tersebut secara baik. Dalam persfektif prinsip good faith , setiap negara hendaknya hanya melakukan kegiatan – kegiatan yang bermanfaat dan juga baik bagi dirinya. Apa yang bermanfaat dan baik bagi dirinya, hendaknya juga dirasakan sama oleh negara lain, dan apa yang dirasakan merugikan oleh negara lain hendaknya juga dirasakan merugikan oleh negara pelaku kegiatan. 3. Corfu Channel Case Tahun 1949 Kasus selat Corfu timbul dari insiden yang terjadi pada tanggal 22 Oktober 1946 di selat Corfu, dimana dua kapal perusak Inggris membentur ranjau di perairan Albania dan menderita kerusakan, termasuk adanya korban jiwa. Inggris mengacu pada Resolusi 9 April 1947 dari Dewan Keamanan yang merekomendasikan kedua pemerintah untuk menyerahkan kasus mereka ke Mahkamah. Inggris
kemudian
menyerahkan
perkara
dimana
Albania
berkeberatan atas yurisdiksi Mahkamah, namun keberatan ini ditolak lewat
Universitas Sumatera Utara
31
keputusan 25 Maret 1948, Mahkamah menyatakan bahwa dirinya memiliki yurisdiksi. Fakta – fakta kejadian sebagai berikut : 1) Pada 22 Oktober 1946, dua kapal penjelajah (cruiser) Mauritius dan Leander serta dua kapal perusak (destroyer) Saumarezdan Volage Inggris memasuki selat Corfu dari arah selatan. Selat Corfu merupakan bagian dari wilayah perairan Albania. 2) Pada tahun 1944 dan 1945 pernah dilakukan penyapuan ranjau di sekitar wilayah selat Corfu, hingga tahun 1946 ketika insiden ini terjadi selat Corfu dinyatakan aman. 3) Salah satu kapal perusak Inggris menabrak ranjau hingga mengalami kerusakan
yang parah. Kapal perusak lainnya dikirim untuk
memberikan bantuan,
ketika menderek Saumarez, Volage juga
membentur ranjau dan mengalami kerusakan yang lebih parah. Empat puluh lima perwira dan pelaut Inggris gugur dan empat puluh lainnya terluka. 4) Sebuah insiden pernah terjadi di perairan ini, pada bulan Mei tahun 1946, pos jaga Albania menembak 2 kapal penjelajah Inggris (Orion dan Superb). Pemerintah Inggris memprotes, menyatakan bahwa hak lintas damai melalui selat adalah hak yang dikenal dalam hukum internasional. Pemerintah Albania menyatakan bahwa kapal perang asing dan kapal dagang dilarang masuk laut teritorial Albania tanpa izin sebelumnya dan pada Agustus 1946, pemerintah Inggris telah menyatakan bahwa, apabila di masa mendatang tembakan dilepaskan
Universitas Sumatera Utara
32
kepada kapal perang Inggris yang melintasi selat, maka kapal Inggris akan membalasnya. 5) Setelah ledakan tanggal 22 Oktober pemerintah Inggris mengirimkan nota ke Tirana perihal niatannya untuk melakukan operasi penyapuan ranjau disekitar selat Corfu. 6) Albania tidak memberikan izin kecuali operasi penyapuan ranjaunya berada diluar laut teritorial Albania dan menegaskan bahwa penyapuan yang dilakukan diperairan Albania merupakan pelanggaran kedaulatan Albania. 7) Penyapuan ranjau dilakukan oleh angkatan laut Inggris pada tanggal 12 dan 13 November 1946, di laut teritorial Albania dan berada di wilayah selatyang sebelumnya disapu. Hasilnya 22 ranjau dapat dijinakkan, ranjau – ranjau tersebut adalah tipe GY buatan Jerman. 8) Ketika insiden ini terjadi, Albania dan Yunani sedang menghadapi sengketa perbatasan. Sengketa
ini
timbul
dan
diajukan
kepada
mahkamah
internasional.Keputusan mahkamah internasional menyatakan bahwa Albania bertanggung jawab atas kerusakan kapal Inggris dan Inggris sendiri telah melanggar kedaulatan Albania karena tindakannya menyapu ranjau tanpa izin dari negara Albania.Penyelesaian sengketa ini didasarkan oleh prinsip 26 Deklarasi Rio 1992.
Universitas Sumatera Utara
33
B. Menurut Hukum Nasional Di Indonesia terdapat beberapa perangkat peraturan perundang – undangan yang mengatur tentang lingkungan hidup dan pencemaran udara. 1. Undang – undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 20 Undang – undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia. Pada dasarnya UUD 1945 merupakan perangkat hukum yang tertinggi di Indonesia. Di dalam Pasal 33 ayat ( 3 ) telah dijelaskan bahwa pentingnya lingkungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dengan adanya ketentuan
itu,
maka
perlu
adanya
perhatian
pemerintah
dalam
pengelolaannya.Siapapun itu di Indonesia berhak mendapatkan udara bersih dan sehat.Karena pentingnya lingkungan yang baik dan sehat bagi masyarakat, maka dari itu ketentuan tersebut semakin diperkuat dengan dimasukkan kedalam perubahan kedua UUD 1945 Pasal 28 H di Tahun 2000. Perlu adanya pengendalian dari asap transportasi yang menjadi sumber utama dalam pencemaran udara agar terciptanya udara yang sehat dan bersih selalu. 2. Undang – undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 21 Pengertian lingkungan hidup menurut Undang – undang ini adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup 20
Undang – undang Republik Indonesia 1945. Undang – undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
21
Universitas Sumatera Utara
34
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lainnya.
Perlindungan
dan
pengelolaan
lingkungan
hidup
didefinisikan pada Undang – undang Nomor 32 Tahun 2009 Pasa 1 sebagai upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Di dalam undang – undang ini terdapat asas tanggung jawab negara yang berisi tentang: • Negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar – besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan. • Negara menjamin hak warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. • Negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang menimbulkan pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup 3. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 22 Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 ini yang dimaksud dengan pencemaran udara ialah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan
22
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Universitas Sumatera Utara
35
manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. 23 Peraturan Pemerintah yang sudah ditetapkan berinduk pada Undang – undang Nomor 27 Tahun 1997 ini terdiri atas sembilan bab yang berisikan ketentuan – ketentuan sebagai berikut : 24 a) Ketentuan umum, yang memuat berbagai definisi dan tujuan pengendalian pencemaran udara di Indonesia. Pada Pasal 2 ditegaskan bahwa pengendalian pencemaran udara di Indonesia yang dilakukan dengan upaya pengendalian sumber emisi, bertujuan untuk mencegah turunnya mutu udara ambien. b) Dasar perlindungan mutu udara ambien, yang terdiri dari baku mkutu udara ambien, status mutu udara ambien, baku mutu emisi, ambang batas emisi gas buang dan Indeks Standar Pencemar Udara, Baku Mutu udara ambien terdapat dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 c) Pengendalian
pencemaran
udara,
meliputi
pencegahan
dan
penanggulangan pencemaran, serta pemulihan mutu udara maupun penanggulangan keadaan darurat d) Pengawasan terhadap penataan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran udara. Kewenangan ini dimiliki oleh MENLH dan di era otonomi daerah
23
Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1999, tentang Pengendalian Pencemaran Udara, LN. Tahun 1999 Nomor 86 24 https://wikisopo.files.wordpress.com/2011/05/tinjauan-hukum-pencemaran-udara.pdf Diakses pada tanggal 13 Mei 2016.
Universitas Sumatera Utara
36
diserahkan kepada Gubernur, Bupati atau Walikota. Gubernur, Bupati dan Walikota dapat menetapkan pejabat pengawas. e) Pembiayaan, pihak penghasil diwajibkan menanggung segala biaya yang timbul sebagai akibat dari upaya pengendalian emisi pencemar udara yang dihasilkannya. f) Ganti rugi wajib dibayar pihak penghasil emisi yang merugikan pihak lain akibat pencemar udara yang ditimbulkannya kepada pihak yang dirugikan. g) Sanksi pidana dapat dijatuhkan kepada pihak penghasil emisi yang melanggar ambang batas emisi. Sanksi untuk kendaraan bermotor mengacu pada Undang – undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang kini sudah digantikan oleh Undang – undang Nomor 22 Tahun 2009. h) Ketentuan peralihan, selambat – lambatnya 2 ( dua ) tahun sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999, setiap usaha dan/atau kegiatan yang telah memiliki izin, wajib menyesuaikan menurut persyaratan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. i) Ketentuan Penutup 4. Undang – undang Nomor 26 Tahun 2014 Tentang Pengesahan Asean Agreement On Transboundary Haze Polllution ( Persetujuan Asean Tentang Pencemaran Asap Lintas Batas ) Undang – undang ini lahir karena Indonesia telah meratifikasi Asean Agreement On Transboundary Haze Pollution. Undang – undang ini
Universitas Sumatera Utara
37
menjelaskan bagaimanakebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumaterea dan Kalimantan dapat mengakibatkan pencemaran udara lintas batas. Dijelaskan juga dalam undang – undang ini bahwa tugas Asean adalah mencegah dan menanggulangi asap lintas batas yang diakibatkan oleh kebakaran hutan dan lahan. Dalam undang – undang menegaskan bahwa apabila ada pihak atau negara yang terkena dampak asap lintas batas tersebut dan ingin menggugatnya, maka hal ini diselesaikan secara damai melalui perundingan dan negosiasi. Setiap perangkat aturan mengenai lingkungan hidup yang ada di Indonesia, erat hubungannya dengan setiap aturan yang berlaku dalam hukum lingkungan internasional.Setiap konvensi atau deklarasi yang pernah dilakukan
untuk
membahas
tentang
lingkungan
hidup,
telah
di
implementasikan di Indonesia.Walaupun demikian, tidak semua isi dalam konvensi atau deklarasi tersebut yang diikuti dan dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah Indonesia. Dengan masalah yang sering terjadi setiap tahunnya yaitu kebakaran hutan yang kemudian menimbulkan kabut asap sebagai pencemaran udara lintas batas, telah menjadikan Indonesia selalu bertentangan dengan prinsip atau isi yang ada didalam setiap konvensi yang ada. C. Menurut Hukum Internasional Lingkungan hidup sangat penting bagi manusia di dunia.Permasalahan mengenai lingkungan hidup sudah semakin besar dan luas.Dampak – dampak yang terjadi terhadap lingkungan tidak hanya terkait pada satu segi atau dua
Universitas Sumatera Utara
38
segi saja, tetapi kait mengait sesuai dengan sifat lingkungan yang memiliki multi mata rantai relasi yang saling mempengaruhi secara subsistem. Apabila satu aspek dari lingkungan bermasalah, maka berbagai aspek lainnya akan mengalami dampak atau akibat pula. 25Dalam hukum internasional lingkungan hidup diatur dalam hukum lingkungan internasional.Beberapa perangkat aturan lingkungan hidup dalam hukum lingkungan internasional dijelaskan dalam kerangka konvensi internasional. Adapun berbagai konvensi internasional ( Convention International Law ) sebagai berikut. 1. Konferensi Stockholm 1972 Konferensi
Stockholm
merupakan
konferensi
yang
sangat
bersejarah, karena merupakan konferensi pertama yang diadakan oleh Perserikatan Bangsa – bangsa mengenai lingkungan hidup.Konferensi ini diadakan karena adanya revolusi industri sebagai salah satu pembangunan dunia yang kemudian hal tersebut berdampak yang buruk pada lingkungan hidup. Konferensi ini disepakati pada tanggal 5 Juni 1972 yang diadakan oleh Perserikatan Bangsa – bangsa dan diikuti oleh 110 negara di Stockholm,
Swedia.
Konferensi
ini
merupakan
legitimasi
dasar
penanganan hukum bagi negara – negara yang menghadiri konferensi tersebut.Dalam konferensi ini melahirkan sebuah gagasan bahwa kebijakan lingkungan
hidup
harus
terkait
dengan
pembangunan
berkelanjutan.Konferensi ini menghasilkan 26 prinsip yang dapat
25
www.artikellingkunganhidup.com/masalah-lingkungan-hidup-bagi-manusia.html Hommy Horas Thombang Siahaan, Masalah Lingkungan Hidup Bagi Manusia, Diakses pada tanggal 13 Mei 2016.
Universitas Sumatera Utara
39
dikategorikan menjadi beberapa topik utama.Adapun topik utama dari Konferensi Stockholm ialah sebagai berikut. a. Pengelolaan sumber daya manusia b. Hubungan antara pembangunan dan lingkungan c. Kebijakan pembangunan dan demografi d. Ilmu pengetahuan dan teknologi e. Tanggung jawab negara f. Kepatuhan terhadap standar lingkungan nasional dan semangat kerjasama antar negara g. Ancaman senjata nuklir terhadap lingkungan Dalam Konferensi Stockholm ini terdapat prinsip yang menunjukan bahwa secara global setiap manusia di dunia memiliki hak yang sama dalam mendapatkan kehidupan yang sehat dan lingkungan yang sehat juga, dan manusia juga mempunyai tanggung jawab untuk menjaga lingkungan hidup pada masa sekarang ini sampai pada masa yang akan datang. Pada prinsip 21 Konferensi Stockholm ini dijelaskan bahwa
benar
setiap
negara
berhak
untuk
melakukan
atau
mengeksploitasi sumber daya alam yang ada di wilayah negaranya, namun hal tersebut juga menerangkan bahwa negara yang melakukan kegiatan eksploitasi sumber daya alamnya harus memastikan bahwa tidak menimbulkan kerusakan pada lingkungannya bahkan di negara lain.
Universitas Sumatera Utara
40
Dalam hal ini, Indonesia sangat bertentangan pada prinsip yang ada di Konferensi Stockholm ini.Terbukti bahwa akibat dari kebakaran hutan yang terjadi di wilayah Indonesia sangat bertentangan dengan prinsip dalam Konferensi Stockholm. Seperti halnya tentang hak dalam penjelasan pada prinsip 1 Konferensi Stockholm, bahwa akibat dampak dari kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia telah merugikan hak rakyat negara lain untuk mendapatkan lingkungan yang sehat dan berkualitas. Dalam kegiatan mengeksploitasi sumber daya alamnya juga Indonesia sangat bertentangan dengan prinsip 21 ini. Pengelolaan hutan yang tidak berjalan dengan baik, dan pembukaan lahan dengan cara yang murah yaitu dengan cara membakar hutan telah menciptakan dampak yang buruk bagi negara lain yaitu pencemaran udara akibat kebakaran hutan dan lahan. Konferensi Stockholm ini telah menginspirasi bagi negara – negara yang mengahdirinya dengan menerapkan peraturan tentang lingkungan hidup di negara masing – masing. Salah satunya di Indonesia, Konferensi Stockholm ini telah mempengaruhi lahirnya Undang – undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan – ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam Undang – undang ini, pada dasarnya memuat berbagai konsep yang ada pada Konferensi Stockholm 1972 seperti halnya dalam kewenangan negara, hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup dan berbagai konsep lainnya. Tanggal berlangsungnya Konferensi Stockholm ini diperingati sebagai hari lingkungan hidup sedunia.
Universitas Sumatera Utara
41
2. Konferensi Nairobi, Kenya 1982 Perserikatan
Bangsa
–
bangsa
kembali
menyelenggarakan
konferensi yang membahas tentang lingkungan hidup pada tahun 1982 di Nairobi, Kenya. Konferensi ini mengusulkan untuk membentuk sebuah komisi yang membahas tentang pembangunan dunia yang kemudian menghasilkan World Commision on Environment and Development ( WCED ). Komisi ini bertugas untuk mengkaji kaitan antara lingkungan dengan pembangunan.Komisi ini juga telah berhasil membuat laporan yang dikenal sebagai Laporan Brundtland yang membawa konsep tentang pembangunan
berkelanjutan.Konsep
pembangunan
berkelanjutan
merupakan suatu upaya yang mendorong tercapainya kebutuhan generasi kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi
kebutuhannya.Konsep
pembangunan
berkelanjutan
ini
memfokuskan pada pembangunan dalam arti pertumbuhan ekonomi yang tidak merusak atau tidak mengorbankan standar lingkungan.Dengan adanya konsep ini mengharuskan setiap negara untuk tetap menjaga dan memelihara lingkungan di sekitarnya meskipun sedang berlangsungnya kegiatan ekonomi negara. 3. Konferensi Rio De Janeiro, Brazil 1992 Setelah lingkungan
adanya
hidup
menandatangani
Konferensi
menjadi tidak
Stockholm,
semakin
menjalankan
masalah
parah.Banyak kesepakatan
mengenai
negara
yang
tersebut.Dalam
pandangan prinsip Konferensi Stockholm 1972, dijelaskan bahwa masalah
Universitas Sumatera Utara
42
mengenai
lingkungan
di
negara
berkembang
diakibatkan
oleh
kemiskinan.Sedangkan pada negara – negara maju hal tersebut disebabkan oleh kemajuan industri dan teknologi.Topik yang dibahas dalam konferensi ini adalah mengenai perubahan iklim, penipisan lapisan ozon, polusi udara, pengelolaan dan pemakaian sumber daya air dan lautan, limbah – limbah berbahaya, pengundulan hutan, dan berkurangnya keanekaragaman hayati.Tujuan utama dari Konferensi ini adalah untuk menghasilkan sebuah agenda lanjutan dalam masalah pembangunan dan lingkungan hidup.Maka dari itu, lahirnya sebuah konsep dari konferensi ini yang dinamakan konsep pembangunan berkelanjutan yang merupakan tujuan setiap manusia di dunia. Konferensi Rio de Janeiro menghasilkan lima dokumen, yaitu sebagai berikut. a. The Rio de Janeiro Declaration on Environment and Development dikenal juga sebagai “Earth Chapter” yang terdiri atas 27 prinsip yang memprakarsai
pada
kerjasama
pembangunan
yang
dilanjutkan
internasional, dengan
dan
prinsip
perlunya
perlindungan
lingkungan. Dalam prinsip ini juga mengajak masyarakat untuk aktif berperan dalam proses pelaksanaan pembangunan tersebut. b. Konvensi Perubahan Iklim ( The Framework Convention on Climate Change ) yang berisikan tentang negara – negara maju yang bersedia dalam membatasi gas emisi rumah kaca. Disini negara – negara maju sepakat dalam membantu negara berkembang dalam mengelola sumber
Universitas Sumatera Utara
43
daya dan penggunaan teknologi untuk memenuhi kewajiban yang tertera dalam konvensi tersebut. Tujuan utama dari konvensi ini adalah Stabilisasi konsentrasi gas rumah kaca di atmosferpada tingkat yang telah mencegah terjadinya intervensi yang membahayakan oleh manusia terhadap sistem iklim, yang mengharuskan pengurangan sumber emisi gas CO2, emisi pabrik, transportasi, dan penggunaan energy fosil. c. Konvensi Keanekaragaman Hayati ( The Convention on Biological Diversity ) yang bertujuan untuk melestarikan secara berkelanjutan segala keanekaragaman hayati. Negara memiliki kedaulatan untuk mengeksploitasi sumber daya alamnya sesuai dengan kebijakan pembangunan dan lingkungannya, serta mempunyai tanggung jawab dalam menjamin bahwa kegiatan dalam mengeksploitasi sumber daya alamnya tidak merusak lingkungan wilayah negaranya maupun wilayah negara yang lain. d. Pernyataan Prinsip – prinsip Kehutanan, yang mengatur tentang kebijakan internasional dan nasional dalam bidang kehutanan. Prinsip – prinsip ini bertujuan untuk agar setiap negara melakukan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya hutan dengan cara berkelanjutan yang bermakna dalam ekonomi dan keselamatan jenis biotanya. Prinsip ini menjelaskan bahwa setiap negara harus mengelola sumber daya hutannya dengan baik dan memperhatikan lingkungan hidupnya dalam hal pembangunan yang menyangkut dalam bidang kehutanan.
Universitas Sumatera Utara
44
e. Agenda 21, yang biasa disebut sebagai Komisi Pembangunan Berkelanjutan. Komisi ini bertujuan untuk memastikan keefektifan tindak lanjut KTT Bumi. Agenda 21 merupakan rancangan tentang cara mengupayakan pembangunan berkelanjutan dalam bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup. Tujuan utama dari Agenda 21 yaitu untuk memelihara sumber daya alam dan menciptakan keselamatan dalam kehidupan bermartabat. Pokok – pokok dari agenda 21 yaitu : • Social and Economic Dimension • Conservation and Manajement of Resources for Development • Strengthening the Role of Major Group • Means of Implementation Dalam prinsip 14 Konferensi Rio menyatakan bahwa, States should effectively cooperate to discourage or prevent the relocation and transfer to other states of any activities and substance that cause severe environmental degradation or are found to be harmful to human health ( Pencegahan peralihan bahn perusak lingkungan dari satu negara ke negara lainnya oleh setiap pemerintah ). 26 Dalam prinsip tersebut dijelaskan bahwa pencegahan dalam hal pencemaran lingkungan yang bersifat lintas batas adalah menjadi tanggung jawab pemerintah untuk melaksanakannya.Pemerintah Indonesia dalam hal ini haruslah bertanggung jawab penuh atas pencemaran udara lintas
26
Ida Bagus Wyasa Putra, Hukum Lingkungan Internasional Perspektif Bisnis Internasional, PT. Refika Aditama, Bandung, 2002. Hal. 42
Universitas Sumatera Utara
45
batas akibat kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di wilayah yurisdiksi Indonesia. 4. Konferensi Johannesburg, Afrika Selatan 2002 Konferensi ini diadakan pada tanggal 26 Agustus – 4 September tahun 2002 di Johannesburg, Afrika Selatan.Konferensi ini dikenal sebagai World Summit on Sustainable Development, yang bertemakan tentang ekonomi dan sosial.Konferensi ini membahas tentang pembangunan berkelanjutan dan dalam konferensi ini terdapat empat resolusi, yaitu sebagai berikut. a. Resolusi 1 : Deklarasi Politik b. Resolusi 2 : Rencana Implementasi dari the World Summit on Sustainable Development c. Resolusi 3 : Ungkapan terima kasih kepada rakyat dan pemerintah Afrika Selatan d. Resolusi 4 : Kredensial para perwakilan dalam the World Summit on Sustainable Development 5. Konferensi Bali, Indonesia 2007 Konferensi ini diselenggarakan pada tanggal 13 – 15 Desember 2007 di Nusa Dua, Bali, Indonesia.Konferensi ini disebut sebagai KTT Pemanasan Global
yang bertujuan untuk
membangun
kesadaran
masyarakat bumi untuk berbuat hal sekecil apapun untuk menyelamatkan bumi.
Universitas Sumatera Utara
46
Dalam pertemuan ini disepakati Bali Road Map, sebuah peta yang akan menjadi jalan untuk mencapai consensus baru pada 2009 sebagai pengganti protokol Kyoto fase pertama yang akan berakhir pada tahun 2012. Ini dari Bali Road Map adalah : 27 • Respons atas temuan keempat panel antar pemerintah ( IPCC ) bahwa keterlambatan pengurangan emisi akan menghambat peluang mencapai tingkat stabilitas emisi yang rendah, serta meningkatkan resiko lebih sering terjadinya dampak buruk perubahan iklim. • Pengakuan bahwa pengurangan emisi yang lebih besar secara global diharuskan untuk mencapai tujuan utama. • Keputusan
yang meluncurkan
proses
yang
menyeluruh,
yang
memungkinkan dilaksanakannya keputusan UNFCCC secara efektif dan berkelanjutan. • Penegasan kewajiban negara – negara maju melaksanakan komitmen dalam hal mitigasi secara terukur, dilaporkan dan dapat diverifikasi, termasuk pengurangan emsi yang terkuantifikasi. • Penegasan kesediaan sukarela negara berkembang mengurangi emisi secara terukur, dilaporkan dan dapat diverifikasi, dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan, didukung teknologi, dana, dan peningkatan kapasitas
27
https://redrosela.wordpress.com/2014/12/10/ktt-bumi-dan-lingkungan-dari-masa-ke-masa/ Diakses pada tanggal 15 Mei 2016
Universitas Sumatera Utara
47
• Penguatan kerjasama dibidang adaptasi atas perubahan iklim, pengembangan dan alih teknologi untuk mendukung mitigasi dan adaptasi. • Memperkuat sumber – sumber dana dan investasi untuk mendukung tindakan mitigasi, adaptasi dan alih teknologi terkait perubahan iklim. 6. Konvensi Genewa 1979 ( The Convention on The Long Range Transboundary Air Pollution ) Pada awalnya konvensi ini bisa lahir karena adanya hasil dari tindakan negara – negara Skandinavia untuk menyadarkan masyarakat internasional bahwa polusi udara lintas batas sangat berbahaya dan merugikan bagi lingkungan.Konvensi ini merupakan konvensi yang pertama kali membahas tentang pengendalian polusi udara.Konvensi ini juga kemudian mengharuskan adanya kerjasama antara negara penyebab sumber utama dari pencemaran udara lintas batas dengan negara yang terkena dampak pencemaran udara lintas batas. Pasal 2 konvensi ini menyatakan bahwa “the contracting parties, taking due account of the fact and problems involved, are determined to protect man and his environment againts air pollution and shall endeavour to limit and, as far as possible, gradually reduce and prevent air pollution including long range transboundary pollution” yang artinya bahwa para pihak, dengan mempertimbangkan fakta – fakta dan masalah yang terlibat, bertekad untuk melindungi manusia dan lingkungan melawan polusi udara dan akan berusaha untuk membatasi dan sejauh mungkin, secara bertahap
Universitas Sumatera Utara
48
mengurangi dan mencegah pencemaran udara termasuk jangka panjang polusi lintas batas. Berdasarkan pasal ini, menjelaskan bahwa Konvensi Genewa ini bertekad untuk melindungi manusia dan lingkungan serta mencegah dari pencemaran udara termasuk pencemaran udara lintas batas negara. 7. AATHP ( Asean Agreement on Transboundary Haze Pollution ) Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia sangat sering terjadi dan menimbulkan pencemaran asap lintas batas yang kemudian merugikan negara – negara tetangga seperti halnya Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Dengan demikian Indonesia beserta negara Asean lainnya membuat kesepakatan dalam hal mencegah dan penanganan kebakaran hutan dan dampak dari asapnya dalam sebuah persetujuan Asean yaitu Asean Agreement on Transboundary Haze Pollution yang ditandatangani pada tanggal 10 Juni 2002.AAHTP mulai berlaku pada tanggal 25 November 2003 dengan 6 negara Asean telah meratifikasinya.Pada saat itu Indonesia belum meratifikasi persetujuan Asean tersebut. Sampai pada akhirnya pada tanggal 16 September 2014, Indonesia telah meratifikasi persetujuan Asean tersebut dengan Undang – undang Nomor 26 Tahun 2014 sebagai bentuk perundang – undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam persetujuan Asean ini menjelaskan bahwa tujuannya adalah untuk mencegah dan memantau pencemaran asap lintas batas sebagai akibat dari kebakaran hutan dan lahan yang harus ditanggulangi, melalui upaya nasional secara bersama – sama dan mengintensifkan kerjasama
Universitas Sumatera Utara
49
regional dan internasional. Secara umum persetujuan ini berusaha mengendalikan pencemaran udara lintas batas yang sering terjadi di wilayah Asia Tenggara. Dalam pasal 27 persetujuan Asean ini, dijelaskan bahwa penyelesaian sengketa dilakukan dengan cara damai melalui negoisasi.
Universitas Sumatera Utara