BAB II Lembaga Kursus Pendidikan (LKP) dan Keterampilan Dasar Calistung
A. Lembaga Kursus Pendidikan (LKP) 1. Pengertian Lembaga Kursus Pendidikan (LKP) Pendidikan berdasarkan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 1 butir 1 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1 Pendidikan juga diartikan sebagai proses reorganisasi dan rekontruksi (penyusunan kembali) pengalaman sehingga dapat menambah efisiensi individu dalam interaksinya dengan lingkungan dan mempunyai nilai sosial untuk memajukan kehidupan masyarakat.2 Pada hakikatnya pendidikan tidak hanya diselenggarakan pada pendidikan formal, melainkan terdapat pendidikan nonformal dan informal. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 10, satuan pendidikan adalah kelompok
1
Tim Penyusun, Undang-Undang No. 20 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional, Cet. Ke- 1 (Jogjakarta: Media Wacana Press, 2003), hlm. 9 2
Trianto, Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik Bagi Anak Usia Dini TK/RA & Anak Usia Kelas Awal SD/MI (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 45.
22
23
layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.3 Pendidikan formal terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Adapun pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal seperti kelompok bermain, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan siswa. Sedangkan pendidikan informal yaitu pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.4 Pendidikan formal, informal dan nonformal tidak dapat terpisahkan dan tidak dapat berdiri sendiri. Ketiganya saling mengisi dalam memenuhi kebutuhan belajar sepanjang hayat dan pengembangan pendidikan sepanjang hayat. Melalui pendidikan formal, informal dan nonformal yang terintegrasi, akan memudahkan masyarakat dalam memilih pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan diri. Proses pendidikan berlangsung dalam lembaga, baik berupa sekolah, rumah tangga, maupun lembaga kemasyarakatan. Pada hakikatnya, lembaga-lembaga khususnya lembaga pendidikan adalah sarana yang
3 4
Mustofa Kamil, Pendidikan Nonformal (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 15
Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang SISDIKNAS (Jakarta: Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag, 2003), hlm. 41-45.
24
diberikan
Tuhan
untuk
mewujudkan
rencana
penyelamatan
atau
pembaharuan manusia dan dunia. Lembaga pendidikan adalah tempat seorang guru belajar bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan. Belajar untuk bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas kependidikan, dan mengembangkan diri sebagai tenaga yang profesional, sehingga lembaga
itu
berkembang
dari
orang-orang
yang
mendukungnya.
Berkembang atau tidaknya lembaga pendidikan sangat bergantung pada tanggung jawab pendukung-pendukungnya terhadap lembaga itu sendiri. Selain pertanggungjawaban terhadap lembaga itu sendiri, terdapat pula pertanggungjawaban terhadap lembaga lain yang menerima lulusan dari lembaga pendidikan yang bersangkutan. Meluluskan seorang siswa pada suatu lembaga pendidikan harus dilihat pada hubungannya dengan pertanggungjawaban ini. Setiap lembaga pendidikan tidak berdiri sendiri, tetapi suatu sistem yang satu dengan lainnya saling berkaitan. Oleh karena itu, pertanggungjawaban kependidikan tidak hanya pada satu lembaga pendidikan tertentu, melainkan kepada sistem kependidikan secara menyeluruh. Sedangkan pertanggungjawaban kependidikan
terhadap
masyarakat sendiri yaitu bahwa pada dasarnya lembaga pendidikan adalah sarana yang diperlukan oleh masyarakat untuk mengembangkan dirinya. Masa depan masyarakat sangat bergantung pada sejauh mana lembaga pendidikan memberikan pertanggungjawaban terhadap lulusan-lulusannya kepada masyarakat.5
5
W. Gulo, Strategi Belajar-Mengajar (Jakarta: Gramedia Widiasarana, 2002), hlm. 25-26.
25
LKP merupakan suatu program pendidikan nonformal. Pada pasal 26 ayat 1 Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Selain itu, Pada pasal 26 ayat 5 Undang-Undang No. 20 tahun 2003 dijelaskan bahwa kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan,
keterampilan,
kecakapan
hidup,
dan
sikap
untuk
mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.6 Pendidikan nonformal merupakan kegiatan yang terorganisir dan sistematis yang diselenggarakan di luar subsistem pendidikan formal. Sebagaimana diungkapkan para ahli, pendidikan nonformal yaitu usaha yang terorganisir secara sistematis dan kontinyu di luar sistem persekolahan, melalui
hubungan
sosial
untuk
membimbing
individu,
kelompok
masyarakat agar memiliki sikap dan cita-cita sosial guna meningkatkan taraf hidup dibidang materil, sosial dan mental dalam rangka usaha mewujudkan kesejahteraan sosial. Pendidikan nonformal menurut Coombs yang dikutip Mustofa
Kamil
adalah
setiap
pendidikan
yang
terorganisasi,
diselenggarakan di luar pendidikan persekolahan, diselenggarakan secara tersendiri atau merupakan bagian penting dari suatu kegiatan yang lebih luas
6
Anwar Arifin, op.cit., hlm. 45.
26
dengan maksud memberikan layanan khusus kepada warga belajar di dalam mencapai tujuan belajar.7 Sedangkan menurut Hamijoyo yang dikutip Saleh Marzuki, bahwa pendidikan luar sekolah atau pendidikan nonformal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan secara terorganisasi, terencana di luar sistem persekolahan, yang ditujukan kepada individu atau kelompok dalam masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Adapun tujuan pendidikan nonformal menurut Hamijoyo yang dikutip Saleh Marzuki adalah supaya individu dalam hubungannya dengan lingkungan sosial dan alamnya dapat secara bebas dan bertanggung jawab menjadi kearah kemajuan, gemar berpartisipasi memperbaiki kehidupan mereka.8 Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa LKP merupakan suatu pendidikan nonformal yang proses penyelenggaraannya memiliki suatu sistem yang terlembagakan, dan di dalamnya terkandung makna bahwa setiap pengembangan pendidikan nonformal perlu perencanaan program yang matang, melalui kurikulum, isi program, sarana dan prasarana, sasaran didik, sumber belajar, serta faktor-faktor yang satu sama yang lain tidak dapat dipisahkan dalam pendidikan nonformal.
106.
7
Mustofa Kamil, op.cit.,hlm. 14.
8
Saleh Marzuki, Pendidikan Nonformal (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 105-
27
2. Dimensi Lembaga Kursus Pendidikan Arlen Wayne Etling yang dikutip oleh Mustofa Kamil, LKP sebagai sistem pendidikan di luar sistem pendidikan formal memiliki enam dimensi, yaitu:9 a.
b.
c.
d.
e.
f.
Berpusat pada peserta didik (learner cartered), dalam pendidikan nonformal, peserta didik memiliki dan mengontrol proses pembelajaran. Peserta didik menciptakan suasana pembelajaran sendiri dan bukan ditentukan dari atas (tutor dan penyelenggara) atau dari luar. Kurikulum kafetaria (cafetaria curriculum), kurikulum pendidikan nonformal fleksibel dan dapat dinegosiasikan (dirundingkan antara peserta didik dengan tutor). Kurikulum juga ditentukan atau dipilih sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Hubungan horizontal, pendidik bertindak sebagai fasilitator bukan guru. Hubungan yang dibangun antara keduanya (pendidik dan peserta didik) harus berdasarkan pada hubungan persahabatan dan informal, dan peserta didik menganggap fasilitator sebagai sumber belajar. Reliance on local resourse, pengembangan program pendidikan nonformal diutamakan berbasis sumber daya lokal. Oleh karenanya, alternatif biaya yang murah bisa dilakukan jika sumber daya daerah menjadi pilihan penyelenggaraan program. Immediate usefulness, pendidikan nonformal lebih menekankan pada aspek relevansi antara materi yang dipelajari dengan kebutuhan peserta didik, sehingga hasil belajar dapat cepat dirasakan. Struktur dibangun dari bawah, pendidikan nonformal harus menyiratkan tentang keberagaman struktur. Dari sudut pandang sistem, pendidikan nonformal sebagai pendidikan lanjutan kadang satu sama lain tidak terkoordinasi, tidak lengkap, dan beraneka ragam program yang dikembangkan di dalamnya.
3. Peran Lembaga Kursus Pendidikan (LKP) Bahan belajar yang disediakan pada LKP mencakup keseluruhan pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan aspek kehidupan. Hal tersebut ditunjukkan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan
9
Mustofa Kamil, op.cit.,hlm. 21-23.
28
belajar yang timbul dalam kehidupan masyarakat. Kebutuhan belajar yang dirasakan oleh setiap anggota masyarakat dan dengan tuntutan pengetahuan dan keterampilan yang perlu dimiliki oleh setiap anggota masyarakat berdasarkan kepentingan nasional. Maka dari itu, keberadaan pendidikan nonformal seperti LKP ini sangat dibutuhkan masyarakat dengan alasan: a. Kemajuan teknologi, b. Kebutuhan pendidikan keterampilan yang tidak bisa dijawab oleh pendidikan formal, c. Keterbatasan akses pendidikan formal untuk menjangkau masyarakat, d. Persoalan-persoalan yang berhubungan dengan kehidupan dan perkembangan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, kebutuhan pendidikan nonformal seperti LKP semakin nyata dibutuhkan dalam usaha pengembangan dan implementasi belajar sepanjang hayat (lifelong learning):10 a.
Sebagai pelengkap (complement) bahan belajar yang diselenggarakan di sekolah.
b.
Sebagai penambah (supplement) bahan belajar yang dipelajari di sekolah.
c.
Sebagai lembaga pilihan lain yang berdiri sendiri (substituf). Menurut Herbinson yang dikutip Mustofa Kamil program belajar
pendidikan nonformal dikelompokkan menjadi:
10
a.
Program peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat.
b.
Program persiapan angkatan kerja.
Mustofa Kamil, op.cit., hlm. 16.
29
c.
Program untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman. Adapun program pendidikan nonformal dikelompokkan dalam dua
hal, yaitu:11 a.
Program pendidikan dasar yang memberikan pelayanan kepada masyarakat yang belum memiliki kemampuan-kemampuan dasar.
b.
Program pendidikan lanjutan yang memberikan pelayanan pendidikan untuk
mengembangkan
dan
meningkatkan
pengetahuan
dan
keterampilan ke jenjang yang lebih tinggi. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kebutuhan belajar yang timbul dalam kehidupan masyarakat sangat dirasakan dengan tuntutan pengetahuan dan keterampilan. Hal ini yang menyebabkan pentingnya peran LKP sebagai pelengkap dan penambah bahan belajar karena keterbatasan akses pendidikan formal untuk menjangkau masyarakat, serta sebagai lembaga pilihan lain untuk mengembangkan keterampilan. 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peran Lembaga Kursus Pendidikan (LKP) Faktor-faktor yang mempengaruhi peran LKP dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. a.
Faktor Internal Faktor internal peran LKP adalah faktor yang datang dari LKP itu sendiri. LKP merupakan kegiatan yang terorganisir dan sistematis yang
11
Mustofa Kamil, op.cit., hlm. 17-18.
30
diselenggarakan di luar subsistem pendidikan formal. Sebagaimana diungkapkan para ahli, pendidikan nonformal yaitu usaha yang terorganisir secara sistematis dan kontinyu di luar sistem persekolahan, melalui hubungan sosial untuk membimbing individu, kelompok masyarakat agar memiliki sikap dan cita-cita sosial guna meningkatkan taraf hidup dibidang materil, sosial dan mental dalam rangka usaha mewujudkan kesejahteraan sosial. Adapun faktor internal tersebut yaitu: 1) Faktor guru Guru adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar dan membimbing peserta didik. Orang yang disebut guru adalah orang yang memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu menata dan mengelola kelas agar peserta didik dapat belajar dan akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan.12 Guru merupakan komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Keberhasilan suatu strategi pembelajaran akan tergantung pada kepiawaian guru dalam menggunakan metode, teknik dan taktik pembelajaran. Setiap guru memiliki pengalaman, pengetahuan, gaya dan pandangan yang berbeda-beda dalam mengajar.
12
Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm 15.
31
2) Faktor sarana dan prasarana Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung mendukung keberhasilan penyelenggaraan proses pembelajaran. Kelengkapan sarana dan prasarana membantu guru dalam penyelenggaraan proses pembelajaran. Keuntungan bagi sekolah yang memiliki kelengkapan sarana dan prasarana, yaitu: a) Kelengkapan sarana dan prasarana dapat menimbulkan gairah dan motivasi guru mengajar. b) Kelengkapan sarana dan prasarana dapat memberikan berbagai pilihan pada siswa untuk belajar.13 b.
Faktor Eksternal Peran LKP didorong oleh motivasi internal LKP itu sendiri. Selain itu peran LKP juga didorong oleh faktor eksternal yaitu lingkungan. Sebagai suatu lembaga yang berdiri di tengah-tengah masyarakat, LKP tidak mungkin lepas dari dorongan lingkungan sekitar LKP. LKP membutuhkan dorongan dari lingkungan sosial yang dapat memberikan pengaruh positif dan dapat pula memberikan pengaruh negatif.14
13
Zaenal Mustakim, op.cit., hlm. 60.
14
Ibid, hlm. 193.
32
B. Keterampilan Dasar Calistung 1. Pengertian keterampilan dasar calistung Keterampilan dalam kamus besar Bahasa Indonesia berasal dari kata terampil, artinya cakap dalam menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan. Keterampilan adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas.15 Menurut Muhibbin Syah, keterampilan adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmani, seperti menulis, mengetik, olah raga, dan sebagainya. 16 Sedangkan keterampilan dasar adalah keterampilan standar yang harus dimiliki setiap individu.17 Secara sederhana keterampilan dasar dapat diartikan sebagai suatu kemampuan dasar untuk mengubah sesuatu yang ada menjadi apa yang dikehendaki sesuai dengan rencana. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keterampilan dasar adalah suatu kemampuan atau kompetensi yang dimiliki seseorang dalam melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien sesuai dengan apa yang dikehendaki. Keterampilan dasar tersebut memerlukan praktek atau implikasi dari suatu aktivitas. Setelah membahas tentang pengertian keterampilan dasar di atas, kemudian akan dibahas pula mengenai pengertian calistung. Calistung adalah kependekan dari membaca, menulis dan berhitung. 15
Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008),
hlm. 1447. 16
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm 119. 17
Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 155.
33
a.
Membaca 1) Pengertian Membaca Membaca adalah suatu kegiatan interaktif untuk memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung di dalam bahan tulis. Membaca merupakan suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahan tulis. Menurut Gilet dan Temple yang dikutip oleh Samsu Somadayo menyatakan bahwa membaca adalah kegiatan visual, berupa serangkaian gerakan mata dalam mengikuti baris-baris tulisan, pemusatan penglihatan pada kata dan kelompok kata, melihat ulang kata-kata dan kelompok kata untuk memperoleh pemahaman terhadap bacaan.18 Menurut Martinis Yamin, membaca adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi yang disampaikan secara verbal dan merupakan hasil ramuan pendapat, gagasan, teori-teori, dan menjadi pengetahuan siswa, kemudian pengetahuan tersebut dapat diserap dalam berpikir, menganalisis, bertindak dan dalam pengambilan keputusan. Membaca membutuhkan keterampilan, kebiasaan dan konsentrasi, penguatan kata dan kecepatan membaca.19
18
Samsu Somadayo, Strategi dan Teknik Pembelajaran Membaca (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hlm. 4-5. 19
Martinis Yamin, Kiat Pembelajaran Siswa (Jakarta: Putra Grafika, 2007), hlm. 106-107.
34
Menurut Sudarmanto yang dikutip oleh Martinis Yamin bahwa kemampuan membaca seseorang sangat ditentukan oleh bahan yang dibaca. Semakin berat bahan bacaan semakin sedikit jumlah kata yang berhasil dibaca, sebaliknya semakin ringan bahan bacaan semakin banyak jumlah kata yang berhasil dibaca.20 Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa membaca adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh pemahaman terhadap bacaan. Membaca mebutuhkan keterampilan, kebiasaan, konsentrasi, penguatan kata dan kecepatan membaca. Apabila dalam membaca bahan bacaan semakin berat maka sedikit jumlah kata yang berhasil dibaca, sebaliknya semakin ringan bahan bacaan semakin banyak jumlah kata yang berhasil dibaca. 2) Tujuan Membaca Secara umum pembelajaran membaca diarahkan agar mencapai tujuan utama pembelajaran membaca, yaitu: a) Memungkinkan siswa agar mampu menikmati kegiatan membaca b) Mampu membaca dalam hati dengan kecepatan baca yang fleksibel c) Memperoleh tingkat pemahaman yang cukup atas isi bacaan.
20
Martinis Yamin, op.cit., hlm. 119
35
Menurut Rivers dan Temperly sebagaimana dikutip oleh Samsu Somadayo tujuan utama dalam membaca yaitu: a) Memperoleh informasi untuk suatu tujuan atau merasa penasaran tentang suatu topik. b) Memperoleh berbagai petunjuk tentang cara melakukan suatu tugas bagi pekerjaan atau kehidupan sehari-hari. c) Berakting dalam sebuah drama, bermain game, menyelesaikan teka-teki d) Berhubungan dengan surat menyurat e) Mengetahui kapan dan di mana sesuatu akan terjadi f) Mengetahui apa yang sedang terjadi atau telah terjadi g) Memperoleh kesenangan atau hiburan.21 3) Tahap Membaca Dunia anak adalah dunia yang indah, membaca sebagai keterampilan dasar hendaknya mulai diajarkan dan dijadikan kebiasaan sejak dini. Membaca merupakan cara yang ampuh dan aman untuk mengetahui segalanya.Kemampuan membaca adalah kemampuan yang dapat dipelajari, hal ini sama halnya dengan ketika kita mempelajari kemampuan bicara anak. Oleh karena itu, hal terpenting dari semuanya adalah proses yang berlangsung kontinyu dan bertahap.22
21 22
Samsu Somadayo, op.cit., hlm. 10-11.
Chusnul Chotimah, “Implikasi Metode Cantol Roudhoh terhadap Kegiatan Belajar Membaca dan Menulis Anak di Lembaga Pendidikan Prasekolah Roudhoh Denasri Kulon Batang”, Skripsi Sarjana Pendidikan Islam, (Pekalongan: Perpustakaan STAIN Pekalongan, 2010), hlm. 30
36
Ada lima tahapan perkembangan membaca, yaitu:23 a) Kesiapan membaca Tahapan perkembangan kesiapan membaca mencakup rentang waktu dari sejak kelahiran hingga pelajaran membaca diberikan, umumnya pada saat masuk kelas satu SD. b) Membaca permulaan Tahap permulaan umumnya dimulai sejak anak masuk kelas satu SD, yaitu pada saat berusia sekitar enam tahun. c) Keterampilan membaca cepat Keterampilan membaca cepat atau membaca lancar umumnya terjadi pada saat duduk di kelas dua atau kelas tiga. d) Membaca luas Tahap membaca luas umumnya terjadi pada saat anak-anak telah duduk di kelas empat atau lima SD. e) Membaca yang sesungguhnya Tahap membaca yang sesungguhnya (referement of reading stage) umumnya terjadi ketika anak-anak sudah duduk di SLTP dan berlanjut hingga dewasa. Mereka belajar untuk memahami, memberikan kritik atau untuk mempelajari bidang studi tertentu.
23
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Cet. Ke-2 (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), hlm. 201-203.
37
Selain tahap membaca di atas ada beberapa tahap membaca antara lain: a) Tahap Prabaca Tahap prabaca adalah tahap pengajaran yang dilaksanakan sebelum siswa melakukan kegiatan membaca. Pada tahap ini, guru mengarahkan perhatian pada pengaktifan skemata siswa yang berhubungan dengan teks bacaan. b) Tahap Membaca Tahap membaca adalah proses intelektual yang kompleks, mencakup
dua
kemampuan
utama,
yaitu
kemampuan
memahami makna kata dan kemampuan berpikir tentang konsep verbal. c) Tahap Pascabaca Tahap pascabaca merupakan kegiatan pemantapan terhadap hasil belajar yang telah diperoleh sebelumnya. Burns mengemukakan bahwa tahap pascabaca digunakan untuk membantu siswa memadukan informasi baru yang dibacanya ke dalam skemata sehingga diperoleh tingkat pemahaman yang lebih tinggi.24
24
Yunus Abidin, Pembelajaran Membaca Berbasis Pendidikan Karakter (Bandung: Refika Aditama, 2012), hlm. 18-24.
38
Aspek yang terlibat dalam proses membaca yaitu:25 a) Aspek Sensori Aspek sensori yaitu kemampuan siswa untuk memahami simbol-simbol tertulis b) Aspek Perseptual Aspek
perseptual
adalah
kemampuan
siswa
untuk
menginterpretasikan apa yang dilihat sebagai simbol. c) Aspek Skemata Aspek
skemata
adalah
kemampuan
siswa
dalam
menghubungkan berpikir, kemampuan membuat inferensi dan evaluasi dari materi yang dipelajari. d) Aspek Afektif aspek afektif adalah aspek yang berkenaan dengan minat pembaca yang berpengaruh terhadap kegiatan membaca. Sasaran pelaksanaan pembelajaran membaca pada dasarnya agar meningkatnya keterampilan dasar membaca pada siswa. Keterampilan dasar membaca yang dapat digunakan untuk mengukur
tercapainya
pelaksanaan
pembelajaran
membaca
diantaranya yaitu: a) peningkatan ucapan, b) kesadaran fenotik (bunyi), c) hubungan antar bunyi huruf, d) kemampuan mengingat, e) keterampilan kosa kata dan makna kata.
25
52.
Esti Ismawati, Belajar Bahasa di Kelas Awal (Yogyakarta: Ombak Dua, 2012), hlm. 50-
39
b. Menulis Menurut Learner yang dikutip oleh Mulyono Abdurrahman mengemukakan bahwa menulis adalah menuangkan ide ke dalam suatu bentuk visual. Adapun menurut Soemarno dikutip oleh Mulyono Abdurrahman menjelaskan bahwa menulis adalah mengungkapkan bahasa dalam bentuk simbol gambar. Dengan demikian dapat diartikan, bahwa menulis adalah suatu aktivitas kompleks yang mencakup gerakan lengan, tangan, jari dan mata secara terintegrasi. Menurut Poteet yang dikutip oleh Mulyono Abdurrahman, menulis merupakan penggambaran visual tentang pikiran, perasaan dan ide dengan menggunaakan simbolsimbol sistem bahasa penulisannya untuk keperluan komunikasi atau mencatat.26 Keterampilan menulis adalah kemampuan dalam mendeskripsikan atau mengungkapkan isi pikiran mulai dari aspek yang sederhana seperti menulis kata-kata sampai kepada aspek yang kompleks
yaitu
mengarang.27 Aktivitas menulis merupakan suatu bentuk manifestasi kemampuan dan keterampilan berbahasa yang paling akhir dikuasai oleh pembelajar bahasa setelah kemampuan mendengar, berbicara, dan membaca. Dibanding dengan tiga kemampuan bahasa yang lain,
26 27
Mulyono Abdurrahman, op.cit.,hlm. 224.
Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2011), hlm. 151
40
kemampuan menulis lebih sulit dikuasai. Hal tersebut disebabkan kemampuan menulis melibatkan seluruh kemampuan bahasa yang lain.28 Keterampilan menulis dibedakan atas keterampilan menulis permulaan dan keterampilan menulis lanjut. Keterampilan menulis permulaan ditekankan pada kegiatan menulis dengan menjiplak, menebalkan, mencontoh, melengkapi, menyalin, dan dikte. Sedangkan pada keterampilan menulis lanjut diarahkan pada menulis untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk percakapan. Pada kurikulum 2004, pembelajaran menulis dicantumkan secara eksplisit sebagai kompetensi dasar berbahasa. Untuk melatih siswa agar terampil menulis dengan baik, guru perlu membimbing melalui
proses
menulis
agar
dapat
memunculkan
gagasan,
mengembangkan gagasan yang telah dimiliki, membuat konsep, merevisi, menyunting, kemudian menulis karangan-karangan yang sesungguhnya. Jadi yang dimaksud pembelajaran menulis di kelas rendah difokuskan pada kegiatan latihan menulis yaitu seperti penguasaan latihan menulis huruf-huruf dan merangkai huruf-huruf menjadi
kata
serta
merangkaikan
kata-kata
menjadi
kalimat
sederhana.29
28
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2011), hlm. 248 29
Ahmad, “Pengembangan Keterampilan Menulis”, http://pendidikan pgsd.blogspot.co.id/2008/09/pengembangan-keterampilan-menulis.html?m=1. (September 2008). Diakses 17 November 2015.
41
Dari beberapa definisi tentang menulis yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa: 1) Menulis merupakan salah satu komponen sistem komunikasi Menulis adalah menggambarkan pikiran, perasaan, dan ide ke dalam bentuk lambang-lambang bahasa grafis 2) Menulis dilakukan untuk keperluan mencatat dan komunikasi.30 Menulis adalah pekerjaan yang menyenangkan dan mudah dilakukan. Dengan menulis, kita dapat menggerakkan seluruh organ tubuh. Otak untuk berfikir dan mengingat, mata untuk melihat kekeliruan tulisan, dan tangan untuk menggerakkan pena. Dengan menulis, kita dapat merekam dan menekan atau mengurangi volume otak untuk dapat menangkap segala peristiwa. Dengan menulis, kita juga menjadi mandiri, karena menulis kemudian bisa dipublikasikan maka akan menjadi kebanggaan tersendiri.31 Menulis
merupakan
suatu
keterampilan
berbahasa
yang
dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis menuntut pengalaman, waktu, kesempatan,
pelatihan,
keterampilan-keterampilan
khusus,
dan
pengajaran langsung. Secara singkat dapat dikemukakan bahwa: 1) Tulisan dibuat untuk dibaca. 2) Tulisan didasarkan pada pengalaman.
189-191
30
Mulyono Abdurrahman, op.cit., hlm. 224.
31
Benni Setiawan, Agenda Pendidikan Nasional (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hlm.
42
3) Tulisan ditingkatkan melalui latihan 4) Dalam tulisan, makna menggantikan bentuk 5) Kegiatan-kegiatan bahasaa lisan hendaklah mendahului kegiatan menulis. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa menulis menuntut latihan yang cukup dan teratur serta pendidikan yang berprogram. Program-program dalam bahasa tulis direncanakan untuk mencapai tujuan-tujuan: 1) Membantu para siswa memahami bagaimana cara ekspresi tulis dapat melayani mereka. 2) Mendorong parasiswa mengekspresikan diri mereka secara bebas dalam tulisan. 3) Mengajar para siswa menggunakan bentuk yang tepat dan serasi dalam ekspresi tulis. 4) Mengembangkan pertumbuhan bertahap dalam menulis dengan cara membantu para siswa menulis sejumlah maksud dengan sejumlah cara dengan penuh keyakinan pada diri sendiri secara bebas.32 c.
Berhitung Berhitung dalam kamus besar Bahasa Indonesia berasal dari kata dasar
hitung,
artinya
membilang
(menjumlahkan,
mengurangi,
membagi, memperbanyakkan dan sebagainya). Berhitung adalah 32
Henry Guntur Tarigan, Menulis sebagai Keterampilan Berbahasa (Bandung: CV. Angkasa, 2013), hlm. 3-9.
43
mengerjakan hitungan (menjumlahkan, mengurangi dan sebagainya. Sedangkan
menghitung
adalah
mencari
jumlahnya
(sisanya,
pendapatannya dengan menjumlahkan, mengurangi dan sebagainya).33 Berhitung yaitu suatu pembelajaran tentang pola dan hubungan, karena dalam berhitung sering dicari keseragaman seperti perurutan, keteraturan dan keterkaitan pola dari sekumpulan konsep-konsep tertentu atau model-model tertentu yang merupakan representasinya.34 Berhitung adalah salah satu hal terpenting dalam hidup, sebab berhitung merupakan kegiatan utama atau penting dalam kehidupan sehari-hari. Sejak masa kanak-kanak sampai lanjut usia kita masih tetap berhubungan dengan berhitung. Dalam melakukan kegiatan apapun kita tidak terhindar dari yang namanya berhitung. Berhitung adalah salah satu cara penting untuk memasukkan sejumlah besar informasi ke dalam otak, dan merupakan cara terpenting untuk berfikir. Berfikir adalah hasil kecerdasan. Tahapan berhitung anak usia 5 tahun dengan mengacu pada hasil penelitian Peaget tentang intelektual, menyatakan bahwa anak usia 2–7 tahun berada pada tahap pra-operational, sehingga kemampuan
33
Tim Redaksi, op.cit., hlm. 405-406.
34
Siti Nasifah, “Peran Guru dalam Meningkatkan Belajar Berhitung bagi Anak Usia Dini di PAUD Batik PPIP Pekalongan”, Skripsi Sarjana Pendidikan Islam (Pekalongan: Perpustakaan STAIN Pekalongan, 2010), hlm. 25.
44
berhitung pada anakusia 5 tahun menurut Dipdiknas adalah sebagai berikut:35 1) Membilang atau menyebut urutan bilangan dari 1–20 2) Membilang atau mengenal konsep bilangan dengan benda-benda sampai 10. 3) Membuat urutan bilangan 1–10 dengan benda-benda. 4) Memasangkan lambang bilangan dengan benda-benda sampai 10. 5) Membedakan dan membuat dua kumpulan benda yang jumlahnya tidak sama. 6) Memperkirakan urutan berikutnya setelah melihat bentuk lebih dari tiga pola yang berurutan. Sedangkan konsep berhitung yang harus diperkenalkan pada anak usia 5–6 tahun menurut Depdiknas yaitu:36 1) Korespondensi satu-satu Anak mencoba membilang dari tingkatan yang sederhana. 2) Mengurutkan Anak dikenalkan untuk menunjukkan urutan gambar atau benda yang sesuai dengan konsep yang disebutkan. 3) Pola Pola merupakan kemampuan untuk memunculkan pengaturan, sehingga anak mampu memperkirakan urutan berikutnya. 35
Elif Nur Efendi,”Pengaruh Penambahan Latihan Brain Gym Terhadap Kecakapan Berhitung pada Anak Usia 5–6 Tahun” (Surakarta: Jurnal Fisioterapi Universitas Muhammadiyah Surakarta, No. 11, Mei 2012), hlm 4. 36
Ibid, hlm 4.
45
4) Mengklasifikasi Anak belajar klasifikasi materi pengelompokan berdasarkan bentuk, warna dan lainnya. 5) Membilang Menghafal bilangan merupakan kemampuan mengulang angkaangkayang akan membantu pemahaman tentang arti sebuah angka. 6) Makna angka dan pengenalannya Setiap angka memiliki makna dari benda-benda atau simbol. 7) Bentuk Anak dikenalkan pada bentuk-bentuk yang sama atau yang tidak sama. 8) Penambahan dan pengurangan Dua hal ini dapat dikenalkan pada anak dengan cara memanipulasi benda. Menurut Emirfan, kemampuan dasar berhitung dibagi menjadi beberapa kelompok:37 1) Mengelompokkan (classification) Classificationmerupakan
kemampuan
anak
dalam
mengelompokkan suatu benda berdasarkan sesuatu. Misalnya ukuran, bentuk, warna, dan sebagainya.
37
Emirfan, Panduan Lengkap Orangtua & Guru untuk Anak dengan Diskalkulia (Jogjakarta: Javalitera, 2013), hlm 40-42.
46
2) Membandingkan (comparation) Comparation adalah kemampuan untuk membandingkan dua buah benda berdasarkan ukuran ataupun jumlahnya. 3) Mengurutkan (seriation) Seriation adalah kemampuan membandingkan ukuran atau kuantitas lebih dari dua buah benda. 4) Menyimbolkan (symbolization) Symbolization adalah kemampuan membuat simbol atas kuantitas berupa angka atau bilangan, simbol atau tanda operasi dari sebuah proses perhitungan. 5) Konservasi Konservasi adalah kemampuan memahami, mengingat, dan menggunakan suatu kaidah yang sama dalam proses (operasi) hitung yang memiliki kesamaan. Berhitung adalah salah satu cara penting untuk memasukkan sejumlah besar informasi ke dalam otak, dan merupakan cara terpenting untuk berpikir. Perpikir adalah hasil kecerdasan, tanpa kecerdasan kita tidak dapat berpikir. Ilmu berhitung akan menjadi akhir dari awal bagi siswa, karena dengan mudah dan gembira siswa dapat melangkah dari ilmu berhitung yang sederhana ke dunia matematika yang canggih, menarik dan kreatif. Salah satu usaha untuk menjadikan akal manusia berkembang optimal adalah dengan mengajarkan berhitung pada usia dini, dengan cara yang sederhana dan konsisten dalam suasana yang
47
kondusif dan menyenangkan.38 Dalam sistem pendidikan nasional (SISDIKNAS) Undang-Undang No. 20 tahun 2003, dalam bab III pasal 4
ayat
5
mengenai
“pendidikan
diselenggarakan
dengan
mengembangkan budaya membaca, menulis, dan menghitung bagi segenap warga masyarakat”.39 Usia yang tepat bagi anak untuk mulai belajar yakni usia 5 atau 5 setengah tahun. Penemuan ini menemukan bahwa anak-anak yang sudah mencapai umur mental lebih mudah belajar calistung dibandingkan dengan anak yang belum mencapai umur mental. Menurut Piaget, anak sudah mulai belajar saat mereka sudah masuk fase operasional konkret, yaitu ketika fase anak-anak sudah dianggap bisa berpikir terstruktur, yaitu berusia 7 tahun. Jika anak diharapkan memiliki kemampuan membaca dengan cara pemaksaan, maka hal itu tidak sehat. Karena pemaksaan terhadap anak akan berdampak negatif. Dampak yang paling buruk adalah akan menurunkan IQ anak pada usia produktif. Oleh karena itu, dalam mengajar anak hendaknya tidak dengan bersifat pemaksaan. Kegiatan belajar anak harus bersifat kegiatan yang menyenangkan. Metode pengajarannya tidak membebani, sehingga tidak mebuat anak tampak murung dan bingung.40
314.
38
Siti Nasifah, op.cit., hlm. 27
39
Anwar Arifin, op.cit., hlm. 38.
40
Maimunah Hasan, Pendidikan Anak Usia Dini (Jogjakarta: DIVA Press, 2010),hlm 310-
48
Berdasarkan beberapa pengertian keterampilan dasar calistung diatas maka penulis menyimpulkan bahwa keterampilan dasar calistung adalah proses membuat siswa belajar dan guru bertugas membantu siswa belajar dengan cara memanipulasi lingkungan sehingga siswa dapat belajar dengan mudah dan tidak cepat bosan. Guru harus mengadakan pemilihan terhadap berbagai metode dan trik dalam pembelajaran yang ada. Belajar tanpa beban pada diri siswa dan yang paling memungkinkan proses belajar siswa berjalan secara optimal mengenai pemahaman dalam belajar membaca, menulis dan berhitung. 2. Pelaksanaan Pembelajaran Calistung Kegiatan calistung merupakan kebutuhan individu dan merupakan bagian hidup masyarakat. Manfaat calistung dapat dirasakan oleh masyarakat, karena masyarakat dapat memperoleh informasi dan dapat berkomunikasi dengan berbagai sumber. Calistung sebagai keterampilan dasar yang terus menerus diperlukan oleh setiap orang dapat memasuki dunia keimuan, dan memahami khazanah kearifan. Untuk memperoleh keterampilan dasar calistung, siswa harus melalui proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan sistem yang sangat kompleks yang disebut sebagai kotak hitam yang sukar dipahami. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut pengertian ini, pembelajaran merupakan
bantuan
yang diberikan
pendidik
agar
terjadi
proses
49
pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan, kemahiran, dan tabiat, serta pembentukan sikap dan keyakinan pada peserta didik.41 Pembelajaran dapat dipandang dari dua sudut, pertama pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem, pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisasi. Kedua, pembelajaran dipandang sebagai suatu proses, maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar. Proses tersebut meliputi: a.
Persiapan, dimulai dari merencanakan program pengajaran tahunan, semester, dan penyusunan persiapan mengajar.
b.
Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan mengacu pada persiapan pembelajaran yang telah dibuatnya.
c.
Menindak lanjuti pembelajaran yang telah dikelola.42 Pembelajaran adalah sebuah sistem. Sistem adalah satu kesatuan dari
beberapa bagian atau komponen pembelajaran yang saling berkaitan dan bekerja sama dengan lainnya untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan dalam
sistem.
Komponen
pembejaran
adalah
bagian-bagian
yang
membangun sebuah program yang saling terkait dan merupakan faktor penentu keberhasilan pendidikan.43 Sebagai suatu sistem, pendidikan mempunyai sejumlah komponen agar lembaga pendidikan dapat kondusif dan berkualitas. Komponen tersebut meliputi komponen utama dan 41
Dewi Salma Prawiradilaga dan Evaline Siregar, Mozaik Teknologi Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2002), hlm 19. 42
Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi (Bandung: Refika Aditama, 2011), hlm 3-4. 43
Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar, Evaluasi Program Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm 9-10.
50
komponen penunjang. Komponen utama terdiri dari tujuan, materi atau bahan pelajaran, pendidik dan anak didik. Sedangkan komponen penunjang terdiri dari metode, alat atau media, dan evaluasi. Berikut penjelasan tentang komponen-komponen pendidikan: 1) Tujuan Tujuan adalah suatu yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan. Tujuan dalam pendidikan adalah suatu cita-cita yang bernilai normatif
yang
harus
ditanamkan
kepada
siswa.
Pada
suatu
pembelajaran tujuan merupakan acuan yang dipertimbangkan untuk memilih strategi pembelajaran. Menurut Roestiyah yang dikutip Zaenal Mustakim, bahwa suatu tujuan pengajaran adalah deskriptif tentang perilaku siswa yang kita harapkan setelah mereka mempelajari bahan pelajaran yang kita ajarkan. Suatu tujuan pelajaran menyatakan suatu hasil yang diharapkan dari pengajaran itu bukan sekedar menyatakan suatu proses dari pengajaran itu sendiri.44 2) Bahan pelajaran atau materi pelajaran Bahan pelajaran adalah substansi yang akan dicapai dalam proses pembelajaran. Menurut Kokom Komalasari, materi pembelajaran adalah bahan yang diperlukan untuk pembentukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai siswa dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan. Pemilihan meteri pelajaran untuk dituangkan dalam kurikulum berdasarkan pada analisis
44
Zaenal Mustakim, op.cit., hlm. 50-51.
51
scope dan sequence. Scope (ruang lingkup isi kurikulum) dimaksudkan untuk menyatakan keluasan dan kedalaman bahan, sedangkan sequence menyangkut urutan isi kurikulum.45 3) Guru Guru adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar, dan membimbing siswa. Orang yang disebut guru adalah orang yang memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu menata dan mengelola kelas agar peserta didik dapat belajar dan akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan.46 4) Siswa Siswa adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang
atau
kelompok
orang
yang
menjalankan
kegiatan
pendidikan.47 5) Metode Metode secara harfiah berarti cara dalam pemakaian yang umum, metode juga diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu.48 Metode adalah suatu cara yang dipergunakan
untuk
mencapai
45
Kokom Komalasari, op.cit., hlm. 28.
46
Hamzah B. Uno, op.cit., hlm. 15.
tujuan
yang
telah
ditetapkan.
47
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi edukatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 51. 48
Pupuh Fathurahman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar (Bandung: Refika Aditama), hlm. 55.
52
Penggunaan metode yang tepat akan turut menentukan efektivitas dan efisiensi
pembelajaran.
Pembelajaran
perlu
dilakukan
dengan
verbalisasi dan metode-metode yang berpusat pada guru, serta lebih menekankan pada interaksi peserta didik. Penggunaan metode yang bervariasi akan sangat membantu peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran.49 6) Media atau alat Media berasal dari bahasa latin yang mempunyai arti antara. Makna tersebut dapat diartikan sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk membawa suatu informasi dari suatu sumber kepada penerima. Sedangkan media dalam pembelajaran adalah segala bentuk alat komunikasi yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi dari sumber ke peserta didik yang bertujuan merangsang mereka untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.50 Dalam
upaya
meningkatkan
mutu
pembelajaran,
proses
pembelajaran perlu dilengkapi dengan penggunaan media. Penggunaan media yang kreatif akan memungkinkan siswa untuk belajar lebih baik dan dapat meningkatkan performan mereka sesuai dengan tujuan yang diinginkan.51
Upaya
guru
dalam
membelajarkan
pembelajaran
49
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 107. 50 51
20.
Hamzah B. Uno, op.cit., hlm. 113-114. Asnawir dan Basyirudin Usman, Media Pembelajaran (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm.
53
diantaranya yaitu melalui alat dan media pembelajaran yang digunakan dapat menjadikan motivasi belajar bagi siswa. 7) Evaluasi Evaluasi
adalah
suatu
kegiatan
yang
dilakukan
untuk
mendapatkan data tentang sejauh mana keberhasilan anak didik dalam belajar dan keberhasilan guru dalam mengajar. Pelaksanaan evaluasi dilakukan oleh guru dengan memakai seperangkat instrumen penggali data seperti tes perbuatan, tes tertulis, dan tes lisan. Sedangkan evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.52 Dari pengertian tersebut, maka tujuan evaluasi adalah untuk mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan anak didik dalam mencapai tujuan yang diharapkan, memungkinkan guru menilai aktivitas atau pengalaman yang didapat, dan menilai metode mengajar yang dipergunakan.53 Dari tujuan tersebut dapat dipahami bahwa pelaksanaan evaluasi diarahkan kepada evaluasi proses dan evaluasi produk. Evaluasi proses adalah suatu evaluasi yang diarahkan bagaimana pelaksanaan proses belajar mengajar, apakah terdapat kendala, dan bagaimana kerjasama setiap komponen pengajaran yang telah diprogramkan dalam suatu pelajaran. Sedangkan evaluasi produk adalah evaluasi yang diarahkan 52
Kokom Komalasari, op.cit., hlm 147.
53
Syaiful Bahri Djamarah, op.cit., hlm. 20-21
54
bagaimana hasil belajar yang telah dilakukan oleh siswa dan bagaimana penguasaan siswa terhadap materi yang telah disampaikan.54 Adapun fungsi evaluasi adalah sebagai berikut: a) Sebagai umpan balik untuk memperbaiki proses belajar mengajar, b) Untuk memberikan angka yang tepat bagi kemajuan atau laporan hasil belajar bagi setiap siswa, c) Untuk menentukan situasi belajar mengajar siswa sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki siswa, d) Untuk mengetahui penyebab siswa yang mengalami kesulitan belajar yang dapat dipergunakan sebagai dasar untuk mencari solusinya.55
54 55
Zaenal Mustakim, op.cit., hlm. 54.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 41-42.