BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Morfologi Secara etimologi kata morfologi berasal dari kata morf yang berarti bentuk dan kata logi yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah kata morfologi berarti ilmu mengenai bentuk. Morfologi ialah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata; atau morfologi mempelajari seluk-beluk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik (Ramlan, 1987: 21).
Jika dikatakan morfologi membicarakan masalah bentuk-bentuk dan pembentukan kata maka pembahasan mengenai komponen atau unsur pembentukan kata itu, yaitu morfem, baik morfem dasar maupun morfem afiks, dengan berbagai alat proses pembentukan kata itu, yaitu afiks dalam pembentukan kata melalui proses afiksasi, duplikasi ataupun pengulangan dalam proses pembentukan kata melalui proses reduplikasi, penggabungan dalam proses pembentukan kata melaui proses komposisi, dan sebagainya (Chaer, 2008: 3).
12
2.1.1 Leksem, Morfem, Bentuk Dasar, Akar, dan Kata Kajian utama morfologi adalah seluk-beluk kata. Dengan demikian dalam kajian ini akan membahas mengenai unsur-unsur kata seperti morfem, bentuk dasar kata, akar, leksem, dan kata. Leksem dalam kajian morfologi digunakan untuk mewadahi konsep bentuk yang akan menjadi kata melalui proses morfologi (Chaer, 2008: 23). Misalnya bentuk PUKUL (dalam konvensi ‘morfologi’ leksem ditulis dengan huruf kapital semua) adalah sebuah leksem yang akan menurunkan kata-kata seperti memukul, terpukul, pukul, pukulan, pemukul, dan pemukulan.
Morfem ialah satuan gramatik yang paling kecil; satuan gramatik yang tidak memunyai satuan lain sebagai unsurnya (Ramlan, 1987: 32). Dengan kata lain, morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang memiliki makna. Wujud morfem dapat berupa imbuhan, klitika, partikel, dan kata dasar, misalnya –an, -lah, kah,bawa. Seperti halnya fonem, morfem pun memiliki variasi disebut alomorf. Misalnya morfem {meN-} memiliki lima alomorf/variasi morfem, yaitu /mem-/, /me-/, /men-/, /meny-/, /meng-/, dan /menge-/. Setiap variasi morfem tersebut dinamai morf. Morf adalah anggota morfem yang belum ditentukan distribusinya (Kridalaksana, 2011: 158).
Istilah bentuk dasar (base) biasanya digunakan untuk menyebut sebuah bentuk yang menjadi dasar dalam proses morfologi. Bentuk dasar ialah satuan, baik tunggal maupun kompleks, yang menjadi dasar bentukan bagi satuan yang lebih besar (Ramlan, 1996: 49). Misalnya pada kata berpakaian yang tervbentuk dari bentuk dasar pakaian dengan afiks {ber-} sedangkan akar (root) dalam morfologi digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi.
13
Artinya, akar adalah bentuk yang tersisa setelah semua afiksnya ditanggalkan (Chaer, 2008: 22).
Selain istilah leksem, morfem, dasar, dan akar, terdapat pula istilah kata. Kata adalah satuan bentuk terkecil (dari kalimat) yang dapat berdiri sendiri dan memunyai makna (Finoza, 2008: 80). Contohnya, rumah, duduk, penduduk,dan sebagainya. Kata-kata yang dibentuk dengan menggabungkan huruf atau menggabungkan morfem, baru dapat dinyatakan sebagai kata bila bentukan itu memunyai makna.
2.1.2 Proses Morfologis Proses morfologi pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (dalam proses afiksasi), pengulangan (dalam proses reduplikasi), penggabungan (dalam proses komposisi), pemendekan (dalam proses akronimisasi), dan pengubahan status (dalam proses konversi) (Chaer, 2008: 25).
Proses morfologis ialah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain (Samsuri, 1994: 190). Selanjutnya, proses morfologis adalah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya. Proses morfologi dalam bahasa Indonesia terbagi atas tiga proses yakni, proses pembubuhan afiks (afiksasi), proses pengulangan (reduplikasi), dan proses pemajemukan (komposisi) (Ramlan, 1987: 51-52).
14
2.2 Afiks Bahasa Indonesia Afiks sangat berperan penting dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia. Hal itu dikarenakan, proses afiksasi merupakan proses pembentukan kata yang sangat produktif.
2.2.1 Afiks Afiks adalah suatu satuan gramatik terikat yang di dalam suatu kata merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru (Ramlan, 1987: 55).
Afiks ialah bentuk kebahasaan terikat yang hanya memunyai arti gramatikal, yang merupakan unsur langsung suatu kata, tetapi bukan merupakan bentuk dasar, yang memiliki kesanggupan untuk membentuk kata-kata baru (Muslich, 2009: 41).
Berdasarkan asalnya, afiks dalam bahasa Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut (Putrayasa, 2008: 9). 1) Afiks asli, yaitu afiks yang bersumber dari bahasa Indonesia. Misalnya, {meN-}, {ber-}, { ter-}, { -el-}, {-em-},{ -er-},{ -i},{-kan}, dan lain-lain. 2) Afiks serapan, yaitu afiks yang bersumber dari bahasa asing ataupun bahasa daerah. Misalnya, {-man}, {-wan}, {-isme}, {-isasi}, dan lain-lain.
15
Dari segi penempatannya, afiks bahasa Indonesia terbagi menjadi enam jenis, yaitu 1. afiks yang terletak pada awal kata yang lazim disebut awalan (prefiks) (Kridalaksana, 1996: 28; Putrayasa, 2008: 7). Contohnya: {meN-}, {ber-}, {ter-}, {pe-}, {per-}, dan {se-}; 2. afiks yang diletakkan di belakang kata dasar yang lazim disebut akhiran (sufiks) (Kridalaksana, 1996: 29; Putrayasa, 2008: 7). Contohnya: {-an}, {-kan}, dan {-i}; 3. afiks yang terletak di dalam bentuk dasar yang lazim disebut sisipan (infiks) (Kridalaksana, 1996: 28; Putrayasa, 2008: 7). Contohnya: {-el-}, {-er-}, {-em-}, dan {-in-}; 4. afiks yang terletak pada awal dan akhir sekaligus atau yang lazim disebut gabungan imbuhan (konfiks) (Kridalaksana, 1996: 29; Putrayasa, 2008: 7; Alwi, dkk., 2003: 31). Contohnya: {ke-an}, {peN-an}, {per-an}, {ber-an}; 5. afiks yang dimanifestasikan dengan ciri-ciri suprasegmental yang dileburkan pada dasar yang lazim disebut simulfiks . Dalam bahasa Indonesia simulfiks dimanifestasikan dengan nasalisasi dari fonem pertama suatu bentuk dasar, dan fungsinya ialah membentuk verba atau memverbalkan nomina, adjektiva atau kelas kata lain. Contohnya terdapat dalam bahasa Indonesia nonstandar, seperti kopi – mgopi, soto – nyoto, sate – nyate, kebut – ngebut (Kridalaksana, 1996: 29); 6. Imbuhan gabungan atau kombinasi afiks, yaitu kombinasi dari dua afiks atau lebih yang bergabung dengan dasar. Afiks ini bukan jenis afiks yang khusus, dan hanya merupakan gabungan beberapa afiks yang memunyai bentuk dan
16
makna gramatikal tersendiri, muncul secara bersama pada bentuk dasar, tetapi berasal dari proses yang berlainan, atau muncul secara bertahap (tidak serentak) (Kridalaksana, 1996: 29; Putrayasa, 2008: 8). Contohnya: {meNkan}, {meN-i}, {memper-kan}, {memper-i}, {ber-kan}, {ter-kan}, {di-kan}, {per-kan}, {diper-kan}, {peN-an}, dan {se-nya}.
2.2.2 Proses Pembubuhan Afiks (Afiksasi) Proses pembubuhan afiks (afiksasi) ialah peristiwa pembentukan kata dengan jalan membubuhkan afiks pada bentuk dasar (Muslich, 2009: 38). Selanjutnya, Proses pembubuhan afiks ialah pembubuhan afiks pada sesuatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata (Ramlan, 1987: 54). Afiksasi atau pengimbuhan adalah proses pembentukan kata dengan membubuhkan afiks (imbuhan) pada bentuk dasar, baik bentuk dasar tunggal maupun kompleks (Putrayasa, 2008: 5). Misalnya, pembentukan afiks {meN-} pada bentuk dasar jual menjadi menjual, benci menjadi membenci, masak menjadi memasak, dan sebagainya.
Di samping dapat menempel pada bentuk dasar yang bermorfem tunggal (monomorfemis) afiks juga dapat membubuhkan diri pada bentuk dasar yang bermorfem lebih dari satu (polimorfemis). Misalnya, pembubuhan afiks {ber-} pada bentuk dasar satu padu sehingga menjadi bersatu padu; pembubuhan afiks {meN-} pada bentuk dasar babi buta sehingga menjadi membabi buta (Muslich, 2009: 38).
17
2.2.3 Jenis-Jenis Afiks Terdapat beberapa afiks dalam bahasa Indonesia, yakni prefiks (awalan), infiks (sisipan), sufiks (akhiran), konfiks, simulfiks, dan kombinasi afiks. a) Prefiks (Awalan) Prefiks merupakan salah satu jenis afiks yang produktif. Prefiks atau awalan adalah afiks yang ditempatkan di bagian muka suatu kata dasar (Alwi, dkk., 2003: 31). Misalnya, prefiks {-ber} pada kata bermain, bersiul, berjalan, bergurau, belajar. Berikut ini diuraikan jenis-jenis prefiks dalam bahasa Indonesia yang meliputi prefiks {ber-}, {per-}, {ke-}, {se-}, {pe-}, {peN-}, {di-}, {meN-}, dan {ter-}. 1) Prefiks {-ber} Dalam pembentukan kata, prefiks {-ber} mengalami perubahan bentuk sesuai dengan kondisi morfem yang mengikutinya (morfofonemik). Terdapat tiga bentuk yang dapat terjadi jika prefiks {ber-} diletakkan pada bentuk dasar. Ketiga bentuk tersebut adalah {be-}, {ber-}, dan {bel-} (Putrayasa, 2008: 17; Chaer, 2008: 46). Kaidah pembentukan prefiks {ber-} adalah sebagai berikut. a) Prefiks {ber-} berubah menjadi {be-} jika ditempatkan pada bentuk dasar yang bermula dengan fonem /r/ atau bentuk dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /er/. Misalnya: ber- + serta
beserta
ber- + runding
berunding
ber- + kerja
bekerja
18
b) Prefiks {ber-} berubah menjadi {ber-} (tidak mengalami perubahan) jika ditempatkan pada bentuk dasar yang suku pertamanya tidak bermula dengan fonem /r/ atau suku kata pertamanya tidak mengandung /er/. Misalnya: ber- + main
bermain
ber- + kerudung
berkerudung
ber- + dasi
berdasi
c) Prefiks {ber-} berubah menjadi {bel-} jika dilekatkan pada bentuk dasar ajar. ber- + ajar
Prefiks {ber-} juga dapat
belajar
membentuk makna gramatikal akibat
pertemuannya dengan kata dasar yang dapat digolongkan sebagai berikut (Chaer, 2008: 107-112). a) Menyatakan makna ‘memunyai, memiliki atau ada’. Prefiks {ber-} menyatakan makna ‘memunyai, memiliki atau ada’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna (+ benda), (+ milik), dan atau (+ bagian). Contoh: Budi beristri dua. b) Menyatakan makna ‘memakai atau menggunakan’. Prefiks {ber-} menyatakan makna ‘memakai atau menggunakan’ apabila bentuk dasarnya memunyai komponen makna (+ pakaian) atau (+ perhiasan). Contoh: Aisyah berjilbab biru.
19
c) Menyatakan makna ‘mengendarai, menumpang atau naik’. Prefiks {ber-} menyatakan makna ‘mengendarai, menumpang atau naik’ apabila bentuk dasarnya memiliki kompinen makna (+ kendaraan). Contoh: Rani bersepeda di halaman. d) Menyatakan makna ‘berisi atau mengandung’. Prefiks {ber-} menyatakan makna ‘berisi atau mengandung’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna (+ benda) atau (+ kandungan). Contoh: Makanan itu tidak beracun. e) Menyatakan makna ‘mengeluarkan atau menghasilkan’. Prefiks {ber-} menyatakan makna ‘mengeluarkan atau menghasilkan’ apabila bentuk dasarnya memiliki kompenen makna (+ benda), (+ hasil), atau (+ keluar). Contoh: Pabrik itu tidak berproduksi lagi sejak kemarin. f) Menyatakan makna ‘ mengusahakan atau mengerjakan’. Prefiks {ber-} menyatakan makna ‘mengusahakan atau mengerjakan’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna (+ bidang usaha). Contoh: Hampir semua mata pencaharian penduduk Indonesia adalah bercocok tanam. g) Menyatakan makna ‘melakukan’. Prefiks {ber-} menyatakan makna ‘melakukan kegiatan’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna (+ benda) dan (+ kegiatan).
20
Contoh: Mereka berdiskusi mengenai ketahanan nasional. h) Menyatakan makna ‘mengalami atau berada dalam keadaan’. Prefiks {ber-} menyatakan makna ‘mengalami atau berada dalam keadaan’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna (+ perasaan batin). Contoh: Ani bergembira karena dapat naik kelas. i) Menyatakan makna ‘menyebut atau menyapa’. Prefiks {ber-} menyatakan makna ‘ menyebut atau menyapa’ apabila bentuk dasrnya memiliki komponen makna (+ kerabat) dan (+ sapaan). Contoh: Ia beradik kepadaku. j) Menyatakan makna ‘kumpulan atau kelompok’. Prefiks {ber-} menyatakan makna ‘kumpulan atau kelompok’ apabila bentuk dasrnya memiliki komponen makna (+ jumlah) atau (+ hitungan). Contoh: Mereka berlima adalah penari. k) Menyatakan makna ‘memberi’. Prefiks {ber-} menyatakan makna ‘memberi’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna (+ benda) dan (+ berian). Contoh: Dia diminta berceramah di pertemuan itu.
Chaer (2008: 112) menambahkan bahwa ada sejumlah kata berprefiks {ber-} yang tidak bermakna gramatikal, melainkan bermakna idiomatikal.
21
Misalnya: berpulang dengan makna ‘meninggal’ bersalin dengan makna ‘melahirkan’ bertolak dengan makna ‘melakukan perjalanan’
2) Prefiks {per-} Prefiks {per-} sangat berkaitan erat dengan prefiks {ber-}. Jika kata kerjanya berawalan {ber-} maka kata bendanya menjadi {per-}. Misalnya, pada kata dasar tapa. Bentuk dari kata tersebut adalah bertapa (verba), dan nominanya adalah pertapa. Sekarang, kelas kata nomina {per-} luluh menjadi {pe-} (Putrayasa, 2008: 21). Misalnya: bertapa pertapa petapa bertani pertani petani
Dalam pertemuannya dengan kata dasar verba, prefiks {per-} dapat membentuk makna gramatikal yakni sebagai berikut (Chaer, 2008: 124126). a) Menyatakan makna ‘jadikan lebih’. Prefiks {per-} menyatakan makna ‘jadikan lebih’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna (+ keadaan) atau (+ situasi). Contoh:
pertinggi, artinya ‘jadikan lebih tinggi’
b) Menyatakan makna ‘anggap sebagai’. Prefiks {per-} menyatakan makna ‘anggap sebagai atau jadikan’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna (+ sifat khas).
22
Contoh:
perbudak, artinya ‘anggap sebagai budak’ peristri, artinya ‘jadikan istri’
c) Menyatakan makna ‘bagi’. Prefiks {per-} menyatakan makna ‘bagi’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna (+ jumlah) atau (+ bilangan). Contoh:
perlima, artinya ‘bagi lima’ perseratus, artinya ‘bagi seratus’
3) Prefiks {ke-} Prefiks {ke-} tidak mengalami perubahan bentuk pada saat digabungkan dengan bentuk dasar. Pengimbuhannya dilakukan dengan cara merangkaikannya di depan kata yang diimbuhinya (Chaer, 1998: 258). Hal yang perlu diperhatikan adalah perbedaan antara ke- sebagai prefiks dan sebagai kata depan. Ke- sebagai kata depan kedudukannya sama dengan kata depan di dan dari. Oleh karena itu, sebagai kata depan penulisannya dipisahkan, sedangkan sebagai prefiks penulisannya digabung dengan kata dasar (Putrayasa, 2008: 22).
Pada umumnya prefiks {ke-} melekat pada bentuk dasar yang termasuk golongan kata bilangan, misalnya keempat, kelima, dan seterusnya. Ada juga yang melekat pada bentuk dasar yang bukan kata bilangan, tetapi jumlahnya terbatas (improduktif), seperti kehendak, ketua, kekasih, dan ketahu (Ramlan, 1987: 139).
Afiks {ke-} memiliki makna sebagai berikut (Ramlan,1987:139-140; Kridalaksana, 1989:49-50).
23
a) Menyatakan ‘kumpulan yang terdiri dari jumlah yang tersebut pada bentuk dasar’. Contoh: Ketiga temannya datang ke perkemahan bersama. ‘kumpulan yang terdiri dari tiga orang’. b) Menyatakan ‘urutan’. Contoh: Ia mendapat peringkat ketiga di sekolahnya. c) Menyatakan ‘spontan’. Contoh: Jangan ketawa keras-keras, nanti menganggu orang yang sedang belajar. d) Menyatakan ‘sanggup’. Contoh: Surat itu kebaca oleh anak kecil ini.
4) Prefiks {se-} Prefiks {se-} berasal dari kata sa yang berarti satu, tetapi karena tekanan struktur kata, vokal a dilemahkan menjadi e (Putrayasa, 2008: 23). Prefiks {se-} tidak memunyai variasi bentuk. Pengimbuhannya dilakukan dengan cara merangkaikannya di muka kata yang diimbuhinya (Chaer, 1998: 262). Misalnya:
se- + rumah
serumah
se- + minggu
seminggu
Akibat pertemuannya dengan bentuk dasarnya, prefiks {se-} mengandung makna sebagai berikut (Ramlan, 1987: 136-139). a) Menyatakan makna ‘satu’. Contoh: Budi membawa sekarung beras dari pasar. b) Menyatakan makna ‘seluruh’. Contoh: Seisi rumahnya habis terbakar tadi malam.
24
c) Menyatakan makna ‘sama’. Contoh: Halaman rumahnya sebesar lapangan sepak bola. d) Menyatakan makna ‘setelah’. Contoh: Sesampainya di sekolah.
5) Prefiks {pe-} Prefiks {pe-} tidak mengalami perubahan bentuk pada saat digabungkan dengan bentuk dasar. Prefiks {pe-} termasuk afiks yang produktif. Pengimbuhannya dilakukan dengan cara merangkaikannya di muka kata yang diimbuhinya (Chaer, 1998: 266). Contohnya seperti kata pejalan kaki, petani, pegulat, dan seterusnya.
Prefiks {pe-} kadang-kadang sukar dibedakan dengan prefiks {peN-} karena pada suatu kondisi prefiks {peN-} mungkin kehilangan N-nya, apabila diikuti bentk dasar yang berfonem awal / l, r, y, w, dan nasal /, misalnya pada kata-kata pelerai, pelukis, peramal, perokok, pewaris. Dalam hal ini dapat dipakai suatu petunjuk bahwa prefiks {peN-} pada umumnya bertalian dengan verba berprefiks {meN-}, sedangkan prefiks {pe-} pada umunya bertalian dengan verba berprefiks {ber-} (Ramlan, 1987: 130-131).
Prefiks {pe-} mengandung berbagai makna, yakni sebagai berikut (Ramlan, 1987: 131-132). a) Menyatakan makna ‘yang biasa/pekerjaannya/gemar melakukan pekerjaan yang tersebut pada bentuk dasar’. Contoh: Chris John adalah salah satu petinju kebanggaan Indonesia.
25
b) Menyatakan makna ‘orang yang (pekerjaannya) di...’. Contoh: Para petugas keamanan sudah siap siaga sejak dini hari. c) Menyatakan makna ‘sesuatu yang di...’. Contoh: Ia memelihara ayam petelur.
6) Prefiks {peN-} Dalam proses pembentukan kata prefiks {peN-} mengalami proses morfofonemik seperti prefiks {meN-}. Prefiks {peN-} dapat berubah menjadi {pe-}, {pen-}, {pem-}, {peng-}, {peny-}, dan {penge-} (Chaer, 1998: 266-268). Kaidah perubahan bentuk tersebut adalah sebagai berikut. a) Prefiks {peN-} berubah menjadi {peng-} jika diikuti oleh bentuk dasar yang bermula dengan fonem /k/, /g/, /h/, /kh/, dan semua vokal (a, i, u, e, o). Fonem /k/ tidak diwujudkan tetapi disenyawakan dengan bunyi sengau dari awalan itu atau dengan kata lain mengalami peluluhan, sedangkan konsonan g/, /h/, /kh/, dan semua vokal (a, i, u, e, o) tetap diwujudkan. Contoh: peN- + ambil
pengambil
peN- + garap
penggarap
peN- + harap
pengharap
b) Prefiks {peN-} berubah menjadi {pe-} jika diikuti oleh bentuk dasar yang bermula dengan fonem /l/, /m/, /n/, /ny/, /ng/, /r/, /y/, dan /w/. Contoh: peN- + makan
pemakan
peN- + waris
pewaris
peN- + latih
pelatih
26
c) Prefiks {peN-} berubah menjadi {pen-} jika diikuti oleh bentuk dasar yang bermula dengan fonem /d/ dan /t/. Fonem /t/ mengalami peluluhan, sedangkan fonem /d/ tetap diwujudkan. Contoh: peN- + datang
pendatang
peN- + tanam
penanam
peN- + tukar
penukar
Selain itu sesuai dengan ejaan yang berlaku, {pen-} digunakan juga pada kata-kata yang dimulai dengan fonem konsonan /c/ dan /j/. Contoh: peN- + cetak peN- + jahit
pencetak penjahit
d) Prefiks {peN-} berubah menjadi {pem-} jika diikuti oleh bentuk dasar yang bermula dengan fonem /b/, /p/, dan /f/. Fonem /p/ tidak diwujudkan tetapi mengalami peluluhan dengan bunyi sengau dari prefiks itu. Contoh: peN- + pukul
pemukul
peN- + bantu
pembantu
peN- + fitnah
pemfitnah
e) Prefiks {peN-} berubah menjadi {peny-} jika diikuti oleh bentuk dasar yang bermula dengan fonem /s/. Fonem /s/ itu mengalami peluluhan dengan bunyi sengau prefiks itu. Contoh: peN- + sayang
penyayang
peN- + sadar
penyadar
peN- + saring
penyaring
27
f) Prefiks {peN-} berubah menjadi {penge-} jika diikuti oleh bentuk dasar yang bersuku satu. Contoh: peN- + tik
pengetik
peN- + cek
pengecek
peN- + bom
pengebom
Prefiks {peN-} memunyai berbagai makna yang dapat digolongkan sebagai berikut (Ramlan, 1987: 127-129). a) Menyatakan makna ‘yang (pekerjaannya) melakukan perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar’. Contoh: Kakenya seorang pembela bangsa. b) Menyatakan makna ‘alat yang dipakai untuk melakukan perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar’. Contoh: Toko itu tidak menjual pemotong rumput. c) Menyatakan makna ‘yang memiliki sifat yang tersebut pada bentuk dasar yang berupa adjektiva’. Contoh: Anak itu sangat penakut. d) Menyatakan makna ‘yang menyebabkan adanya sifat yang tersebut pada bentuk dasar yang berupa adjektiva’. Contoh: Ruang kelasnya sudah memakai pendingin ruangan. e) Menyatakan makna ‘yang (pekerjaannya) melakukan perbuatan terhubung dengan benda yang tersebut pada bentuk dasar yang berupa nomina’. Contoh: Nenek moyangku seorang pelaut.
28
7) Prefiks {di-} Prefiks {di-} tidak memunyai variasi bentuk. Bentuknya untuk posisi dan kondisi maa pun sama saja. Hanya perlu diperhatikan adanya di- sebagai prefiks dan sebagai kata depan. Di- sebagai prefiks dilafalkan dan dituliskan serangkai dengan kata yang diimbuhinya, sedangkan di- sebagai kata depan dilafalkan dan dituliskan terpisah dari kata yang mengikutinya (Chaer, 1998: 244-245). Contoh: Dia ditangkap polisi tadi malam. Adik sedang belajar di perpustakaan. Pada kalimat di atas, di- pada kata ditangkap adalah sebuah prefiks, sedangkan di- pada kata di perpustakaan merupakan sebuah kata depan. Prefiks {di-} memunyai makna ‘menyatakan suatu tindakan yang pasif’ (Putrayasa, 2008: 20; Ramlan, 1987: 117).
Sebagai verba pasif, kata
berprefiks {di-} digunakan di dalam kalimat yang pelakunya terletak di belakang verbanya. Contoh: Buku itu dibaca adik Kata dibaca pada kalimat di atas merupakan verba, sedangkan kata adik merupakan pelaku.
8) Prefiks {meN-} Prefiks {meN-} adalah imbuhan yang produktif. Pengimbuhannya dilakukan dengan cara merangkaikannya di muka kata yang diimbuhinya. Dalam pembentukan kata, prefiks {meN-} mengalami perubahan bentuk sesuai dengan kondisi morfem yang mengikutinya. N (nasal) pada prefiks
29
{meN-} tidak bersifat bebas, tetapi akan mengalami perubahan bentuk sesuai dengan inisial morfem yang mengikutinya (Putrayasa, 2008: 10). Prefiks {meN-} memunyai enam variasi bentuk, yaitu {me-}, {mem-}, {men-}, {meny-}, {meng-}, dan {menge-}. Keenam bentuk perubahan prefiks {meN-} tersebut disebut alomorf dari prefiks {meN-}. Kaidah perubahan {meN-} tersebut adalah sebagai berikut (Chaer, 1998: 225227). (1) Prefiks {meN-} berubah menjadi {meng-} jika diikuti oleh bentuk dasar yang bermula dengan fonem /k/, /g/, /h/, /kh/, dan semua vokal (a,i,u,e,o). Pada prefiks ini, fonem /k/ juga mengalami peluluhan. Contoh:
meN- + ambil
mengambil
meN- + kalahkan
mengalahkan
meN- + gulung
menggulung
(2) Prefiks {meN-} dapat berubah menjadi {me-} jika diikuti oleh bentuk dasar yang bermula dengan fonem /l/, /r/, /y/, dan /w/ serta konsonan sengau /m/, /n/, /ny/, dan /ng/. Contoh:
meN- + latih
melatih
meN- + nyatakan
menyatakan
meN- + ramaikan
meramaikan
(3) Prefiks {meN-} dapat berubah menjadi {men-} jika diikuti oleh bentuk dasar yang bermula dengan fonem /d/, dan /t/. Fonem /t/ pada prefiks ini mengalami peluluhan. Contoh:
meN- + datang
mendatang
meN- + tanam
menanam
30
Sesuai dengan ejaan yang berlaku {men-} digunakan juga pada kata yang mulai dengan konsonan /c/, /j/, /sy/,dan /z/. Misalnya seperti pada kata-kata mencegah, menjawab, mensyukuri, menziarahi, dan sebagainya. (4) Prefiks {meN-} berubah menjadi {mem-} jika diikuti oleh bentuk dasar yang bermula dengan fonem /b/, /p/ dan /f/. Pada prefiks {mem-} fonem /p/ akan mengalami peluluhan. Contoh:
meN- + bantu
membantu
meN- + pukul
memukul
meN- + fitnah
memfitnah
(5) Prefiks {meN-} dapat berubah menjadi {meny-} apabila bentuk dasarnya bermula dengan fonem /s/. Fonem /s/ pada prefiks {meny-} akan mengalami peluluhan. Contoh:
meN- + sayangi
menyayangi
meN- + sambar
menyambar
(6) Prefiks {meN-} akan berubah menjadi {menge-} apabila diikuti oleh bentuk dasar yang bersuku satu. Contoh:
meN- + tik
mengetik
meN- + bom
mengebom
meN- + tes
mengetes
Akibat pertemuannya dengan bentuk dasar, maka prefiks {meN-} sebagai unsur pembentuk verba intransitif memunyai beberapa makna, yang dapat digolongkan sebagai berikut (Chaer, 1998: 228-231).
31
a) Menyatakan makna ‘melakukan perbuatan yang disebut kata dasarnya’. Contoh: Anto menendang bola itu. b) Menyatakan makna ‘bekerja dengan alat yang disebut kata dasarnya’. Contoh: Kakek sedang mengail di sungai. c) Menyatakan makna ‘membuat barang yang disebut kata dasarnya’. Contoh: Mereka menulis di atas meja. d) Menyatakan makna ‘bekerja dengan bahan yang disebut kata dasarnya’. Contoh: Ayah mengecat pagar rumah. e) Menyatakan makna ‘memakan, meminum, atau mengisap’. Contoh: Orang itu sangat suka merokok. Untuk mendapatkan makna ‘memakan, meminum, atau mengisap’ penggunaan prefiks {meN-} sangat terbatas pada kata-kata tertentu. Tidak dapat digunakan pada kata-kata lain, walau kata tersebut juga menyatakan makanan atau minuman. Untuk kata-kata itu secara eksplisit harus dinyatakan kata kerjanya. Contoh:
Memakan kue, bukan mengue
f) Menyatakan makna ‘menuju arah’. Contoh: Nelayan tidak dapat melaut di musim seperti ini. g) Menyatakan makna ‘mengeluarkan’. Contoh: Setiap malam anjing itu terus menggonggong. h) Menyatakan makna ‘menjadi’. Contoh: Tubuhnya semakin mengurus.
32
i) Menyatakan makna ‘menjadi lebih’. Contoh: Kata-katanya memperburuk suasana. j) Menyatakan makna ‘menjadi seperti atau berlaku seperti’. Contoh: Dia hanya mematung saja dalam diskusi itu. k) Menyatakan makna ‘menjadikan, menganggap, atau memperlakukan seperti. Contoh: Jangan memperbudak kawan sendiri. l) Menyatakan makna ‘memperingati’. Contoh:
Esok kami akan menghadiri menyeratus hari wafatnya ibumu.
9) Prefiks {ter-} Prefiks {ter-} termasuk awalan yang produktif. Prefiks {ter-} memunyai dua macam bentuk, yaitu {ter-} dan {te-}. Prefiks bentuk {ter-} digunakan pada kata-kata yang tidak dimulai dengan konsonan /r/, seperti terdapat pada kata-kata berikut. ter- + angkat
terangkat
ter- + lena
terlena
Bentuk {te-} digunakan pada kata-kata yang dimulai dengan konsonan /r/, seperti pada kata-kata berikut. ter- + rasa
terasa
ter- + rendam
terendam
(Chaer, 1998: 251-252).
33
Prefiks {ter-} juga dapat berubah menjadi {tel-}. Bentuk {tel-} hanya terjadi pada kata-kata tertentu seperti telanjur dan telentang (Putrayasa, 2008: 19).
Arti atau makna gramatikal dari prefiks {ter-} adalah sebagai berikut (Putrayasa, 2008: 20-21). a) Menyatakan aspek perspektif atau makna ‘sudah/sudah terjadi’. Contoh: Kerajaan Mataram kini terbagi menjadi empat buah kerajaan. b) Menyatakan makna ‘ketidaksengajaan’. Contoh: Bukunya terbawa temannya. c) Menyatakan makna ‘ketiba-tibaan’. Contoh: Aku terbangun di tengah malam. d) Menyatakan makna ‘suatu kemungkinan’. Prefiks {ter-} yang menyatakan makna ‘suatu kemungkinan’ ini, pada umumnya didahului oleh kata negatif tidak atau tak. Contoh:
Rumah mewah itu harganya tidak ternilai. Kedatangan ayahnya kemarin sungguh tak terduga.
e) Menyatakan makna ‘paling’. Prefiks {ter-} dapat menyatakan makna ‘paling’, apabila bentuk dasarnya berupa adjektiva. Contoh:
Gedung itu adalah gedung tertinggi di dunia.
f) Menyatakan makna ‘dapat atau sanggup’. Contoh: Tulisan sekecil ini sudah tidak terbaca oleh kakek.
34
g) Apabila kata dasarnya mengalami reduplikasi, maka prefiks {ter-} dapat menyatakan makna ‘intensitas: kesangatan, perulangan suatu peristiwa’. Contoh: Anak itu terbahak-bahak.
b) Infiks (Sisipan) Infiks atau sisipan adalah afiks yang diselipkan di tengah kata dasar (Alwi, dkk., 2003: 31). Infiksasi dalam bahasa Indonesia kini sudah tidak produktif lagi. Pembubuhan infiks dalam pembentukan kata adalah dengan menyisipkan infiks tersebut di antara konsonan dan vokal pada suku pertama kata dasar. Misalnya:
gigi + {-er-}
= gerigi
tunjuk + {-el-}
= telunjuk
guruh + {-em-}
= gemuruh
Adakalanya dua buah infiks yang tidak sama digunakan bersama-sama pada sebuah kata dasar. Misalnya: getar + {-em-} + {-el-} getuk + {-em-} + {-er-}
= gemeletar = gemeretuk
Pemakaian infiks (sisipan) dalam bahasa Indonesia hanya terbatas pada katakata tertentu. Infiks yang terdapat dalam bahasa Indonesia adalah {-el-}, {em-}, {-er-}, dan {-in-}. 1) Infiks {-el-} Dalam proses pembentukan kata infiks {-el-} tidak mengalami perubahan bentuk (Putrayasa, 1998: 26).
35
Infiks {-el-} menyatakan berbagai makna, antara lain sebagai berikut (Kridalaksana, 1996: 76). a) Menyatakan makna ‘benda yang ...’ Contoh: Anak itu sedang bermain dengan gelembung-gelembung sabun. b) Menyatakan makna ‘alat (instrumentalis)’ Contoh: Telunjuk gadis itu luka tergores pisau. c) Menyatakan makna ‘kumpulan’ Contoh: Geligi anak itu sedang diperiksa oleh dokter gigi.
2) Infiks {-em-} Infiks {-em-} tidak memunyai variasi bentuk, dan merupakan imbuhan yang improduktif. Artinya, tidak digunakan lagi untuk membentuk katakata baru (Chaer, 1998: 284). Infiks {-em-} dapat menyatakan makna ‘berulang-ulamg (frekuentatif)’ (Kridalaksana, 1996: 62). Contoh: Setiap hari aku mendengar gemerincing delman lewat di depan rumahku. Anak itu gemetar ketakutan ketika ketahuan mencuri.
3) Infiks {-er-} Sama halnya dengan infiks {-el-} dan {-em-}, infiks {-er-} juga tidak memunyai variasi bentuk yang lain (Chaer, 1998: 284). Infiks {-er-} mengandung makna sebagai berikut (Kridalaksana, 1996: 76). a) Menyatakan makna ‘alat (instrumentalis)’ Contoh: Seruling itu terbuat dari bambu.
36
b) Menyatakan makna ‘yang ber ...’ Contoh: Gerigi gergaji itu sudah tumpul. Jika dibubuhkan pada bentuk
4) Infiks {-in-} Infiks {-in-} juga tidak mengalami perubahan bentuk saat dibubuhkan pada sebuah kata dasar. Infiks {-in-} dapat menyatakan makna ‘berlangsung beberapa lama (duratif)’ (Kridalaksana, 1996: 62). Contoh: Kita harus menjaga kesinambungan antara kedua pernyataan itu.
c) Sufiks (Akhiran) Sufiks adalah morfem terikat yang ditempatkan di bagian belakang kata (Alwi, dkk.. 2003: 31). Sufiks atau akhiran adalah morfem terikat yang diletakkan di belakang suatu bentuk dasar dalam membentuk kata (Putrayasa, 2008: 27).
Sufiks-sufiks dalam bahasa Indonesia, yaitu sufiks {-an}, {-i}, {-kan}, {nya}, {-in}, {-al}, {-il}, {-iah},{-if}, {-ik}, {-is}, {-istis}, {-at}, {-si}, {-ika}, {-ir}, {-ur}, {-ris},{-us}, {-isme}, {-is}, {-isasi}, {-isida}, {-ita}, {-or}dan {-tas} (Kridalaksana, 1996: 64-81). Sufiks-sufiks tersebut akan dijelaskan di bawah ini. 1) Sufiks {-an} Penggunaan sufiks {-an} dalam pembentukan kata bahasa Indonesia sangat produktif. Dalam proses pembentukan kata, sufiks {-an} tidak mengalami perubahan bentuk. Jadi, untuk situasi dan kondisi mana pun bentuknya tetap {-an} (Chaer, 1998: 204). Kata-kata bersufiks {-an}
37
memunyai beberapa makna yang dapat digolongkan sebagai berikut (Kridalaksana, 1996: 67; Putrayasa, 2008: 28). a) Menyatakan makna ‘tempat’ Contoh: Tempat itu sudah dijadikan pangkalan perahu b) Menyatakan makna ‘kumpulan atau seluruh’ Contoh: Seluruh daratan Eropa sudah dikuasai tentara sekutu. c) Menyatakan makna ‘alat atau perkakas’ Contoh: Ayah pergi ke pasar membeli timbangan. d) Menyatakan makna ‘hal atau cara’ Contoh: Anak yang saleh itu didikan orang tuanya. e) Menyatakan makna ‘akibat atau hasil perbuatan’ Contoh: Ia pasti akan mendapatkan hukuman yang setimpal. f) Menyatakan makna ‘menyerupai atau tiruan dari’ Contoh: Anak-anak itu bermain kuda-kudaan. g) Menyatakan makna ‘sesuatu yang di ... atau sesuatu yang telah ... seperti disebut bentuk dasar’ Contoh: Pemerintah mengeluarkan larangan mengirim emas ke luar negeri. h) Menyatakan makna ‘tiap-tiap’ Contoh: Lampung post adalah salah satu surat kabar harian. i) Menyatakan makna ‘sesuatu yang memunyai sifat sebagai yang disebut pada kata dasar’ Contoh: Ibu membuat manisan salak di rumah.
38
j) Menyatakan makna ‘intensitas; kuantitas atau kualitas’ Contoh: Buah-buahan di pasar pagi ini terlihat segar. k) Menyatakan makna ‘yang bernilai/jumlah’ Contoh:
Ratusan mahasiswa berkumpul di depan Istana Presiden untuk melakukan unjuk rasa.
Selain makna-makna yag telah dijabarkan di atas, sufiks {-kan} juga menyatakan makna ‘sekitar’ (Ramlan, 1987: 156). Contoh: Tahun 50-an
2) Sufiks {-i} Sufiks {-i} juga tidak memunyai variasi bentuk. Pengimbuhannya dilakukan dengan merangkaikannya di belakang kata yang diimbuhinya. Hal yang perlu diperhatikan kata-kata yang berakhir dengan fonem /l/ tidak dapat diberi sufiks {-i} (Chaer, 1998: 201). Sufiks {-i} memunyai beberapa makna, yang dapat digolongkan sebagai berikut (Ramlan, 1987: 149-152). a) Menyatakan makna ‘perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar itu dilakukan berulang-ulang’ Contoh: Mereka mencabuti rumput di tamanku. b) Menyatakan makna ‘memberi apa yang tersebut pada bentuk dasar pada . . .’ Contoh: Bapak Lurah sedang menandatangani surat.
39
c) Menyatakan makna ‘tempat’ Para petani sedang menanami sawahnya. ‘menanam di
Contoh:
sawah’ d) Menyatakan makna ‘kausatif’ Contoh: Sebelum keluar rumah, wanita itu selalu memerahi bibirnya dengan lipstik. ‘menyebabkan merah’
Sufiks {-i} juga memunyai alomorf, seperti {-i}, {-wi}, dan {-ni}. Makna yang terkandung sufiks {-i} pembentuk adjektiva ini ialah ‘bersangkutan dengan’ (Kridalaksana, 1996: 66). Contoh: Setiap manusia harus mempertimbangkan hal-hal surgawi.
3) Sufiks {-kan} Sufiks {-kan} tidak mengalami perubahan bentuk saat dibubuhkan pada kata dasar (Putrayasa, 2008: 28). Akibat pertemuannya dengan bentuk dasar, sufiks {-kan} memunyai beberapa makna yang dpaat digolongkan sebagai berikut (Chaer, 1998: 198-200). a) Menyatakan makna ‘sebabkan jadi’ Contoh: Mereka harus kita damaikan. b) Menyatakan makna ‘sebabkan jadi berada’ Contoh: Pinggirkan dulu mobil itu! c) Menyatakan makna ‘lakukan akan ...’ Contoh: Jangan bidikkan pistol itu kepadaku. d) Menyatakan makna ‘lakukan untuk orang lain’ Contoh: Tolong bukakan pintunya.
40
e) Menyatakan makna ‘bawa masuk ke ...’ Contoh: Asramakan saja mereka berdua itu.
4) Sufiks {-nya} Sufiks {-nya} tidak memunyai variasi bentuk. Jadi, untuk situasi dan kondisi mana pun bentuknya sama (Chaer, 1998: 208). Dalam bahasa Indonesia, perlu diperhatikan adanya dua macam {–nya}, yaitu sebagai berikut (Chaer, 1998: 208; Chaer, 2008: 163). Pertama, {-nya} sebagai pronomina persona ketiga tunggal yang berlaku objek atau pemilik. Contoh: Bukunya sudah tak layak pakai. Kedua, {-nya} sebagai sufiks (akhiran) sebagai pembentuk nomina dengan makna gramatikal sebagai berikut (Chaer, 2008: 163-164): (1) Menyatakan makna ‘hal (dasar)’ Nomina bersufiks {-nya} memiliki makna gramatikal ‘hal’ jika bentuk dasarnya memiliki komponen makna (+ keadaan). Seperti kata-kata naiknya, mahalnya, luasnya, turunnya, dan sebagainya. Contoh: Turunnya harga beras menggembirakan rakyat. (2) Menyatakan makna ‘penegasan’ Nomina bersufiks {-nya}memiliki makna gramatikal ‘penegasan’ jika bentuk dasarnya memiliki momponen makna (+ bendaan) atau (+ tindakan), seperti kata-kata nasinya, airnya, pulangnya, datangnya, dan sebagainya. Contoh: Jangan lupa, pulangnya beli oleh-oleh. ‘penegasan’
41
5) Sufiks {-in} Dalam pembentukan kata verba, sufiks {-in} tidak mengalami perubahan bentuk. Biasanya sufiks ini hanya digunakan pada ragam non standar atau tidak baku. Dalam pembentukan kata verba, sufiks {-in} mengandung berbagai makna, yakni sebagai berikut (Kridalaksana, 1996: 50-51). a) Menyatakan makna ‘melakukan untuk orang lain (benefaktif)’ Contoh: Bikinin saya kemeja dari kain batik itu. b) Menyatakan makna ‘menandai objek’ Contoh: Jagain anakku sebentar. c) Menyatakan makna ‘membuat jadi’ Contoh: Bagusin sedikit gambarmu ini. d) Menyatakan makna ‘menjadikan’ Contoh: Kau apain dia sampai menangis seperti itu. e) Menyatakan makna ‘dijadikan’ Contoh: Giniin saja supaya lebih rapi. f) Menyatakan makna ‘arahkan ke’ Contoh: Tolong ke depanin kertas ulanganku ini.
6) Sufiks {-al} Dalam pembentukan kata, sufiks {-al} juga tidak mengalami perubahan bentuk. Sufiks {-al} mengandung makna ‘bersangkutan dengan’ (Kridalaksana, 1996: 64). Contoh: Untuk membangun rumah dibutuhkan banyak material. Pasangan pengantin itu nampak sangat ideal.
42
7) Sufiks {-il} Sama halnya dengan sufiks {-al}, sufiks {-il} juga tidak mengalami perubahan bentuk. Sufiks {-il} mengandung makna ‘bersangkutan dengan’ (Kridalaksana, 1996: 64). Contoh: Segi-segi materiil dibicarakan dalam sidang pleno. Prinsip-prinsip yang idiil itu dituangkan dalam undang-undang.
8) Sufiks {-iah} Sufiks {-iah} tidak memunyai variasi bentuk, sehingga dalam kondisi apa pun bentuk sufiks ini tetaplah menjadi {-iah}. Makna dari sufiks {-iah} ialah ‘bersangkutan dengan’ (Kridalaksana, 1996: 65). Contoh: Kecantikan alamiah dimiliki oleh gadis-gadis desa. Banyak kata dalam bahasa Inggris yang tidak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia secara harfiah.
9) Sufiks {-if} Dalam pembentukan kata, sufiks {-if} juga tidak mengalami perubahan bentuk. Sufiks {-if} mengandung makna ‘bersangkutan dengan’ (Kridalaksana, 1996: 65). Contoh: Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Kegiatan belajar mengajar harus berjalan secara efektif dan efisien.
10) Sufiks {-ik} Pengimbuhan sufiks {-ik} dilakukan dengan membubuhkannya di belakang kata dasar. Sufiks {-ik} tidak mengalami perubahan bentuk.
43
Makna yang terkandung dalam sufiks {-ik} ialah ‘bersangkutan dengan’ (Kridalaksana, 1996: 65). Contoh: Sikap patriotik harus ditanamkan dalam jiwa anak sejak usia dini.
11) Sufiks {-is} Sama halnya dengan sufiks {-ik}, sufiks {-is} juga tidak mengalami perubahan bentuk. Sufiks {-is} mengandung makna ‘bersangkutan dengan’ (Kridalaksana, 1996: 65-66). Contoh: Peristiwa itu dibeberkan secara kronologis oleh komandannya. Pemotong kuku itu sangat praktis untuk digunakan anak-anak.
12) Sufiks {-istis} Dalam proses pembentukan kata bahasa Indonesia, sufiks {-istis} tidak mengalami perubahan bentuk. Sufiks {-istis} mengandung makna ‘memunyai atau bersifat’ (Kridalaksana, 1996: 66). Contoh: Perempuan itu sangat materialistis.
13) Sufiks {-at} Sufiks {-at} juga tidak mengalami perubahan bentuk. Sufiks {-at} mengandung makna ‘pelaku jamak feminin’ (Kridalaksana, 1996: 77). Contoh: Selamat datang kami sampaikan kepada para hadirin dan hadirat.
44
14) Sufiks {-si} Dalam proses pembubuhan afiks pada bentuk dasar, sufiks ini tidak mengalami perubahan bentuk. Makna yang terkandung dalam sufiks {-si} ialah ‘pelaku jamak’ (Kridalaksana, 1996: 77). Contoh: Para politisi di negeri ini melempem saja.
15) Sufiks {-ika} Sufiks {-ika} juga tidak mengalami perubahan bentuk jika dibubuhkan pada bentuk dasar. Sufiks {-ika} mengandung makna ‘penanda bidang ilmu’ (Kridalaksana, 1996: 77). Contoh: Fisika adalah mata pelajaran yang paling tidak saya sukai. Ayahnya seorang guru matematika.
16) Sufiks {-ir} Sufiks {-ir} jika dibubuhkan pada bentuk dasar bentuknya akan tetap menjadi {-ir}. Sufiks {-ir} mengandung makna ‘pelaku’ (Kridalaksana, 1996: 77-78). Contoh: Para importir merasa keberatan dengan dinaikkannya bea masuk.
17) Sufiks {-ur} Dalam pembentukan kata, sufiks {-ur} tidak mengalami perubahan bentuk. Sufiks {-ur} mengandung makna ‘pelaku maskulin’ dan ‘sistem’ (Kridalaksana, 1996: 78).
45
Contoh: Redaktur majalah Inayah menerima banyak surat. ‘pelaku maskulin’ Usaha kaum komunis mendirikan diktatur proletariat digagalkan kaum sosialis. ‘sistem’ 18) Sufiks {-ris} Dalam pembentukan kata, sufiks {-ris} tidak mengalami perubahan bentuk. Sufiks {-ris} mengandung makna ‘pelaku feminin’ (Kridalaksana, 1996: 78). Contoh: Rebecca Giling, aktris jelita dari Australia, membintangi film seri ‘Return to Eden’.
19) Sufiks {-us} Sufiks {-us} jika dibubuhkan pada sebuah kata dasar bentuknya tidak berubah atau tetap menjadi {-us}. Sufiks {-us} mengandung makna ‘pelaku tunggal, orang yang bergerak dalam bidang’ (Kridalaksana, 1996: 78). Contoh: Ia ingin menjadi politikus ulung. Cita-citanya menjadi komikus internasional.
20) Sufiks {-isme} Sufiks {-isme} juga tidak mengalami perubahan bentuk saat dibubuhkan pada bentuk dasar. Makna yang terkandung dalam sufiks {-isme} ialah ‘paham’ dan ‘kebiasaan atau gaya hidup yang kurang baik’ (Kridalaksana, 1996: 78-79).
46
Contoh: Pemuda-pemuda kita menghadapi bahaya yang datang dari individualisme, hedonisme, laikisme, dan sekularisme.
21) Sufiks {-is} Sufiks {-is} tidak mengalami perubahan bentuk jika dibubuhkan pada bentuk dasar. Sufiks {-is} mengandung makna ‘orang yang bersangkutan dengan . . .’ (Kridalaksana, 1996: 79). Contoh: Apakah kedudukan kaum kapitalis makin kuat pada masa itu?
22) Sufiks {-isasi} Sufiks {-isasi} tidak mengalami perubahan bentuk saat dibubuhkan pada sebuah bentuk dasar. Sufiks {-isasi} mengandung makna ‘proses’ (Kridalaksana, 1996: 79). Contoh: Anton sangat aktif dalam organisasi kemahasiswaan. Pemerintah sedang melaksanakan spesialisasi dalam bidang kepariwisataan.
23) Sufiks {-isida} Sufiks {-isida} juga tidak mengalami perubahan bentuk saat dibubuhkan dengan bentuk dasar. Makna yang terkandung dalam sufiks {-isida} ialah ‘pembunuh’ (Kridalaksana, 1996: 79-80). Contoh: Fungisida digunakan untuk mengendalikan jamur. Efek samping dari insektisida itu terjadi ketika pemberantasan malaria sedang dilakukan besar-besaran.
47
24) Sufiks {-ita} Dalam pembentukan kata, sufiks {-ita} juga tidak mengalami perubahan bentuk. Sufiks {-ita} mengandung makna ‘wanita’ (Kridalaksana, 1996: 80). Contoh: Madona adalah biduanita yang paling banyak penggemarnya.
25) Sufiks {-or} Sufiks {-or} juga tidak mengalami perubahan bentuk. Sufiks {-or} mengandung
makna
‘pelaku
maskulin
(dengan
nuansa
unggul)’
(Kridalaksana, 1996: 80). Contoh: Aktor terbaik yang mendapat piala citra pada tahun 2011 adalah Reza Rahardian.
26) Sufiks {-tas} Sufiks {-tas} juga tidak mengalami perubahan bentuk jika dibubuhkan pada bentuk dasar. Sufiks {-tas} mengandung makna ‘abstrak’ (Kridalaksana, 1996: 80). Contoh: Berenang merupakan salah satu aktivitas yang digemari para remaja. Kita harus menghadapi realitas yang ada.
d) Konfiks (Imbuhan Terbelah) Konfiks adalah kesatuan afiks yang secara bersama-sama membentuk sebuah kelas kata (Putrayasa, 2008: 36). Konfiks diimbuhkan secara serentak atau bersamaan pada bentuk dasar. Konfiks adalah satu morfem dengan satu makna gramatikal (Kridalaksana, 1996: 29). Berikut ini akan diuraikan konfiks-
48
konfiks dalam bahasa Indonesia, yang meliputi konfiks {ke-an}, {per-an}, {peN-an}, {ber-an}, {se-nya}, dan {ber-R} (Ramlan, 1987: 158-175; Kridalaksana, 1996: 47-82). 1) Konfiks {ke-an} Konfiks {ke-an} adalah gabungan prefiks {-ke} dan sufiks {-an} yang secara bersama-sama atau serentak diimbuhkan pada sebuah kata dasar atau bentuk dasar (Chaer, 1998: 260). Umpamanya pada kata dasar nakal yang sekaligus diimbuhkan prefiks {-ke} dan sufiks {-an} itu sehingga langsung menjadi kata kenakalan.
Makna yang didapat konfiks {ke-an} sebagai hasil pengimbuhannya, antara lain sebagai berikut (Chaer, 1998: 260-262; Kridalaksana, 1996: 6073). a) Menyatakan makna ‘hal atau peristiwa’ Contoh: Kedatangan beliau disambut oleh ketua panitia. Keterlambatan akan merugikan diri sendiri. b) Menyatakan makna ‘tempat atau wilayah’ Contoh: Ibu pergi ke kelurahan untuk mengurus kartu tanda penduduk. Ayahnya bekerja di kedutaan Australia. c) Menyatakan makna ‘sedikit bersifat atau keadaan’ Contoh: Wajahnya lesu kepucatan. Warna bajunya kuning kehijauan. d) Menyatakan makna ‘kena, mengalami, atau tidak sengaja’ Contoh: Tanpa baju tebal kita akan kedinginan di daerah itu. Pada musim hujan Jakarta sering kebanjiran.
49
e) Menyatakan makna ‘terlalu’ Contoh: Baju ayah tentu kebesaran bagi adik. f) Menyatakan makna ‘hal atau masalah’ Contoh: Dunia kepariwisataan di Indonesia semakin baik. Ayahku seorang ahli kehutanan. g) Menyatakan makna ‘tak sengaja’ Contoh: Anak itu kedapatan sedang mencuri mangga. Rumah yang kita tuju sudah kelewatan sejak tadi. h) Menyatakan makna ‘terkena, menderita (aflektif)’ Contoh: Secara kebetulan ia berpapasan dengan orang yang dicarinya. Kemarin malam orang kaya itu kemalingan. i) Menyatakan makna ‘proses’ Contoh:
Kebakaran di pabrik itu mengundang banyak perhatian masyarakat.
j) Menyatakan makna ‘hasil’ Contoh: Keputusan rapat itu diumumkan kemarin. k) Menyatakan makna ‘abstrak, derajat, tingkat’ Contoh: Kekayaan orang itu sudah tidak terhitung lagi. Kerugian negara akibat korupsi sangat besar.
2) Konfiks {per-an} Konfiks {per-an} memunyai tiga macam bentuk, yaitu {per-an}, {pe-an}, dan {pel-an}. Kaidah penggunaannya adalah sebagai berikut (Chaer, 1998: 279-280).
50
a) Konfiks {per-an} Konfiks {per-an} dapat digunakan pada kata dasar yang berupa verba dan adjektiva, yang verba berimbuhannya berprefiks {ber-} atau berimbuhan gabung {memper-}, {memper-i} atau {memper-kan} . Misalnya pada kata-kata seperti perdagangan, pertanian, persembahan, dan sebagainya. Selain itu, konfiks {per-an} dapat juga digunakan pada nomina yang menyatakan makna ‘tentang atau masalah’. Misalnya pada kata-kata seperti perkotaan, pertokoan, perindustrian, dan sebagainya. b) Konfiks {pe-an} Konfiks {pe-an} dapat digunakan pada: (a) verba berprefiks {ber-} dalam bentuk {be-}. Seperti pada kata-kata pekerjaan dan peternakan; dan (b) nomina yang menyatakan ‘tempat, wilayah atau daerah’. Seperti pada kata pegunungan, pedalaman, pedesaan, dan sebagainya. c) Konfiks {pel-an} Konfiks {pel-an} dapat digunakan hanya pada kata ajar, yaitu menjadi pelajaran.
Konfiks {per-an} mengandung berbagai makna yang di dapat sebagai hasil pengimbuhannya, yakni sebagai berikut (Chaer, 1998: 280-281; Ramlan, 1987: 169-171). a) Menyatakan makna ‘hal melakukan’ Contoh: Perbaikan mobil ini memerlukan waktu dua hari. b) Menyatakan makna ‘hal, tentang, atau masalah’ Contoh: Perekonomian menjadi bahan pembicaraan utama saat ini.
51
c) Menyatakan makna ‘tempat kejadian’ Contoh: Akhirnya mereka keluar juga dari tempat persembunyian. d) Menyatakan makna ‘kawasan, wilayah, atau daerah’ Contoh: Mereka tinggal di perdesaan. e) Menyatakan makna ‘berbagai-bagai’ Contoh: Tidak perlu khawatir akan kekurangan makanan, perbekalan kita masih banyak.
3) Konfiks {peN-an} Konfiks {peN-an} adalah prefiks {peN-} dan sufiks {-an} yang diimbuhkan secara bersamaan pada sebuah kata atau bentuk dasar. Konfiks {peN-an} memunyai enam macam bentuk, yaitu {pe-an}, {peman}, {pen-an}, {peny-an}, {peng-an} dan {penge-an}. Kaidah morfofonemik pembentukan konfiks {peN-an} di atas akan dijabarkan sebagai berikut (Chaer, 1998: 274-275). (1) Bentuk {pe-an} digunakan pada kata-kata yang dimulai dengan konsonan /l/, /r/, /w/, /y/, /m/, /n/, /ng/, dan /ny/. Misalnya seperti pada kata pelarian, perawatan, penantian, dan sebagainya. (2) Bentuk {pem-an} digunakan pada kata-kata yang dimulai dengan konsonan /b/ dan /p/. Konsonan /p/ akan diluluhkan dengan bunyi sengau dari afiks itu. Seperti pada kata pembinaan, pemisahan, pemotongan, dan sebagainya. (3) Bentuk {pen-an} digunakan pada kata-kata yang dimulai dengan konsonan /d/ dan /t/. Konsonan /t/ pada konfiks ini akan diluluhkan. Misalnya pada kata pendirian, penentuan, penembakan, dan
52
sebagainya. Selain itu, bentuk {pen-an} digunakan juga pada kata-kata yang dimulai dengan konsonan /c/ dan /j/. Misalnya pada kata penjualan, pencegahan, pencarian, dan sebagainya. (4) Bentuk {peny-an} digunakan pada kata-kata yang dimulai dengan konsonan /s/, dan konsonan /s/ itu diluluhkan dengan bunyi sengau dari afiks tersebut. Misalnya pada kata penyaringan, penyetoran, penyusunan, dan sebagainya. (5) Bentuk {peng-an} digunakan pada kata-kata yang dimulai dengan konsonan /k/, /kh/, /h/, /g/, serta vokal (a, i, u, e, o). Konsonan /k/ pada bentuk ini diluluhkan dengan bunyi nasal dari imbuhan itu. Misalnya pada kata pengiriman, penghabisan, pengairan, dan sebagainya. (6) Bentuk {penge-an} digunakan pada kata-kata yang hanya bersuku satu. Misalnya pada kata pengetikan, pengelasan, pengesahan, dan sebagainya.
Akibat pertemuannya dengan bentuk dasar, konfiks {peN-an} memunyai berbagai-bagai makna, yakni sebagai berikut (Ramlan, 1987: 163-166; Chaer, 1998: 275-276). a) Menyatakan makna ‘hal melakukan perbuatan yang tersebut pada kata yang sejalan’ atau ‘abstraksi dari perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar’ Contoh: Ia bertugas di bagian pembelian alat-alat kantor. b) Menyatakan makna ‘cara melakukan perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar’ Contoh: Malam itu penampilan mereka sangat mengesankan.
53
c) Menyatakan makna ‘hasil perbuatan yang tersebut pada kata yang sejalan’ atau dengan kata lain menyatakan ‘apa-apa yang di . . .’ Contoh: Ayahnya menolak pemberian orang asing itu. d) Menyatakan makna ‘alat yang digunakan untuk melakukan perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar’ Contoh: Pendengarannya sudah agak kabur. e) Menyatakan makna ‘tempat melakukan perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar’ Contoh: Bung Karno dibawa ke pengasingan oleh penjajah. f) Menyatakan makna ‘proses’ Contoh: Pembayaran dilakukan secara bertahap.
4) Konfiks {ber-an} Pembentukan kata dengan menggunakan konfiks {ber-an} yaitu berupa prefiks {ber-} dan sufiks {-an} itu diimbuhkan secara bersamaan (serentak) pada sebuah bentuk dasar, seperti pada kata bermunculan (Chaer, 2008: 112). Konfiks {ber-an} berfungsi sebagai pembentuk verba. Konfiks {ber-an} memunyai beberapa makna, yakni sebagai berikut (Ramlan, 1987: 173174). a) Menyatakan makna ‘perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar dilakukan oleh banyak pelaku, berturut-turut’ Contoh: Daun-daun mulai berjatuhan pada awal musim ini.
54
b) Menyatakan makna ‘perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar dilakukan berulang-ulang’ Contoh: Anak-anak berlompatan ke luar dan saling mengejar. c) Menyatakan makna ‘saling’ Contoh: Oni berpapasan dengan Budi di depan gerbang sekolah. Selama di asrama ia berkirim-kiriman
surat dengan
keluarganya.
5) Konfiks {se-nya} Pada
umumnya
konfiks
{se-nya}
berkombinasi
dengan
proses
pengulangan/reduplikasi. Misalnya pada kata sepenuh-penuhnya, sekuatkuatnya, setinggi-tingginya, dan sebagainya (Ramlan, 1987: 174). Konfiks {se-nya} juga dapat berfungsi sebagai kata penghubung, seperti pada kata sebenarnya, sesungguhnya, seharusnya, dan lain-lain (Chaer, 1998:265). Akibat pertemuannya dengan bentuk dasar, konfiks {se-nya} menyatakan makna ‘tingkat yang paling tinggi yang dapat dicapai’ atau lazim disebut ‘superlatif’ (Ramlan, 1987: 175). Contoh: Sepenuh-penuhnya artinya ‘tingkat penuh yang paling tinggi yang dapat dicapai’ ; ‘sepenuh mungkin’ Setinggi-tingginya artinya ‘tingkat tinggi yang paling tinggi yang dapat dicapai’ ; ‘setinggi mungkin’
55
6) Konfiks {ber-R} Konfiks {ber-R} adalah prefiks {ber-} yang diimbuhkan pada sebuah bentuk dasar atau kata dasar yang sudah mengalami proses pengulangan (reduplikasi), seperti pada kata berdua-dua, berjuta-juta, berhari-hari, bertahun-tahun, dan sebagainya. Konfiks {ber-R} dapat menyatakan makna sebagai berikut (Kridalaksana, 1996: 47-82). a) Menyatakan makna ‘berkelompok menjadi’ Contoh: Mereka masuk kelas berdua-dua. b) Menyatakan makna ‘dalam keadaan’ Contoh: Karena tak ada pekerjaan, maka ia bermalas-malas saja. Sebelum jatuh miskin, anak bungsu itu hanya berfoya-foya saja. c) Menyatakan makna ‘kuantitatif tak tentu, tidak terhitung’ Contoh: Ibu itu sudah berhari-hari menunggu kepulangan anaknya. Bencana alam di Bangladesh menghabiskan harta benda berjuta-juta dolar dan menyengsarakan beribu-ribu penduduk.
e) Simulfiks {-N} Simulfiks adalah afiks yang dimanifestasikan dengan ciri-ciri segmental yang dileburkan pada bentuk dasar. Dalam bahasa Indonesia, simulfiks dimanifesasikan dengan nasalisasi dari fonem pertama suatu bentuk dasar. Simulfiks hanya lazim terdapat pada ragam bahasa Indonesia nonstandar. Contoh berikut terdapat dalam ragam nonstandar: kopi – ngopi, soto – nyoto, sate – nyate, kebut – ngebut (Kridalaksana, 1996: 29). Simulfiks {N-}
56
mengandung beberapa makna yang dapat digolongkan sebagai berikut (Kridalaksana, 1996: 43-44). a) Menyatakan makna ‘melakukan perbuatan yang bersangkutan dengan kenikmatan, seperti makan, minum, dan sebagainya’ Contoh: Dingin-dingin begini enaknya ngopi. b) Menyatakan makna ‘membuat’ Contoh: Ibu lagi nyambel di dapur. c) Menyatakan makna ‘melakukan perbuatan’ Contoh: Dia sering nyontek kalau ulangan. d) Menyatakan makna ‘mengeluarkan suara’ Contoh:
Kenapa sih itu anjing nggonggong saja?
e) Menyatakan makna ‘melakukan perbuatan secara metaforis’ Contoh: Ngebut berarti maut. f) Menyatakan makna ‘membuat jadi’ Contoh: Hobinya ngerusak barang orang. g) Menyatakan makna ‘mengalami’ Contoh: Ngiri aja lu! Itu kan untung orang lain. h) Menyatakan makna ‘keadaan’ Contoh: Kerjamu hanya ngantuk saja. Kapan kau mau lebih rajin sedikit.
f) Kombinasi Afiks Kombinasi afiks ialah kombinasi dari dua afiks atau lebih yang bergabung dengan bentuk dasar. Afiks ini bukan jenis afiks yang khusus, dan hanya merupakan gabungan beberapa afiks yang memunyai bentuk dan makna gramatikal tersendiri, muncul secara bersama pada bentuk dasar, tetapi berasal
57
dari proses yang berlainan. Seperti pada kata memercayakan yang dibentuk dari sebuah bentuk dasar percaya dengan kombinasi dua afiks, yaitu prefiks {mem-} dan sufiks {-kan} (Kridalaksana, 1996: 31).
Ciri-ciri imbuhan gabungan adalah: (1) tidak secara bersama-sama membentuk nosi atau arti yang baru, (2) imbuhan gabung biasanya membentuk kata berjenis verba (Putrayasa, 2008: 34). Dalam bahasa Indonesia, terdapat beberapa kombinasi afiks yang lazim digunakan, yakni sebagai berikut (Kridalaksana, 1996: 31). 1) Kombinasi afiks {me-kan} dan {di-kan} Fungsi kombinasi afiks {me-kan} ialah sebagai pembentuk kata berjenis verba, ajektiva, dan interogativa (Kridalaksana, 1996: 53-83). Sementara itu, kombinasi afiks {di-kan} berfungsi untuk membentuk verba pasif. Pada proses pembentukan kata, kombinasi afiks {di-kan} tidak mengalami perubahan bentuk sedangkan kombinasi afiks {me-kan} mengalami perubahan bentuk yang hampir sama dengan prefiks {meN-} menjadi {mem-kan}, {men-kan}, {meny-kan}, {meng-kan}, {menge-kan}, dan {me-kan}. Kombinasi afiks {me-kan} dan {di-kan} mengandung makna sebagai berikut. a) Menyatakan makna ‘membuat jadi (kausatif)’ Contoh: Adikku menghitamkan warna gambarnya. Kemarin atap rumahnya ditinggikan oleh ayah. b) Menyatakan makna ‘melakukan untuk orang lain (benefaktif)’ Contoh: Koran itu dibawakan olehnya pagi ini. Setiap pagi ibu membuatkan kopi untuk ayah.
58
c) Menyatakan makna ‘melakukan perbuatan dengan alat’ Contoh: Pemburu itu membidikkan senapannya ke arah binatang yang diincarnya. d) Menyatakan makna ‘melakukan dengan sungguh-sungguh (intensif)’ Contoh: Salah satu kegemaran saya adalah mendengarkan radio. Lagu itu sering dinyanyikan oleh temanku. e) Menyatakan makna ‘menghasilkan (resultatif)’ Contoh: Perjuangannya membuahkan hasil yang sangat memuaskan. Film itu dibuahkan oleh sutradara ternama. f) Menyatakan makna ‘memasukkan ke dalam’ Contoh: Jangan memenjarakan orang yang tidak bersalah. Sudah banyak koruptor yang dipenjarakan oleh KPK. g) Menyatakan makna ‘melakukan’ Contoh: Tentara Israel menembakkan rudak ke Palestina. h) Menyatakan makna ‘menjadikan sesuatu atau menganggap sebagai yang dinyatakan kata dasar’ Contoh: Orang kaya itu memperbudakkan kaum lemah.
2) Kombinasi afiks {me-i} Pengimbuhan pada kombinasi afiks {me-i} dilakukan secara bertahap, yakni awalnya pada sebuah kata dasar atau bentuk dasar diimbuhkan sufiks {-i}, setelah itu diimbuhkan pula prefiks {me-}. Kombinasi afiks {me-i} mengalami perubahan bentuk sesuai dengan proses morfofonemiknya, yakni sama halnya dengan prefiks {meN-} yang mengalami perubahan bentuk menjadi {mem-i}, {men-i}, {meny-i},
59
{meng-i}, {menge-i}, dan {me-i} (Chaer, 1998: 237-239). Makna yang terkandung dalam kombinasi afiks {me-i} ialah sebagai berikut (Kridalaksana, 1996: 51-52; Chaer, 1998: 237-239). a) Menyatakan makna ‘repetitif atau berulang-ulang’ Contoh: Para demonstran melempari gedung kedutaan Australia dengan batu. b) Menyatakan makna ‘bersikap, berlaku sebagai’ Contoh: Walaupun masih muda, ia suka menggurui orang yang lebih tua. c) Menyatakan makna ‘bersikap terhadap’ Contoh: Kita harus mematuhi peraturan lalu lintas di jalan. d) Menyatakan makna ‘membuat keadaan’ Contoh: Taman itu luasnya melebihi lapangan sepak bola. e) Menyatakan makna ‘terhadap’ Contoh: Akhirnya anak itu mengakui kesalahannya. f) Menyatakan makna ‘melakukan secara sungguh-sungguh (intensif)’ Contoh: Anak itu membasahi bajunya dengan air. g) Menyatakan makna ‘menyebabkan mendapat’ Contoh: Jangan menyakiti hati orang tuamu. h) Menyatakan makna ‘melakukan perbuatan di (lokatif)’ Contoh: Nenek itu menaiki tangga dengan perlahan-lahan. i) Menyatakan makna ‘kontinuatif (perbuatan yang berlangsung)’ Contoh: Ia menemaniku setiap saat.
60
j) Menyatakan makna ‘membuat jadi (kausatif) yang disebut kata dasarnya’ Contoh: Bulan menerangi bumi.
3) Kombinasi afiks {di-i} Kombinasi afiks {di-i} dapat untuk membentuk verba pasif, sebagai kebalikan dari verba aktif transitif pada kombinasi afiks {me-i}. Contoh verba pasif dengan kombinasi afiks {di-i} seperti pada kata direstui, dimasuki, ditemani, diawasi, dan sebagainya yang merupakan kebalikan dari verba aktif transitif kombinasi afiks {me-i}, yaitu merestui, memasuki, menemani, dan mengawasi (Chaer, 1998: 247).
Kombinasi afiks {di-i} digunakan sebagai imbuhan verba dalam kalimat yang pelakunya terletak sesudah verbanya (Chaer, 1998: 247). Contoh:
(1) Permintaannya diikuti ibu (2) Jalan-jalan itu dapat dilalui truk-truk besar.
Pada kalimat (1) dan (2) yang termasuk kata kerja atau verbanya ialah kata diikuti dan kata dilalui, sedangkan yang termasuk pelaku ialah kata ibu dan truk-truk besar.
Kridalaksana (1996: 53) menyatakan bahwa makna yang terkandung dalam kombinasi afiks {di-i} ini sejajar dengan makna yang terkandung dalam kombinasi afiks {me-i}.
61
4) Kombinasi afiks {memper-} Kombinasi afiks {memper-} dibubuhkan pada sebuah kata dasar secara bertahap. Mula-mula pada sebuah kata dasar atau sebuah bentuk dasar diimbuhkan prefiks {-per}, setelah itu diimbuhkan prefiks {me-} (Chaer, 1998: 239). Umpamanya pada kata dasar lebar mula-mula diimbuhkan prefiks {-per} sehingga menjadi perlebar. Setelah itu diimbuhkan lagi prefiks {me-} sehingga menjadi memperlebar.
Makna yang didapat
kombinasi afiks {memper-} sebagai hasil
pengimbuhan, yakni sebagai berikut (Kridalaksana, 1996: 55; Chaer, 1998: 240). a) Menyatakan makna ‘menjadikan’ Contoh: Pak Hasan memperistri putri bagsawan. Mereka memperbudak tawanan itu dengan sewenang-wenang. b) Menyatakan makna ‘membuat jadi lebih’ Contoh: Gaun mahal itu semakin mempercantik penampilannya. Kekayaan dan kemurahan hatinya mempertinggi derajatnya.
5) Kombinasi afiks {diper-} Dalam pembentukan kata, kombinasi afiks {diper-} tidak mengalami perubahan bentuk. Kombinasi afiks {diper-} biasanya digunakan untuk membentuk kata kerja pasif sebagai kebalikan dari kata kerja aktif intransitif kombinasi afiks {memper-} (Chaer, 1998: 248). Kombinasi afiks {diper-} mengandung beberapa makna, yaitu sebagai berikut (Kridalaksana, 1996: 55).
62
a) Menyatakan makna ‘dijadikan’ Contoh: Ia diperistri seorang pemuda kaya keturunan bangsawan. Orang itu dipertuan oleh masyarakat sekitar. b) Menyatakan makna ‘dibuat jadi lebih’ Contoh: Rumah megah itu masih akan diperindah lagi. Jalan raya itu diperlebar sejak kemarin.
6) Kombinasi afiks {diper-kan} Kombinasi afiks {diper-kan} ialah prefiks {di-}, prefiks {per-}, dan sufiks {-kan} yang diimbuhkan secara bertahap pada sebuah bentuk dasar atau kata dasar. Kata pada kombinasi afiks {diper-kan} merupakan kebalikan dari kombinasi afiks {memper-kan} (Chaer, 1998: 249-250). Kombinasi afiks {diper-kan} mengandung makna sebagai berikut (Kridalaksana, 1996: 57-58). a) Menyatakan makna ‘dijadikan’ Contoh: Sejak kecil ia dipersaudarakan dengan aku. b) Menyatakan makna ‘dijadikan supaya’ Contoh: Lagu-lagu nostalgia selalu diperdengarkan oleh radio itu pada selasa malam. c) Menyatakan makna ‘dibuat jadi’ Contoh: Ia dipermalukan oleh sahabatnya. d) Menyatakan makna ‘dijadikan sebagai alat’ Contoh: Masalah yang sudah diputuskan tidak perlu diperdebatkan lagi.
63
e) Menyatakan makna ‘dikerjakan’ Contoh: Apa kau diperlakukan secara manusiawi olehnya?
7) Kombinasi afiks {memper-kan} Kombinasi afiks {memper-kan} adalah pengimbuhan yang dilakukan secara bertahap. Mula-mula pada sebuah bentuk dasar diimbuhkan prefiks {per-} dan sufiks {-kan} secara bersamaan dan kemudian diimbuhkan pula prefiks {me-} (Chaer, 1998: 241). Seperti pada kata dasar tunjuk mula-mula diimbuhkan prefiks {per-} dan sufiks {-kan} secara bersamaan sehingga menjadi pertunjukkan, dan kemudian diimbuhkan lagi prefiks {me-} sehingga menjadi kata mempertunjukkan. Kombinasi afiks {memper-kan} menyatakan beberapa makna yang dapat digolongkan sebagai berikut (Chaer, 1998: 241-242; Kridalaksana, 1996: 56-57). a) Menyatakan makna ‘menjadikan sebagai bahan’ Contoh: Mereka masih memperdebatkan persoalan itu. b) Menyatakan makna ‘menjadikan supaya’ Contoh: Kamu harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya. c) Menyatakan makna ‘melakukan per-an’ Contoh: Mereka mempertahankan benteng itu. d) Menyatakan makna ‘menjadikan dapat di . . .’ Contoh: Saya akan memperlihatkan naskah aslinya. e) Menyatakan makna ‘menjadikan ber . . .’ Contoh: Jangan Anda mempersekutukan Tuhan.
64
8) Kombinasi afiks {memper-i} Kombinasi afiks {memper-i} diimbuhkan pada sebuah bentuk dasar secara bertahap, yakni mula-mula diimbuhkan prefiks {per-} dan sufiks {-i} secara bersamaan dan kemudian diimbuhkan pula prefiks {me-} (Chaer, 1998: 243). Seperti pada kata dasar takut yang mula-mula diimbuhkan prefiks {per-} dan sufiks {-i} secara bersamaan sehingga menjadi pertakuti, dan kemudian diimbuhkan lagi prefiks {me-} sehingga menjadi kata mempertakuti.
9) Kombinasi afiks {ber-kan} Kombinasi afiks {ber-kan} adalah prefiks {ber-} dan sufiks {-kan} yang secara bertahap diimbuhkan pada sebuah bentuk dasar atau kata dasar. Mula-mula diberi prefiks {ber-} kemudian diberi sufiks {-kan} (Chaer, 1998: 215). Umpamanya pada kata senjata, mula-mula diberi prefiks {ber-} menjadi bersenjata kemudian dibubuhkan lagi sufiks {-kan} sehingga menjadi beresenjatakan.
Dalam proses pengimbuhan, kombinasi afiks {ber-kan} dapat menyatakan makna ‘menjadikan yang disebut pelengkapnya sebagai yang disebut kata dasarnya’ (Chaer, 1998: 215). Contoh: Pemuda-pemuda pada waktu itu berani melawan Belanda walaupun hanya bersenjatakan bambu runcing. Kata bersenjatakan artinya ‘menjadikan bambu runcing sebagai senjata’.
65
10) Kombinasi afiks {ter-kan} Kombinasi afiks {ter-kan} adalah prefiks {ter-} dan sufiks {-kan} yang secara bertahap diimbuhkan pada sebuah bentuk dasar atau kata dasar. Mula-mula kata dasar diberi sufiks {-kan} kemudian diberi lagi prefiks {ter-} (Chaer, 1998: 255). Umpamanya pada kata selesai mula-mula diimbuhkan sufiks {-kan} sehingga menjadi selesaikan kemudian dibubuhkan lagi prefiks {ter-} sehingga menjadi terselesaikan.
Makna yang didapat sebagai hasil pengimbuhan kombinasi afiks {ter-kan} adalah sebagai berikut (Chaer, 1998: 255). a) Menyatakan makna ‘dapat dilakukan’ Contoh: Akhirnya tugas berat itu terselesaikan juga. b) Menyatakan makna ‘tidak sengaja terjadi’ Contoh: Kami memmang terugikan oleh peraturan baru itu.
11) Kombinasi afiks {se-nya} Kombinasi afiks {se-nya} adalah prefiks {se-} dan sufiks {-nya} yang diimbuhkan pada sebuah bentuk dasar atau kata dasar secara bertahap. Pada sebuah kata dasar mula-mula diimbuhkan prefiks {se-}, setelah itu diimbuhkan lagi sufiks {-nya}, seperti pada yang terdapat pada kata-kata sedapatnya, semampunya, sedatangnya dan setibanya (Chaer, 1998: 265).
12) Kombinasi afiks {pember-an} Kombinasi afiks {pember-an} adalah prefiks {peN-}, prefiks {ber-} dan sufiks {-an} yang secara bertahap diimbuhkan pada sebuah bentuk dasar atau kata dasar, biasanya terbentuk dari kata berafiks {member-kan}.
66
Contoh: Pemberlakuan tarif itu sudah berlangsung sejak dua hari yg lalu. Ia menantiku di tempat pemberhentian bis.
13) Kombinasi afiks {ber-an} Pembentukan kata dengan menggunakan afiks {ber-an} memiliki dua macam proses pembentukan, yakni yang berupa konfiks dan yang berupa kombinasi afiks/imbuhan gabung. Kombinasi afiks {ber-an} adalah pembubuhan afiks yang dilakukan secara bertahap, artinya prefiks {ber-} dan sufiks {-an} tidak diimbuhkan secara bersamaan pada sebuah bentuk dasar, seperti pada kata berpakaian. Dalam hal ini pada bentuk dasar mula-mula diimbuhkan sufiks {-an} baru kemudian diimbuhkan lagi prefiks {ber-}. Misalnya kata berpakaian, yang dibentuk dari kata pakai dan diimbuhkan sufiks {-an} menjadi kata pakaian. Selanjutnya, kata itu diimbuhkan lagi prefiks {ber-}, sehingga menjadi kata berpakaian (Chaer, 2008: 112-113).
14) Kombinasi afiks {diper-i} Kombinasi afiks {diper-i} berfungsi membentuk verba pasif sebagai kebalikan dari verba transitif kombinasi afiks {memper-i} (Chaer, 1998: 250). Kombinasi afiks {diper-i} diimbuhkan pada sebuah bentuk dasar secara bertahap, yakni mula-mula diimbuhkan prefiks {per-} dan sufiks {-i} secara bersamaan dan kemudian diimbuhkan pula prefiks {di-}. Misalnya, pada kata dasar baik yang mula-mula dibubuhkan prefiks {per-} dan sufiks {-i} sehingga menjadi perbaiki, baru setelah itu dibubuhkan lagi prefiks {di-} sehingga menjadi diperbaiki. Kata diperbaiki ini juga
67
merupakan kebalikan dari verba transitif memperbaiki. Makna yang terkandung dalam kombinasi afiks {diper-i} sejajar dengan makna kombinasi afiks {memper-i}.
15) Kombinasi afiks {keber-an} Kombinasi afiks {keber-an} adalah prefiks {ke-}, prefiks {ber-}, dan sufiks {-an} yang secara bertahap diimbuhkan pada sebuah bentuk dasar atau kata dasar. Contoh: Ia harus bersyukur atas keberuntungan yang diperolehnya. Keberangkatan kereta api itu tertunda selama beberapa jam.
16) Kombinasi afiks {keter-an} Kombinasi afiks {keter-an} adalah prefiks {ke-}, prefiks {ter-}, dan sufiks {-an} yang secara bertahap diimbuhkan pada sebuah bentuk dasar atau kata dasar. Kombinasi afiks {keter-an} dibentuk dari kata berafiks ter- + dasar. Contoh: Keterlambatanku ini disebabkan lalu lintas di jalan raya macet. Keterlibatannya dalam acara ini sangat membantu.
2.3 Surat Kabar Surat kabar atau koran ialah media cetak yang berupa lembaran berisi beritaberita, karangan-karangan yang diterbitkan berkala, bisa setiap hari, mingguan, bulanan dan diedarkan secara umum. Surat kabar memunyai tiga fungsi utama yang mendukung terjadinya komunikasi antar masyarakat, yakni (1) memberi informasi, (2) memberi hiburan, dan (3) melaksanakan kontrol sosial (Assegaf, 1991: 11). Sebuah surat kabar dalam penerbitannya biasanya memuat berbagai
68
artikel, berita, dan iklan. Pemberitaan dan artikel yang dimuat dalam surat kabar dapat meliputi berbagai bidang, yakni diantaranya bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan.
2.3.1 Fungsi Surat Kabar Fungsi surat kabar adalah sebagai berikut. a) Menyiarkan (to inform) Menyiarkan informasi merupakan fungsi surat kabar yang pertama dan utama. Khalayak pembaca mau membaca surat kabar karena memerlukan informasi mengenai berbagai hal di dunia ini, mengenai peristiwa yang terjadi, gagasan, atau pikiran orang lain, dan sebagainya. b) Mendidik (to educate) Sebagai sarana pendidikan massa, surat kabar memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga khalayak pembaca bertambah pengetahuannya. Isi surat kabar yang bersifat mendidik terdapat pada lembar pendidikan. c) Menghibur (to entertain) Hal-hal yangbersifat hiburn sering dimuat oleh surat kabar untuk mengimbangi berita- berita berat dan artikel yanag berbobot. Isi surat kabar ini menghibur terdapat pada lembar olahraga. d) Memengaruhi (to influence) Fungsi memengaruhi inilah yang membuat pers memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Fungsi surat kabar yang memengaruhi masyarakat secara implisit terdapat pada rubrik tajuk dan artikel.
69
e) Mediasi (to mediate) Mediasi artinya penghubung atau sebagai fasilitator atau mediator. Surat kabar harus mampu menghubungkan tempat yang satu dengan tempat yang lain, peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain, orang yang satu dengan peristiwa yang lain, atau orang yang satu dengan orang yang lain pada saat yang sama.
2.3.2 Pengertian Berita Setiap manusia tentu pernah mendengar kata berita. Di dalam kalangan masyarakat hampir setiap hari terdapat berita baik yang berupa kejadian atau peristiwa, seperti perampokan, bencana alam, kebakaran, korupsi, dan sebagainya.
Berita (news) merupakan sajian utama sebuah media massa. Berita adalah suatu peristiwa atau kejadian di dalam masyarakat, lalu kejadian atau peristiwa itu diulang dalam bentuk kata-kata yang disiarkan secara tertulis dalam media tulis (surat kabar, majalah, dll.), atau dalam media suara (radio, dsb.), atau juga dalam media suara dan gambar (televisi) (Chaer, 2010: 11). Berita juga dikatakan sebagai laporan tercepat dari suatu peristiwa atau kejadian yang faktual, penting, dan menarik bagi sebagian besar pembaca, serta menyangkut kepentingan mereka (Romli, 2009: 5).
2.3.2.1 Pengertian Berita Utama Surat kabar biasanya memuat berbagai kolom berita. Kolom berita adalah kolom atau ruang pada surat kabar yang khusus menyajikan berita. Salah satu kolom berita yang selalu ada pada surat kabar salah satunya ialah berita utama. Berita adalah laporan tentang fakta atau ide yang dipilih oleh staff redaksi suatu harian
70
untuk disiarkan (dipublikasikan) karena menarik perhatian pembaca, luar biasa, penting, berakibat, dan mencakup segi-segi human interest (hal-hal yang menarik minat/perhatian pembaca) seperti humor, emosi, dan ketegangan (Assegaff, 1991: 24). Berita utama adalah suatu informasi atau berita yang dianggap terpenting yang disajikan surat kabar. Berita utama biasanya terletak pada bagian depan atau muka dari sebuah surat kabar.
2.3.3 Ragam Bahasa Jurnalistik Ragam bahasa jurnalistik lazim digunakan dalam pemberitaan, seperti media elektronik (televisi, radio), media cetak (majalah, surat kabar), dan jurnal. Bahasa Indonesia jurnalistik adalah bahasa komunikasi massa yang digunakan dalam harian dan majalah-majalah (Suladi, dkk., 2000: 18). Dalam ragam bahasa jurnalistik, ragam bahasa tulis yang dipakai. Hal yang penting dalam bahasa jurnalistik adalah susunan kalimat harus logis dan pilihan katanya umum. Terdapat beberapa kriteria bahasa jurnalistik, yakni bahasa jurnalistik itu harus singkat (ekonomis), padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik. Di samping itu, bahasa yang dipakai dalam jurnalistik harus dapat dinikmati oleh masyarakat luas (Suladi, dkk., 2000: 18).
Bahasa jurnalistik juga harus menggunakan bahasa baku dan menaati kaidah tata bahasa, seperti memerhatikan ejaan dan mengikuti perkembangan kosakata di masyarakat (Suladi, dkk., 2000: 18).
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat diketahui beberapa ciri utama bahasa jurnalistik di antaranya sebagai berikut.
71
1) Singkat Singkat berarti bahasa yang digunakan langsung kepada pokok permasalahan atau tidak bertela-tele. 2) Padat Padat dalam bahasa jurnalistik berarti bahasa yang disampaikan penuh makna. Setiap kalimat dan paragraf yang ditulis memuat banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak pembaca. 3) Sederhana Sederhana berarti selalu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang paling banyak diketahui pembaca. Sederhana dalam bahasa jurnalistik juga dapat berarti menggunakan kalimat tunggal dan sederhana, bukan kalimat majemuk yang panjang dan rumit. 4) Lancar Lancar berarti bahasa yang digunakan tidak terputus-putus atau fasih. Dengan demikian pembaca memperoleh dan mencerna informasi secara utuh, sehingga tidak membingungkan pembaca atau pendengar berita. 5) Jelas Jelas berarti bahasa yang digunakan mudah dipahami maksud dan maknanya oleh pembaca atau pendengar. 6) Lugas Lugas dalam bahasa jurnalistik berarti mampu menyampaikan pengertian atau makna dari informasi secara lengkap. Bahasa yang lugas dapat diterapkan dengan menggunakan bahasa yang tidak ambigu atau yang dapat menimbulkan salah persepsi pembaca terhadap berita yang disajikan.
72
7) Menarik Menarik artinya bahasa yang dipilih mampu membangkitkan minat baca dan perhatian pembaca. 8) Menggunakan Kalimat Logis Kalimat yang logis dalam bahasa jurnalistik ialah kalimat yang sesuai dengan logika atau penalaran pembaca. 9) Menggunakan Kata Umum Bahasa jurnalistik ditujukan untuk kalangan pembaca secara umum, baik kalangan bawah, menengah, dan atas. Oleh karena itu, bahasa yang digunakan dalam jurnalistik harus mudah dipahami oleh semua kalangan tersebut yakni dengan menggunakan bahasa atau kata-kata yang umum di kenal di masyarakat. 10) Menaati Kaidah Tata Bahasa Baku Bahasa jurnalistik juga harus menaati kaidah tata bahasa baku bahasa Indonesia, baik dalam hal ejaan maupun dalam pembentukan kata.
2.4 Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA Pembelajaran Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai serangkaian aktivitas yang dilakukan siswa untuk mencapai keterampilan berbahasa tertentu. Pembelajaran Bahasa Indonesia memiliki peran yang sangat penting bukan hanya membina keterampilan komunikasi melainkan juga untuk kepentingan penguasaaan ilmu pengetahuan (Abidin, 2012: 5-6).
Untuk mengikuti perkembangan dunia pendididkan, saat ini kegiatan pembelajaran di sekolah-sekolah di Indonesia sudah digiring untuk mengganti
73
kurikulum yang digunakan, yaitu dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013. Pada kurikulum 2013 ini, pembelajaran bahasa ditekankan pada pembelajaran bahasa berbasis teks. Teks adalah urutan ekspresiekspresi linguistik yang terstruktur yang membentuk suatu keseluruhan secara terpadu.
Salah satu tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia adalah agar siswa memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan. Pemahaman akan bahasa berarti siswa harus menguasai kaidah tata bahasa atau kompentensi gramatika berbahasa. Tujuan ini menyiratkan bahwa pembelajaran bahasa harus dilandasi dengan pengetahuan tentang bahasa agar siswa mampu menggunakan bahasa sesuai dengan tujuan tertentu (Abidin, 2012: 15). Pemahaman mengenai kosa kata dan gramatika berbahasa juga termasuk di dalam pembelajaran berbasis teks.
Berdasarkan Permendikbud nomor 65 tahun 2013 menyatakan bahwa dalam kurikulum 2013, proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pencapaian KI dan KD yang telah ditentukan di atas dapat diperoleh dengan melewati proses pemberian materi pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Oleh karena itu, setiap guru dituntut untuk memunyai kemampuan dan keterampilan menggunakan serta mengembangkan setiap perangkat pembelajaran.
74
2.4.1 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Proses pembelajaran dalam Kurikulum 2013 mengacu pada kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD). Pembelajaran Bahasa Indonesia yang berkaitan dengan kajian mengenai afiks dalam berita utama ini tertuang dalam pembelajaran mengenai teks berita, khusunya pembelajaran Bahasa Indonesia ditingkat SMA kelas XII semester ganjil, yakni dalam KI 4 yaitu Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan dengan KD 4.2 memproduksi teks berita yang koheren sesuai dengan karakteristik teks baik secara lisan maupun tulisan. Dalam pembelajaran menulis teks berita ini tentunya diperlukan pemahaman dan pengetahuan yang luas mengenai struktur dan tata bahasa yang baik dan benar.
2.4.2 Pemilihan dan Penyusunan Bahan Ajar Bahan ajar merupakan salah satu komponen yang memiliki peran penting dalam pembelajaran. Bahan ajar pada dasarnya merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dan digunakan dalam proses pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran (Prastowo, 2013: 298).
Keberadaan bahan ajar memiliki sejumlah fungsi dalam proses pembelajaran. Fungsi bahan ajar bagi guru, yaitu (1) dapat menghemat waktu guru dalam mengajar, (2) mengubah peran guru dari seorang pengajar menjadi fasilitator, (3)
75
meningkatkan proses pembelajaran menjai lebih efektif dan interaktif, dan (4) sebagai alat evaluasi pencapaian atau penguasaan hasil pembelajaran (Prastowo, 2013: 299-300). Selain bagi guru, bahan ajar juga memiliki fungsi bagi siswa, yakni (1) siswa dapat belajar tanpa harus ada guru atau teman siswa yang lain, (2) siswa dapat belajar kapan saja dan di mana saja yang ia kehendaki, (3) siswa dapat belajar sesuai kecepatannya masing-masing, dan (4) membantu potensi siswa untuk menjadi pelajaryang mandiri (Prastowo, 2013: 300).
Berdasarkan bentuknya, bahan ajar dapat dibedakan menjadi empat macam, yakni sebagai berikut. 1. Bahan cetak (printed), yaitu sejumlah bahan yang disiapkan dalam kertas, yang dapat berfungsi untuk keperluan pembelajaran atau menyampaikan informasi. Contoh: handout, wall chart, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, foto/ gambar, model, atau maket. 2. Bahan ajar dengar (audio) atau program audio, yaitu semua sistem yang menggunakan sinyal radio secara langsung, yang dapat dimainkan atau didengar oleh seseorang atau sekelompok orang. Contoh: kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio. 3. Bahan ajar pandang dengar (audio visual), yaitu segala sesuatu yang memungkinkan sinyal audio dapat dikombinasikan dengan gambar bergerak secara sekuensial. Contoh: video, compact disk, dan film. 4. Bahan ajar interaktif (interactive teaching materials), yaitu kombinasi dari dua atau lebih media (audio, teks, grafik, gambar, animasi, dan video) yang oleh penggunanya dimanipulasi atau diberi perlakuan untuk mengendalikan suatu
76
perintah dan atau perilaku alami dari suatu presentasi. Contoh: compact disk interaktif.
Bahan ajar perlu disusun dan dikembangkan secara matang agar pembelajaran tidak menyimpang dari tujuan yang hendak dicapai. Terdapat tiga prinsip yang dapat dijadikan pedoman untuk melakukan pemilihan bahan ajar. Pertama, prinsip relevansi. Maksudnya, bahan ajar yang dipilih hendaknya ada relasi dengan pencapaian kompetensi inti maupun kompetensi dasar. Kedua, prinsip konsistensi. Maksudnya, bahan ajar yang dipilih hendaknya memiliki nilai keajegan. Jadi, antara kompetensi dasar yang harus dukuasai siswa dengan bahan ajar yang disediakan memunyai keselarasan dan kesamaan. Ketiga, prinsip kecukupan. Maksudnya, ketika memilih bahan ajar hendaknya dicari yang memadai untuk membantu siswa menguasai kompetensi yang diajarkan (Prastowo, 2013: 351352).
Bahan ajar yang dikembangkan cenderung berbentuk cetak (printed). Untuk kegiatan belajar mandiri, guru dapat mengembangkan bahan ajar mandiri atau yang biasa disebut modul.