BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Teori
2.1.1 Pengertian Dan Definisi Sumber Daya Manusia Definisi dan bahasan mengenai Manajemen Sumber Daya Manusia yang tergolong dalam perspektif internasional, atau makro, antara lain dikemukakan oleh Kiggundu dalam Gomes (2003:4), definisi dari Manajemen Sumber Daya Manusia dalam perspektif internasional, atau makro adalah sebagai berikut ”manajemen sumber daya manusia adalah pengembangan dan pemanfaatan personil (pegawai) bagi pencapaian yang efektif mengenai sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan individu, organisasi, masyarakat, nasional, dan internasional.” Dalam tulisan ini digunakan pengertian manajemen dalam perspekif mikro, yang kurang lebih senada dengan apa yang dikemukakan oleh Tulus, yaitu bahwa
Manajemen
Sumber
Daya
Manajemen
adalah
”perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemutusan hubungan ketenaga kerjaan dengan maksud untuk membantu mencapai tujuan organisai, individu dan masyarakat.” (Gomes, 2003:6)
6
2.1.2 Istilah Manajemen Sumber Daya Manusia Dan Manajemen Gomes (2003) menyatakan bahwa manajemen berasal dari kata kerja bahasa inggris yaitu to manage, yang artinya mengurus, mengatur, melaksanakan dan mengelola. Gomes (2003) lebih lanjut menyatakan secara sederhana sumber daya manusia adalah mengelola sumber daya manusia. Dari keseluruhan sumber daya yang tersedia dalam suatu organisasi, baik organisasi publik maupun swasta, sumber daya manusialah yang sangat penting dan sangat menentukan. Sumber daya manusia merupakan satu-satunya sumber daya yang memiliki akal, perasaan, keinginan, kemampuan, keterampilan, dorongan, daya dan karya.
2.1.3 Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan suatu ilmu yang mengkaji secara komprehensif tentang bagaimana mengarahkan, mempengaruhi dan mengawasi orang lain untuk mengerjakan tugas sesuai dengan perintah yang direncanakan. (Fahmi, 2011). Menurut Stogdill dalam buku “Kepemimpinan Dalam Organisasi” Yukl (1994:2). Menyimpulkan bahwa terdapat hampir sama banyaknya definisi tentang kepemimpinan dengan jumlah orang yang telah mencoba mendefinisikan konsep tersebut. ”Kepemimpinan telah di definisikan dalam kaitanya dengan ciri-ciri individual, perilaku, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan peran, tempatnya pada suatu posisi administratif, serta persepsi oleh orang lain mengenai keabsahan dari pengaruh. Beberapa definisi yang dapat dianggap cukup mewakili selama seperempat adalah sebagai berikut: (1). Kepemimpinan adalah ”perilaku dari seorang individu
7
yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingin dicapai bersama (shared goal). (Hemnil & Coons, 1957:7). (2).Kepemimpinan adalah ”pengaruh antar pribadi, yang dijalankan dalam suatu situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi, kearah pencapaian satu atau tujuan tertentu. ”(Tannenbaum, Weschler, & Masssarik, 1961:24). (3). Kepemimpinan adalah ”pembentukan awal serta pemeliharaan struktur dalam harapan dan interaksi. (Stogdill. 1974:141) dalam Yukl (1994:2).
2.1.4 Efek-efek Langsung dan Tidak Langsung Efek-efek pemimpin dapat dilihat sebagai langsung atau tidak langsung (Hunt, 1991: Lord & Mather, 1991) dalam Yukl (1994:6). Efek-efek langsung berujuk pada keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan pemimpin yang mempunyai dampak langsung terhadap apa yang dilakukan, bagaimana hal itu dilakukan, atau sejauh mana efisiensi melakukanya. Efek-efek langsung dinilai dengan mengukur hasil-hasil yang dihubungkan oleh beberapa variabel lainya. Ada banyak cara bagi seseorang untuk mempengaruhi kinerja jangka pendek para bawahan. Para pemimpin dapat mempengaruhi bawahanya untuk bekerja lebih cepat atau melakukan pekerjaan yang berkualitas dengan lebih baik. Para pemimpin dapat meningkatkan keterampilan bawahan untuk melakukan suatu pekerjaan, dengan membereskan kebingungan mengenai siapa yang bertanggung jawab untuk apa. Para pemimpin dapat mengorganisasi dan mengkoordinasi aktivitas-aktivitas dengan cara yang lebih efisien. Para pemimpin
8
dapat memperoleh sumber-sumber daya yang dibutuhkan dengan segera untuk melakukan pekerjaan. Efek-efek tidak langsung berujuk pada keputusan-keputusan dan tindakantindakan pemimpin yang disampaikan melalui variabel-variabel intervensi yang lebih banyak berada pada rantai kausal (causal chain). Efek-efek tidak langsung lebih perlahan dirasakanya, namun sering kali lebih bertahan lama. Dalam banyak hal, seorang pemimpin mempunyai baik efek langsung, maupun tidak langsung terhadap kriteria yang sama. Kedua efek tersebut dapat konsisten maupun tidak konsisten. Jika mereka tidak konsisten. Jika mereka tidak konsisten, hasil yang segera dapat sangat berbeda daripada hasil yang ditunda. Mengartikulasi visi yang menarik
Meningkatkan komitmen pengikut
Meningkatkan upaya pengikut
Meningkatkan mutu dan produktivitas
Meningkatkan penjualan dan laba
Sumber : Dessler (2009 : 6) Gambar 1-1: Rantai Kausal Efek-efek dari Pemimpin
2.1.5 Gaya Kepemimpinan Transformasional Menurut
(Burns,
1978:20)
dalam
(Yukl,
194:297)
menjelaskan
kepemimpinan transformasional sebagai sebuah proses yang padanya ”Para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ketingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi”. Para pemimpin tersebut mencoba menimbulkan kesadaran dari para pengikut dengan menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral seperti kemerdekaan, keadilan, dan kemanusiaan, bukan didasarkan atas emosi. Kepemimpinan
yang
mentransformasi
(transactional
leadership)
diperlihatkan oleh siapa saja dalam organisasi pada jenis posisi apa saja.
9
dapat
2.1.6
Perilaku-Perilaku Transformasional Formulasi asli dari teori tersebut dalam Yukl (1994:297) mencakup tiga
komponen kepemimpinan transformasional: karisma, stimulasi intelektual (intellectual stimulation), dan perhatian yang diindividualisasi (individualized consideration). Karisma telah didefinisikan sebagai sebuah proses yang padanya seorang pemimpin mempengaruhi para pengikut dengan menimbulkan emosiemosi yang kuat dan diidentifikasi dengan pemimpin tersebut, stimulasi intelektual adalah sebuah proses yang padanya para pemimpin meningkatkan kesadaran para pengikut terhadap masalah-masalah dan mempengauhi para pengikut untuk memandang masalah-maslah dari sebuah perspektif yang baru. Perhatian yang diindividualisasi termasuk memberi dukungan, membesarkan hati, dan memberi pengalaman-pengalaman tentang pengembangan kepada para pengikut. Perilaku-perilaku komponen dari kepemimpinan transformasional saling berhubungan untuk mempengaruhi perubahan-perubahan pada para pengikut, dan efek-efek
yang
dikombinasikan
membedakan
antara
kepemimpinan
transformasional dan karismatik.
2.1.7 Karakteristik Kepemimpinan yang Transformasional Terdapat 4 dimensi kepemimpinan transformasional yaitu: (1) Adanya pemberian wawasan serta penyadaran akan misi, membangkitkan kebanggaan serta menumbuhkan sikap hormat serta kepercayaan kepada bawahanya (idealized influence-charisma). (2) Adanya proses menumbuhkan ekspektasi yang tinggi melalui
pemanfaatan
simbol-simbol
10
untuk
memfokuskan
usaha
dan
mengkomunikasikan tujuan-tujuan penting dengan cara yang sederhana (inspirational motivation). (3) Adanya usaha meningkatkan intelegensia, rasionalitas dan pemecahan masalah secara seksama (intellectual stimulation). (4) Pemimpin memberikan perhatian, membina, membimbing, dan melatih setiap orang secara khusus dan pribadi (individualized consideration).
2.1.8 Gaya Kepemimpinan Transaksional Burns
memperbedakan
kepemimpinan
yang
mentransformasi
(transforming leadership) dengan kepemimpinan transaksional (transaksional leadership). Jenis kepemimpinan yang terakhir memotivasi para pengikut dengan menunjuk
pada
kepentingan
diri
sendiri.
Kepemimpinan
transaksional
menyangkut nilai-nilai, namun berupa nilai-nilai yang relevan bagi proses pertukaran.
Burns
juga
membedakan
kepemimpinan
transaksional
dan
kepemimpinan yang mentransformasi dari pengaruh yang didasarkan atas kekuasaan birokratis. Bass
1995
dalam
Yukl
(1994:298)
mengusulkan
sebuah
teori
kepemimpinan transformasional (transformational leadership) yang dibangun atas gagasan-gagasan yang lebih awal dari Burns (1997). Tingkat sejauh mana seorang pemimpin disebut transformasional terutama diukur dalam hubunganya dengan efek pemimpin tersebut terhadap para pengikut. Para pengikut seorang pemimpin transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaaan dan hormat terhadap pemimpin tersebut, dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih dari pada yang awalnya diharapkan
11
terhadap mereka. Pemimpin tesebut mentransformasi dan memotivasi para pengikut dengan: (1) Membuat mereka lebih sadar mengenai pentingnya hasilhasil suatu pekerjaan, (2) Mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi atau tim daripada kepentingan diri sendiri, dan (3) Mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan mereka pada yang lebih tinggi.
2.1.9 Karakteristik Kepemimpinan Transaksional 1. Pengadaan imbalan, pemimpin menggunakan serangkaian imbalan untuk memotivasi para anggotanya, imbalanya berupa tingkat kebutuhan fisiologis (Maslow). 2. Eksepsi/pengecualian, dimana pemimpian akan memberikan tindakan koreksi atau pembatalan imbalan atau sanksi apabila anggota gagal dalam mencapai sasaran prestasi yang di tetapkan.
2.1.10 Perilaku-Perilaku Kepemimpinan Transaksional Salah satu komponen dari perilaku transaksional (disebut perilaku ”contingent reward”) mencangkup kejelasan mengenai pekerjaan yang diminta untuk memperoleh imbalan-imbalan dan penggunaan insentif dan contingent reward untuk mempengaruhi motivasi. Komponen kedua (disebut ”active management by exception”) termasuk pemantauan dari para bawahan dan tindakan-tindakan memperbaiki untuk memastikan bahwa pekerjaan tersebut telah dilaksanakan secara efektif. Komponen ketiga (disebut ”passive management by exception”) telah ditambahkan baru-baru ini oleh Bass dan kawan-kawannya
12
(Bass & Avolio, 1990; Yammarino & Bass, 1990). Termasuk di dalamnya penggunaaan contingent punishment dan tindakan-tindakan memperbaiki lainya sebagai tanggapan tehadap penyimpangan yang nyata dari standar-standar kinerja yang dapat diterima. Bass (1985) dalam Yukl (1994:299) menganggap teori-teori seperti teori LMX dan teori path-goal. Ia memandang kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional sebagai proses-proses yang berbeda namun tidak saling ekslusif, dan ia mengakui bahwa pemimpin yang sama dapat menggunakan kedua jenis kepemimpinan tersebut pada waktu-waktu dan situasi yang berbeda.
2.1.11 Motivasi Menurut (Gomes, 2003:177) performansi kerja akan berkaitan pada dua faktor utama yaitu: (1). Kesediaan atau motivasi dari pegawai untuk bekerja, yang menumbuhkan
usaha
pegawai,
dan
(2).
Kemampuan
pegawai
untuk
melaksanakanya kata lain, performansi adalah fungsi dari motivasi kerja dan kemampuan, atau p = f (m x a) di mana p = performance, m = motivation, dan a = ability. Motivasi selalu menjadi perhatian utama dari seorang manajer, juga para sarjana, karena motivasi berhubungan erat dengan keberhasilan seseorang, organisasi atau masyarakat di dalam mencapai tujuan-tujuanya. Menurut Wahjosumidjo untuk memberikan motivasi yang tepat, pimpinan hendaknya secara terus menerus: 1. Mengamati dan memahami tingkah laku bawahan. 2. Mencari dan menentukan sebab-sebab tingkah laku bawahan.
13
3. Memperhitungkan, mengawasi, dan mengubah serta mengarahkan tingkah laku bawahan.
2.1.12 Faktor-Faktor Motivasi Kerja Menurut (Gomes, 2003:180), bahwa faktor yang sifatnya individual adalah kebutuhan-kebutuhan (needs), tujuan-tujuan (goals), sikap (attitudes), dan kemampuan-kemampuan (abilities). Sedangkan faktor-faktor yang berasal dari organisasi meliputi pembayaran atau gaji (pay), keamanan pekerjaan (job security), sesama pekerjaan (co-workers), pengawasan (supervision), pujian (praise), dan pekerjaan itu sendiri (job itself).
2.1.13 Motivasi Dan Kepemimpinan Secara realitas seorang karyawan yang memiliki motivasi kerja tinggi biasanya diikuti oleh keinginan yang tinggi. Oleh karena itu, dalam mewujudkan suatu pekerjaan terlaksana dengan baik, dan orang-orang yang berkualitas masih tetap bekerja dengan motivasi tinggi seorang pemimpin dengan kepemilikan gaya kepemimpinan yang ada mampu mewujudkan semua itu tetap berjalan dengan sempurna. (Fahmi, 2011:152).
2.1.14 Teori Motivasi McClelland McClelland menemukan tiga macam motivasi yang sangat mempengaruhi kemajuan, keberhasilan dan kinerja organisasi McClelland yaitu :
14
1. Motivasi Kekuasaan (N Pow) Motivasi ini ditandai dengan keinginan individu untuk memegang kendali atas orang lain, mempengaruhi orang lain dan sekaligus menguasai kehidupan orang lain. Individu yang tinggi pada motivasi kekuasaan ini akan menunjukan sikap dominasi yang kentara, seperti selalu ingin menguasai forum diskusi, selalu ingin menjadi pemimpin, dan selalu ingin pendapatnya diikuti oleh banyak orang. 2. Motivasi Affiliasi (N Aff) Motivasi affiliasi berkaitan dengan kebutuhan individu untuk menjalin hubungan sosial secara harmonis dengan orang lain dan berusaha untuk diterima oleh lingkungan sosialnya. Bisa juga dikatakan bahwa individu ini berorientasi pada orang dalam setiap tindakannya. 3. Motivasi Berprestasi (N Ach) Motif
berprestasi ini ditandai dengan dorongan dari individu untuk
memperoleh kesuksesan yang memaksimal, menyukai tantangan pekerjaan, ingin menghasilkan prestasi yang tinggi dan semangat bersaing untuk menjadi yang terbaik. McClelland meneliti motivasi ini melalui sebuah tes yang dinamakan TAT (The Tematic Apperception) yaitu sebuah tes psikologi yang berisi gambargambar manusia yang sedang beraktivitas di dalam berbagai setting dan kondisi. Menurut McClelland, motivasi berprestasi ini harus dikembangkan dan ditimbulkan pada anggota organisasi, untuk menjamin kemajuan organisasi itu sendiri McClelland.
15
2.1.15 Teori “X” dan “Y” Teori X dan Y merupakan hasil karya McGregor, dari masachussetts institute of technology, Mcgregor melalui teorinya itu berusaha menonjolkan sisi peranan sentral yng dimainkan manusia dalam organisasi, dengan menempatkan beberapa aspek penting yang berhasil disadap dari hakikat manusia itu sendiri. Inti dari McGregor terlihat pada klasifikasi yng dibuatnya tentang manusia, yakni: 1. Teori X yang pada dasarnya mengatakan bahwa manusia cenderung berperilaku negatif. 2. Teori Y yang pada dasarnya mengatakan bhwa manusia cenderung berperilaku positif. Dalam
mengemukakan
dan
mempertahankan
kebenaran
teorinya,
McGregor menekankan bahwa cara yang digunakan oleh para manajer dalam memperlakukan para bawahanya sangat tergantung pada asumsi yang digunakan tentang ciri-ciri berdasarkan kedua kelompok klasifikasi tersebut. Teori X mengatakan bahwa para manajer menggunakan asumsi bahwa manusia mempunyai ciri-ciri, seperti: 1. Para pekerja pada dasarnya tidak senang bekerja dan apabila mungkin maka mereka akan berusaha menggelakkannya. 2. Karena para pekerja tidak senang bekerja, mereka harus di paksa, diawasi atau diancam, dengan berbagai tindakan punishment agar tujuan organisasi tercapai.
16
3. Para pekerja akan berusaha menggalakkan tanggung jawab dan hanya akan bekerja apabila menerima perintah untuk melakukan sesuatu. 4. Kebanyakan pekerja akan menempatkan pemuasan kebutuhan fisiologis dan keamanan di atas faktor-faktor lain yang berkaitan dengan pekerjaanya dan tidak akan menunjukan kegiatan atau ambisinya untuk maju. Sebalikanya, menurut teori Y para manajer menggunakan asumsi bahwa para pekerja memiliki ciri-ciri, seperti: 1. Para pekerja memandang kegiatan bekerja sebagai hal yang alamiah seperti halnya beristirahat dan bermain. 2. Para pekerja akan berusaha melakukan tugas tanpa terlalu diarahkan dan akan berusaha mengendalikan diri sendiri. 3. Pada umumnya para pekerja akan menerima tanggung jawab yang lebih besar. 4. Para pekerja akan berusaha untuk menunjukan kreativitasnya dan oleh karenanya akan berpendapat bahwa pengambilan keputusan merupakan tanggung jawab mereka juga dan bukan semata-mata tanggung jawab orangorang yang menduduki jabatan manajerial. Jadi dapat disimpulkan bahwa theory X places exclusive reliance upon external control of human behavior, while theory Y relies heavily on self-control and self-direction. Perbedaan tersebut seolah-olah disebabkan oleh perbedaan lakuan orang secara berbeda, yakni di satu sisi treating people as children and treating them as mature adults. (Stillman II: 1998).
17
2.2
Penelitian Terdahulu Sinvana,
(2010)
melakukan
penelitian
tentang
Pengaruh
Gaya
Kepemimpinan Terhadap Motivasi Kerja (Studi pada Karyawan PT. Stars Internasional Surabaya) Nimran, Hamid. Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksplanatory serta metode penelitian yang dipakai adalah kuantitatif. Penelitian tersebut digunakan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan yaitu terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel bebas gaya kepemimpinan dengan motivasi kerja sebagai variabel terikat. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 80 karyawan tetap PT. Stars Internasional. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 44 karyawan dengan menggunakan teknik simple random sampling. Penelitian ini menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis statistic inferensial yang digunakan untuk mengetahui unsur-unsur variabel gaya kepemimpinan dan motivasi kerja karyawan di PT. Stars Internasional Surabaya dengan cara tabulasi skor hasil penelitian untuk mengetahui rata-rata skor variabel sehingga dapat diketahui seberapa jauh penerapan gaya kepemimpinan dan seberapa besar motivasi kerja karyawan pada tingkat signifikansi < 0,05 dan data diolah menggunakan komputer program SPSS 15 for windows. Berdasarkan hasil analisis inferensial dengan menggunakan analisis regresi berganda yang menunjukkan nilai signifikansi F yaitu 0,000 < 0,05 (alpha) dan nilai Adjusted R Square yaitu sebesar 0,915. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi/sumbangan variabel gaya kepemimpinan adalah sebesar 91,5% sedangkan sisanya 8,5% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam
18
penelitian ini yaitu kinerja. Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh signifikan antara gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja karyawan sehingga keputusan terhadap hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara variabel gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja baik secara parsial dan simultan terbukti dan dapat diterima. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel bebas gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja sebagai variabel terikat. Secara keseluruhan variabel gaya kepemimpinan yang diterapkan di Kantor PT. Stars Internasional sudah baik namun alangkah baiknya jika perusahaan lebih mengoptimalkan (meningkatkan) penerapan unsur (item) yang ada dalam variabel gaya kepemimpinan sehingga bisa terjadi keseimbangan diantara variabel yang dipakai dalam penelitian ini. Fahmi, (2009) melakukan penelitian tentang Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Pegawai SPBU Pandanaran Semarang. Berdasarkan penelitianya maka ditarik kesimpulan sebagai berikut : (1) Terdapat hubungan positif dengan tingkat kekuatan rendah antara variabel Gaya Kepemimpinan dengan Kinerja (ry1=0,434). Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja rendah. Hanya 18,83% dari Kinerja ditentukan oleh Gaya Kepemimpinan, sedangkan sisanya sebesar 81,17% ditentukan oleh faktor lain. (2) Terdapat hubungan positif dengan tingkat kekuatan kuat antara variabel motivasi kerja dengan Kinerja (ry2=0.617). Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja kuat. Hanya 38,06% dari Kinerja ditentukan oleh Motivasi Kerja,
19
sedangkan sisanya sebesar 61,94% ditentukan oleh faktor lain. (3) Terdapat hubungan positif dengan tingkat kekuatan kuat antara variabel Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja secara bersama-sama dengan Kinerja (R=0,664). Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja secara bersamasama terhadap Kinerja kuat. Hanya 44,08% dari Kinerja ditentukan oleh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja secara bersama-sama, sedangkan sisanya sebesar 55,92% ditentukan oleh faktor lain. Utami, melakukan penelitian tentang Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Terhadap Motivasi Kerja Karyawan Pada PT. Trade Servistama Indonesia-Tangerang. Kesimpulan dari hasil penelitianya adalah sebagai berikut : (1). Gaya kepemimpinan transformasional secara parsial berpengaruh terhadap motivasi kerja karyawan, dimana variabel gaya kepemimpinan sebesar 54,2% dan tingkat signifikansi sebesar 0,002 sehingga dapat Disimpulkan bahwa variabel gaya kepemimpinan memilihi hubungan yang positif dan signifikan terhadap motivasi kerja karyawan. (2) Gaya kepemimpinan transformasional secara simultan berpengaruh terhadap motivasi kerja karyawan, karena memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,000 dan F hitung 26,168. (3) Gaya kepemimpinan transformasional sangat cocok diterapkan dilingkungan perusahaan, karena terbukti dapat meningkatkan motivasi karyawan dan menumbuhkan rasa percaya diri karyawan terhadap komitmen pimpinan yang selalu peduli terhadap kebutuhan karyawan.
20
2.3
Kerangka Teori Berdasarkan tinjauan landasan teori, maka dapat disusun sebuah kerangka
pemikiran teoritis seperti yang tersaji dalam gambar sebagai berikut : Kepemimpinan transformasional Motivasi kerja Kepemimpinan transaksional Sumber : Dikembangkan untuk penelitian, 2012 Gambar 1.2: Kerangka Pemikiran
2.4
Hipotesis Penelitian Aritonang, (2007) menjelaskan bahwa hipotesis berfungsi sebagai jawaban
sementara atas permasalahan penelitian sebagai jawaban, hipotesis dirumuskan dalam kalimat pernyataan. Disebut sebagai jawaban sementara karena kebenaranya masih harus diverifikasi secara empiris, diuji secara empiris, yaitu dengan pengumpulan data empiris mengenai tiap variabel yang tercakup pada permasalahan maupun hipotesis penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini adalah : H1 : Kepemimpinan Transformasional berpengaruh terhadap Motivasi Kerja Guru di SMA Yuppentek 1 Cikokol-Tangerang. H2 : Kepemimpinan Transaksional berpengaruh terhadap Motivasi Kerja Guru di SMA Yuppentek 1 Cikokol-Tangerang. H2 : Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional berpengaruh terhadap Motivasi Kerja Guru di SMA Yuppentek 1 Cikokol-Tangerang.
21