BAB II LANDASAN TEORI
A. Motivasi Berprestasi Motivasi berasal dari kata latin motivus yang artinya : sebab, alasan, dasar, pikiran dasar, dorongan bagi seseorang untuk berbuat; atau ide pokok yang selalu berpengaruh besar terhadap tingkah laku manusia (Kartono,1981). Selanjutnya Ahmadi (1998) menjelaskan bahwa motivasi adalah suatu kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Sejalan dengan pengertian itu motivasi juga dapat dikatakan sebagai daya penggerak dalam diri individu dengan maksud mencapai tujuan tertentu (Winkel, 1997). Motivasi merupakan bagian dari dinamika hidup yang sangat berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan termasuk dalam hal organisasi. Motivasi dalam konteks organisasi merupakan masalah yang kompleks, karena kebutuhan dan keinginan setiap anggota organisasi berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini berbeda karena setiap anggota suatu organisasi adalah unik secara biologis maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula (Soeprihanto, dkk, 1996). Mc.Clelland (1987) mengemukakan ada 4 tipe motivasi yang mempengaruhi individu dalam berprilaku, yaitu: (1) Motivasi Berprestasi, (2) Motivasi Bersosialisasi atau Afiliasi, (3) Motivasi Memiliki Pengaruh, dan (4) Motivasi Menghindar.
Universitas Sumatera Utara
1. Pengertian Motivasi Berprestasi Schultz & Sydney (1993) mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai suatu dorongan atau kebutuhan dalam diri individu untuk meraih hasil atau prestasi tertentu. Pengertian ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh McClelland (1987) yang menyatakan bahwa motivasi berprestasi adalah dorongan dalam diri individu untuk mencapai keberhasilan dalam mengerjakan tugas-tugas yang penuh tantangan, dengan suatu ukuran keunggulan yaitu perbandingan dengan prestasi orang lain atau standard tertentu. Selanjutnya Irwanto,dkk (1994) menambahkan bahwa dorongan untuk beprestasi ini tercermin dari perilaku individu yang selalu mengarah pada standard keunggulan (standard of excellence), bertanggung jawab, dan terbuka terhadap umpan balik guna memperbaiki prestasi. Beberapa pengertian diatas dapat memberi pemahaman bahwa motivasi berprestasi dalam kaitannya dengan dunia kerja adalah dorongan dalam diri individu untuk melakukan pekerjaannya dengan sebaik mungkin dan mencapai prestasi kerja yang lebih baik dari orang lain.
2. Ciri-Ciri Orang Yang Termotivasi McClelland (1987), menjelaskan ada tiga ciri orang yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi, yaitu: a. Bertanggung jawab Individu lebih menyukai situasi yang memungkinkannya bertanggung jawab secara pribadi atas tindakan yang diambil dalam rangka mencapai tujuan.
Universitas Sumatera Utara
Ditunjukkan dengan memilih tantangan yang memiliki resiko sedang sehingga individu benar-benar akan melaksanakan suatu tugas tanpa beban, karena ia memilih resiko yang sebanding dengan kemampuannya. Individu juga lebih percaya pada kemampuannya dan biasanya tidak suka terlibat pada situasisituasi yang menentukan apa yang harus dilakukannya. b. Memerlukan dan menyukai adanya umpan balik (feedback) Lebih menyukai umpan balik tentang bagaimana tindakannya, dan sangat responsif terhadap umpan balik yang nyata. Individu yang mempunyai motivasi tinggi sangat mengharapkan adanya umpan balik mengenai bagaimana mereka bekerja (bukan affiliatif feedback atau umpan balik yang berkaitan dengan hubungan atau relasi dalam pekerjaan), sebagai upaya untuk memacu prestasinya. Individu melihat imbalan hanya sebagai simbol keberhasilannya, bukan sebagai patokan yang menentukan tujuan akhirnya. c. Inovatif dan berinisiatif Individu dengan motivasi berprestasi tinggi melakukan pekerjaannya dengan suatu dorongan untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik dari sebelumnya. Melakukan sesuatu dengan lebih baik identik dengan usaha melakukan hal tersebut dengan cara yang berbeda dari sebelumnya. Individu yang memiliki motivasi tinggi akan terus bergerak untuk mencapai hal baru dan tidak terlalu banyak istirahat serta menghindari rutinitas (McCleland, 1987). Berinisiatif meneliti lingkungannya, banyak melakukan perjalanan, mencoba hal-hal yang baru atau lebih bersifat inovatif.
Universitas Sumatera Utara
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi Mc.Clelland (1987), mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi adalah sebagai berikut: a. Faktor internal yaitu keinginan dalam diri individu untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik demi mencapai kepuasan internal. Individu dengan motivasi berprestasi tinggi sangat besar dipengaruhi oleh keinginan untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik. Individu dengan motivasi berprestasi tinggi melakukannya untuk kepentingan individu itu sendiri, yang dalam hal ini adalah untuk memperoleh kepuasan internal karena telah melakukan sesuatu atau pekerjaannya dengan lebih baik. McClelland (dalam Schultz & Sydney, 1993) menyatakan bahwa jenis kelamin juga merupakan faktor internal yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang. Walaupun dalam perkembangan selanjutnya terdapat perbedaan pendapat dari beberapa ahli mengenai hal ini. Basow (1992) menyatakan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan motivasi berprestasi, yang berbeda hanya tingkah laku berprestasi dan cara untuk meraih prestasi yang ditunjukkan. Schultz (1993) juga menambahkan bahwa usia seseorang juga merupakan faktor internal yang mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang. Motivasi berprestasi tertinggi dijumpai pada usia 20-30 tahun dan mengalami penurunan setelah usia dewasa madia. b. Faktor eksternal (1). Tingkat kesulitan dan resiko tugas yang menengah
Universitas Sumatera Utara
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi menganggap tugas dengan tingkat kesulitan dan resiko yang terlalu mudah atau terlalu sulit tidak akan memberi pengaruh pada motivasi individu tersebut untuk berprestasi. Tugas yang terlalu mudah tidak dapat menunjukkan seberapa baik usaha yang telah dilakukan individu tersebut, karena setiap orang pasti bisa mengerjakan tugas yang mudah tersebut. Demikian pula halnya dengan tugas yang terlalu sulit, individu dengan motivasi berprestasi tinggi tetap tidak dapat melihat sebaik apa usaha yang telah dilakukan karena telah gagal dalam mengerjakan tugas yang terlalu sulit. Berbeda dengan tugas dengan tingkat kesulitan dan resiko yang menengah. Tipe tugas ini dapat secara diagnostik menunjukkan bagaimana usaha individu dengan motivasi berprestasi tinggi dalam melakukan tugas tersebut. (2). Ekstrinsik Incentives Merupakan hal-hal diluar diri individu yang dapat memberikan kepuasan pada diri individu dalam melakukan sesuatu, misal: reward, feedback, sistem manajemen perusahaan, dan lain-lain. Hal ini sejalan dengan penjelasan yang dikemukakan oleh Coffer, dkk (1999) yang menyatakan bahwa motivasi berprestasi dapat dipengaruhi oleh adanya kesempatan pengambangan karir dan penyesuaian kompensasi. B. Persepsi Mengenai Penilaian Prestasi Kerja 1. Persepsi Robbins (2001), menjelaskan bahwa kesan indera yang ditangkap individu dari lingkungan umumnya akan diolah terlebih dahulu dalam kognitif sebelum diterjemahkan dalam makna tertentu. Proses kognitif yang dialami setiap individu
Universitas Sumatera Utara
ini dikenal dengan sebutan persepsi. Persepsi seringkali menjadi topik bahasan dalam konteks Perilaku Organisasi. Hal ini semata-mata karena perilaku individu didasarkan pada persepsi individu tersebut mengenai realitas yang ada di organisasi (Robbins, 2001). Setiap individu akan memiliki persepsi yang berbedabeda walaupun terhadap objek yang sama. a. Pengertian Persepsi Pareek dan Milton (1981) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses penerimaan, pemilihan, pengorganisasian, serta pemberian arti terhadap rangsang yang diterima. Pada proses tersebut tentunya tidak hanya sampai pada pemberian arti saja tetapi akan mempengaruhi pada perilaku yang akan dipilihnya sesuai dengan rangsang yang diterima dari lingkungannya. Chaplin (1999) memandang persepsi sebagai proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indra. Proses perseptual ini dimulai dengan perhatian, yaitu merupakan proses pengamatan selektif. Proses ini juga mencakup memahami dan mengenali atau mengetahui objek-objek serta kejadian-kejadian (Chaplin, 1999). Pareek dan Milton (1981), menjelaskan bahwa proses persepsi terjadi melalui tahapan sebagai berikut: (1).Penerimaan Rangsang Pada proses ini, individu menerima rangsangan dari berbagai sumber. Seseorang lebih senang memperhatikan salah satu sumber dibandingkan dengan sumber lainnya, apabila sumber tersebut mempunyai kedudukan yang lebih dekat atau lebih menarik baginya.
Universitas Sumatera Utara
(2).Proses Menyeleksi Rangsang Setelah rangsang diterima kemudian diseleksi disini akan terlibat proses perhatian. Stimulus itu diseleksi untuk kemudian diproses lebih lanjut. (3).Proses Pengorganisasian Rangsang yang diterima selanjutnya diorganisasikan dalam suatu bentuk.
(4).Proses Penafsiran Setelah rangsangan atau data diterima dan diatur, si penerima kemudian menafsirkan data itu dengan berbagai cara. Setelah data tersebut ditafsirkan maka telah dapat dikatakan sudah terjadi persepsi. Karena persepsi pada pokoknya memberikan arti kepada berbagai informasi yang diterima. (5).Proses Pengecekan Setelah data ditafsir, si penerima mengambil beberapa tindakan untuk mengecek apakah yang dilakukan benar atau salah. Penafsiran ini dapat dilakukan dari waktu ke waktu untuk menegaskan apakah penafsiran atau persepsi dibenarkan atau sesuai dengan hasil proses selanjutnya. (6).Proses Reaksi Lingkungan persepsi itu belum sempurna sehingga menimbulkan tindakantindakan yang biasanya tersembunyi atau terbuka. Berdasarkan beberapa pengertian persepsi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah sebuah proses yang melibatkan aspek kognitif dan afektif dalam penerimaan, pemilihan, pengorganisasian, serta pemberian arti terhadap rangsang yang diterima.
Universitas Sumatera Utara
b. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Pada kenyataannya, terhadap objek yang sama, individu dimungkinkan memiliki persepsi yang berbeda. Perbedaan persepsi pada setiap individu ini disebabkan oleh beberapa faktor yang berpengaruh dalam persepsi (Milton, 1981). Faktor tersebut meliputi: objek yang dipersepsi, situasi, individu yang mempersepsi (perceiver), persepsi diri, dan pengamatan terhadap orang lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi inilah yang pada umumnya menyebabkan adanya perbedaan persepsi pada masing-masing individu. 2. Penilaian Prestasi Kerja a. Pengertian Penilaian Prestasi Kerja Ada banyak ahli yang mencoba memberikan pengertian mengenai penilaian prestasi kerja. Salah satunya adalah Bowman (1999) yang mendefinisikan penilaian prestasi kerja sebagai berikut: “Is something given by some one who doesn’t want to give it to someone who doesn’t want to get it”. Definisi yang dikemukakan Bowman, menjelaskan bahwa sesungguhnya dalam penilaian prestasi kerja terjadi sebuah proses memberi dan menerima, dimana atasan memberikan dan karyawan menerima, walaupun dalam hal ini kedua belah pihak sama-sama memiliki keberatan masing-masing baik dalam memberi maupun menerima penilaian. Pada kamus Manajemen SDM dan Perilaku Organisasi, penilaian prestasi kerja berarti suatu proses organisasi menilai performa individu (Tunggal, 1997). Muchinsky (1993) mendefinisikan penilaian prestasi kerja sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
“ a systematic review of an individual employee’s performance on the job which is used to evaluate the effectiveness of his or her work”. Definisi yang dikemukakan Muchinsky semakin memberikan pengertian yang lebih jelas. Muchinsky berpendapat penilaian prestasi kerja merupakan suatu peninjauan yang sistematis terhadap prestasi kerja karyawan dalam pekerjaan yang digunakan untuk mengevaluasi efektivitas kerja. Aamodt (2004), memberikan pengertian yang lebih sederhana mengenai penilaian prestasi kerja. Aamodt (2004) menganalogikan penilaian prestasi kerja dengan proses evaluasi hasil belajar siswa di sekolah. Ketika seorang siswa menerima nilai 89,6, namun guru yang bersangkutan tetap tidak memberikan nilai A kepada siswa tersebut, maka kemungkinan besar siswa tersebut akan merasa kecewa dengan penilaian yang diberikan oleh gurunya. Demikian pula halnya dengan penilaian prestasi kerja karyawan. Aamodt (2004) menyatakan bahwa penilaian prestasi kerja merupakan proses penilaian terhadap prestasi kerja karyawan yang dilakukan dalam beberapa tahapan yang sistematis guna memperoleh dokumentasi dan informasi mengenai prestasi kerja karyawan. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian prestasi kerja adalah proses menilai hasil kerja seseorang sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan oleh karyawan maupun organisasi.
b. Karakteristik Penilaian Prestasi Kerja yang Efektif
Universitas Sumatera Utara
Aamodt (2004) dalam bukunya Applied Industrial / Organizational Psychology menjelaskan 5 karakteristik penilaian prestasi kerja yang efektif, yaitu: (1).Relevansi Penilaian prestasi kerja dikatakan memenuhi kriteria relevansi jika tiap kriteria yang digunakan untuk melakukan penilaian merupakan hal-hal yang berhubungan langsung dengan pekerjaan karyawan. Relevansi dapat terpenuhi jika kriteria yang digunakan dalam penilaian prestasi kerja didapatkan dengan mengacu pada analisa jabatan.
(2).Bebas dari kontaminasi (Freedom from Contamination) Penilaian prestasi kerja dikatakan bebas atau bersih dari kontaminasi jika kriteria penilaian yang digunakan ditentukan dengan melihat perilaku kerja karyawan dan bukan mengacu pada trait atau faktor lain. (3).Diskriminabilitas Penilaian prestasi kerja dikatakan efektif jika kriteria penilaian yang digunakan dapat dengan jelas menggambarkan perbedaan karyawan satu dengan yang lain dalam hal prestasi kerjanya. (4).Reliabilitas Penilaian prestasi kerja dikatakan efektif jika memiliki reliabilitas kriteria penilaian yang tinggi, artinya kriteria penilaian akan dapat memberi hasil yang sama akuratnya walaupun diterapkan pada karyawan yang berbeda. (5).Kongruensi
Universitas Sumatera Utara
Penilaian prestasi kerja dikatakan efektif jika kriteria penilaiannya kongruen atau sejalan dengan kebutuhan perusahaan itu sendiri. Jika penilaian dilakukan dengan tujuan untuk promosi, maka kriteria penilaian yang digunakan pun harus berhubungan dengan promosi. Karakteristik penilaian prestasi kerja yang efektif ini dalam pelaksanaannya akan berbeda-beda di setiap perusahaan sesuai dengan kebijakan pihak perusahaan. Penggunaan kelima karakteristik ini pada umumnya dilakukan dalam beberapa tahapan penilaian prestasi kerja yang akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya.
c. Tahapan dalam Penilaian Prestasi Kerja Melakukan sebuah penilaian terhadap prestasi kerja karyawan bukanlah hal yang mudah, dibutuhkan proses atau tahapan yang pada akhirnya menghasilkan sebuah penilaian yang tepat. Menurut Aamodt (2004), tahapan yang dilalui dalam penilaian prestasi kerja adalah sebagai berikut: (1).Menentukan alasan melakukan penilaian Tahapan ini merupakan tahapan yang pertama dilakukan dalam proses penilaian prestasi kerja, dimana dalam tahap ini perusahaan harus menentukan alasan mengadakan penilaian. Hal ini sangat penting dilakukan karena berkaitan dengan penentuan teknik yang akan digunakan. (2).Menentukan kriteria penilaian yang tepat
Universitas Sumatera Utara
Setelah mengetahui dengan jelas alasan dan tujuan mengadakan penilaian maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah menentukan kriteria yang tepat untuk mengukur prestasi dan melakukan penilaian. Kriteria yang digunakan dapat berupa kualitas kerja, rasa aman dalam bekerja, atau absensi. Kriteria yang digunakan berbeda-beda di setiap perusahaan tergantung pada kebijakan perusahaan yang bersangkutan. (3).Menentukan teknik atau metode penilaian Penilaian dapat dilakukan dengan teknik atau metode yang bermacam-macam. Tahapan ini merupakan tahap dimana perusahaan memutuskan memilih dan menggunakan teknik yang tepat untuk melakukan penilaian. (4).Menjelaskan dan mensosialisasikan sistem penilaian kepada karyawan Sistem penilaian yang akan diterapkan sebaiknya diketahui oleh setiap karyawan. Tahapan ke empat ini merupakan tahap dimana perusahaan menjelaskan dan mensosialisasikan sistem penilaian prestasi kerja yang akan diterapkan baik kepada karyawan maupun atasan. Umumnya dalam tahap ini akan sekaligus diadakan pelatihan bagi atasan yang akan menjadi pelaksana dalam proses penilaian. (5).Melakukan penilaian prestasi kerja Tahap ini merupakan tahapan dimana proses penilaian berlangsung. Penilaian yang dilakukan melibatkan proses observasi terhadap perilaku, mencatat perilaku, dan memberikan evaluasi atau penilaian terhadap perilaku yang diamati dari masing-masing individu karyawan. (6).Mengkomunikasikan hasil penilaian
Universitas Sumatera Utara
Tahapan terakhir dalam penilaian prestasi kerja ini diisi dengan sesi formal dimana atasan mengkomunikasikan hasil penilaian kepada karyawan yang bersangkutan. Atasan dan karyawan akan bersama-sama mendiskusikan hasil penilaian tersebut. Karyawan akan mengetahui letak kekurangan dan kelebihannya dan mengetahui langkah apa yang akan diambil ke depan untuk semakin termotivasi dan meningkatkan prestasi. Pelaksanaan keenam tahapan dalam penilaian prestasi kerja ini merupakan sebuah proses berkesinambungan yang pada umumnya dilakukan setiap perusahaan guna menjalankan sebuah sistem penilaian prestasi kerja yang baik.
3. Pengertian Persepsi Mengenai Penilaian Prestasi Kerja Handoko
(2001)
mengemukakan
ada
beberapa
aktivitas
fungsi
operasionalisasi sumber daya manusia yang sangat bermanfaat dalam pelaksanaan manajemen sumber daya manusia dalam sebuah perusahaan. Aktivitas fungsi operasionalisasi sumber daya manusia tersebut antara lain: perencanaan sumber daya manusia, pengembangan, penilaian prestasi kerja, pemberian kompensasi dan pemeliharaan karyawan (Handoko, 2001). Salah satu fungsi operasionalisasi sumber daya manusia yang sedang marak dikerjakan perusahaan-perusahaan saat ini adalah penilaian prestasi kerja karyawan. Penilaian prestasi kerja adalah proses menilai hasil kerja seseorang sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan oleh karyawan maupun organisasi.
Universitas Sumatera Utara
Penilaian prestasi kerja dikatakan efektif jika memenuhi 5 karakteristik yang dikemukakan sebelumnya (Aamodt, 2004), yaitu: relevansi, bebas dari kontaminasi (freedom from contamination), diskriminabilitas, reliabilitas, dan kongruensi. Penilaian prestasi kerja yang diberikan perusahaan kepada tiap karyawannya memang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas karyawan, namun tidak semua karyawan dapat menerima begitu saja penilaian yang diberikan perusahaan kepadanya. Penilaian yang diberikan tentunya dipersepsikan berbeda-beda oleh setiap karyawan. Penilaian prestasi kerja merupakan sebuah bentuk stimulus dari lingkungan pekerjaan karyawan yang akan berpengaruh pada kinerja karyawan. Penilaian prestasi kerja umumnya dilakukan dalam beberapa tahap. Tahapan paling akhir yang dilakukan adalah mengkomunikasikan hasil penilaian. Atasan akan memberitahukan keseluruhan hasil penilaian dalam tahap ini (Aamodt, 2004). Karyawan yang telah menerima penilaian dari perusahaan akan mulai memproses penilaian yang diberikan perusahaan dengan mempertimbangkan apakah memang penilaian itu sudah cukup objektif, sesuai atau tidak dengan diri karyawan, atau sudahkan penilaian tersebut memenuhi lima karakteristik penilaian yang efektif. Jika karyawan merasa penilaian tersebut tidak tepat dengan beberapa pertimbangan di atas maka ada pertentangan dalam kognitifnya. Proses yang dialami karyawan dalam menanggapi stimulus berupa penilaian prestasi kerja ini merupakan suatu rangkaian proses mempersepsikan suatu stimulus. Berdasarkan penjelasan teoritis mengenai konsep persepsi dan penilaian prestasi kerja diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian persepsi
Universitas Sumatera Utara
mengenai penilaian prestasi kerja adalah sebuah proses yang melibatkan aspek kognitif dan afektif dalam penerimaan, pemilihan, pengorganisasian, serta pemberian arti mengenai penilaian prestasi kerja sebagai rangsang yang diterima karyawan.
C. Pengaruh Persepsi Mengenai Penilaian Prestasi Kerja terhadap Motivasi Berprestasi Manusia sebagai tokoh sentral yang menjadi penggerak roda perkembangan dan laju produktivitas perusahaan (Admin, 2007), tentunya memiliki motivasi yang berbeda-beda dalam melakukan pekerjaan. Mc.Clelland (1987), menyatakan empat jenis motivasi yang pada umumnya dimiliki oleh individu, yaitu: (1) Motivasi Berprestasi, (2) Motivasi Bersosialisasi atau Afiliasi, (3) Motivasi Memiliki Pengaruh, (4) Motivasi Menghindar. Keempat jenis motivasi ini umumnya dimiliki oleh setiap individu, hanya saja biasanya ada satu diantaranya yang mendominasi. Motivasi berprestasi misalnya, tipe motivasi ini banyak mempengaruhi individu dalam bekerja (Mc.Clleland, 1987). Motivasi berprestasi adalah dorongan dalam diri individu untuk mencapai keberhasilan dalam mengerjakan tugas-tugas yang penuh tantangan, dengan suatu ukuran keunggulan yaitu perbandingan dengan prestasi orang lain atau standard tertentu (Mc.Clelland, 1987). Motivasi berprestasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: (1) Faktor internal, yaitu keinginan dalam diri individu untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik demi mencapai kepuasan internal, (2) Faktor eksternal, yaitu: (a) tingkat kesulitan dan resiko tugas yang menengah dan
Universitas Sumatera Utara
(b) ekstrinsik incentives yang merupakan hal-hal diluar diri individu yang dapat memberikan kepuasan pada diri individu dalam melakukan sesuatu, misal: reward, feedback, sistem manajemen perusahaan, dan lain-lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi ini tentunya akan sangat menentukan dinamika motivasi berprestasi karyawan dalam sebuah perusahaan. Individu dengan motivasi berprestasi cenderung akan selalu mengusahakan peningkatan kinerja dan prestasi dalam melakukan pekerjaan. Individu dengan motivasi berprestasi yang pada umumnya sangat memerlukan umpan balik atas kinerjanya, cenderung akan menginginkan kenaikan gaji, promosi, dan kesempatan mengikuti pelatihan-pelatihan
pengembangan
performansi
dari
perusahaan.
Pihak
perusahaan diharapkan tanggap dalam menyikapi dinamika motivasi berprestasi yang berbeda-beda pada setiap karyawan. Perusahaan juga diharapkan dapat memfasilitasi peningkatan motivasi berprestasi para karyawannya. Perusahaan
telah
banyak
mengembangkan
cara
untuk
memfasilitasi
peningkatan motivasi berprestasi para karyawan. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan menerapkan sistem penilaian prestasi kerja. Sistem penilaian prestasi kerja yang diterapkan pada setiap perusahaan umumnya dilakukan dalam beberapa tahap. Sebelum melakukan penilaian terhadap kinerja karyawan, perusahaan akan melakukan beberapa tahap persiapan. Tahapan yang umumnya dilalui oleh perusahan adalah: (a) menentukan alasan melakukan penilaian, (b) menentukan kriteria penilaian yang tepat, (c) menentukan teknik atau metode penilaian, (d) menjelaskan dan mensosialisasikan sistem penilaian kepada karyawan, (e) melakukan penilaian prestasi kerja, (f) mengkomunikasikan hasil
Universitas Sumatera Utara
penilaian. Pada tahap paling akhir umumnya atasan yang memberikan penilaian akan membahas hasil penilaian prestasi kerja tersebut dengan karyawan yang bersangkutan. Pada tahap ini baik karyawan maupun atasan akan mendiskusikan bersama-sama apa yang akan dilakukan berikutnya. Hal ini akan sangat membantu dalam memberikan feedback pada karyawan sehingga karyawan mendapat gambaran mengenai pekerjaan yang telah dilakukan (Saxby, 2007). Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, setiap penilaian yang diberikan perusahaan tidak semuanya sesuai dan dapat diterima oleh karyawan. Penilaian prestasi kerja yang diberikan perusahaan akan dipersepsikan terlebih dahulu oleh karyawan. Persepsi positif ataupun negatif yang dimiliki karyawan akan memberikan dampak yang berbeda terhadap motivasi berprestasi bahkan terhadap perilaku kerjanya. Hal ini sejalan dengan fenomena yang terjadi di beberapa perusahaan yang terdapar di Kota Medan. Penilaian prestasi kerja yang diterima oleh setiap karyawan akan dipersepsikan berbeda-beda. Kesempatan negosiasi dengan atasan dalam menentukan penilaian prestasi kerja, menimbulkan kekesalan pada beberapa karyawan. Pada akhirnya karyawan kurang termotivasi untuk meningkatkan prestasi kerjanya, karena karyawan menganggap penilaian prestasi kerja yang diterima akan sama saja. Berdasarkan uraian diatas maka dapat diperoleh sebuah kerangka pemahaman bahwa adanya faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi karyawan akan meningkatkan motivasi berprestasi karyawan. Salah satunya adalah keberadaan penilaian prestasi kerja sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi motivasi berprestasi karyawan. Pada kenyataannya setiap penilaian yang diberikan
Universitas Sumatera Utara
tidak selamanya memberi dampak positif pada karyawan karena setiap karyawan memiliki persepsi yang berbeda-beda dalam menanggapi penilaian yang diberikan. Persepsi terhadap penilaian prestasi kerja yang diterima akan sangat menentukan motivasi berprestasi karyawan.
D. Hipotesa Penelitian Berdasarkan landasan teori yang dikemukakan dan analisa atas teori-teori tersebut maka diajukan hipotesa, yaitu ada pengaruh yang positif dari persepsi karyawan mengenai penilaian prestasi kerja terhadap motivasi kerja karyawan. Hubungan dalam bentuk pengaruh ini mengandung arti bahwa semakin positif persepsi karyawan terhadap penilaian prestasi kerja, maka semakin tinggi motivasi berprestasi karyawan tersebut, demikian sebaliknya.
Universitas Sumatera Utara