BAB II LANDASAN TEORI
2.1.
Definisi Nilai Persepsian 2.1.1. Definisi Nilai Bagi para pelaku usaha dalam menciptakan suatu produk, jika perusahaan mampu menciptakan produk maka perusahaan harus mampu menciptakan nilai dari produk tersebut. Karena nilai dari suatu produk akan berpengaruh besar dan memiliki arti bagi konsumen dalam mengambil keputusan pembelian suatu produk.
Definisi dari nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.
Pendapat
dari
Max
Scheler
dalam
(Manedin,
2012;03)
menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama tinggi dan luhurnya. Menurutnya nilai-nilai dapat dikelompokan dalam empat tingkatan, yaitu: 1. Nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indra yang memunculkan rasa senang, menderita, atau tidak enak. 14
2. Nilai kehidupan, yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan (jasmani, kesehatan, dan kesejahteraan umum). 3. Nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kebenaran, keindahan, dan pengetahuan murni. 4. Nilai kerohanian, dalam tingkatan ini terdapat moralitas nilai yang suci.
Sementara itu, Notonagoro membedakan menjadi tiga, yaitu: 1. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia. 2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan. 3. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang bersifat rohani manusia. Ada 4 tingkatan nilai kerohanian, yaitu: (a). nilai kebenaran, yaitu nilai yang bersumber pada rasio, budi, akal, atau cipta manusia; (b). nilai keindahan/estetis, yaitu nilai yang bersumber pada perasaan manusia; (c). nilai kebaikan atau nilai moral, yaitu nilai yang bersumber pada unsur kehendak manusia; (d). nilai religius, yaitu nilai kerohanian tertinggi dan bersifat mutlak.
Berdasarkan pendapat di atas makna dari nilai dikaitkan dengan suatu produk berarti bahwa suatu produk tidak akan memiliki manfaat dan makna, jika produk tersebut tidak memiliki arti dan mutu bagi 15
pengguna atau manusia. Karena manusia yang dikatakan pelanggan atau pengguna dari produk memiliki pandangan sendiri terhadap suatu produk artinya produk harus memberikan kepuasan bagi pengguna.
Harjati (2003) menyatakan bahwa nilai pelanggan adalah persepsi pelanggan dari apa yang mereka inginkan terjadi yaitu konsekuensi-konsekuensi dari produk/jasa yang ditawarkan untuk memenuhi kebutuhannya, pada situasi spesifik. Suatu merek yang paling unggul di antara merek-merek lainnya akan menduduki posisi pertama dalam benak konsumen dan merupakan merek yang paling mudah diingat oleh konsumen. Hal ini sangat menguntungkan karena apabila konsumen melakukan pembelian, merek yang paling mudah diingat yang pertama kali akan dipertimbangkan untuk dipilih.
Rangkuti (2003: 31) mendefinisikan nilai sebagai pengkajian secara menyeluruh manfaat dari suatu produk, didasarkan persepsi pelanggan atas apa yang telah diterima oleh pelanggan dan yang telah diberikan oleh produk tersebut.
Menurut Kotler dan Keller (2006:133), nilai yang diterima pelanggan adalah sebagai berikut: Nilai yang diterima pelanggan sebagai selisih antara total customer value (jumlah nilai bagi pelanggan) dan total customer cost (biaya total bagi pelanggan). Total customer value (jumlah nilai bagi pelanggan) adalah kumpulan manfaat yang diharapkan oleh pelanggan dari produk atau jasa tertentu. Total customer cost (biaya total pelanggan) adalah kumpulan pengorbanan yang diperkirakan pelanggan akan terjadi dalam mengevaluasi, memperoleh, dan menggunakan produk atau jasa tersebut.
Oxford Advanced Learner’s Dictionary (2000) dalam Tjiptono (2005:195) mendeskripsikan kepuasan sebagai “the good feeling that you have when you achieved something or when something 16
that you wanted to happen does happen”; ”the act of fulfilling a need or desire”; dan “an acceptable way of dealing with a complaint, a debt, an injury, etc.” Kepuasan bisa diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu memadai.
Masih
menurut
Kotler
dan
Keller
(2006:25)
mengungkapkan pula bahwa: “Suatu perusahaan berhasil menawarkan produk/jasa kepada pelanggan apabila mampu memberikan nilai dan kepuasan (value and satisfaction).” Nilai (value) adalah perkiraan konsumen atas seluruh kemampuan produk untuk memuaskan kebutuhannya.”
Nilai mencerminkan manfaat dan biaya berwujud dan tidak berwujud bagi pelanggan. Nilai dapat dilihat terutama sebagai kombinasi, mutu, jasa dan harga (gsp, quality, service and price) yang disebut juga “tiga nilai serangkai pelanggan”. Nilai merupakan konsep sentral pemasaran, pemasar dapat dilihat sebagai
identifikasi,
kreasi,
komunikasi,
pengiriman
dan
pemantauan nilai pelanggan (Kotler dan Keller, 2007, pp 29-32)
Sedangkan menurut Durianto at al. (2005:44) berpendapat bahwa persepsi nilai (perceived value) diartikan sebagai persepsi kualitas dibagi dengan harga. Ada lima unsur pembentuk perceived value, yaitu kualitas, produk, harga, layanan faktor emosional dan kemudahan. 17
Dapat disimpulkan dari uraian-uraian atau pendapat para ahli diatas bahwa suatu produk dapat dikatakan bernilai jika produk tersebut dapat mencerminkan manfaat dan biaya baik yang berwujud dan tidak berwujud bagi pelanggan atau pengguna. Suatu produk selain memberikan manfaat juga memberikan kepuasan bagi pelanggan, maka produk tersebut memiliki nilai bagi pelanggan yang dapat dilihat dari segi kualitas, dan harga atau dengan katalain kualitas dibagi harga itu yang disebut persepsi nilai (perceived value).
2.1.2. Definisi Persepsi
Kotler bagaimana
(2000)
menjelaskan
seseorang
menginterpretasikan
persepsi
menyeleksi,
masukan-masukan
sebagai
proses
mengatur
dan
informasi
untuk
menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti.
Dengan adanya konsumen memiliki persepsi, maka mendorong konsumen untuk mengkonsumsi suatu produk yang dianggap memiliki nilai dan manfaat.
Bagi perusahaan
menciptakan produk yang dapat menciptakan persepsi yang baik dan
positif
bagi
konsumen
adalah
nilai
(value)
yang
mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. 18
Suatu produk yang memiliki citra positif dimata konsumen akan sangat berarti bagi perusahaan, karena dengan adanya pencitraan dan persepsian konsumen terhadap produk ataupun merek dari suatu produk yang akan mendorong konsumen untuk mengambil keputusan pembelian.
Sebegitu pentingnya proses persepsi konsumen terhadap citra merek suatu produk dapat terlihat saat seorang individu telah memberikan persepsi positif pada suatu citra merek barang, maka ia juga akan memiliki nilai asosiatif yang positif pula pada produk tersebut. Hal ini kemudian dianggap penting karena walaupun yang dihasilkan oleh produsen adalah produk, namun yang dibeli oleh individu tersebut selaku konsumen adalah brand atau merk dari barang tersebut (Klein dalam Ivan Gunawan,2003 : 4).
Jalaludin Rahmat (2003:15) mengemukakan “persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan pesan”.
Bimo Walgito dalam Sunaryo (2004 : 93 ) mengartikan “ persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterprestasian, terhadap rangsang yang diterima oleh organisasi atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu”.
Leavitt (dalam Rosyadi, 2001) membedakan persepsi menjadi dua pandangan, yaitu pandangan secara sempit dan luas. Pandangan
yang
sempit
mengartikan
persepsi
sebagai 19
penglihatan, bagaimana seseorang melihat sesuatu. Sedangkan pandangan yang luas mengartikannya sebagai bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Sebagian besar dari individu menyadari bahwa dunia yang sebagaimana dilihat tidak selalu sama dengan kenyataan, jadi berbeda dengan pendekatan sempit, tidak hanya sekedar melihat sesuatu tapi lebih
pada
pengertiannya
terhadap
sesuatu
tersebut.
Persepsi berarti analisis mengenai cara mengintegrasikan penerapan kita terhadap hal-hal di sekeliling individu dengan kesan-kesan atau konsep yang sudah ada, dan selanjutnya mengenali benda tersebut. Untuk memahami hal ini, akan diberikan contoh sebagai berikut: individu baru pertama kali menjumpai buah yang sebelumnya tidak kita kenali, dan kemudian ada orang yang memberitahu kita bahwa buah itu namanya mangga. Individu kemudian mengamati serta menelaah bentuk, rasa, dan lain sebagainya, dari buah itu secara saksama. Lalu timbul konsep mengenai mangga dalam benak (memori) individu.
Pada kesempatan lainnya, saat menjumpai buah yang sama, maka individu akan menggunakan kesan-kesan dan konsep yang
20
telah kita miliki untuk mengenali bahwa yang kita lihat itu adalah mangga (Taniputera, 2005).
Alport (dalam Mar’at, 1991) proses persepsi merupakan suatu proses kognitif yang dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, dan pengetahuan individu. Pengalaman dan proses belajar akan memberikan bentuk dan struktur bagi objek yang ditangkap panca indera, sedangkan pengetahuan dan cakrawala akan memberikan arti terhadap objek yang ditangkap individu, dan akhirnya komponen individu akan berperan dalam menentukan tersedianya jawaban yang berupa sikap dan tingkah laku individu terhadap objek yang ada.
Walgito
(dalam
Hamka,
2002)
menyatakan
bahwa
terjadinya persepsi merupakan suatu yang terjadi dalam tahaptahap berikut:
Tahap pertama, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses kealaman atau proses fisik, merupakan proses ditangkapnya suatu stimulus oleh alat indera manusia.
Tahap kedua, merupakan tahap yang dikenal dengan proses fisiologis, merupakan proses diteruskannya stimulus yang diterima oleh reseptor (alat indera) melalui saraf-saraf sensoris.
Tahap ketiga, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses psikologik, merupakan proses timbulnya kesadaran individu tentang stimulus yang diterima reseptor.
21
Tahap ke empat, merupakan hasil yang diperoleh dari proses persepsi yaitu berupa tanggapan dan perilaku.
Berdasarkan pendapat para ahli yang telah dikemukakan, bahwa proses persepsi melalui tiga tahap, yaitu: 1) Tahap penerimaan stimulus, baik stimulus fisik maupun stimulus sosial melalui alat indera manusia, yang dalam proses ini mencakup pula pengenalan dan pengumpulan informasi tentang stimulus yang ada. 2) Tahap pengolahan stimulus sosial melalui proses seleksi serta pengorganisasian informasi. 3) Tahap perubahan stimulus yang diterima individu dalam menanggapi
lingkungan
melalui
proses
kognisi
yang
dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, serta pengetahuan individu.
Menurut Newcomb (dalam Arindita, 2003), ada beberapa sifat yang menyertai proses persepsi, yaitu: 1)
Konstansi (menetap): Dimana individu mempersepsikan seseorang sebagai orang itu sendiri walaupun perilaku yang ditampilkan berbeda-beda.
2)
Selektif : persepsi dipengaruhi oleh keadaan psikologis si perseptor. Dalam arti bahwa banyaknya informasi dalam 22
waktu yang bersamaan dan keterbatasan kemampuan perseptor dalam mengelola dan menyerap informasi tersebut, sehingga hanya informasi tertentu saja yang diterima dan diserap. 3)
Proses organisasi yang selektif : beberapa kumpulan informasi yang sama dapat disusun ke dalam pola-pola menurut cara yang berbeda-beda.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Thoha (1993) berpendapat bahwa persepsi pada umumnya terjadi karena dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri individu, misalnya sikap, kebiasaan, dan kemauan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar individu yang meliputi stimulus itu sendiri, baik sosial maupun fisik.
Dijelaskan oleh Robbins (2003) bahwa meskipun individuindividu memandang pada satu benda yang sama, mereka dapat mempersepsikannya berbeda-beda.
23
Ada sejumlah faktor yang bekerja untuk membentuk dan terkadang memutar-balikkan persepsi. Faktor-faktor ini terdiri dari : 1)
Pelaku persepsi (perceiver)
2)
Objek atau yang dipersepsikan
3)
Konteks dari situasi dimana persepsi itu dilakukan
Berbeda dengan persepsi terhadap benda mati seperti meja, mesin atau gedung, persepsi terhadap individu adalah kesimpulan yang berdasarkan tindakan orang tersebut. Objek yang tidak hidup dikenai hukum-hukum alam tetapi tidak mempunyai keyakinan, motif atau maksud seperti yang ada pada manusia. Akibatnya individu akan berusaha mengembangkan penjelasanpenjelasan mengapa berperilaku dengan cara-cara tertentu. Oleh karena itu, persepsi dan penilaian individu terhadap seseorang akan cukup banyak dipengaruhi oleh pengandaian-pengadaian yang diambil mengenai keadaan internal orang itu (Robbins, 2003).
Gilmer (dalam Hapsari, 2004) menyatakan bahwa persepsi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor belajar, motivasi, dan pemerhati perseptor atau pemersepsi ketika proses persepsi terjadi. Dan karena ada beberapa faktor yang bersifat 24
yang bersifat subyektif yang mempengaruhi, maka kesan yang diperoleh masing-masing individu akan berbeda satu sama lain.
Oskamp
(dalam
Hamka,
2002)
membagi
empat
karakteristik penting dari faktor-faktor pribadi dan sosial yang terdapat dalam persepsi, yaitu: a)
Faktor-faktor ciri dari objek stimulus
b)
Faktor-faktor pribadi seperti intelegensi, minat
c)
Faktor-faktor pengaruh kelompok
d)
Faktor-faktor perbedaan latar belakang cultural.
Persepsi individu dipengaruhi oleh faktor fungsional dan struktural. Faktor fungsional ialah faktor-faktor yang bersifat personal. Misalnya kebutuhan individu, usia, pengalaman masa lalu, kepribadian,jenis kelamin, dan hal-hal lain yang bersifat subjektif. Faktor struktural adalah faktor di luar individu, misalnya lingkungan,
budaya,
dan
norma
sosial
sangat
berpengaruh terhadap seseorang dalam mempresepsikan sesuatu.
Dari uraian di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal, yaitu faktor pemersepsi (perceiver), obyek yang dipersepsi dan konteks situasi persepsi dilakukan. 25
Aspek-aspek Persepsi
Pada hakekatnya sikap adalah merupakan suatu interelasi dari berbagai komponen, dimana komponen-komponen tersebut menurut Allport (dalam Mar'at, 1991) ada tiga yaitu: 1. Komponen Kognitif ; yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang obyek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang obyek sikap tersebut. 2. Komponen Afektif; afektif berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya evaluativ yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimilikinya. 3. Komponen Konatif; yaitu merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan obyek sikapnya.
Baron dan Byrne, juga Myers (dalam Gerungan, 1996) menyatakan bahwa sikap itu mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu: 1) Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, 26
yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap. 2) Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif. 3) Komponen
konatif
(komponen
perilaku,
atau
action
component), yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.
Rokeach (Walgito, 2003) memberikan pengertian bahwa dalam persepsi terkandung komponen kognitif dan juga komponen konatif, yaitu sikap merupakan predisposing untuk merespons, untuk berperilaku. Ini berarti bahwa sikap berkaitan dengan perilaku, sikap merupakan predis posisi untuk berbuat atau berperilaku.
Dari batasan ini juga dapat dikemukakan bahwa persepsi mengandung komponen kognitif, komponen afektif, dan juga 27
komponen konatif, yaitu merupakan kesediaan untuk bertindak atau berperilaku. Sikap seseorang pada suatu obyek sikap merupakan manifestasi dari kontelasi ketiga komponen tersebut yang saling berinteraksi untuk memahami, merasakan dan berperilaku terhadap obyek sikap. Ketiga komponen itu saling berinterelasi dan konsisten satu dengan lainnya. Jadi, terdapat pengorganisasian secara internal diantara ketiga komponen tersebut.
Antara konsumen dengan produk terdapat keterlibatan yang akhirnya
menimbulkan
perhatian
pada
produk
sehingga
menimbulkan ketertarikan untuk mencari informasi tentang produk tersebut seperti yang dikemukakan oleh Mowen (2001) mendefinisikan keterlibatan konsumen sebagai persepsi dari kepentingan pribadi atau minat terhadap perolehan, konsumsi dan disposisi dari barang, jasa atau ide.
Solomon (2004) menyatakan bahwa “keterlibatan konsumen sebagai tingkat persepsi dari kepentingan pribadi dan atau ketertarikan yang ditimbulkan oleh stimulus dengan situasi yang spesifik”.
Setiadi (2003) mengatakan bahwa “keterlibatan adalah status motivasi yang menggerakkan serta mengarahkan proses kognitif dan perilaku konsumen pada saat mereka membuat keputusan.
28
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keterlibatan konsumen sangat penting artinya bahwa produk dan merek masih memiliki ketergantungan dari persepsi konsumen dan motivasi dari konsumen untuk mengkonsumsinya.
2.2.
Perilaku Konsumen 2.2.1. Definisi Konsumen Definisi Konsumen secara umum adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat.
Menurut Kotler (2000) dalam bukunya Prinsiples Of Marketing “Konsumen adalah semua individu dan rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang atau jasa untuk dikonsumsi pribadi”. Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UUPK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan
Dalam ilmu ekonomi ada dua jenis konsumen yaitu : Konsumen antara dan Konsumen akhir. Konsumen antara adalah pengguna barang dan atau jasa yang dibeli oleh mereka tidak untuk dipakai akan tetapi untuk diperdagangkan dan diperjual belikan. Konsumen antara diantaranya adalah distributor, agen dan pengecer. Sedangkan konsumen akhir adalah mereka yang
29
membeli barang untuk dipakai atau digunakan untuk kepentingan pribadi dapat dikatakan bahwa mereka adalah pengguna akhir.
Konsumen sebagai pengguna atau pemakai barang dan jasa dapat diuraikan lebih jauh lagi diantaranya adalah konsumsi, konsumtif dan konsumerisme. Konsumsi berasal dari kata Belanda “consumptie” yang artinya adalah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda baik berupa barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung.
Menurut Chaney (2003) konsumsi adalah seluruh tipe aktifitas sosial yang orang lakukan sehingga dapat di pakai untuk mencirikan dan mengenal mereka, selain (sebagai tambahan) apa yang mungkin mereka lakukan untuk hidup. Chaney menambahkan, gagasan bahwa konsumsi telah menjadi (atau sedang menjadi) fokus utama kehidupan sosial dan nilai-nilai kultural mendasari gagasan lebih umum dari budaya konsumen
Menurut Braudrillard (2004), konsumsi adalah sistem yang menjalankan urutan tanda-tanda dan penyatuan kelompok. Jadi konsumsi itu sekaligus sebagai moral (sebuah sistemideologi) dan sistem komunikasi, struktur pertukaran. Dengan konsumsi sebagai moral, maka akan menjadi fungsi sosial yang memiliki organisasi yang terstruktur yang kemudian memaksa mereka mengikuti paksaan sosial yang tak disadari.
Konsumtif adalah menggunakan atau membeli barang dan atau jasa yang tidak didasari oleh kebutuhan atau dengan kata 30
lain membeli dan menggunakan barang dan atau jasa tidak dengan pertimbangan rasional.
Konsumerisme menjadikan
adalah
seseorang
atau
paham
atau
kelompok
ideologi
yang
melakukan
atau
menjalankan proses konsumsi atau pemakaian barang-barang hasil produksi. Jika dilakukan secara berlebihan atau tidak sepantasnya secara sadar dan berkelanjutan, hal tersebut dapat menjadikan manusia menjadi pecandu dari suatu produk, sehingga ketergantungan tersebut tidak dapat atau susah untuk dihilangkan.
Konsumen dapat beragam dari sudut usia, jenis kelamin, status sosial, dan lain sebagainya yang akan mempengaruhi bagaimana mereka melakukan proses memilih sampai dengan membuang produk yang dikonsumsi. Produk yang akan dikonsumsi juga beragam semua itu didasari oleh kebutuhan konsumen, maka dengan itu perlu diketahui bagaimana perilaku konsumen.
Keputusan konsumen untuk pembelian dan mengkonsumsi suatu produk sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya sebagai individu, konsumsi suatu produk akan dipengaruhi oleh 31
persepsi, proses pembelajaran dan memori, motivasi dan nilai, konsep diri, sikap, kepribadian dan gaya hidup.
Menurut Solomon (2002), berpendapat bahwa “Konsumen umum merupakan seseorang yang memiliki kebutuhan atau dorongan, melakukan pembelian, selanjutnya membuang produk dalam 3 tahap proses konsumsi.
Menurut Solomon kembali, konsumen memiliki beberapa peran dalam ketiga tahap proses tersebut yaitu ; 1. Pencetus ide (initiator); adalah konsumen yang memiliki peran sebagai yang memiliki gagasan untuk mengkonsumsi atau menggunakan produk, yang pada akhirnya gagasan tersebut diikuti oleh konsumen lain. 2. Pembeli (purchase/bayer); adalah konsumen yang tidak selalu mengkonsumsi produk tertentu, akan tetapi hanya membeli
untuk
memenuhi
kebutuhan
yang
tiba-tiba
dibutuhkan. 3. Membayar (payer); adalah konsumen yang melakukan transaksi dengan membayar barang yang sudah dibeli atau dikonsumsi. 4. Pengguna / pemakai (user); adalah konsumen yang menggunakan atau mengkonsumsi barang yang memang menjadi kebutuhannya.
32
5. Pemberi pengaruh (influencer); adalah konsumen yang dapat memberikan pengaruh kepada konsumen lain untuk membeli dan menggunakan produk tertentu. 6. Pengambil keputusan (decision maker); adalah konsumen yang telah menggunakan atau memakai produk yang pada akhirnya mengambil keputusan untuk membeli produk tersebut. 7. Konsumen organisasi atau kelompok, dimana satu orang atau kelompok orang akan membuat keputusan untuk organisasi.
Pandangan tradisional mendefinisikan konsumen secara tegas terkait dengan produk-produk dan jasa-jasa ekonomi seperti konsumen handphone, konsumen restoran, dan konsumen pakaian jadi. Hal ini memposisikan konsumen sebagai pembeli potensial dari produk dan jasa yang ditawarkan penjual.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa manusia sebagai konsumen pengguna barang dan atau jasa, memiliki sifat yang berbeda diantaranya ada yang bersifat konsumtif yaitu melakukan tindakan pembelian tanpa dipertimbangkan terlebih dahulu atau tanpa rasional, dengan kata lain melakukan tindakan pembelian bukan berdasarkan kebutuhan. Berbeda halnya dengan konsumsi yang melakukan tindakan pembelian yang terkadang 33
memang untuk memenuhi kebutuhan secara langsung. Konsumen dapat
mempengaruhi
produk
yang
pada
akhirnya
akan
dikonsumsi.
2.2.2. Definisi Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen itu sendiri adalah merupakan cara dari konsumen sebagai pengguna barang dan atau jasa untuk memenuhi
kebutuhannya
yang
karena
ada
faktor
yang
mengharuskan konsumen melakukan tindakan konsumsi.
Menurut Lamb, Hair dan Mc.Daniel menyatakan bahwa perilaku konsumen adalah proses seorang pelanggan dalam membuat keputusan untuk membeli, menggunakan serta mengkonsumsi barang-barang dan jasa yang dibeli, juga termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian dan penggunaan produk.(Rangkuti,2002:91)
Perilaku konsumen adalah aktivitas seseorang saat mendapatkan, mengkonsumsi, dan membuang barang atau jasa (Blackwell, Miniard, & Engel, 2001).
Sedangkan The American Marketing Association (AMA) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis dari pengaruh dan kesadaran, perilaku, dan lingkungan dimana manusia melakukan pertukaran aspek hidupnya
34
Menurut Solomon (2002) berpendapat bahwa perilaku konsumen merupakan suatu studi terhadap proses yang dilalui oleh individu atau kelompok ketika memilih, membeli, menggunakan atau membuang suatu produk, jasa, idea atau gagasan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka
Selanjutnya, Schiffman dan Kanuk (2004), perilaku konsumen didefinisikan sebagai berikut, istilah perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka.
Schiffman dan Kanuk kembali (2007 : 6) terjemahan Zoelkifli Kasip menyatakan bahwa “Perilaku konsumen adalah citra individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang, usaha) guna membeli barang-barang yang berhubungan dengan konsumsi”.
Tatik Suryani (2008), menyatakan perilaku konsumen adalah studi individu, kelompok atau organisasi dan proses yang mereka gunakan untuk memilih, mengamankan, menggunakan, dan membuang produk, jasa, pengalaman, atau ide-ide untuk memnuhi kebutuhan dan dampakdampak yang dimiliki semua proses ini bagi konsumen dan masyarakat.
Perilaku konsumen untuk membeli berbagai kebutuhannya kemudian telah didorong oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor persepsi konsumen itu sendiri terhadap sebuah citra produk yang ditawarkan. Tidak dapat dipungkiri bahwa citra merek sebuah produk telah menjadi magnet yang kuat untuk mendorong konsumen untuk membeli barang-barang, baik dari 35
segi kebutuhan maupun dari segi penilaian konsumen dari produk itu sendiri.
Produk merupakan target utama dari perusahaan untuk mengetahui produk apa yang diperlukan pasar saat ini, dan perusahaan harus dapat menemukan konsumen untuk dapat membelinya. Setiap perusahaan yang umumnya menghasilkan suatu produk tentu mengharapkan hasil yang telah ada tersebut disukai/dinikmati oleh para konsumen. Sehingga dengan keadaan yang demikian diharapkan perusahaan akan mendapatkan titik terang untuk mencapai tujuan yang direncanakannya semula.
Menurut Kotler (2007:9) memberikan definisi mengenai produk sebagai berikut : “Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pesanan untuk diperhatikan, dibeli, digunakan/dikonsumsikan. Istilah produk mencakup bendabenda fisik, jasa-jasa, kepribadian, tempat organisasi dan ide-ide”.
Sedangkan menurut pendapat Swastha (2007:9) : “Produk adalah suatu sifat yang kompleks baik dapat diraba maupun tidak dapat diraba, termasuk bungkus, warna, prestise perusahaan dan pengecer, pelayanan perusahaan dan pengecer yang diterima oleh pembeli untuk memuaskan keinginan/kebutuhannya”.
36
Pengertian produk menurut Fandy Tjiptono (2000 : 95) adalah pemahaman yang subyektif dari produsen atas suatu yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk bisa mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, sesuai dengan kompentensi dan kapasitas organisasi dan daya beli pasar.
Menurut Kotler dan Amstrong (2003 : 247) Suatu produk terdiri atas beberapa faktor yang mencakup di dalamnya, yaitu : a.
Mutu Merupakan titik perhatian konsumen dalam melakukan pemilihan terhadap suatu barang. Oleh karena itu, mutu produk merupakan hal yang perlu mendapat perhatian utama dari perusahaan atau produsen, mengingat mutu suatu produk berkaitan erat dengan masalah kepuasan konsumen, yang merupakan tujuan dari kegiatan pemasaran yang dilakukan perusahaan.
b.
Feature Merupakan salah satu alat untuk membedakan produk perusahaan dari produk pesaingnya melalui pemberian nilai tambah pada produk, sehingga dapat merubah produk menjadi lebih menarik dan biasanya berupa pemberian kemasan dan warna produk.
Untuk dapat menarik
perhatian konsumen, perusahaan perlu menata penampilan produk sedemikian rupa. 37
c.
Option Merupakan tambahan yang dapat memberikan kenyamanan serta menambah daya tarik dari suatu barang.
Untuk
menimbulkan kesan dan daya tarik bagi konsumen, perusahaan perlu memberikan pilihan produk, sehingga mereka dapat menentukan dan mengembangkan pilihan sesuai dengan selera mereka, dengan tetap mempercayakan produk tersebut sebagai produk kepuasannya. d.
Style Biasanya digunakan untuk barang-barang yang disukai konsumen dalam waktu tertentu atau barang-barang yang mengarah fashion.
Sedangkan model dari suatu produk
akan berguna untuk memudahkan komunikasi dalam melakukan seleksi terhadap produk yang akan dibelinya, sebab
model
diciptakan
oleh
perusahaan
untuk
membedakan mutu, ciri khas, pilihan maupun ukuran dari suatu produk. e.
Merek Merupakan suatu tanda atau simbol yang memberikan identitas suatu barang atau jasa yang dapat berupa katakata, gambar, ataupun kombinasi dari keduanya.
Para
pembeli sering mengasumsikan merek dagang sebagai jaminan bahwa produk yang bersangkutan mempunyai 38
mutu yang dapat memberikan kepuasan kepada mereka. Oleh karena itu, mereka bersedia membayar lebih hanya untuk mendapatkan barang atau jasa dengan merek tertentu. Selain itu, beberapa konsumen merasa dirinya tergolong dalam suatu kelas sosial tertentu, hanya karena memiliki atau menggunakan barang atau jasa dengan merek tertentu. f.
Kemasan Kemasan dapat menjadi sarana pemasaran yang baik, karena kemasan yang baik dapat menciptakan nilai tambah yang menyenangkan konsumen dan mempunyai nilai promosional bagi produsen. Sedangkan faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam kemasan, yaitu faktor teknis, apakah kemasan tersebut mudah pecah atau tidak. Faktor ekonomis yaitu jangan menggunakan kemasan yang terlalu besar,
serta
faktor
efisiensi
kemasan
juga
prlu
dipertimbangkan. g.
Ukuran Perusahaan menentukan ukuran suatu produk didasari oleh keinginan pasar dan biasanya konsumen ditawarkan beberapa jenis pilihan ukuran produk yang disesuaikan dengan selera, situasi dan kondisi pemakaian.
39
h.
Service Adalah pelayanan purna jual yang dilakukan oleh perusahaan setelah menjual produknya pada konsumen. Pelayanan dapat berupa perbaikan atau penyediaan suku cadang dari produk khusus untuk barang-barang industri, maupun pelayanan terhadap keluhan konsumen terhadap produk yang telah dibelinya.
i.
Jaminan Adalah tanggungan perusahaan yang bersangkutan terhadap kelainan-kelainan
produk
dari
standar
yang
telah
ditentukan, dengan catatan bahwa konsumen menggunakan sesuai dengan ketentuan penggunaannya. Jaminan juga diberikan oleh perusahaan karena efek samping dari produk serta kelalaian perusahaan. Jaminan lebih banyak berlaku pada barang-barang yang sifatnya tahan lama, sedangkan untuk barang konsumsi dapat berupa jaminan ganti rugi kepada konsumen yang bersangkutan.
Dari pendapat para ahli di atas maka dapatlah ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut : a.
Produk adalah hasil daripada aktivitas proses produksi yang dituju
agar
mendapatkan
keuntungan,
sehingga
40
memperpanjang usia perusahaan atau organisasi dan mencapai tujuan organisasi. . b.
Produk merupakan tujuan daripada proses produksi yang dipakai untuk memenuhi kebutuhan manusia sehari-hari.
Adapun produk pada umumnya dapat di golongkan menjadi beberapa golongan menurut tujuan pemasarannya, penggolongan tersebut yaitu : a.
Barang konsumsi
b.
Barang industri
Barang konsumsi adalah baramg-barang yang dibeli, dikonsumsi secara langsung tanpa harus memilih proses lebih lanjut.
Barang konsumsi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu: 1)
Barang konvinien (convinien goods) Adalah barang yang sering dipakai, membelinya dapat di sembarang tempat dan pada setiap waktu. Misalnya; rokok, sabun, dan sebagainya.
2)
Barang special (speciality goods)
41
Adalah barang yang mempunyai cirri khas dan hanya dapat dibeli pada tempat tertentu saja. Dalam hal ini, pembeli yang ingin mendapatkannya harus melalui pengorbanan yang istimewa. Contohnya: barang antik di toko seni tertentu. 3)
Barang shopping (shopping goods) Adalah barang yang harus dibeli dengan mencari dahulu dan didalam membelinya harus mempertimbangkan masakmasak misalnya dengan membandingkan harga, kualitas, bentuk dan lain-lain sebelum ia memutuskan untuk membelinya, misalnya : tekstil, perhiasan, perabotan rumah tangga.
Berkenaan dengan hal diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen tidak lepas dari persepsi konsumen itu sendiri terhadap suatu produk bahkan merek dari suatu produk. Perilaku konsumen dalam penelitian ini yaitu mahasiswa Universitas Mercu Buana memiliki persepsi terhadap produk BlackBerry dikarenakan keunggulan dari BlackBerry sendiri yang dapat membedakan BlackBerry dengan Handphone lainnya selain sebagai tren atau gaya hidup semata (lifestyle) adalah Gadget yang dimiliki BlackBerry yaitu fasilitas BlackBerry Messenger (BBM) yang telah menggantikan posisi Short Messege Services 42
(SMS) pada Handphone biasa dan BlackBerry Messenger (BBM) ini hanya dapat diakses oleh Handphone BlackBerry saja, selain dari pada itu BlackBerry tidak berbeda dengan Handphone lainnya.
Suatu produk tidak dapat lepas dari penentuan harga yang diberikan perusahaan, penetapan harga dari suatu produk merupakan salah satu pertimbangan bagi konsumen untuk mengambil keputusan membeli suatu produk.
Menurut Lamb, Hair, McDaniel (2001 : 268) harga merupakan sesuatu yang diserahkan dalam pertukaran untuk mendapatkan suatu barang maupun jasa.
Menurut Basu Swastha dan Sukotjo (2002 : 241) harga adalah jumlah uang yang dibutuhkan untuk menciptakan sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanannya.
Dilihat dari sudut pandang pemasaran, harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya yang ditukar agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa.
Pada setiap produk atau jasa yang ditawarkan, bagian permasaran berhak menentukan harga pokoknya. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangan dalam penetapan harga antara lain ; 43
biaya, keuntungan, praktek saingan, dan perubahan keinginan pasar. Kebijakan penetapan harga ini menyangkut pula potongan mark up, mark down dan sebagainya.
Berdasarkan uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen tidak lepas dari bagaimana kebutuhan konsumen dapat terpenuhi atau tidak terpenuhi. Apabila kebutuhan konsumen terpenuhi dari produk yang diminati memberikan kepuasan dan manfaat maka perilaku konsumen menunjukkan perilaku yang menyenangkan sebgai wujud dari rasa puasnya terhadap produk tersebut, begitupun sebaliknya apabila produk tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumen, maka konsumen akan menunjukkan perilaku kecewa.
Perilaku konsumen dipengaruhi dari beberapa faktor yaitu faktor internal dan eksternal diantaranya adalah :
Faktor Internal ; o
Motivasi; adalah merupakan suatu dorongan yang ada dalam diri manusia untuk mencapai tujuan tertentu.
o
Persepsi; adalah merupakan hasil pemaknaan seseorang terhadap
stimulus
atau
kejadian
yang
diterimanya
44
berdasarkan
informasi
dan
pengalamannya
terhadap
rangsangan tersebut. o
Pembentukan sikap; adalah merupakan penilaian yang ada dalam diri seseorang yang mencerminkan sikap suka atau tidak suka seseorang akan suatu hal.
o
Integrasi, adalah merupakan kesatuan antara sikap dan tindakan integrasi merupakan respon atas sikap yang diambil. Perasaan suka akan mendorong seseorang untuk membeli dan perasaan tidak suka akan membulatkan tekad seseorang untuk tidak membeli produk tersebut.
o
Budaya, adalah dapat didefinisikan sebagai kreativitas manusia dari suatu generasi ke generasi berikutnya yang sangat menentukan bentuk perilaku dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat. Untuk kebudayaan itu sendiri meliputi beberapa hal yang kompleks diantaranya meliputi ilmu
pengetahuan,
kebiasaan,
dan
kepercayaan,
norma-norma
seni, yang
moral, berlaku
adat pada
masyarakat. o
Faktor sosial, adalah merupakan factor penentu kedudukan dan status dapat didefinisikan lain adalah sebagai suatu kelompok
yang
terdiri
dari
sejumlah
orang
yang
mempunyai kedudukan yang seimbang dalam masyarakat. Kelas sosial berbeda dengan status sosial. Karena kelas 45
sosial yang sama akan tetapi belum tentu kedudukan atau statusnya sama ada yang memiliki kelas sosial yang sama akan tetapi status sosialnya lebih tinggi. o
Kelompok Acuan (small reference group), adalah sebagai suatu kelompok orang yang mempengaruhi sikap, pendapat, norma dan perilaku konsumen. Dengan kata lain kelompok acuan
memiliki
group-group
seperti
kelompok
perhimpunan artis-artis, atlet-atlet, kelompok pemuda, kelompok kalangan para cendekia, kelompok muslim masjid-masjid, dan organisasi kecil lainnya. o
Keluarga, adalah dapat didefinisikan sebagai suatu unit masyarakat
yang
mempengaruhi
dan
terkecil
yang
menentukan
perilakunya dalam
sangat
pengambilan
keputusan membeli.
2.3.
Keputusan Pembelian.
Konsumen dalam perilakunya sebelum mengambil keputusan pembelian biasanya terlebih dahulu mengevaluasi, mendengar, dan melihat langsung produk baik dari segi design maupun kemasan yang pada akhirnya melakukan pemilihan apakah akan membelinya atau tidak membelinya.
46
Berkowitz (2002) mengemukakan bahwa “Proses keoputusan pembelian merupakan tahap-tahap yang dilalui pembeli dalam menentukan pilihan tentang produk dan jasa yang hendak dibeli”.
Setiadi (2003) menyatakan bahwa “pengambilan keputusan konsumen adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu diantaranya”.
Shiffman-Kanuk (2007) mengatakan bahwa “keputusan sebagai seleksi terhadap dua pilihan alternatif atau lebih, dengan kata lain ketersediaan pilihan yang lebih dari satu merupakan suatu keharusan dalam pengambilan keputusan”.
Menurut Kotler & Keller (2008 : 214) faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian konsumen yaitu : a.
Faktor Kebuyaan Kebuyaan mempunyai pengaruh paling luas dan mendalam terhadap
perilaku
konsumen
dalam
hal
keputusan
pembelian. Terdiri dari budaya, sub budaya, dan kelas sosial. Budaya yang merupakan karakter paling penting dari suatu sosial yang membedakannya dari kelompok budaya lain menjadi penentu dan keinginan dan perilaku ayang paling mendasar. Masing-masing budaya terdiri dari sub budaya yang memberikan lebih banyak cirri-ciri dan sosialisasi. Sub budaya adalah suatu kelompok homogeny atas sejumlah orang yang terbagi menjadi beberapa bagian 47
dari keseluruhan suatu budaya. Masyarakat dalam suatu budaya dan sub budaya sesungguhnya terbagi dalam strata atau kelas sosial. Kelas sosial merupakan sekelompok orang yang sama-sama mempertimbangkan secara dekat persamaan diantara mereka sendiri. b.
Faktor Sosial Pada umumnya konsumen sering meminta pendapat dari orang sekitar dan lingkungannya tentang produk apa yang harus dibeli. Karena itulah lingkungan sosial memberikan pengaruh terhadap perilaku konsumen. Factor social terdiri dari 3 bagian, yaitu : kelompok acuan, keluarga, peran dan status social.
c.
Faktor Pribadi Mulai dari bayi hingga dewasa dan menjadi tua, manusia selalu membutuhkan barang dan jasa. Pilihan barang yang dibeli secara otomatis dipengaruhi oleh keadaan ekonomi dan gaya hidup yang bersangkutan. Gaya hidup adalah cara hidup seseorang yang terlihat melalui aktivitas sehari-hari, minat dan pendapatan seseorang. Seseorang dengan pendapatan yang tinggi dan gaya hidup mewah tentunya akan menentukan pilihan pada barang dann jasa yang berkualitas. Selain itu kepribadian dan konsep diri juga mempengaruhi
pilihan
produk.
Konsep
diri
adalah 48
bagaimana konsumen mempersepsikan diri mereka sendiri, yang meliputi sikap, persepsi, keyakinan, dan evaluasi diri. d.
Faktor Psikologis Sikap pembelian psikologis dipengaruhi oleh 4 faktor psikologis utama yaitu : motivasi, perspsi, pembelajaran dan
memori.
Motivasi
merupakan
kebutuhan
yang
mendorong seseorang dalam melakukan sesuatu sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Melalui motivasi proses pengamatan dan belajar seseorang memperoleh memori terhadap suatu produk yang secara otomatis mempengaruhi perilaku
pembelkan
konsumen.
Para
konsumen
mengembangkan beberapa keyakinan mengenai ciri-ciri dari suatu produk dan selanjutnya akan membentuk suatu sikap konsumen terhadap produk tersebut.
Dari pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku dan
keputusan
pembelian
konsumen
dipengaruhi
oleh
kebudayaan dan kebiasaan-kebiasaan selain dari pengaruh pribadi juga pengaruh dari lingkungan baik dari keluarga atau orang yang dapat dipercaya. Konsumen dalam melakukan keputusan pembelian setelah melakukan pencarian kemudian melakukan
evaluasi
berbagai
alternatif
untuk
memenuhi
kebutuhannya. Konsumen dalam mengambil keputusan untuk 49
melakukan pembelian artinya sudah didasari oleh serangkaian evaluasi keputusan yang menyangkut segi merek, harga, lokasi penjualan, warna dan sebagainya.
Menurut
Engel,
Blackwell
dan
Miniard
(1995)
pengambilan keputusan terdapat tahapan-tahapan diantaranya; a)
Tahapan pengenalan kebutuhan; yaitu proses pengambilan keputusan dimulai dengan pengenalan kebutuhan yang didefinisikan sebagai perbedaan atau ketidaksesuaian antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan yang sebenarnya, yang akan membangkitkan dan mengaktifkan proses keputusan.
b)
Tahapan pencarian informasi; yaitu setelah kebutuhan dikenali, selanjutnya adalah pencarian internal ke memori untuk menentukan solusi yang memungkinkan. Jika pencarian internal tidak diperoleh maka proses pencarian dapat dilakukan pada stimuli eksternal yang relevan dalam menyelesaikan masalah dimana proses pencarian informasi ditentukan oleh situasi, produk, pengecer, dan karakteristik konsumen seperti pengetahuan, keterlibatan, kepercayaan dan sikap, serta karakteristik demografi.
c)
Tahapan evaluasi alternatif; yaitu setelah konsumen mengumpulkan
informasi
tentang
jawaban
altelnatif 50
terhadap suatu kebutuhan yang dikenali, maka konsumen mengevaluasi pilihan serta menyempitkan pilihan pada alternatif yang diinginkan. d)
Tahapan pembelian; yaitu konsumen melakukan pembelian yang nyata berdasarkan alternatif yang telah dipilih. Pembelian meliputi keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, keputusan membeli atau tidak, waktu pembelian, dimana dan bagaimana cara pembayarannya.
e)
Tahapan
konsumsi;
yaitu
konsumen
menggunakan
alternatif dalam pembelian, biasanya tindakan pembelian diikuti oleh tindakan mengkonsumsi atau menggunakan produk. f)
Tahapan
evaluasi
pengambilan
setelah
keputusan
pembelian; tidak
yaitu
proses
berhenti
pada
pengkonsumsian, melainkan berlanjut ke evaluasi produk yang dikonsumsi, yang mengarah pada respon puas atau tidak puas.
Menurut Engel dkk. (1995), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
proses
pengambilan
keputusan
membeli
diantaranya; a.
Faktor Individual (internal)
51
1.
Sumber daya konsumen; waktu, uang, dan perhatian merupakan sumber daya yang dimiliki konsumen yang digunakan dalam setiap situasi pengambilan keputusan.
2.
Keterlibatan dan Motivasi; keterlibatan merupakan tingkat dari
kepentingan
atau
ketertarikan
personal
yang
ditimbulkan oleh stimulus dalam situasi tertentu. Terhadap tingkat keterlibatan yang hadir, konsumen di motivasi untuk bertindak dengan pertimbangan untuk meminimalkan resiko dan untuk memaksimalkan keuntungan yang didapat dari penggunaan dan pembelian. Keterlibatan adalah refleksi dari motivasi yang kuat di dalam bentuk relevansi pribadi yang sangat dirasakan terhadap suatu produk atau jasa di dalam konteks tertentu. 3.
Pengetahuan yaitu pengetahuan konsumen terdiri dari informasi yang disimpan di dalam ingatan. Informasi yang dimiliki
konsumen
mengenai
produk
akan
sangat
mempengaruhi pola pembelian mereka. 4.
Sikap
yaitu
sikap
didefinisikan
sebagai
evaluasi
menyeluruh, intensitas, dukungan dan kepercayaan adalah sifat penting dari sikap. Pencarian informasi dan evaluasi yang luas atas berbagai kemungkinan akan menghasilkan pembentukan suatu sikap terhadap alternatif-alternatif yang dipertimbangkan. 52
5.
Kepribadian yaitu kepribadian diartikan sebagai respon yang konsisten terhadap stimulus lingkungan. Kepribadian seseorang
akan
menentukan
bagaimana
seseorang
mengkonsumsi suatu produk. 6.
Gaya Hidup yaitu gaya hidup diartikan sebagai pola dimana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang. Gaya hidup yang dianut seseorang juga menentukan dalam pemilihan serta keputusan pembelian sebuah produk.
7.
Demografi yaitu karakteristik demografi seperti usia, pendapatan dan pendidikan juga membedakan bagaimana seseorang terlibat dalam pengambilan keputusan konsumen.
b.
Faktor Lingkungan (eksternal)
1.
Budaya yaitu budaya dalam perilaku konsumen mengacu pada nilai, gagasan, artefak dan simbol-simbol lain yang bermakna yang membantu individu untuk berkomunikasi, melakukan penafsiran dan evaluasi sebagai anggota masyarakat. Perbedaan budaya juga menentukan jenis produk yang dipilih untuk dikonsumsi.
2.
Kelas Sosial yaitu kelas sosial adalah pembagian di dalam masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang berbagai nilai, minat dan perilaku yang sama. Status kelas
53
sosial menghasilkan bentuk-bentuk perilaku konsumen yang berbeda . 3.
Pengaruh kelompok dan keluarga yaitu keluarga adalah kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih yang dihubungkan melalui darah, perkawinan atau adopsi dan tinggal bersama. Keputusan pembelian individu sangat mungkin dipengaruhi oleh anggota lain dalam keluarganya. Kelompok juga berpengaruh dalam memberikan referensi mengenai suatu produk, toko dan sebagainya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal, pengambilan keputusan sendiri mengacu pada tindakan konsisten dan bijaksana. Konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian terlebih dahulu harus mengevaluasi dan melakukan tindakan pencarian informasi tentang produk yang akan dibeli yang mengalami beberapa tahapan mulai dari pengenalan hingga pencarian yang pada akhirnya melakukan tindakan keputusan yang bijaksana apakah ada pembelian atau tidak.
Suatu produk agar dapat dibeli atau membuat konsumen melakukan keputusan pembelian maka produk tersebut harus 54
memiliki
daya
tarik,
mendorong
minat,
membangkitkan
keinginan dan menghasilkan tindakan dari konsumen untuk mengambil tindakan keputusan pembelian dengan kata lain dapat dilakukan model AIDA (Attention, Interest, Desire, and Action).
Teori keputusan pembelian dalam model AIDA dijelaskan dalam empat tahap sebagai berikut :
Tahap menaruh perhatian (attention),
Tahap ketertarikan (interest)
Tahap berhasrat/berminat (desire)
Tahap memutuskan (action)
Tjetjep Djatnika (2007) mendalilkan bahwa “ pengambilan keputusan pembelian adalah suatu proses psikologis yang dilalui oleh konsumen atau pembeli, prosesnya yang diawali dengan tahap menaruh perhatian (attention) terhadap barang atau jasa yang kemudian jika berkesan dia akan melangkah ke tahap ketertarikan (interest) untuk mengetahui lebih jauh tentang keistimewaan produk atau jasa tersebut yang jika intensitas ketertarikannya kuat berlanjut ke tahap berhasrat atau berminat (desire) karena barang atau jasa yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya. Jika hasrat dan minatnya begitu kuat baik karena dorongan dari dalam atau rangsangan persuasif dari 55
luar maka konsumen atau pembeli tersebut akan mengambil keputusan membeli (action) barang atau jasa yang ditawarkan”.
Menurut Kotler & Keller (2008) kembali bahwa perilaku konsumen pasca pembelian adalah dimana saat membeli suatu produk, bagi seseorang konsumen akan mengalami tingkat kepuasan dan ketidak puasan tertentu. Perasaan konsumen setelah melakukan pembelian dapat mempengaruhi pembelian ulang dan juga ditambah dengan apa yang dikatakan oleh konsumen kepada teman-temannya atau kerabatnya tentang produk tersebut. Biasanya konsumen akan mengalami kecemasan purna beli, yaitu yang biasa disebut disonasi kognitif purna beli yang terjadi karena setiap alternatif. Kadang kala setelah konsumen merasakan ketidakpuasan terhadap produk maupun disonasi kognitif kemungkinan konsumen akan membuang atau mengembalikan produk tersebut. Kemungkinan
juga
mengambil
tindakan
public
seperti
mengajukan keluhan ke perusahaan, pergi ke pengacara, atau mengadu ke media massa atau kelompok-kelompok lain seperti lembaga konsumen, bisnis, swasta atau pemerintah.
56