BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Pendidikan 1. Pengertian Pembiayaan Pendidikan Biaya pendidikan memegang peran yang penting di dalam keberlangsungan hidup dunia pendidikan.1 Biaya (cost) merupakan salah satu komponen masukan (instrumental input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah.2 Secara bahasa biaya (cost) dapat diartikan sebagai pengeluaran, atau dalam istilah ekonomi berarti biaya/ pengeluaran yang berupa uang atau bentuk moneter lainnya.3 Keuangan dan pembiayaan merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan.4 Dalam hal ini, biaya dapat diartikan sebagai semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan.5 Sedangkan menurut Dedi Supriadi, biaya (cost) dalam pengertian ini memiliki cakupan yang luas yakni semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik
1
David Wijaya. “Implikasi Manajemen Keuangan Sekolah terhadap Kualitas Pendidikan”. http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.%208096%20Implikasi%20Manajemen%20Keuangan%20 Sekolah.pdf. (Desember 2009). Diakses, 18 Desember 2013. 2
Dedi Supriadi, Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 3. 3
J. Hallak, Analisis Biaya dan Pengeluaran untuk Pendidikan, alih bahasa Harso (Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 2000), hlm. 1. 4
Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah (Konsep, Strategi, dan Implementasi) (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), hlm. 47. 5
Harsono, Pengelolaan Pembiayaan Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), hlm. 9.
23
24
dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga (yang dapat dihargakan dengan uang).6 Panduan Fasilitasi Penghitungan Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) dan Penyusunan Kebijakan menyebutkan bahwa biaya pendidikan didefinisikan sebagai nilai rupiah dari seluruh sumber daya (input) baik dalam bentuk natura (barang), pengorbanan peluang maupun uang yang dikeluarkan untuk seluruh kegiatan pendidikan.7 Abbas
Ghozali
mengemukakan
bahwa
biaya
pendidikan
merupakan nilai uang dari sumber daya pendidikan yang dibutuhkan untuk mengelola dan menyelenggarakan pendidikan, oleh karenanya untuk menghitung biaya pendidikan harus terlebih dahulu mengidentifikasi kebutuhan sumber daya pendidikan termasuk kualifikasi atau spesifikasi dan jumlahnya, untuk mengelola dan menyelenggarakan pendidikan.8 Lebih lanjut Dede Hamdani mengemukakan bahwa secara umum pembiayaan pendidikan adalah sebuah kompleksitas, yang di dalamnya akan terdapat saling keterkaitan pada setiap komponen, yang memiliki rentang yang bersifat mikro (satuan pendidikan) hingga yang makro (nasional), yang meliputi sumber-sumber pembiayaan pendidikan, sistem dan mekanisme pengalokasiannya, efektivitas dan efisiensi dalam
6
Dedi Supriadi, loc.cit.
7
DBE1 Management and Governance, Panduan Fasilitasi Penghitungan Biaya Operasi Satuan Pendidikan (BOSP) dan penyusunan kebijakan (Jakarta, 2008), hlm. 9. 8
Abbas Ghozali, “Sistem Pendanaan Pendidikan di Indonesia”, Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia di Universitas Negeri Yogyakarta, Januari 2012.
25
penggunaannya, akuntabilitas hasilnya yang diukur dari perubahanperubahan yang terjadi pada semua tataran, khususnya sekolah, dan permasalahan-permasalahan yang masih terkait dengan pembiayaan pendidikan.9 Atau dengan kata lain, pembiayaan pendidikan merupakan upaya pengumpulan dana untuk membiayai operasional dan pengembangan sektor pendidikan.10 Dari berbagai pendapat tentang biaya pendidikan di atas dapat ditarik pengertian umum bahwa biaya pendidikan adalah nilai uang atau nilai rupiah yang dikeluarkan oleh pemerintah, penyelenggara pendidikan, masyarakat, maupun orang tua siswa, dalam bentuk natura (barang), pengorbanan peluang, maupun uang, yang digunakan untuk mengelola dan menyelenggarakan pendidikan, yang secara langsung menunjang efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. 2. Jenis Pembiayaan Pendidikan Teori maupun praktek di dalam pembiayaan pendidikan, baik pada tataran makro (nasional) maupun mikro (sekolah), dikenal beberapa jenis biaya pendidikan yakni biaya langsung (direct cost) dan tak langsung (indirect cost), biaya pribadi (private cost) dan biaya sosial (social cost),
9
Dede Hamdani. “Makalah Pembiayaan Pendidikan Terpadu”. http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2011/03/11/makalah-pembiayaan-pendidikanterpadu/. (Maret 2011). Diakses, 18 Desember 2013. 10
Indra Bastian, Akuntansi Pendidikan (Yogyakarta: Erlangga, 2006), hlm. 160.
26
biaya dalam bentuk uang (monetary cost) dan biaya bukan dalam bentuk uang (non-monetary cost).11 Pertama, biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost). Biaya langsung adalah segala bentuk pengeluaran yang secara langsung menunjang dalam penyelenggaraan pendidikan.12 Nanang Fattah menambahkan bahwa biaya langsung terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan pengajaran dan kegiatan belajar mengajar siswa, berupa pembelian alat-alat pelajaran, sarana belajar, biaya transportasi, gaji guru, baik yang dikeluarkan oleh pemerintah, orang tua, maupun siswa sendiri.13 Sedangkan biaya tidak langsung adalah pengeluaran yang secara tidak langsung menunjang proses pendidikan tetapi memungkinkan proses pendidikan tersebut terjadi di sekolah, misalnya biaya hidup siswa, biaya transportasi ke sekolah, biaya jajan, biaya kesehatan, dan harga kesempatan (opportunity cost).14 Atau dengan kata lain, biaya tidak langsung berupa keuntungan yang hilang (earning forgone) dalam bentuk biaya kesempatan yang hilang (opportunity cost) yang dikorbankan oleh siswa selama belajar.15 Kedua, biaya pribadi (private cost) dan biaya sosial (social cost). Biaya pribadi adalah pengeluaran keluarga untuk pendidikan atau dikenal 11 12
Dedi Supriadi, op. cit., hlm. 4 Ibid., hlm. 4
13
Nanang Fattah, Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 23. 14
Dedi Supriadi, loc.cit.
15
Nanang Fattah, loc.cit.
27
juga pengeluaran rumah tangga (household expenditure).16 Biaya yang dikeluarkan oleh keluarga untuk pendidikan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain tidak sama, karena dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain17: a. b. c. d. e. f.
Perbedaan antar-provinsi/kabupaten Pengeluaran keluarga berdasarkan status sosial Pengeluaran keluarga berdasarkan lokasi sekolah Pengeluaran keluarga berdasarkan tingkat penghasilan Pengeluaran keluarga berdasarkan penampilan fisik sekolah Pengeluaran siswa berdasarkan tingkat pendidikan orang tua. Selanjutnya, biaya sosial adalah biaya yang dikeluarkan oleh
masyarakat untuk pendidikan, baik melalui sekolah maupun melalui pajak yang dihimpun oleh pemerintah yang kemudian digunakan untuk membiayai pendidikan. Biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah pada dasarnya termasuk biaya sosial. Ketiga, biaya dalam bentuk uang (monetary cost) dan bukan uang (non-monetary cost).18 Biaya pendidikan menurut sumbernya tergolong atas biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah, biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat orang tua/wali siswa, biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat bukan orang tua/ wali siswa, dan lembaga pendidikan itu sendiri19.
16
Dedi Supriadi, loc.cit.
17
Moch. Idochi Anwar, Administrasi Pendidikan dan Managemen Biaya Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2003), hlm. 18. 18 19
Dedi Supriadi, loc.cit.
Harsono, Pengelolaan Pembiayaan Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), hlm. 10.
28
Mulyasa menyatakan bahwa pemikiran tentang dana pendidikan paling tidak dapat difokuskan pada dana langsung, dana tidak langsung, sumber-sumber dana pendidikan, kriteria kesejahteraan sosial maksimum, kriteria keputusan, dan beberapa masalah dalam analisis keuntungan biaya. Biaya tak langsung sering juga dipandang sebagai biaya pendidikan yang tidak dapat dilihat secara nyata (hidden costs) yang dapat dibedakan menjadi; a. biaya yang seolah-olah hilang karena siswa bersekolah, dibandingkan dengan seandainya bekerja untuk mendapatkan pemasukan (uang), b. nilai pengecualian pajak seperti yang umumnya dikenakan
pada
lembaga-lembaga non-profit (tidak terkecuali lembaga pendidikan), c. inputed costs depresi dan bunga (dalam hubungannya dengan biayabiaya gedung dan perlengkapan pendidikan sekolah).20 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan pada Pasal 3 menjelaskan21: (1) Biaya pendidikan meliputi: a. biaya satuan pendidikan; b. biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan; dan c. biaya pribadi peserta didik. (2) Biaya satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. biaya investasi, yang terdiri atas: 1. biaya investasi lahan pendidikan; dan 2. biaya investasi selain lahan pendidikan. b. biaya operasi, yang terdiri atas: 1. biaya personalia; dan 20 21
Mulyasa, op. cit., hlm. 168.
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, Pasal 3.
29
2. biaya nonpersonalia. c. bantuan biaya pendidikan; dan d. beasiswa. (3) Biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. biaya investasi, yang terdiri atas: 1. biaya investasi lahan pendidikan; dan 2. biaya investasi selain lahan pendidikan. b. biaya operasi, yang terdiri atas: 1. biaya personalia; dan 2. biaya nonpersonalia. Pada Panduan Fasilitasi Penghitungan Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) dan Penyusunan Kebijakan disebutkan bahwa biaya satuan pendidikan dapat diklasifikasikan berdasarkan: jenis input, sifat penggunaan, jenis penggunaan, pihak yang menanggung, dan sifat keberadaannya.22 Masing-masing klasifikasi tersebut antara lain: a. Biaya satuan pendidikan berdasarkan jenis input Biaya satuan pendidikan berdasarkan jenis input dapat diklasifikasikan ke dalam biaya operasional dan biaya investasi. b. Biaya satuan pendidikan berdasarkan sifat penggunaan Biaya satuan pendidikan dapat dibedakan antara biaya langsung (direct costs) dan biaya pendidikan tidak langsung (indirect costs). c. Biaya satuan pendidikan berdasarkan jenis penggunaan Menurut jenis penggunaannya khususnya biaya operasional dapat dikelompokkan ke dalam biaya operasional personel dan biaya operasional bukan personel. d. Biaya satuan pendidikan berdasarkan pihak yang menanggung
22
DBE1 Management and Governance, loc.cit.
30
Berdasarkan
pihak
yang
menanggung,
biaya
pendidikan
dapat
digolongkan menjadi biaya pribadi (private unit costs), biaya satuan publik (public unit cost), dan biaya satuan sosial/total (social/total unit cost). e. Biaya satuan pendidikan berdasarkan keberadaannya. Biaya satuan pendidikan dapat dibedakan ke dalam biaya pendidikan faktual dan biaya pendidikan ideal.23 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada Pasal 62 menyebutkan bahwa pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Pertama, biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia, dan modal kerja tetap. Kedua, biaya personal pendidikan meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses belajar mengajar secara teratur dan berkelanjutan. Biaya personal peserta didik antara lain pakaian, transport, buku pribadi, konsumsi, akomodasi, dan biaya pribadi lainnya. Ketiga, biaya operasi pendidikan meliputi gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan sedangkan biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. 23
Ibid., hlm. 9-10.
31
Berdasarkan penjelasan yang telah disampaikan di muka, dapat diambil pemahaman bahwa
biaya
pendidikan
meliputi biaya
satuan
pendidikan, biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan, dan biaya pribadi peserta didik. Untuk memperjelas tentang klasifikasi biaya pendidikan khususnya biaya
pendidikan di perguruan tinggi dapat
lihat gambar di bawah ini. Biaya Pendidikan
Biaya Penyelenggaraan di Satuan Pendidikan
Biaya Pengelola Pend Pusat/ Pemda
Biaya Pribadi Peserta Didik
Buku dan alat tulis Biaya operasional
Biaya investasi
Pakaian Akomodasi/ kost
BO SDM
Investasi lahan
Transportasi Konsumsi
BO non-SDM
Investasi selain lahan
Kesehatan Karya wisata Uang saku Kursus tambahan Biaya pendidikan/ beasiswa Forgone earning
Gambar 2 Klasifikasi pembiayaan pendidikan
32
3. Sumber Pembiayaan Pendidikan Sumber biaya pendidikan pada tingkat makro (nasional) menurut Dedi Supriadi berasal dari; a. pendapatan negara dari sektor pajak (yang beragam jenisnya), b. pendapatan dari sektor non-pajak, misalnya dari pemanfaatan sumber daya alam dan produksi nasional lainnya yang lazim dikategorikan ke dalam “gas” dan “non-migas”, c. keuntungan dari ekspor barang dan jasa, d. usaha-usaha negara lainnya, termasuk dari investasi saham pada perusahaan negara (BUMN), e. bantuan dalam bentuk hibah (grant) dan pinjaman luar negeri (loan) baik dari lembaga-lembaga keuangan internasional (seperti Bank Dunia, ADB, IMF, IDB, JICA) maupun pemerintah, baik melalui kerjasama multilateral maupun bilateral. Alokasi dana untuk setiap sektor pembangunan, termasuk pendidikan, dituangkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) setiap tahun. Selanjutnya pada tingkat provinsi dan kabupaten/ kota, anggaran untuk sektor pendidikan sebagian besar berasal dari dana yang diturunkan dari pemerintah pusat ditambah dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dituangkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD).24 Undang-undang
Nomor
20
Pendidikan Nasional telah menentukan
Tahun
2003
tentang
Sistem
pihak-pihak yang bertanggung
jawab di dalam pendanaan pendidikan, sebagaimana termuat dalam pasal 46 berikut25: (1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam 24
Dedi Supriadi, op. cit., hlm. 5. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 46. 25
33
Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (3) Ketentuan mengenai tanggung jawab pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan menjelaskan lebih lanjut sumber pendanaan pendidikan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 dan Pasal 51 berikut: Pasal 2 (1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. (2) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat; b. peserta didik, orang tua atau wali peserta didik; dan c. pihak lain selain yang dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan. Pasal 51 (1) Pendanaan pendidikan bersumber dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. (2) Dana pendidikan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari: a. anggaran Pemerintah; b. anggaran pemerintah daerah; c. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau d. sumber lain yang sah. (3) Dana pendidikan penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat dapat bersumber dari: a. pendiri penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat; b. bantuan dari masyarakat, di luar peserta didik atau orang tua/ walinya; c. bantuan Pemerintah; d. bantuan pemerintah daerah; e. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; f. hasil usaha penyelenggara atau satuan pendidikan; dan/atau g. sumber lainnya yang sah. (4) Dana pendidikan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dapat bersumber dari: a. anggaran Pemerintah; b. bantuan pemerintah daerah;
34
c. pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya yang dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan; d. bantuan dari pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik atau orang tua/walinya; e. bantuan dari pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau f. sumber lainnya yang sah. (5) Dana pendidikan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dapat bersumber dari: a. bantuan pemerintah daerah; b. bantuan Pemerintah; c. pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya yang dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan; d. bantuan dari pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik atau orang tua/walinya; e. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau f. sumber lainnya yang sah. (6) Dana pendidikan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat dapat bersumber dari: a. bantuan dari penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan; b. bantuan dari Pemerintah; c. bantuan dari pemerintah daerah; d. pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya yang dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan; e. bantuan dari pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik atau orang tua/walinya; f. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau g. sumber lainnya yang sah. Pembiayaan di tingkat mikro (satuan pendidikan) menurut Dedi Supriadi diperoleh dari subsidi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, iuran siswa, dan sumbangan masyarakat.26 Satuan biaya pendidikan (student unit cost) adalah biaya rata-rata yang diperlukan untuk melaksanakan pendidikan secara wajar di lembaga pendidikan atau perguruan tinggi per siswa atau mahasiswa per tahun di mana siswa atau mahasiswa dapat mencapai kompetensi pendidikan yang ditentukan.
26
Dedi Supriadi, op. cit., hlm. 6
35
4. Pembiayaan Pendidikan Tinggi Pendanaan pada perguruan tinggi dapat diperoleh dari sumber pemerintah, masyarakat, dan pihak luar negeri. Penggunaan dana yang berasal dari Pemerintah, baik dalam bentuk anggaran rutin maupun anggaran pembangunan serta subsidi, diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sementara itu, dana yang diperoleh dari masyarakat dapat berasal dari sumber-sumber berikut; sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP), biaya seleksi ujian masuk perguruan tinggi, hasil kontrak kerja yang sesuai dengan peran dan fungsi perguruan tinggi, hasil penjualan produk yang diperoleh dari penyelenggaraan pendidikan tinggi, sumbangan dan hibah dari perorangan, lembaga Pemerintah, atau lembaga non-Pemerintah dan penerimaan dari masyarakat lainnya. Penerimaan dan penggunaan dana yang diperoleh dari luar negeri diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Usaha untuk meningkatkan penerimaan dari masyarakat didasarkan atas pola prinsip tidak mencari keuntungan. Otonomi dalam bidang keuangan bagi perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah mencakup kewenangan untuk menerima, menyimpan, dan menggunakan dana yang diperoleh secara langsung dari masyarakat.27
27
Indra Bastian, op. cit., hlm. 114
36
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menjelaskan lebih lanjut28: Pasal 83 (1) Pemerintah menyediakan dana Pendidikan Tinggi yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. (2) Pemerintah Daerah dapat memberikan dukungan dana Pendidikan Tinggi yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Pasal 84 (1) Masyarakat dapat berperan serta dalam pendanaan Pendidikan Tinggi. (2) Pendanaan Pendidikan Tinggi yang diperoleh dari Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada Perguruan Tinggi dalam bentuk: a. hibah; b. wakaf; c. zakat; d. persembahan kasih; e. kolekte; f. dana punia; g. sumbangan individu dan/atau perusahaan; h. dana abadi Pendidikan Tinggi; dan/atau i. bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 85 (1) Perguruan Tinggi dapat berperan serta dalam pendanaan Pendidikan Tinggi melalui kerja sama pelaksanaan Tridharma. (2) Pendanaan Pendidikan Tinggi dapat juga bersumber dari biaya Pendidikan yang ditanggung oleh Mahasiswa sesuai dengan kemampuan Mahasiswa, orang tua Mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya. Sumber biaya pendidikan bagi perguruan tinggi negeri di Indonesia khususnya yang berbentuk Badan Layanan Umum (BLU), menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, pada Pasal 14 disebutkan bahwa
28
Kementerian Sekretariat Negara RI, Undang-undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Jakarta, 2012), hlm. 57-58.
37
pendapatan BLU berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pendapatan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat, hibah tidak terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain, hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain. APBN yang dimaksud dalam bentuk rupiah murni, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). PNBP bersumber dari mahasiswa (orang tua) dalam bentuk sumbangan pembinaan pendidikan dan biaya pendidikan lainnya, termasuk hasil
yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada
masyarakat.29 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melalui Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional telah menyusun suatu program untuk Pendidikan Tinggi.30 Program
ini dilakukan untuk mendukung
tujuan
tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan tinggi bermutu, relevan, berdaya saing internasional, dan berkesetaraan di semua provinsi. Dalam melaksanakan program ini, digunakan strategi sebagai berikut. a. Penyediaan
dosen
berkompeten
untuk
mendukung
pelaksanaan
tridharma perguruan tinggi yang bermutu dan berdaya saing; b. Peningkatan mutu pengelolaan perguruan tinggi untuk mendukung pelaksanaan tridharma yang berdaya saing dan akuntabel;
29
Kementerian Keuangan, Undang-Undang No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Jakarta, 2005) 30
Kementerian Pendidikan Nasional, Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014 (Jakarta, 2013), hlm. 93
38
c. Penyediaan dan peningkatan sarana dan prasarana untuk penerapan sistem pembelajaran perguruan tinggi bermutu dan berdaya saing yang merata di seluruh provinsi; d. Penyediaan informasi berbasis riset dan standar mutu pendidikan tinggi dan keterlaksanaan akreditasi serta pengembangan dan pembinaan bahasa untuk pendidikan tinggi; e. Peningkatan
publikasi
hasil
penelitian
dan
pengabdian
kepada
masyarakat yang bermutu, berdaya saing internasional, dan relevan dengan kebutuhan bangsa dan negara; f. Penyediaan subsidi untuk meningkatkan keterjangkauan layanan pendidikan perguruan tinggi bermutu yang merata di seluruh provinsi. B. Beasiswa/ Bantuan Biaya Pendidikan 1. Pengertian Beasiswa/ Bantuan Biaya Pendidikan Pengertian beasiswa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu tunjangan uang yang diberikan kepada pelajar atau mahasiswa sebagai bantuan biaya belajar.31 Sedangkan menurut istilah lain beasiswa merupakan tunjangan uang, diberikan kepada pelajar-pelajar, baik dengan cuma-cuma atau sebagai persekot tidak berbunga, guna menyelesaikan pendidikannya.32 Beasiswa
adalah dukungan biaya pendidikan yang diberikan
kepada mahasiswa untuk mengikuti dan/atau menyelesaikan Pendidikan Tinggi
hlm. 41.
berdasarkan
pertimbangan
utama
prestasi
dan/atau potensi
31
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 89.
32
Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan (Jakarta: Gunung Agung, 1982),
39
akademik. Sedangkan Bantuan Biaya Pendidikan adalah dukungan biaya pendidikan yang diberikan kepada mahasiswa untuk mengikuti dan/atau menyelesaikan Pendidikan Tinggi berdasarkan pertimbangan utama keterbatasan kemampuan ekonomi.33 2. Sasaran Beasiswa/ Bantuan Biaya Pendidikan Sasaran beasiswa/ bantuan biaya pendidikan adalah mahasiswa berprestasi sangat baik pada bidang akademik/kurikuler, ko-kurikuler maupun ekstra kurikuler juga mahasiswa dengan prestasi baik pada bidang akademik/kurikuler, ko-kurikuler maupun ekstra kurikuler yang memiliki keterbatasan kemampuan ekonomi.34 Peraturan Menteri Nomor 30 Tahun 2010 tentang Pemberian Bantuan Biaya Pendidikan Kepada Peserta Didik Yang Orang tua atau Walinya tidak Mampu Membiayai Pendidikan menyebutkan bahwa bantuan biaya
pendidikan
diberikan
kepada
peserta
didik
pada
Sekolah
Dasar/Sekolah Dasar Luar Biasa, Sekolah Menengah Pertama/Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa, Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Atas Luar Biasa, Sekolah Menengah Kejuruan, dan perguruan tinggi yang orang tua atau walinya tidak mampu membiayai pendidikan. 3. Maksud dan Tujuan Pemberian Beasiswa Maksud pemberian Bantuan Biaya Pendidikan/Beasiswa di lingkungan Perguruan Tinggi Islam adalah untuk membantu meringankan 33
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pedoman Umum Beasiswa dan Bantuan Biaya Pendidikan Peningkatan Prestasi Akademik (Jakarta, 2013), hlm. 1. 34
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pedoman Umum Beasiswa dan Bantuan Biaya Pendidikan Peningkatan Prestasi Akademik (Jakarta, 2013), hlm. 2.
40
beban dan memperlancar perjalanan studi mahasiswa pada Perguruan Tinggi Agama Islam. Sedangkan tujuan dari pemberian beasiswa itu sendiri adalah untuk membantu meringankan mahasiswa dari keluarga miskin dan berprestasi dalam menyelesaikan studi dan memberi penghargaan kepada mahasiswa yang memiliki prestasi di bidang akademik dan non akademik.35 Menteri Pendidikan Nasional melalui Peraturan Menteri Nomor 30 Tahun 2010 secara ringkas menyebutkan bahwa pemberian bantuan biaya pendidikan bertujuan membantu peserta didik yang orang tua atau walinya tidak mampu membiayai pendidikan untuk dapat menyelesaikan pendidikan pada masing-masing jenjang pendidikan.36 Tujuan pemberian beasiswa kepada mahasiswa secara umum37 antara lain, untuk: a. Meningkatkan prestasi mahasiswa penerima baik kurikuler, ko-kurikuler, maupun ekstrakurikuler serta motivasi berprestasi bagi mahasiswa lain. b. Mengurangi jumlah mahasiswa yang putus kuliah, karena tidak mampu membiayai pendidikan. c. Meningkatkan akses dan pemerataan kesempatan belajar di perguruan tinggi
35
Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Departemen Agama, Petunjuk Teknis Program Bantuan dan Beasiswa Direktorat Pendidikan Tinggi Islam (Jakarta, 2009), hlm. 16. 36
Kementerian Pendidikan Nasional, Peraturan Menteri Nomor 30 Tahun 2010 tentang Pemberian Bantuan Biaya Pendidikan kepada Peserta Didik yang Orang tua atau Walinya tidak Mampu Membiayai Pendidikan (Jakarta, 2010), Pasal 2. 37
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pedoman Umum Beasiswa dan Bantuan Biaya Pendidikan Peningkatan Prestasi Akademik (Jakarta, 2013), hlm. 2.
41
Dinas
Pendidikan
Pemerintah
Provinsi
Jawa
Tengah
menyebutkan bahwa tujuan umum dari program penyaluran beasiswa bagi mahasiswa kurang mampu adalah untuk memberikan bantuan biaya pendidikan dalam bentuk uang kepada mahasiswa yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Sedangkan tujuan khusus dari penyaluran bantuan beasiswa ini adalah membantu mahasiswa dari keluarga kurang mampu agar tetap melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi dan memberikan dorongan agar mahasiswa dari keluarga kurang mampu dapat lebih berprestasi.38 4. Sumber Dana Beasiswa/ Bantuan Biaya Pendidikan Sumber dana beasiswa/ bantuan biaya pendidikan di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi telah dijelaskan sebagaimana berikut39: Pasal 89 (1) Dana Pendidikan Tinggi yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 dialokasikan untuk: a. PTN, sebagai biaya operasional, Dosen dan tenaga kependidikan, serta investasi dan pengembangan; b. PTS, sebagai bantuan tunjangan profesi dosen, tunjangan kehormatan profesor, serta investasi dan pengembangan; dan c. Mahasiswa, sebagai dukungan biaya untuk mengikuti Pendidikan Tinggi.
38
Dinas Pendidikan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Panduan Program Bantuan Beasiswa Mahasiswa Perguruan Tinggi Provinsi Jawa Tengah (Semarang, 2013), hlm. 2-3. 39
Kementerian Sekretariat Negara RI, Undang-undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Jakarta, 2012), hlm. 59.
42
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan menjelaskan lebih lanjut40, sebagaimana berikut: (3) Pendanaan bantuan biaya pendidikan dan beasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat bersumber dari: a. penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat; b. Pemerintah; c. pemerintah daerah; d. orang tua/wali peserta didik; e. pemangku kepentingan di luar peserta didik dan orang tua/walinya; f. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau g. sumber lainnya yang sah. Peraturan Menteri Nomor 30 Tahun 2010 mempertegas kembali sebagaimana berikut41: Pasal 10 Bantuan biaya pendidikan dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara Kementerian Pendidikan Nasional. Tim
Nasional
Percepatan
Penanggulangan
Kemiskinan
menyebutkan bahwa program BSM (Beasiswa Miskin) dibiayai dari dana APBN dan pada 2010 menghabiskan 11% dari total pengeluaran pemerintah untuk bantuan sosial bagi rumah tangga dan 3% anggaran pendidikan, duapertiganya dari Kemendiknas dan sepertiganya dari Kemenag. Total anggaran BSM 2010 untuk seluruh satuan jenjang pendidikan sebesar Rp. 2,9 triliun. Sementara pada 2009 Rp. 2,6 triliun dan
40
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan (Jakarta, 2008), Pasal 44 Ayat 3. 41
Kementerian Pendidikan Nasional, Peraturan Menteri Nomor 30 Tahun 2010 tentang Pemberian Bantuan Biaya Pendidikan kepada Peserta Didik yang Orang tua atau Walinya tidak Mampu Membiayai Pendidikan (Jakarta, 2010), Pasal 10.
43
2008 Rp1,2 triliun, duapertiganya untuk SD dan SMP dan sepertiganya untuk SMA dan universitas.42 5. Ruang Lingkup Penggunaan Dana Bantuan beasiswa kepada mahasiswa kurang mampu digunakan untuk membayar SPP, pembelian buku kuliah.43 Ruang lingkup penggunaan dana beasiswa menurut Peraturan Menteri Nomor 30 Tahun 2010 tentang Pemberian Bantuan Biaya Pendidikan kepada Peserta Didik yang Orang tua atau Walinya tidak Mampu Membiayai Pendidikan menjelaskan ruang lingkup penggunaan dana beasiswa sebagaimana berikut: Pasal 5 (1) Bantuan biaya pendidikan diberikan kepada peserta didik diutamakan untuk keperluan: a. pembelian buku; dan b. alat tulis. (2) Selain bantuan biaya pendidikan untuk keperluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bantuan dapat diberikan kepada peserta didik untuk keperluan: a. makan; b. pakaian; c. tempat tinggal d. transportasi; dan/atau e. informasi dan komunikasi.
42
TnP2K, Panduan Pemantauan Program Penanggulangan Kemiskinan (Jakarta,
2012), hlm. 74. 43
Dinas Pendidikan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Panduan Program Bantuan Beasiswa Mahasiswa Perguruan Tinggi Provinsi Jawa Tengah (Semarang, 2013), hlm. 4.
44
C. Motivasi 1. Pengertian Motivasi Hamzah B. Uno dalam bukunya yang berjudul Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis Di Bidang Pendidikan menjelaskan bahwa istilah
motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam individu, yang menyebabkan individu tersebut berbuat atau bertindak. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan dorongan atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu. Ia juga menambahkan bahwa motif adalah daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktifitas tertentu demi mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhan.44 Senada
dengan
pendapat
Chaplin
Berelson
dan
Steiner
sebagaimana yang dikutip oleh Mansyur mengemukan bahwa “Motif’ is an inner state that energizes, activates, or moves (hance’motivation) and that direct or channels behavior toward goal ”. Motif diartikan sebagai suatu keadaan dari dalam yang memberi kekuatan, yang menggiatkan atau yang menggerakan, sehingga disebut penggerak atau motivasi dan yang mengarahkan atau menyalurkan perilaku kearah tujuan-tujuan. Jadi karena
44
Hamzah B. Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis Di Bidang Pendidikan ( Jakarta: Bumi Aksara 2008), hlm. 9.
45
dilatar belakangi oleh motif tingkah laku tersebut disebut tingkah laku bermotivasi (Dirgagunarsa).45 Mc.
Donald
sebagaimana
dikutip
oleh
Oemar
Hamalik
mengatakan bahwa “motivation is a energy change within the person characterized by affective arousal and antipatory goal reactions”. Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga elemen penting : a. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi dalam diri pribadi. Perubahan-perubahan dalam motivasi timbul dari perubahanperubahan tertentu di dalam sistem neurofisiologis dalam organisme manusia. b. Motivasi ditandai dengan munculnya rasa atau feeling. c. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan.46 Motivasi di dalam Islam lebih dikenal dengan niat, yaitu dorongan yang tumbuh dalam hati seseorang yang menggerakkan untuk melaksanakan amal perbuatan atau ucapan tertentu.47 Sebagaimana
pengertian
motivasi
yang
telah
diuraikan
sebelumnya, dapat dipahami bahwa motivasi secara umum adalah dorongan 45
Ibid., hlm. 43.
46
Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar (Bandung: Sinar Baru Algensindo 2009), hlm. 173. 47
M. Ali Usman, Hadits Qudsi Pola Pengembangan Akhlak Muslim, (Bandung: CV. Diponegoro, 1989), hlm. 276.
46
yang ada dalam diri seseorang yang mampu menggerakkan dan mengarahkan tingkah laku atau perbuatan seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagai sebuah dorongan motivasi juga berperan untuk memberikan kekuatan yang lebih besar untuk dapat mencapai tujuan atau kebutuhan tertentu. 2. Komponen Motivasi Motivasi mengandung tiga komponen pokok antara lain: Menggerakkan, berarti menimbulkan kekuatan pada individu, memimpin seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu. Misalnya kekuatan dalam hal ingatan, respons-respons efektif, dan kecenderungan mendapat kesenangan. Mengarahkan, yaitu motivasi juga mengarahkan atau menyalurkan tingkah laku. Dengan demikian ia menyediakan suatu orientasi tujuan. Tingkah laku individu diarahkan terhadap sesuatu. Menopang, yaitu untuk menjaga dan menopang tingkah laku, lingkungan sekitar harus menguatkan (reinforce) intensitas dan arah dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu.48 3. Teori-teori motivasi M. Ngalim Purwanto dalam bukunya yang berjudul Psikologi Pendidikan mengemukakan beberapa teori-teori motivasi antara lain; Teori Hedonisme, Teori Naluri, Teori Reaksi yang Dipelajari, Teori Daya Pendorong, Teori Kebutuhan 49
48
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, cet. Ke-21 (Bandung: PT. Rosda Karya 2006), hlm. 72. 49
Ibid., hlm. 74-77.
47
4. Fungsi Motivasi Secara umum dapat diketahui bahwa motivasi memiliki beberapa fungsi antara lain : a. Motivasi mengarahkan dan mengatur tingkah laku manusia. Motivasi sering diasosiasikan sebagai pembimbing, pengarah, dan berorientasi pada tujuan, sehingga tingkah laku yang termotivasi akan bergerak dalam suatu arah secara spesifik. Tingkah laku tersebut memiliki maksud, ketekunan, dan kegigihan. b. Motivasi sebagai penyeleksi tingkah laku. Dengan adanya motivasi, maka tingkah laku individu mempunyai arah kepada tujuan yang dipilih oleh individu itu sendiri. Misalnya, seorang siswa yang ingin lulus ujian maka ia berkonsentrasi dengan menggunakan strategi-strategi yang terpilih untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini motivasi dideterminir oleh tujuan. c. Motivasi memberi energi dan menahan tingkah laku. Motivasi sebagai alasan atau pre-disposisi perbuatan, berarti menjadi tenaga pendorong dan peningkatan tenaga sehingga terjadilah perbuatan yang tampak pada organisme. Energi psikis yang tersedia pada diri individu tergantung pada besar kecilnya motivasi yang dia miliki. Jika motivasi kuat (besar), maka akan tersedia energi yang akan lebih besar. Sebaliknya jika energi yang tersedia lemah (kecil), maka energi yang tersedia kecil. Semakin besar sebuah motif maka akan semakin bertambah efisien sebuah tingkah laku.
48
Motivasi juga berfungsi untuk mempertahankan agar perbuatan (minat) dapat berlangsung terus (lebih lama).50 5. Jenis-jenis motivasi Motivasi atau motif sangat bervariasi, hal ini dikarenakan oleh berbagai sudut pandang yang berbeda sehingga motivasi mempunyai macam atau jenis. Adapun beberapa klasifikasi motivasi menurut dasar penggolongannya adalah sebagai berikut: a. Berdasarkan latar belakang perkembangannya, motif dibagi menjadi dua yaitu: 1) Motif primer, adalah motif yang berdasarkan pada keadaan fisiologis manusia, bersifat bawaan tidak dipelajari, artinya tidak ada pengalaman yang mendahuluinya. Motif primer seringkali juga disebut motif homeostatis karena bertujuan menjaga keseimbangan tubuh. Sebagai contoh adalah motif lapar, haus seks, bernafas, istirahat. 2) Motif sekunder, adalah motif yang sangat bergantung pada pengalaman individu. Sebagai contoh: motif malu, takut.51 Penggolongan motif primer dan sekunder ini hampir sama dengan beberapa pendapat menurut ahli psikologi yaitu: 1) Menurut Sartain, motivasi dapat dibagi dua:
50
Esa Nur wahyuni, Motivasi dalam Pembelajaran ( Malang: UIN Malang Press, 2009), hlm. 14-15. 51
Martin Handoko, Motivasi Daya Penggerak Tingkah Laku (Yogyakarta: Kanisius, 1992), hlm. 25-26.
49
a) Physiological drive, ialah dorongan-dorongan yang bersifat fisiologis/jasmaniah. Seperti lapar, haus, seks dan sebagainya. b) Sosial motives ialah dorongan-dorongan yang ada hubungannya dengan manusia yang lain dalam masyarakat. Seperti: dorongan estetis, dorongan ingin selalu berbuat baik (etika) dan sebagainya.52 2) Menurut Woodworth mengklasifikasikan motivasi menjadi dua : a) Unlearned motives, adalah motivasi pokok yang tidak dipelajari atau motivasi bawaan. b) Learned motives adalah motivasi yang timbul karena dipelajari53 b. Berdasarkan reaksi organisme terhadap rangsangan, motif dibedakan menjadi dua yaitu: 1) Motif mendekat, yaitu apabila suatu reaksi terhadap rangsang yang datang bersifat mendekati rangsang. Seperti orang yang lapar akan mendekati makanan untuk makan. 2) Motif menjauh, yaitu apabila reaksi terhadap rangsang yang datang sifatnya menghindari rangsang/menjauhi rangsang. Seperti motif menghindari bahaya.54 c. Berdasarkan taraf kesadaran orang bertingkah laku, motif dibedakan menjadi dua yaitu: 1) Motif yang disadari
52
M. Ngalim Purwanto, op. cit., hlm. 62.
53
Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar: Dalam Perspektif Islam (Jakarta: Pustaka Raya, 2000), hlm.138. 54
Martin Handoko, op. cit., Hlm. 27.
50
Motif yang timbulnya disadari oleh berbagai macam rangsangan, misalnya pemberian hadiah. 2) Motif yang tidak disadari Kompleks-kompleks terdesak yang ada dalam ketidaksadaran manusia merupakan motif-motif tidak disadari, yang dapat menimbulkan keliru perbuatan, keliru tulis, keliru bicara dan impian-impian. Motif-motif tidak sadar yang timbul dari kompleks-kompleks terdesak itu dapat merupakan dorongan-dorongan fisiologis ataupun motif-motif sosial.55 d. Berdasarkan pada asal motifnya, motif dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: 1) Motif Biogenetis, merupakan motif-motif yang berasal dari kebutuhan organisme demi kelanjutan hidupnya secara biologis. Contoh: lapar, haus, seks, dan sebagainya. 2) Motif Sosiogenetis, merupakan motif yang berasal dari lingkungan kebudayaan tempat orang berada dan berkembang yang timbul sebagai akibat dari interaksi sosial dengan orang atau hasil kebudayaan.56 e. Berdasarkan banyaknya motif yang bekerja di belakang tingkah laku, motif dibedakan menjadi dua yaitu: 1) Motif tunggal, yaitu bila tingkah laku manusia hanya digerakkan oleh satu motif saja. Seperti orang yang minum karena motif haus.
55
M. Ngalim Purwanto, op. cit., hlm. 69.
56
Martin Handoko, op. cit., hlm. 30-34.
51
2) Motif kompleks, yaitu bila tingkah laku manusia digerakkan oleh beberapa motif sekaligus dan secara bersama-sama menggerakkan tingkah laku tersebut. Seperti motif seseorang mengikuti koperasi karena ada beberapa motif sekaligus, untuk mencukupi kebutuhan, untuk tabungan, agar tidak dikucilkan. f. Berdasarkan sumber yang menimbulkannya motif dibedakan menjadi dua yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.57 Lebih lanjut Hamzah B. Uno membagi motivasi hanya menjadi dua macam yaitu : a. Motivasi instrinsik, yaitu motivasi yang timbulnya tidak memerlukan rangsangan dari luar karena memang telah ada dalam diri individu sendiri, yaitu sesuai atau sejalan dengan kebutuhannya. b. Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang timbul karena adanya rangsangan dari luar individu.58
57
Haryu Islamuddin, Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm.
58
Hamzah B. Uno, op. cit., hlm. 40.
260-262.