BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Pembahasan mengenai Manajemen Sumber Daya Manusia tentunya tidak lepas dari manajemen secara umum. Untuk itu perlu diketahui pengertian manajemen yang telah banyak dikemukakan oleh para ahli dengan memandang sudut tertentu. Oleh karena itu menjadi tugas manajemen Sumber Daya Manusia untuk mempelajari dan mengembangkan berbagai terobosan agar tujuan perusahaan dapat tercapai. Menurut Hasibuan (2007 : 5) manajemen sumber daya manusia adalah ilmu atau seni mengatur hubungan dan peranan tenaga agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Sedangkan menurut Marwansyah (2010 : 3) manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai pendayagunaan sumber daya manusia dalam organisasi, yang dilakukan melalui fungsi-fungsi perencanaan sumber
daya
manusia,
rekrutmen,
dan seleksi,
pengembangan sumber daya manusia, perencanaan dan pengembangan karir, pemberian kompensasi dan kesejahteraan, kesehatan kerja dan hubungan industrial. Sedangkan menurut Samsudin (2009 : 22) dalam bukunya “Manajemen sumber daya manusia” dikatakan bahwa : manajemen sumber daya manusia adalah suatu kegiatan pengelolaan yang meliputi pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, bagi manusia sebagai individu anggota organisasi atau perusahaan bisnis.
7
8
2.1.1 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Adapun 2 (dua) fungsi manajemen sumber daya manusia menurut Ambar T.Sulistiyani dan Rosidah (2009;15-16), yaitu : a. Fungsi manajerial yang terdiri dari : 1) Perencanaan (Planning) Merupakan penentuan program sumber daya manusia dalam membantu tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan organisasi/perusahaan. 2) Pengorganisasian (Organization) Jika telah ditentukan bahwa fungsi-fungsi sumber daya manusia tertentu akan membantu kearah tercapainya sasaran perusahaan, maka manajer sumber daya manusia harus menyusun suatu organisasi dengan merancang struktur hubungan antara karyawan, manajer sumber daya manusia dan faktor-faktor fisik. 3) Pengarahan (Directing) Memberikan pengarahan atau motivasi agar karyawan dalam menjalankan tugasnya dan tanggung jawabnya secara efektif. 4) Pengendalian (Controlling) Merupakan usaha yang berhubungan dengan pengaturan kegiatan agar sesuai dengan rencana manajer sumber daya manusia yang sebelumnya dirumuskan berdasakan analisa terhadap sasaran dasar organisasi.
9
b. Fungsi Operasional yang terdiri dari : 1) Pengadaan (Procurement) Merupakan usaha untuk mendapatkan jenis dan jumlah karyawan yang diperlukan untuk meyelesaikan sasaran organisasi. 2) Pengembangan (Development) Merupakan usaha peningkatan keterampilan melalui pendidikan dan pelatihan yang diperlukan untuk dapat menjalankan tugas dengan baik, kegiatan ini menjadi sangat penting dikarenakan semakin berkembangnya teknologi dan makin kompleksnya tugas-tugas manajemen. 3) Kompensasi (Compensation) Sebagai balas jasa yang memadai dan layak kepada karyawan sesuai dengan kontribusi mereka untuk mencapai tujuan organisasi. 4) Integrasi (Integration) Merupakan suatu usaha untuk menghasilkan suatu rekonsiliasi atau kecocokan yang layak atas kepentingan-kepentingan individu, masyarakat dan golongan. 5) Pemeliharaan (Maintenance) Suatu usaha menjaga dan mempertahankan keadaan yang sudah ada seperti pemeliharaan kondisi fisik karyawan (kesehatan dan keamanan) serta pemeliharaan yang baik misalnya program pelayanan karyawan.
10
6) Pemisahan (Separation) Merupakan pemutusan hubungan kerja dan mengembalikan karyawan tersebut kepada masyarakat. Maksud dari semua kegiatan yang di ikhtisarkan diatas, yakni manajerial dan operasional adalah untuk membantu dalam menyelesaikan sasaran dasar. Sehingga arah, misi dan tujuan yang telah ditetapkan perusahaan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien oleh para karyawan dalam meningkatkan kinerja perusahaan. 2.1.2 Pendekatan Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Berikut ini adalah sejumlah perspektif tentang manajemen sumber daya manusia: 1. Pendekatan Strategis Bila dilihat dari sudut pandang strategis, manajemen SDM harus memberikan kontribusi kepada keberhasilan jangka panjang (yang bersifat strategis) sebuah organisasi. Jika kegiatan para manajer dan departemen SDM tidak membantu organisasi dalam mencapai tujuannya, maka sumber daya yang ada digunakan atau di kelola secara tidak efektif 2. Pendekatan SDM Manajemen
SDM
adalah
manajemen
terhadap
manusia.
Pendayagunaan manusia tidak boleh mengorbankan atau mengabaikan arti penting dan harga diri manusia. Organisasi hanya dapat tumbuh dan berkembang melalui perhatian yang sungguh-sungguh kepada kebutuhan para karyawan
11
3. Pendekatan Manajemen Manajemen SDM merupakan tanggung jawab setiap manajer. Tugas departemen SDM adalah membantu dan melayani para manajer dan karyawan melalui kepakarannya dalam bidang SDM. 4. Pendekatan Sistem Manajemen SDM merupakan bagian dari sebuah sistem yang lebih besar. Oleh karena itu upaya-upaya sumber daya manusia harus dievaluasi berdasarkan kontribusinya terhadap produktivitas organisasi. 5. Pendekatan Proaktif Manajemen SDM dapat meningkatkan kontribusinya bagi karyawan dan organisasi dengan mengantisipasi tantangan-tantangan yang akan muncul di masa depan. (Rizka, 2009) 2.1.3 Peranan SDM Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia adalah: 1. Menetapkan jumlah, kualitas dan penempatan tenaga kerja yang efektif sesuai dengan kebutuhan perusahaan berdasarkan job description, job specification, job requirement, dan job evaluation. 2. Menetapkan penarikan, seleksi dan penempatan karyawan berdasarkan the right man in the right place and the right man in the right job. 3. Menetapkan
program
pemberhentian karyawan.
kesejahteraan,
pengembangan,
promosi
dan
12
4. Meramalkan permintaan dan penawaran sumber daya manusia pada masa yang akan datang. 5. Memperkirakan keadaan perekonomian pada umumnya dan perkembangan perusahaan pada khususnya. 6. Melaksanakan diklat dan penilaian prestasi karyawan. (Rizka, 2009)
2.2 Karakteristik Individu 2.2.1 Pengertian Karakteristik Individu Sumber daya yang terpenting dalam organisasi adalah sumber daya manusia, orang-orang yang memberikan tenaga, bakat, kreativitas, dan usaha mereka kepada organisasi agar suatu organisasi dapat tetap eksistensinya. Setiap manusia memiliki karakteristik individu yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Berikut ini beberapa pendapat mengenai karakteristik individu. Ratih Hurriyati, (2005:79) memberikan pengertian tentang karakteristik individu sebagai berikut : “Karakteristik individu merupakan suatu proses psikologi yang mempengaruhi individu dalam memperoleh, mengkonsumsi serta menerima barang dan jasa serta pengalaman. Karakteristik individu merupakan faktor internal (interpersonal) yang menggerakan dan mempengaruhi perilaku individu”. Robbins (2006) menyatakan bahwa, “Faktor-faktor yang mudah didefinisikan dan tersedia, data yang dapat diperoleh sebagian besar dari informasi yang tersedia dalam berkas personalia seorang pegawai mengemukakan karakteristik individu
13
meliputi usia, jenis kelamin, status perkawinan, banyaknya tanggungan dan masa kerja dalam organisasi”. Siagian (2008) menyatakan bahwa, “Karakteristik biografikal (individu) dapat dilihat dari umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah tanggungan dan masa kerja”. Menurut Morrow menyatakan bahwa, komitmen organisasi dipengaruhi oleh karakter personal (individu) yang mencakup usia, masa kerja, pendidikan dan jenis kelamin (Prayitno, 2005). Dari berbagai pendapat diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa, karakteristik individu dalam suatu organisasi meliputi : usia, jenis kelamin, status perkawinan, masa kerja, jumlah tanggungan dan pendidikan. 2.2.2 Dimensi Karakteristik Individu Menurut penelitian sebelumnya (Irene et al., 2008), mengkategorikan beberapa dimensi dalam karakteristik individu sebagai berikut : 1. Self Esteem (Kepercayaan diri) 2. Career Management Strategies (Strategi Manajemen Karir), yakni creating opportunities (penciptaan kesempatan), extended work involvement (perluasan keterlibatan dalam pekerjaan), self-presentation, dan mentoring/networking. 3. Multiple Life Role Commitments (Komitmen terhadap berbagai aturan hidup), yakni komitmen terhadap lingkungan (commitment volunteerism), komitmen terhadap teman (commitment friends), komitmen terhadap pasangan (commitment partner), komitmen terhadap anak (commitment children).
14
Dalam hal ini peneliti memilih untuk menguji self esteem, career management strategies dan multiple life role commiments, sebagai penjelas yang diprediksi berhubungan dengan WTC dan pencapaian karir.
2.3 Percaya Diri (self esteem) 2.3.1 Pengertian self esteem Istilah self esteem yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan harga diri, coba dijabarkan oleh beberapa tokoh kedalam suatu pengertian. Tokoh-tokoh tersebut diantaranya; Baron dan Byrne (dalam Geldrad, 2010) menyebut harga diri sebagai penilaian terhadap diri sendiri yang dibuat individu dan dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki orang lain dalam menjadi pembanding. Sedangkan Harper (2002) memberikan pengertian tentang harga diri adalah penilaian diri yang dipengaruhi oleh sikap, interaksi, pengahrgaan, dan penerimaan orang lain terhadap individu. Shahizan (2003) mengungkapkan bahwa harga diri merupakan evaluasi positif dan negatif tentang diri sendiri yang dimilki seseorang. Evaluasi ini memeperlihatkan bagaimana individu menilai dirinya sendiri dan diakui atau tidaknya kemampuan dan keberhasilan yang diperolehnya. Penilaian tersebut dilihat dari penghargaan mereka terhadap keberadaan dan keberartian dirinya. Berdasarkan uraian diatas, harga diri adalah penilaian individu terhadapnya dirinya sendiri secara positif dan negatif yang dipengaruhi oleh hasil interaksinya dengan yang penting dilingkungannya serta dari sikap, penerimaan, pengahrgaan, dan perlakuan oranglain terhadap dirinya.
15
2.3.2 Aspek-aspek self esteem Adapun aspek-aspek yang berhubungan dengan self esteem, menurut Brown (dalam Stantrock, 2003) terdapat 3 aspek, yakni : 1. Global Self Esteem merupakan variabel keseluruhan dalam diri individu secara keseluruhan dan relatif menetap dalam berbagai waktu dan situasi. 2. Self Evaluation merupakan bagaimana cara seseorang dalam mengevaluasi variabel dan atribusi yang terdapat pada diri mereka. Misalnya ada seseorang yang kurang yakin kemampuannya disekolah, maka bisa dikatakan dia memiliki self esteem yang rendah dalam bidang akademis, sedangkan orang yang berfikir bahwa dia terkenal dan cukup disukai oleh orang lain, maka bisa dikatakan memiliki self esteem sosial yang tinggi. 3. Emotion adalah keadaan emosi sesaat terutama sesuatu yang muncul sebagai konsekuensi positif dan negatif. Hal ini terlihat ketika seseorang menyatakan bahwa pengealaman yang terjadi pada dirinya meningkatkan self esteem atau menurunkan self esteem mereka. Misalnya, seseorang memiliki self esteem yang tinggi karena mendapat promosi jabatan, atau seseorang memiliki self esteem yang rendah setelah mengalami pencerahan.
16
2.4 Strategi Pengelolaan Karir Sebuah konsep karir memerlukan seorang individu untuk tidak hanya fleksibel dan mudah beradaptasi, tetapi juga proaktif dalam manajemen karir mereka. Mereka harus menetapkan tujuan karir dan mengejar strategi karir yang meningkatkan peluang mereka untuk keberhasilan pribadi dan profesional. Oleh karena itu, strategi karir melibatkan kesadaran pilihan dan kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mencapai tujuan karir mereka (Greenhaus et al.,2004). Gould dan Penley (1984 : 224) mendefinisikan strategi karir sebagai: … Behaviors which may be utilized by an individual to decrease the time required for and uncertainty surrounding the attainment of important career objectives. (... perilaku yang dapat digunakan oleh seorang individu untuk mengurangi waktu yang dibutuhkan dalam ketidakpastian pencapaian dari tujuan karir yang penting). Mereka mengembangkan persediaan strategi karir untuk menilai penggunaan individu dalam strategi karir. Sejak itu strategi karir telah dibagi dalam kelompokkelompok yang berbeda. Misalnya, Guthrie et al. (1998) kelompok strategi karir pada relationship-oriented yang melibatkan bekerja dengan orang lain, dan self/workoriented yang berfokus pada tugas-tugas pekerjaan atau terkait pengembangan keterampilan karir. Torrington et al. (2005) mengidentifikasi berbagai strategi yang dapat diadopsi oleh seorang individu dalam mengejar tujuan manajemen karir, baik di dalam satu organisasi dan di dunia yang lebih luas dari pekerjaan:
17
a. Self-presentation - Memastikan bahwa orang-orang senior menyadari keinginan karir individu dan kemauan untuk mengambil tanggung jawab lebih. b. Mentoring - Secara aktif mencari nasihat, bimbingan dan sponsorship dari sumber dalam maupun di luar organisasi. c. Networking - Membuat kontak baik di dalam dan di luar organisasi yang dapat memberikan informasi dan jaringan dukungan umum. d. Extended work involvement and work-life balance - Individu membuat diri mereka sangat diperlukan dengan dipersiapkan untuk melakukan ‘whatever needs to be done’. Namun, hal itu dapat mengorbankan keseimbangan antara pekerjaan dan kepentingan lainnya / komitmen dan tidak berkelanjutan dalam jangka panjang. e. Creating opportunity - Mencari peluang-peluang untuk mempraktekkan halhal lain dalam daftar ini: Kumpulkan kecerdasan / informasi dan memahami tren pasar - Memahami apa yang terjadi dalam organisasi, daerah, industri dan ekonomi, dll. Menyadari kekuatan dan kelemahan pribadi - Mengetahui keterbatasan pribadi dan kekuatan membantu untuk menghindari kesalahan dan mengidentifikasi daerah-daerah di mana dukungan mungkin diperlukan. Jaga kesehatan anda, kesejahteraan dan kebugaran - Menjadi fleksibel dalam beradaptasi dengan perubahan prioritas dan tren dalam kebutuhan bisnis dan persyaratan pekerjaan mencegah stagnasi kompetensi.
18
Mengembangkan sarana untuk meningkatkan kinerja pribadi dan kerja di masa depan. Bersiaplah untuk memindahkan majikan ketika menang / hubungan menang tidak lagi berlaku - Menyadari bahwa pada akhirnya pencapaian karir adalah tanggung jawab pribadi yang mungkin atau tidak mungkin sejajar dengan kebutuhan majikan saat ini atau niat. Terlepas
dari
tipologi
yang
digunakan,
beberapa
penelitian
mempertimbangkan penggunaan strategi karir bermanfaat bagi kesuksesan karir. Hal itu telah ditemukan memiliki pengaruh positif pada mobilitas karir vertikal dan perkembangan gaji (Gould and Penley, 1984), serta pada kepuasan karir. Judge and Bretz (1994) menemukan bahwa atasan-terfokus pada hasil strategi di dalam tingkat keberhasilan karir yang lebih tinggi dari strategi promosi diri. Perkembangan yang terbaru dalam karir adalah perspektif relasional yang memandang keterkaitan antara karyawan sebagai sumber pengembangan karir, dan berfokus pada strategi karir seperti mentoring dan jaringan. Sejumlah penelitian jatuh ke dalam perspektif ini meneliti peran positif dari strategi karir relasional dengan tujuan keduanya (e.g. Apospori et al., 2006) dan kesuksesan karir yang subjektif (Wenberg et al., 2003). Meskipun ada beberapa penelitian yang menghubungkan strategi manajemen karir dengan keberhasilan hasil karir, hubungan antara WFC dan strategi manajemen karir berada di bawah pengujian. Tidak hanya ada penelitian yang jarang mengaitkan penggunaan strategi karir dengan WFC, tetapi mereka fokus pada strategi yang
19
terisolasi, seperti komitmen waktu untuk pekerjaan dan mentoring. Dalam penelitian ini, penulis menguji pengaruh dari seluruh rangkaian strategi manajemen karir ke WFC. Lebih khusus, kita melihat kepada self/work-oriented dan relationship-oriented career strategies. Yang pertama merujuk pada creating opportunities dan extended work involvement, sedangkan yang kedua merujuk pada self-presentation dan mentoring / networking. Jam kerja yang panjang telah terkait dengan peningkatan tingkat WFC (Carlson and Perrewe, 1999; Greenhaus et al., 1987). Di sisi lain, memiliki seorang mentor tampaknya mengurangi tingkat WFC (Nielson et al., 2001). Berdasarkan pada asumsi bahwa relationship-oriented career strategies membantu individu saling membantu dan memberikan dukungan gratis melalui proses saling ketergantungan (Nabi, G. 2003). Menurut teori yang diatas dapat disimpulkan strategi pengelolaan karir memerlukan seorang individu untuk tidak hanya fleksibel dan mudah beradaptasi, tetapi juga proaktif dalam manajemen karir mereka. Mereka harus menetapkan tujuan karir dan mangejar strategi karir yang meningkatkan peluang mereka untuk keberhasilan
pribadi
dan
profesional.
Selain
itu
Beberapa
penelitian
mempertimbangkan penggunaan strategi karir bermanfaat bagi kesuksesan karir. Hal itu telah ditemukan memiliki pengaruh positif pada mobilitas karir vertikal dan perkembangan gaji (Gould and Penley, 1984), serta pada kepuasan karir.
20
2.5 Komitmen Terhadap Berbagai Aturan Hidup (Multiple Life Role Commitment) Bicara tentang ketidakpastian dalam hidup, seolah menciptakan teori bahwa hidup butuh komitmen. Komitmen adalah kunci pembuka pintu mimpi agar hadir menjadi kenyataan. Komitmen adalah sesuatu yang akan membuat seseorang memikul resiko dan konsekuensi dari keputusannya tanpa mengeluh, dan menjalaninya dengan penuh rasa syukur sebagai bagian dari kehidupan yang terus berproses. Ketika perjanjian berdekatan dengan pengingkaran, maka komitmen berdekatan dengan perjuangan. (Rizka, 2009) Definisi Robbins (2002) komitmen adalah sikap kesediaan diri untuk memegang teguh visi, misi serta kemauan untuk mengerahkan seluruh usaha dalam melaksanakan tugas. Komitmen karyawan tidak akan tumbuh dengan sendirinya, ada hubungan signifikan antara budaya kerja dengan komitmen karyawan.Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan komitmen sebagai suatu keadaan dimana seorang individu
memihak organisasi serta tujuan-tujuan dan
keinginannya
untuk
mempertahankan keangotaannya dalam organisasi.Komitmen (commitment) dalam kasus bahasa inggris (Echols dan Shadily, 1992) diartikan sebagai janji, tanggung jawab. Sedangkan komitmen
menurut Mahmud (2001) adalah komitmen secara
bahasa adalah kontrak, perjanjian untuk melaksanakan sesuatu. Komitmen merupakan suatu hasil yang ada di dalam diri orang yang di tuju, sepakat pada suatu keputusan/tugas yang telah diberikan dan bertanggung jawab terhadap tugas tersebut.
21
Konsekuensi dari komitmen tentulah perubahan, menuntut diri kita untuk berubah ke arah yang lebih baik, bukan ke arah yang buruk. Itu sebabnya komitmen menjadi jaminan perubahan terhadap diri seseorang. Salah satu tantangan terbesar bagi komitmen terletak pada pola pikir instan gratifikasi – gagasan bahwa Anda layak untuk memiliki apa yang Anda inginkan bila Anda menginginkannya. Pengaturan pada barometer kesenangan kita telah diubah dan manusia kurang bersedia untuk menghadapi keadaan frustasi atau sesuatu yang terasa seperti itu berdiri di jalan kebahagiaan langsung. Hal ini menimbulkan masalah bagi hubungan. Pada peran ganda kehidupan, kita berarti mempunyai berbagai peran di luar pekerjaan, termasuk orang tua, pasangan, teman, dan peran relawan, yang seorang individu memiliki komitmen kuat (Ruderman et al., 2002). Bila tuntutan peran saling bertentangan sehingga pertemuan yang menuntut dalam satu wewenang membuat sulit untuk memenuhi tuntutan yang lain, maka konflik pengalaman individu. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa di dalam hidup kita memerlukan komitmen. Komitmen adalah sikap diri kita untuk memegang visi dan misi untuk melaksanakan tugas. Komitmen adalah sesuatu yang akan membuat seseorang memikul resiko dan konsekuensi dari keputusannya tanpa mengeluh, dan menjalaninya dengan penuh rasa syukur sebagai bagian dari kehidupan yang terus berproses. Konsekuensi dari komitmen tentulah perubahan, menuntut diri kita untuk berubah ke arah yang lebih baik, bukan ke arah yang buruk. Itu sebabnya komitmen menjadi jaminan perubahan terhadap diri seseorang.
22
2.5.1 Komitmen Terhadap Lingkungan (commitment volunteerism) Lingkungan sosial terbentuk bukan merupakan suatu gejala yang terjadi secara kebetulan, melainkan karena adanya hubungan timbal balik antar anggotanya baik anatarindividu, antarkelompok, maupun antara individu dengan kelompok. Bentuk kehidupan bersama, dimana didalalmnya terdapat hubungan antar komponen manusia itulah yang kita kenal dengan masyarakat. Hubungan antar komponen di dalam lingkungan sosial, tidak jarang merupakan suatu kebutuhan. Kadang-kadang hubungan tersebut terjadi secara tidak sadar maupun secara sadar. Namun demikian, ada pembeda antara hubungan simbiosis (dalam lingkungan hidup) dengan hubungan sosial. Pada hubungan simbiosis terjadi hubungan timbal balik antara organismeorganisme hidup yang berbeda. Prinsip-prinsip kesukarelaan: 1. Kesukarelawanan memanfaatkan masyarakat. 2. Pekerjaan sukarela tidak di gaji 3. Kesukarelawanan merupakan cara yang sah dimana para warga dapat berpartisipasi dalam kegiatan masyarakatnya. Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua orang atau lebih, dimana perilaku atau tindakan seseorang akan mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki perilaku atau tindakan individu yang lain atau sebaliknya. Ada dua jenis proses sosial yang muncul akibat interaksi sosial, yaitu proses yang mengarah pada terwujudnya persatuan dan integrasi sosial (asosiatif) dan proses oposisi yang berarti cara berjuang untuk melawan seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan tertentu (disosiatif).
23
Bentuk asosiatif adalah: Kerja sama, kerja sama atau kooperasi (cooperation) adalah jaringan interaksi antara orang perorangan atau kelompok yang berusaha bersama untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama berawal dari kesamaan orientasi dan kesadaran dari setiap anggota masyarakat. Contoh : warga melakukan kerja bakti membersihkan lingkungan. (Rizka, 2009) 2.5.2 Komitmen Terhadap Teman (Commitment friends) Pada setiap kehidupan seseorang, pasti akan membutuhkan teman yang bisa berbagi disaat susah maupun senang. Sahabat memang memiliki peran yang bisa membuat hidup menjadi lebih berwarna. Tetapi kehadiran sahabat bukanlah untuk menggantikan posisi pasangan atau kekasih. Saat kita memiliki teman yang baik, bukan hadiah atau bingkisan atau kado yang mereka inginkan. Tetapi perhatian dan kesabaran yang mereka butuhkan. Terkadang sahabat juga butuh didengarkan, baik itu senang maupun dalam duka. Jadi apabila kita memiliki sahabat, maka persiapkan waktu dan kesabaran yang cukup untuk mendengarkan segala masalah serta keluh kesah yang mereka rasakan. Sahabat akan membantu memecahkan permasalahan yang sedang di hadapi. Atau mungkin hanya sekedar membicarakan masalah pekerjaan atau kehidupan yang terjadi di sekitar kita. Begitu pula dengan sang sahabat, mereka juga ingin kita melakukan hal yang sama. Membagi cerita-cerita yang lucu juga bisa membuat kedekatan kita dengan sang sahabat. (Rizka, 2009) Menurut Peter Chao, (2012) komitmen dalam pertemanan yaitu : Keyakinan Diri (self confidence). Individu percaya diri bahwa mereka dapat menjalin pertemanan baik. Mereka menjangkau orang lain bukan karena defisit mereka,
24
emosional atau psikologis, melainkan sebagia limpahan berkah mereka. Ironisnya kekuatan persahabatan tergantung pada kekuatan independen terpenuhi dan keyakinan individu. Kemampuan diri secara emosional dan psikologis akan mengesampingkan ketergantungan kewajiban dalam suatu hubungan. Seorang wanita untuk menjadi wanita karir bukanlah fenomena baru lagi di zaman sekarang. Permasalahan yang dihadapi pun kian rumit, saat seorang wanita dituntut untuk menjalankan peran ganda menjadi seorang ibu dan istri yang baik dan juga sukses dalam kehidupan karirnya. Bagi wanita peran ganda harus berani berkata “tidak” atas ajakan teman-teman di kantor yang mengajak untuk makan malam di restoran, ke mall, dll. Cobalah untuk berkata tidak, dan pilihlah waktu untuk keluarga. 2.5.3 Komitmen Terhadap Pasangan (Commitment partner) Terbentuknya keluarga ialah karena adanya perkawinan antara dua individu yang berlainan jenis. Jadi keluarga yang baru saja dibentuk berarti keluarga tersebut hanya terdiri dari suami dan istri, yang kemudian akan disusul oleh anggotanya yang lain misalnya anak dan lain sebagainya. Menurut Rusbult (Agnew, dkk, 1998) terdapat tiga aspek dalam komitmen pada pasangan, yaitu: 1. Tingkat kepuasan tinggi Komitmen yang tinggi ditandai dengan kepuasan terhadap pasangan maupun perkawinan itu sendiri tinggi. Artinya perkawinan memenuhi kebutuhan
25
paling penting individu, misalnya kebutuhan keintiman, seksualitas dan persahabatan. 2. Mengurangi pilhan-pilihan diluar perkawinan Pilihan-pilhan lain diluar perkawinan tidak perlu menarik individu, sehingga individu tidak akan tertarik untuk memenuhi kebutuhan yang dianggapnya paling penting di luar perkawinan, misalnya keinginan untuk selingkuh. 3. Meningkatkan investasi Komitmen terhadap pasangan dikatakan tinggi jika sejumlah sumber penting secara langsung maupun tak langsung dihubungkan dengan perkawinan, seperti waktu, usaha, harta dan jaringan persahabatan yang dulu merupakan milik pribadi kini meningkat menjadi milik dan dilakukan bersama pasangan. Dengan kata lain individu menjadi lebih “kaya” bersama pasangan, punya teman yang lebih banyak, uang yang lebih banyak, relasi yang lebih luas. Komitmen juga termasuk dalam keputusan untuk memiliki anak. Dalam situasi kehidupan sekarang ini, banyak pasangan yang menunda untuk mempunyai anak dalam jangka waktu yang lama atau memutuskan untuk tidak memiliki anak. Komitmen untuk memiliki anak ini juga mengandung arti bahwa pasangan suami istri akan memperhatikan perkembangan anak secara fisik dan psikologis secara bersama-sama. Peran sebagai orang tua haruslah dijalani bersama-sama oleh suami dan istri.
26
2.5.4 Komitmen Terhadap Anak (commitment children) Kehadiran anak dalam sebuah perkawinan merupakan dambaan dari suami istri, kerena anak mempunyai nilai tersendiri bagi keluarga. Adanya anak dalam suatu keluarga sudah merupakan suatu kebutuhan bagi orang tua, baik sebagai kebutuhan ekonomi, sosial dan psikologi. Konsep nilai anak yang dimiliki oleh setiap keluarga umumnya telah mendasar dan menjadi bagian dari hidup mereka. Tanpa anak, orang yang telah menikah tidak selalu dapat diterima sebagai orang dewasa dan anggota masyarakat sepenuhnya. Mengenali anak dimana orang tua memperoleh kebanggaan dan kegembiraan dan mengawasi anak-anak mereka tumbuh dan mengajari mereka hal-hal baru. Untuk mendidik anak, ibu memeran peranan penting walupun ayah harus memberi perhatian terhadap pendidikan anak, tetapi ibu memiliki tanggung jawab yang pertama terhadap anak, karena ibulah yang paling dekat dengan anak sejak ibu melahirkan, megasuh dan membesarkan, maka ibulah yang paling tahu tentang keadaan anak. Seorang ibu yang sibuk atau sering di sebut dengan wanita karir mempunyai dampak negatif terhadap anak. Wanita yang hanya mengutamakan karirnya akan berpengaruh pada pembinaan dan pendidikan anak-anak maka tidak aneh kalau banyak terjadi hal-hal yang tidak diharapkan. Hal ini harus diakui sekalipun tidak bersifat menyeluruh bagi setiap individu yang berkarir. (Rizka, 2009) Menurut Budi Susetyo (2013) para peneliti menemukan, anak-anak balita yang diasuh dengan baik oleh orang tua mereka cenderung tumbuh menjadi orang yang memiliki komitmen terhadap hubungan pada saat dewasa. Bertutur kata dan
27
cara berkomunikasi yang terjalin dengan baik membantu anak dan remaja dalam menyelesaikan sebuah permasalahan, konflik atau melakukan sebuah komitmen dengan baik. Sementara, anak-anak dan remaja yang tidak dapat melalui fase ini dengan baik cenderung sulit dan mengalami kendala dalam menyelesaikan sebuah permasalahan, konflik atau berkomitmen. Hal ini anak secara langsung mengalami cara mereka belajar berpikir dalam menghadapi
problema / masalah kedalam sebuah pengalaman yang dilalui oleh
mereka. Mereka belajar berkomunikasi melalui sebuah komitmen atau janji yang mereka harus tepati dengan tujuan agar orang lain mendapatkan respon percaya, rasa aman dan nyaman juga yang lebih penting membuatnya lebih dihargai karena keberaniannya dalam menghadapi sebuah permasalahan. Sedangkan pada para remaja, keberanian menghadapi konflik membuatnya tumbuh sebagai pribadi yang tidak gampang lari dari kenyataan, termasuk pada saat hubungannya diterpa masalah pelik. Dari berbagai pendapat diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa: Komitmen terhadap
lingkungan, teman, pasangan dan anak memang dimiliki setiap orang
dengan adanya komitmen didalam seseorang kita merasa yang ada di dalam diri kita yang di tuju, sepakat pada suatu keputusan/tugas yang telah diberikan dan bertanggung jawab terhadap tugas tersebut.
28
2.6 Konflik Pekerjaan-Keluarga (Work-Family Conflict) Teori yang melandasi timbulnya konflik ini adalah teori peran (role theory). Peran (role) menurut Siegel dan Marconi dalam Lathifah (2008) adalah “parts that people play in their interaction with others”. Konflik peran (role conflict) terjadi ketika “a person occupies several position that are incompatible or when a single position has mutually incompatible behavioral expectation”. Senada dengan hal itu Kahn, et al., dalam Hartini (2009) mendefinisikan peran sebagai sekumpulan aktivitas yang dianggap sebagai tingkah laku potensial. Konflik peran didefinisikan sebagai dua tekanan atau lebih yang terjadi secara bersamaan yang mana pemenuhan salah satunya akan menyulitkan pemenuhan yang lainnya. Lebih jauh lagi, Kahn, et al., memaparkan konflik peran yang terbagi menjadi empat tipe, yaitu: 1.
Intra sender, yakni apabila konflik bersumber satu pihak saja. Misalnya, seseorang atasan memberikan tugas yang tidak bisa diselesaikan oleh pekerja dengan semestinya.
2.
Inter sender, yakni apabila konflik bersumber dari dua pihak yang berbeda. Misalnya, dua orang atasan yang memberikan instruksi yang bertentangan pada seorang pekerja akan membingungkan pekerja dan menimbulkan konflik dalam melakukan tanggung jawab perannya.
3.
Inter role conflict, yakni apabila tekanan peran diasosiasikan dengan keanggotaan seseorang dalam suatu organisasi dan keanggotaannya
29
di kelompok lain. Konflik peran ini dimana pekerja memiliki tanggung jawab di dua kelompok yang berbeda, yaitu di tempat kerja dan keluarga. 4.
Person role conflict, yakni tuntutan yang dialami oleh seseorang bertentangan dengan etika moral yang ia pegang.
Manusia dalam kehidupannya memerankan berbagai peran yang secara alamiah melekat padanya, misalkan peran sebagai orang tua sekaligus peran sebagai anak, kakak/adik, paman/bibi, sepupu dan sebagainya. Selai peran alamiah tersebut, manusia juga memiliki peran akibat interaksinya dengan lingkungan, peran dalam pekerjaan misalnya. Tuntutan dari berbagai peran ini dapat menimbulkan suatu konflik yang para ahli menyebutkan dengan konflik peran. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Kahn et al. Peran ganda wanita merupakan masalah yang sering dihadapi oleh wanita pekerja. Dalam bentuknya yang ekstrem, terkadang perempuan harus memilih untuk tidak menikah dan sukses berkarir, atau menikah dan menjadi ibu rumah tangga yang baik. Meningkatnya peran wanita sebagai pencari nafkah keluarga dan kenyataan bahwa mereka juga berperan untuk meningkatkan kedudukan keluarga (family status production) menyebabkan jumlah masalah yang timbul menjadi bertambah. Kedua peran tersebut sama-sama membutuhkan waktu, tenaga, dan perhatian. Jika peran yang satu dilakukan dengan baik dan yang lain terabaikan, maka akan menimbulkan konflik peran. Masalah ini timbul bila dalam keluarga yang bekerja ibu rumah tangga yang mempunyai anak-anak yang masih membutuhkan pengasuhan fisik maupun
30
rohaniah. Seorang istri yang menjadi ibu rumah tangga dan pencari nafkah (berperan ganda) harus memenuhi tugas sebagai ibu rumah tangga dan diharapkan dapat menjalankan perannya sebagai seorang istri sekaligus pencari nafkah. Dalam keluarga, terjadi konflik
antara cinta dan kasih sayang dengan
kekuasaan. Hal ini disebabkan karena individu yang terlibat dalam keluarga adalah individu yang masing-masing memiliki kepribadian, minat dan tujuan yang berbeda. Suami merasa mendapat legitimasi kekuasaan dan istri tergantung secara keuangan dengan suami. Sehingga suami mengalami konflik antara melestarikan kekuasaan dan membantu pekerjaan rumah tangga untuk membuktikan rasa cinta terhadap isteri. Tuntutan pekerjaan berhubungan dengan tekanan yang berasal dari beban kerja yang berlebihan dan waktu, seperti; pekerjaan yang harus diselesaikan dan deadline. Sedangkan tuntutan keluarga berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menangani tugas-tugas rumah tangga dan menjaga anak. Tuntutan keluarga ini ditentukan oleh besarnya keluarga, komposisi keluarga dan jumlah anggota keluarga yang memiliki ketergantungan terhadap anggota lain (Yang, chen, choi dan Zou, 2000). Salah satu bentuk konflik peran yang terkenal adalah konflik pekerjaankeluarga (work-family conflict), Spector dalam Hartini (2009) menyatakan bahwa konflik antarperan (interrole conflict) dalam bekerja dan berkeluarga disebut juga dengan konflik kerja-keluarga (work-family conflict), yakni apabila tuntutan keluarga dan tuntutan pekerjaan bertentangan satu sama lain. Hal senada juga diungkapkan oleh Greenhaus dan Beutell dalam Lathifah (2008) yang menyatakan konflik
31
pekerjaa-keluarga dihasilkan oleh adanya tekanan secara bersamaan antara peran pekerjaan dan keluarga yang bertentangan satu sama lainnya. Lebih
lanjut,
Lathifah
(2008)
mengutip
Greenhaus
dan
Beutell
mengungkapkan bahwa konflik antara pekerjaan dan keluarga terjadi ketika seseorang harus melaksanakan multi peran, yaitu sebagai karyawan, pasangan (suami/istri) dan orang tua. Tekanan dalam lingkungan kerja yang dapat menimbulkan konflik pekerjaan-keluarga, antara lain tidak teraturnya atau tidak fleksibelnya jam kerja, overload pekerjaan, perjalanan dinas yang banyak, konflik antar individu karyawan dan tidak adanya dukungan dari supervisor atau perusahaan. Tekanan dalam lingkungan keluarga yang dapat menghasilkan konflik pekerjaankeluarga, antara lain kehadiran anak yag paling kecil, tanggung jawab utama terhadap anak, tanggung jawab sebagai anak yang tertua, konflik antar anggota keluarga dan tidak adanya dukungan dari anggota keluarga. Gutek et al., dalam Lathifah (2008) mengemukakan bahwa masing-masing peran di atas membutuhkan bahwa masingmasing peran di atas membutuhkan waktu dan tenaga jika akan dilaksanakan secara memadai. Konsekuensinya adalah seseoran akan mengalami gangguan dengan adanya campur tangan antara pekerjaan terhadap keluarga atau sebaliknya. Hartini (2009) mengutip Herman dan Gyllstrom dalam Greenhaus & Beutell, menemukan bahwa seseorang yang sudah menikah mengalami konflik kerja-keluarga yang lebih besar daripada orang yang tidak menikah. Selain itu, orang tua akan mengalami konflik kerja-keluarga yang lebih dibandingkan dengan bukan orang tua. Orang tua dengan anak kecil (yang cenderung menuntut waktu orang tuanya)
32
mengalami konflik yang lebih besar daripada orang tua dengan anak yang lebih besar (Beutell & Greenhaus; Greenhaus & Kopelman; Pleck et al dalam Greenhaus & Beutell, dalam Hartini 2009). Berdasarkan uraian diatas bahwa yakni apabila tuntutan keluarga dan tuntutan pekerjaan bertentangan satu sama lain. Hal tersebut biasanya terjadi pada saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarga, atau sebaliknya dimana pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga dipengaruhi oleh kemampuan orang tersebut dalam memenuhi tuntutan pekerjaan. Menurut Lathifah (2008) mengutip Greenhaus dan Beutell mengungkapkan bahwa konflik antara pekerjaan dan keluarga terjadi ketika seseorang harus melaksanakan multi peran, yaitu sebagai karyawan, pasangan (suami/istri) dan orang tua. 2.6.1 Pengertian Konflik Pekerjaan-Keluarga (Work Family Conflict) Work Family Conflict didefinisikan sebagai terjadinya konflik antara peran yang timbul akibat tidak kompatibel / tidak selarasnya urusan pekerjaan dengan rumah tangga (Apperson et al,2002). Disini berarti ada konflik muncul akibat interaksi dua hal yaitu pekerjaan dan keluarga, dan arah konflik mana yang lebih dominan dipengaruhi oleh berbagai faktor (Huffman, 2004). Faktor tersebut adalah role salience yaitu harapan pribadi individu tentang peran yang akan dijalankannya dalam lingkup pekerjaan, pernikan dan rumah tangga. Social support yaitu harapan orang lain terhadap individu bersangkutan.
33
Menurut Greenhaus dan Batel (dalam jansen dank ant, 2006a), work family conflict dapat muncul dalam tiga bentuk yaitu :
Pertama, konflik akibat tidak seimbangnya waktu yang dicurahkan kepada pekerjaan dan keluarga (time-based conflict).
Kedua, konflik akibat tidak seimbangnya upaya perhatian yang harus dibagi antara pekerjaan dan keluarga sehingga ketegangan (strain) yang timbul dari satu peran mempengaruhi peran yang lain (strain-based conflict)
Ketiga, konflik karena tidak komaptibelnya perilaku yang harus diajalankan individu dalam pekerjaan dan keluarga (behavior-based strain). Dapat disimpulkan konflik pekerjaan-keluarga arah konflik mana yang lebih
dominan dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu ada dua faktor: role salience yaitu harapan pribadi individu tentang peran yang akan dijalankannya dalam lingkup pekerjaan, dan rumah tangga. Social support yaitu harapan orang lain terhadap individu bersangkutan. 2.6.2 Penyebab Work -Family Conflict Secara umum penyebab timbulnya konflik dapat berasal dari lingkungan pekerjaan maupun keluarga. Hal ini sesuai dengan pendapat Raymo dan Sweeney (2005) yang mengklasifikasikan penyebab konflik menjadi dua :
Pertama, bersumber dari pekerjaan yaitu jam kerja yang terlalu panjang, jadwal kerja yang kurang fleksibel, dan karakteristik pekerjaan yang terlalu menekan, baik fisik maupun psikis.
34
Kedua, dari keluarga yaitu masih ada anak kecil yang harus diurus, kesehatan pasangan yang kurang baik. Sedangkan jansen dan kant (2006b) menyatakan penyebab terjadinya work family conflict ada beberapa yaitu, working-time arrangements, job content serta karakteristik pribadi. Jadi kesimpulan yang diatas penyebab timbulnya konflik pekerjaan-keluarga
itu adalah jam kerja yang terlalu panjang, jadwal kerja yang kurang fleksibel dan pekerjaan yang terlalu menekan baik fisik maupun psikis. Penyebab lainnya itu dari keluarga seperti mempunyai anak yang kita harus diurus setiap saat, suami/istri yang kurang baik. Menurut Cinamon, dkk (2002) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa jumlah anak, jumlah waktu yang dihabiskan untuk mengurus rumah tangga dan pekerjaan serta tidak adanya dukungan dari pasangan dan keluarga merupakan pemicu terjadinya konflik pekerjaan-keluarga. 2.6.3 Dampak Work -Family Conflict Menurut poelmans (2001a) menyatakan bahwa terjadinya work family conflict mengakibatkan beberapa outcomes negatif diantaranya adalah berkurangnya kepuasan baik dalam pekerjaan maupun keluarga, perputaran tenaga kerja yang tinggi pada organisasi, stress pekerja dan gangguan kesehatan. Pendapat serupa dikemukakan oleh Voydanoff dalam Poelmans (2001a) bahwa work family conflict berdampak dalam kehidupam individu yang bersangkutan baik secara pribadi (kehidupan rummah tangga) maupun professional (pekerjaan). Dampak lain dari work family conflict yang menimbulkan biaya yang harus ditanggung oleh organisasi
35
adalah perputaran karyawan (turnover) yang diartikan sebagai pergerakan karyawan keluar dari organisasi atas kehendaknya sendiri (Abbot et al, 1998 dalam Wikaningrum, 2003). Berdasarkan paparan diatas, Work Family Conflict dapat menimbulkan ketidaksetujuan sikap dengan pasangan, hubungan keluarga yang kritis bahkan dapat membuat batasan dalam keluarga untuk berhubungan yang lebih dekat. Efek lain dari Work-Family Conflict bagi pribadi karyawan adalah gangguan kesehatan fisik dan psikis bagi karyawan itu sendiri seperti kecemasan dan depresi.Selain itu dampak dari WFC yang dapat terjadi di lingkungan pekerjaan antara lain seperti menurunnya kinerja karyawan yang berdampak pada produktifitas perusahaan, karyawan yang sering terlambat bahkan tidak masuk kerja sehingga kemungkinan karyawan keluar dari organisasi atau tempat kerja tersebut. 2.6.4 Konsekuensi dari Work-family Conflict Konflik ibu bekerja, sering kali mengarah pada symptom klinis seperti stress, depresi, bersalah, agresi, iri dan malu (Hammen et al, dalam Simon, 2002). Perasaan depresi ditemukan lebih bersifat kronis dan berulang pada wanita disbanding pria, dengan waktu yang dihabiskan wanita mengalami depresi rata-rata 21% seumur hidup (Simon, 2002). Beberapa peneliti menemukan bahwa ada hubungan antara konflik peran ganda dengan psychological distress dan kesejahteraan. Sebagai contoh Schwartzberg dan Dytell (dalam Hennessy, 2005) mengatakan ada pengaruh pekerjaan dan stress keluarga terhadap kesejahteraan psikologis.
36
2.6.5 Pengaruh Dinamika Karakteristik Individu terhadap Konflik `
Memperhatikan dinamikanya seorang individu sebagai bagian dari kelompok,
Rizzo et al. (1972) berpendapat bahwa sebab-sebab konflik dapat dikelompokkan dalam tiga kategori besar, yaitu: (a)
Karakteristik individu yaitu nilai, sikap dan keyakinan, kebutuhan dan kepribadian, serta persepsi dan pendapat.
(b) Kondisi situasional yang dapat mendorong timbulnya konflik yaitu, keadaan saling bergantung, kebutuhan untuk saling berinteraksi, kebutuhan akan konsensus, perbedaan status, komunikasi, tanggung jawab, dan adanya peraturan yang ambigu. (c)
Faktor-faktor kompleks dalam kelompok yang dapat menyebabkan konflik, yaitu adanya spesialisasi dan diferensiasi kerja, tugas yang saling bergantung, tujuan utama yang ingin dicapai, sumber-sumber yang langka, otoritas dan pengaruh yang beragam, keputusan, prosedur dan peraturanperaturan. Menurut Wall dan Callister (1995) saat terjadi interaksi antara satu individu dengan individu yang lainnya seringkali terjadi pertentangan.
Pertentangan inilah yang sering menimbulkan konflik. Menurut kedua ahli itu hal yang dapat menimbulkan konflik antara lain: (a)
Karakterisitk individu; yaitu kepribadian seseorang, nilai-nilai yang dianut seseorang, komitmen dan tujuannya.
(b)
Faktor-faktor interpersonal yang dapat
menimbulkan konflik adalah
persepsinya terhadap orang lain, komunikasi antar individu atau kelompok
37
dengan individu atau kelompok lainnya, perbedaan status, dan interkasi sebelumnya sebelum terjadi kelompok. (c)
Isu-isu
yang
dapat
menimbulkan
konflik
adalah
tergantung
pada
kompleksitasnya, banyak sedikitnya isu yang berkembang, dan samar-jelasnya isu yang beredar. Memperhatikan hal tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa beberapa hal umum yang dapat menyebabkan konflik adalah karakteristik individu, faktorfaktor interpersonal dan kelompok, kondisi situasional dan isu-isu yang timbul. Lebih lanjut Wall dan Callister (1995) hal yang telah dikemukakan di atas apabila tidak dikelola dengan baik dapat memicu terjadinya perpecahan, permusuhan ataupun perkelahian.
2.7 Pencapaian Karir Berdasarkan penelitian terdahulu (Irene et al., 2008) memilih tiga dimensi pencapaian karir karyawan yaitu dari adanya kepuasan kerja/karir (Career Satisfaction), kepuasan gaji (Salirry Satisfaction), dan tingkat promosi (Rate Promotion) dari suatu organisasi untuk menguji tingkat pencapaian karir yang dimiliki karyawan.
38
2.7.1 Kepuasan Kerja / Karir (Job Satisfaction) Terdapat bermacam-macam pengertian atau batasan tentang kepuasan karir menurut Edy Sutrisno (2009).
Pertama, pengertian yang memandang kepuasan karir sebagai suatu reaksi emosional yang kompleks. Reaksi emosional ini merupakan akibat dari dorongan, keinginan, tuntutan dan harapan-harapan karyawan terhadap pekerjaan yang di hubungkan dengan realitas-realitas yang dirasakan karyawan, sehingga menimbulkan suatu bentuk reaksi emosional yang berwujud perasaan senang, perasaan puas, ataupun perasaan tidak puas.
Kedua pengertian yang menyatakan bahwa kepuasan karir adalah suatu sikap karyawan terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan situasi kerja, kerja sama antar karyawan, imbalan yang diterima dalam kerja, dan hal-hal yang menyangkut faktor fisik dan psikologis. Handoko (2008), mendefinisikan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan
emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Adapun Robbins (2001), mendefinisikan kepuasan kerja adalah suatu sikap umum seseorang individu terhadap pekerjaannya, selisih antara banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Penilaian (assesment) seorang karyawan terhadap puas atau tidak akan pekerjaannnya merupakan penjumlahan yang rumit dari sejumlah unsur pekerjaan yang diskrit (terbedakan atau terpisahkan satu sama lain).
39
Kepuasan karir mencerminkan positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.para manajer seharusnya peduli akan tingkat kepuasan kerja atau karir seseorang dalam organisasi mereka sekurangkurangnya dengan tiga alasan : 1. Ada bukti yang jelas bahwa karyawan yang tidak puas lebih sering melewatkan kerja dan lebih besar kemungkinan mengundurkan diri. 2. Telah diperagakan bahwa karyawan yang puas mempunyai kesehatan yang lebih baik dan usia lebih panjang. 3. Kepuasan pada pekerjaan. Kepuasan kerja ditentukan oleh beberapa faktor yakni kerja yang secara mental menantang, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung, serta kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan. Persepsi seseorang mungkin bukanlah merupakan refleksi konkrit yang lengkap tentang pekerjaan, dan masing-masing individu dalam situasi yang sama dapat memiliki pandangan yang berbeda. Berdasarkan paparan yang diatas, karyawan dengan kepuasan kerja yang tinggi akan merasa senang dan bahagia dalam melakukan pekerjaannya dan kemungkinan bisa mengurangi konflik, begitupun sebaliknya. 2.7.1.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Faktor-faktor itu sendiri dalam peranannya memberikan kepuasan kepada karyawan bergantung pada pribadi masing-masing karyawan. Faktor-faktor yang memberikan kepuasan menurut Blum (dalam Edy, 2009) adalah :
40
1. Faktor individual, meliputi umur, kesehatan, watak, dan harapan. 2. Faktor sosial, meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan pekerja, kebebasan berpolitik dan hubungan kemasyarakatan. 3. Faktor utama dalam pekerjaan, meliputi upah, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju. Menurut Gilmer (dalam Edy, 2009) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah: 1. Kesempatan untuk maju. Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja. 2. Keamanan kerja Faktor ini disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi karyawan. Keadaan yang amat sangat mempengaruhi perasaan karyawan selama kerja. Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya. 1. Perusahaan dan manajemen, perusahaan dan manajemen yang baik adalah yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil. 2. Pengawasan, supervise yang buruk mengakibatkan absensi dan turn over. 3. Faktor-faktor intrinsik dari pekerjaan, atribut yang ada dalam pekerjaan mensyaratkan keterampilan tertentu. 4. Kondisi kerja, termasuk disini kondisi tempat, ventilasi, penyiaran, kantin, dan tempat parkir.
41
5. Aspek sosial dalam pekerjaan, merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak puas dalam bekerja. 6. Komunikasi, komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak manajemen banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. 7. Fasilitas, fasilitas rumah sakit, cuti dan pensiun merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi menimbulkan rasa puas. Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan karir adalah: 1. Faktor psikologis, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan, yang meliputi minat, ketentraman dalam kerja, sikap terhadap kerja, bakat dan keterampilan. 2. Faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial antar karyawan maupun dengan atasan. 3. Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu istirahat, perlengakapan kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur dan sebagainya. 4. Faktor financial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan, meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan sebagainya.
42
2.7.1.2 Dampak Kepuasan Kerja / Karir Dampak perilaku kepuasan karir telah banyak diteliti dan dikaji. Beberapa hasil penelitian tentang dampak kepuasan karir terhadap produktivitas, ketidakhadiran dan keluarnya pegawai dan dampak terhadap kesehatan. 1. Dampak terhadap produktivitas Hubungan antara produktivitas dan kepuasan karir sangat kecil. Vroom (dalam Munandar, 2001), mengatakan bahwa produktivitas dipengaruhi oleh banyak faktor-faktor moderator disamping kepuasan karir. Lawler dan Porter (dalam
Munandar,
2001)
mmengaharapkan
produktivitas
yang
tinggi
menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran intrinsik (misalnya, rasa telah mencapai sesuatu) dan ganjaran ekstrinsik (misalnya, gaji) yang diterima kedua-duanya adil dan wajar dan diasosiasikan dengan prestasi kerja yang unggul. 2. Dampak terhadap ketidakhadiran dan keluarnya tenaga kerja Ketidakhadiran lebih spontan sifatnya dan dengan demikian kurang mencerminkan ketidakpuasan kerja. Lain halnya dengan berhenti atau keluar dari pekerjaan. Perilaku ini akan mempunyai akibat-akibat ekonomis yang besar, maka lebih besar kemungkinannya ia berhubungan dengan ketidakpuasan kerja. Robbins (2001), ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja atau karyawan dapat diungkapkan ke dalam berbagai macam cara. Misalnya, selain meninggalkan pekerjaan, karyawan selalu mengeluh, membangkang, menghindari sebagian tanggung jawab pekerjaan mereka.
43
3. Dampak terhadap kesehatan Salah satu temuan yang penting dari kajian yang dilakukan
oleh
Kornhauser (dalam Munandar, 2001) tentang kesehatan menatal dan kepuasan kerja, adalah untuk semua tingkatan jabatan, persepsi dari tenaga kerja bahwa pekerjaan mereka menuntut penggunaan efektif dan kecakapan-kecakapan mereka berkaitan dengan skor kesehatan mental yang tinggi. 2.7.2 Kepuasan Gaji (Salary Satisfaction) Individu merasakan adanya rasa keadilan terhadap gaji yang diterima sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukanya. Lum et al dalam Yang (2000) menyatakan bahwa perusahaan harus memperhatikan prinsip keadilan dalam penetapan kebijaksanaan pembayaran upah dan gaji. Keinginan karyawan untuk keluar dapat mengarah langsung pada turn over nyata, orang memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan meskipun alternatif pekerjaan lain tidak tersedia atau secara tidak langsung, menyebabkan individu mencari pekerjaan lain yang kebih disukai. Alasan untuk mencari pekerjaan alternatif lain diantaranya adalah kepuasan atas gaji yang diterima. Individu merasakan adanya rasa keadilan (equity) terhadap gaji yang diterima sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukannya (Lum et al, 1998). Handoko (1998) menyatakan bahwa perusahaan harus memperhatikan prinsip keadilan dalam penetapan kebijaksanaan pembayaran upah dan gaji. Kepuasan atas gaji yang diterima berdasarkan teori equity yang berkenaan dengan motivasi individu untuk bertindak dalam organisasi. Individu akan menilai rasio input terhadap outcome bagi tugas yang ada dan membandingkan
44
dengan referent. Gaji dipandang sebagai bagian dari sistem yang mendukung yang digunakan oleh organisasi untuk memotivasi karyawan dengan memnuhi aturan dan peraturan. Bagi pekerja, gaji dipandang sebagai suatu outcome atau reward yang penting. Karyawan merasa puas dengan gajinya apabila sistem gaji dalam perusahaan tersebut mempertimbangkan penentuan gaji juga, tidak hanya memperhatikan prinsip Internally Equitable (keadilan di dalam perusahaan) yang dibuat berdasarkan azas keadilan tetapi juga harus mempunyai nilai yang kompetitif di pasar (Externally Equitable). Kepuasan gaji dapat diartikan bahwa seseorang akan terpuaskan gajinya ketika persepsi terhadap gaji dan apa yang mereka peroleh sesuai dengan yang diharapkan.
Beberapa
penelitian mengidentifikasikan aspek kepuasan yang
ditemukan berhubungan dengan keinginan individu untuk meninggalkan organisasi meliputi akan upah dan promosi Lum et al, pada Suwandi (2005) 2.7.3 Tingkat Promosi Di dalam mempertahankan prestasi kerja suatu perusahaan, maka peran Sumber Daya Manusia sangat penting, arti dalam hal mengupayakan agar tenaga kerja mau dan mampu memberikan prestasi kerja sebaik mungkin. Dalam hal tersebut perusahaan berkewajiban memperhatikan kebutuhan karyawannya baik yang bersifat material maupun non material.
45
Wujud dan perhatian, usaha agar dorongan yang dapat dilakukan oleh perusahaan terhadap karyawannya adalah dengan melaksanakan promosi jabatan yang objektif dan adil, serta penetapan yang tepat. Pelaksanaan promosi dimaksudkan untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan agar mau bekerja dengan baik sesuai dengan yang dikehendaki oleh organisasi atau perusahaan, guna meningkatkan produktivitas kerja perusahaan dan menjamin keberhasilan didalam mencapai sasarannya. 2.7.3.1 Definisi promosi Pengertian promosi seperti yang dikemukakan oleh Hasibuan (2006) sebagai berikut: “Promosi adalah perpindahan yang memperbesar authority dan responsibility karyawan ke jabatan yang lebih tinggi di dalam suatu organisasi sehingga kewajiban, hak, status dan penghasilannya makin besar”. Hal ini berarti seseorang yang memperoleh promosi jabatan akan memiliki wewenang dan tanggung jawab yang lebih besar karena memperoleh jabatan yang lebih tinggi. Selain itu efek yang di timbulkan adalah hak, status dan penghasilan yang berupa upah/gaji dan tunjangan lainnya akan bertambah. Pengertian promosi juga dikemukakan oleh Samsudin (2005 : 264) “suatu promosi berarti pula perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan yang lain yang mempunyai status dan tanggung jawab yang lebih tinggi” Promosi merupakan faktor yang sangat penting bukan saja dalam pemilihan atau penempatan orang yang tepat untuk merencanakan suatu kebijakan didalam bidang
46
sumber daya manusia dalam memotivasi bawahan untuk mengembangkan diri sampai dapat berprestasi. Menurut Siagian (2002) promosi adalah apabila seorang pegawai dipindahkan dari suatu pekerjaan kepekerjaan lain yang tanggung jawabnya lebih besar, tingkatannya lebih besar dalam hilarki jabatan lebih tinggi dan penghasilannya pun besar pula. Menurut Sikula yang dikutip Hasibuan (2007) yaitu: “ Technically, a promotion is amovement an organization from one positiion to another that involves in pay or an increase in status”. (Secara tehnik, promosi adalah suatu perpindahan di dalam suatu organisasi datu satu posisi ke posisi lainnya yang melibatkan baik peningkatan upah maupun status). Dari definisi diatas dapat ditarik satu kesimpulan bahwa promosi adalah perpindahan pekerjaan seseorang dari satu jabatan kejabatan yang lebih tinggi, wewenang dan tanggung jawab semakin besar, status serta pendapatan juga semakin tinggi. Hal mendasar yang membuat perusahaan melakukan promosi adalah untuk mengembangkan potensi karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Selain itu promosi pada hakekatnya adalah kenaikan tingkat jabatan seorang pegawai ke suatu jenjang jabatan yang lebih tinggi nilai atau derajatnya dari tugas atau jabatan terdahulu dan biasanya diikuti oleh kenaikan penghasilan
47
2.7.3.2 Tujuan Promosi Pada dasarnya promosi di arahkan kepada peningkatan dari ketetapan perusahaan dalam mencapai sasaran melalui pelaksanaan promosi di mana para karyawan tersebut memperoleh kepuasan kerja, mungkin seseorang karyawan untuk memberikan hasil kerja yang terbaik bagi perusahaan yang akhirnya akan dapat ditetapkan tujuan promosi. Menurut Hasibuan (2007) yaitu: 1.
Untuk memberikan pengakuan jabatan dan imbalan jasa kepada karyawan yang berprestasi kerja tinggi.
2.
Dapat menimbulkan kepuasan dan kebanggan pribadi, status sosial yang semakin tinggi dan penghasilan yang semakin besar.
3.
Untuk merangsang agar karyawan bergairah kerja, berdisplin tinggi dan memperbesar produktivitas kerja.
4.
Untuk menjamin stabilitas kerja karyawan dengan direalisasikannya promosi jabatan kepada karyawan dengan dasar dan waktu yang tepat serta penilaian yang jujur.
5.
Kesempatan promosi dapat menimbulkan keuntungan berantai (multiplier effect) dalam perusahaan karena adanya lowongan berantai.
6.
Memberikan kesempatan pada karyawan untuk menembangkan kreatifitas dan inovasinya yang lebih baik demi keuntungan optimal perusahaan.
7.
Untuk menambah atau memperluas pengetahuan serta pengalaman kerja para karyawan dan ini merupakan daya dorong bagi karyawan lain.
48
8.
Untuk mengisi kekosongan jabatan karena pejabat berhenti. Agar jabatan tidak kosong maka dipromosikan karyawan lain.
9.
Karyawan yng dipromosikan kepada jabatan yang tepat, semangat kesenangan dan
ketenangan dalam
bekerja
akan semakin
meningkat
sehingga
produktivitasnya juga meningkat. 10.
Untuk mempermudah penarikan pelamaran, kesempatan promosi merupakan daya dorong serta perangsang bagi pelamar-pelamar untuk memasukan lamarannya.
11.
Promosi akan memperbaiki status karyawan dari karyawan sementara menjadi karyawann tetap setelah lulus dari masa percobaan. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa tujuan promosi pada dasarnya
adalah untuk memberikan kesempatan pada karyawan untuk maju, mengembangkan karirnya dan terutama untuk kenaikan jabatan serta memperoleh penghasilan yang lebih tinggi dari sebelumnya yang berguna bagi masa depan karyawan itu sendiri. 2.7.3.3 Pentingnya Promosi Pada dasarnya promosi jabatan merupakan salah satu bagian dari program penempatan yang dilaksanakan oleh perusahaan. Penempatan karyawan dilakukan dengan membuat penyesuaian terhadap kebutuhan perusahaan yang berhubungan dengan perencanaan untuk memperoleh orang yang tepat padaposisi yang tepat (right man on the right place). Dari segi terminologi promosi dapatlah diartikan sebagai kenaikan kedudukan atau pangkat. Menurut pengertian sehari-hari umumnya kata promosi berarti kenaikan pangkat atau jabatan dalam susunan pangkat dan jabatan
49
yang telah ditentukan. Setiap promosi merupakan motivasi, dan harus mampu membuktikan kecakapan, kemampuan, dan prestasi kerjanya, disamping itu kemampuan dan prestasi kerjanya harus menunjukkan tanda-tanda bahwa pegawai tersebut sanggup memegang jabatan yang lebih tinggi yang kelak akan didudukinya. Promosi sangat penting dalam karir seseorang : 1. Promosi merupakan motivasi bagi pegawai untuk lebih maju dan mengembangkan bakat dan karirnya. 2. Promosi merupakan usaha meningkatkan semangat dan gairah kerja pegawai. 3. Promosi merupakan usaha mengisi formasi jabatan dengan menggunakan sumber daya manusia dari dalam. 4. Bagi para pegawai promosi lebih penting dari kenaikan gaji, meskipun pada umumnya promosi disertai dengan pemberian gaji yang lebih tinggi. 5. Promosi dapat menjamin keyakinan para pegawai, bahwa setiap pegawai diberi kesempatan untuk maju dan mengembangkan karir. 6. Promosi merupakan salah satu usaha untuk menciptakan persaingan yang sehat di antara pegawai. Berdasarkan pendapat diatas dapat kita simpulkan dikatakan bahwa Setiap promosi merupakan motivasi, dan harus mampu membuktikan kecakapan, kemampuan, dan prestasi kerjanya. Promosi di bilang penting karena promosi itu merupakan motivasi sehingga bikin kita lebih maju dan dapat mengembangkan bakat karir kita, selain itu meningkatkan semangat dan gairah kerja pegawai. Jadi promosi juga bisa menjamin pemberian gaji yang lebih tinggi.
50
2.7.3.4 Asas-asas Promosi Asas-asas promosi dituangkan dalam program promosi secara jelas sehingga karyawan mengetahui dan perusahaan mempunyai pegangan untuk mempromosikan karyawan. Asas-asas promosi menurut Hasibuan (2006 : 108): 1. Kepercayaan Promosi hendaknya berdasarkan kepercayaan atau keyakinan mengenai kejujuran, kemampuan, kecakapan karyawan bersangkutan dalam melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik pada jabatan tersebut. Karyawan baru akan dipromosikan
jika
karyawan
menunjukkan
kejujuran,
kemampuan dan
kecakapannya dalam memangku jabatannya. 2. Keadilan Promosi berdasarkan keadilan, terhadap penilaian kejujuran, kemampuan dan kecakapan semua karyawan. Penilaian harus jujur dan objektif tidak pilih kasih. Karyawan yang mempunyai peringkat terbaik hendaknya mendapat kesempatan pertama untuk dipromosikan. 3. Formasi Promosi harus didasarkan pada formasi yang ada, karena promosi karyawan hanya mungkin dilakukan jika ada formasi jabatan yang lowong.
51
2.8 Pengaruh Karakteristik Individu Terhadap Konflik Pekerjaan-Keluarga dan Pencapaian Karir Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa terdapat variabel x yaitu karakteristik individu yang terdiri dari percaya diri, strategi pengelolaan karir dan komitmen terhadap berbagai aturan hidup. Sedangkan variabel y yaitu konflik pekerjaankeluarga dan pencapaian karir. Penelitian ini meliputi pilihan pribadi tentang pekerjaan dan non pekerjaan (keluarga), serta karakteristik individu sebagai predictor konflik pekerjaan-keluarga dan pencapaian karir. Lebih khususnya, adanya penghargaan diri (karakteristik individu), strategi pengelolaan karir (pekerjaan yang berhubungan dengan pilihan) dan komitmen terhadap berbagai aturan hidup. Hubungan pekerjaan-keluarga yang kompleks, multidimensi dan memerlukan multi-level penyelidikan. Ketika harapan dan permintaan dari pekerjaan dan keluarga tidak kompatibel, mereka menghasilkan bentuk konflik antar wilayah yang disebut konflik pekerjaan-keluarga (Netemeyer et al., 1996). Sejak konflik pekerjaankeluarga mengacu pada gangguan pekerjaan dengan keluarga, kita melihat pada pilihan yang membuat individu dalam dua bidang. Dalam wilayah kerja, orang memutuskan pilihan karir apa yang digunakan untuk mengurangi waktu dan ketidakpastian bagi pencapaian tujuan karir (Gould dan Penley, 1984). Dalam penelitian ini yang disebut sebagai strategis pengelolaan akrir. Dalam wilayah nonkerja, orang memutuskan jumlah waktu, usaha, perhatian untuk mengabdikan kepada pribadi, keluarga dan peran sosial. Konflik pekerjaan-keluarga terdiri dari yiga sub
52
variabel yaitu time based conflict yaitu tidak bisa berkomitmen dengan (waktu, jadwal yang terlalu padat, waktu proses), yang kedua strain-based conflict yaitu (lot pekerjaan tinggi, tanggungjawab pekerjaan tinggi, target perusahaan dan tuntutan pimpinan), yang ketiga behavior-based conflict yaitu tidak bisa berkomitmen dengan perilaku, kedisplinan dan komitmen yang rendah. Dalam penelitian ini yang disebut sebagai komitmen terhadap berbagai aturan hidup. Tingkat WFC pengalaman individu tidak hanya ditentukan oleh pilihan mereka, tetapi juga oleh karakteristik individu dan organisasi. Yang sama berlaku untuk hasil karir, mereka dipengaruhi oleh pilihan kerja dan non-kerja, karakteristik individu dan organisasi. Pada komitmen terhadap berbagai aturan hidup, berarti mempunyai berbagai peran di luar pekerjaan, termasuk orangtua, pasanganm teman dan peran relawan, yang seorang individu memiliki komitmen kuat (Ruderman et al., 2002). Komitmen terhadap
lingkungan mengukur
sejauh mana individu
berkomitmen untuk
mencurahkan waktu dan usaha untuk kegiatan relawan, bersisialisasi dan beradaptasi. Komitmen terhadap teman mengukur sejauh mana individu mencurahkan waktu dan isaha untuk mengembangkan dan
menjaga persahabatan yang terdiri dari tiga
indikator yaitu, toleransi, solidaritas dan setia dengan teman. Komitmen terhadap pasangan mengukur sejauh aman seorang individu mencurahkan waktu dan usaha untuk mengembangkan dan menjaga hubungan baik dengan psangannya. Yang terdiri dari beberapa item yaitu, perhatian kepada pasangan, percaya kepada pasangan dan setia dengan pasangan. Komitmen dengan anak mengukur sejauh mana individu mencurahkan waktu dan upaya untuk membesarkan anak-anaknya dengan cara
53
mendidik anak-anaknya dengan baik, memberikan perhatian dan tanggungjawab sebagai orangtua. Pengertian harga diri individu dapat menyebabkan keterlibatan dalam berbagai peran dan kelebihan bahwa ia secara efektif dapat berinterkasi dan mengelola tugas yang berbeda. Dalam penelitian terdapat beberapa indikator terhadap variabel percaya diri yaiu, bertindak independen, yakin terhadap diri sendiri, optimis dan tampil percaya diri. Dalam penelitian ini kita menguji pengaruh sari seluruh rangkaian startegi manajemen karir ke WFC. Lebih khususnya, kita melihat baik kepada kepentingan diri sendiri/berorientasi kerja dan hubungan strategi yang berorientasi karir. Yang terlebih dahulu termasuk menciptakan peluang dan perluasan katerlibatan kerja, sedangkan yang kedua merujuk pada self presentation dan mentoring. Jam kerja yang panjang telah terkait dengan peningkatan WFC (Carlson and Perrewe, 1999; Greenhaus et al., 1987). Pencapaian karir dalam penelitian ini terdiri dari kepuasan kompensasi (besarnya gaji, besarnya tunjangan, insentif dan kesesuaian gaji dengan beban kerja), kepuasan kerja (rajin, kreatif, disiplin, semangat dan loyal) dan tingkat promosi (kepastian, kesesuaian promosi dengan gaji dan seberapa cepat seseorang telah dipromosikan.Maka dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa studi ini meneliti pengaruh karakteristik individu terhadap konflik pekerjaan-keluarga dan pencapaian karir
54
2.1 Kerangka Pemikiran
PD X1
Yakin Kepada Diri Sendiri
TBC
SBC WFC Y1 BBC
CO EWI
SWO
N
RSO
SPK X2 KG
SP PK Y2 KL
KT
KK TP
MLRC X3
KP
Keterangan : KA
PD SPK MLRC WFC PK SWO RSO
: Percaya diri : Strategi Pengelolaan Karir : Multiple Life Role Commitmen : Work-Family Conflict : Pencapaian Karir : Self/Work –Oriented : Relationship- Oriented
CO EWI N SP KL KT KP
: Creating Opportunity : Extented Work Involvement : Networking : Self-Presentation : Komitmen Terhadap Lingkungan : Komitmen Terhadap Teman : Komitmen Terhadap Pasangan
KA TBC SBC BBC KG KK TP
: Komitmen Terhadap Anak : Time Based Conflict : Strain Based Conflict : Behaviour Based Conflict : Kepuasan gaji : Kepuasan Kerja : Tingkat Promosi