BAB II KEMATANGAN EMOSI DAN PENYESUAIAN HIDUP BERUMAH TANGGA A.
Konsep Kematangan emosi 1. Pengertian kematangan emosi Secara Etimologi (asal kata), emosi berasal dari kata prancis emotion, yang bersal lagi dari emouvoier, ‘excite’, yang berdasarkan kata latin emovere, yang terdiri dari katakata e-(variant atau ex-), artinya ‘keluar’ dan movere, artinya ‘bergerak’ (istilah “motivasi” juga berasal dai kata movere). Dengan demikian, secara etomologi emosi bergerak keluar (Sarwono, 2009: 124). Sebelum mendefinisikan tentang kematangan emosi, terlebih dahulu membahas tentang EQ, IQ, SQ dan ESQ manusia adalah makhluk dua-dimensi yang membutuhkan penyelarasan kebutuhan akan kepentingan dunia dan akhirat. Oleh sebab itu, manusia harus memiliki konsep duniawi atau kepekaan emosi serta intelegensi yang baik (EQ, IQ, SQ dan ESQ) yang berkaitan dengan kematangan emosi. (EQ) Emotional Quotient yaitu kecerdasan emosi, (IQ) yaitu kecerdasan intelektual, (SQ) Spitual Quotient yaitu kecerdasan spiritual. Merujuk pada aspek bi-dimensional itulah, saya mengusung upaya penggabungan ketiga konsep tersebut. Hingga akhirnya terjadi penggabungan ketiganya dalam bentuk konsep (ESQ) Emotional Spiritual Quotient, yang dapat memelihara keseimbangan antara kutub keakhiratan dan kutub keduniawian (Ginanjar, 1987: 17). Kecerdasan emosi (EQ), kecerdasan spiritual (SQ), dan kecerdasan intelektual (IQ) akan berfungsi maksimal jika sating berkaitan erat satu sama lain. Semua potensi kecerdasan itu akan terintegrasi apabila orientasi hidup kita adalah `ketauhidan', menerima Allah sebagai satu-satunya tujuan hidup. Namun, jika orientasi hidup kita adalah materi, maka tiga
potensi kecerdasan itu akan terpisah. Jika kita berorientasi pada materi, saat masalah datang pada kita, radar hati akan bereaksi menangkap sinyal emosi yang tidak terkendali, dan muncul
rasa
marah,
sedih,
kesal,
dan
taku.
(http://ilmupsikologi.
wordpress.com/2010/02/18/hubungan-antar-sq-eq-dan-iq/.
Pengertian emosi Secara harfiah menurut Oxford English Dictionary (dalam Goleman, 1996). Emosi didefinisikan sebagai setiap kegiatan atau pengolahan pikiran, perasaan, nafsu setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap disebut Kematangan emosional, Young (1950) dalam bukunya Emotion in man and Animal bahwa pengertian emosi adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol emosinya dan mengendalikan emosinya (Kusuma, 2009: 10).
Kematangan Emosi adalah seseorang yang matang emosinya, memiliki kontrol diri yang baik, mampu mengekspresikan emosinya dengan tepat atau sesuai dengan keadaan yang dihadapinya, sehingga mampu beradaptasi karena dapat menerima beragam orang dan situasi dan memberikan reaksi yang tepat sesuai dengan tuntutan yang dihadapi (Hurlock, 2002: 213). Walgito (2004: 42) mengemukakan bahwa kematangan emosi merupakan kemampuan seseorang untuk mengendalikan emosi dan berpikir secara matang, baik dan objektif Kematangan emosi yaitu kemampuan seseorang dalam mengontrol dan mengendalikan emosinya. Kematangan emosi merupakan dasar perkembangan seseorang dan sangat mempengaruhi tingkah laku (Gunarsa, 2008: 99). Dengan demikian, kematangan emosi adalah suatu proses di mana individu mampu untuk mengontrol dan mengendalikan emosinya dalam menghadapi berbagai situasi, sehingga dapat mencapai tingkat di mana individu tersebut mampu mengusai emosinya
dengan lebih baik. Hal ini ditunjukkan dengan berkembang ke arah kemandirian, mampu menerima kenyataan mampu beradsaptasi dan mampu merespon dengan tepat. 2.
Aspek-aspek kematangan emosi Katkovsky dan Gorlow (1976: 87), mengemukakan tujuh aspek-aspek kematangan
emosi, yaitu: a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Kemandirian Kemampuan memutuskan apa yang dikehendaki dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang dimabilnya. Kemampuan menerima kenyataan Mampu menerima kenyataan bahwa dirinya tidak sama dengan orang lain, mempunyai kesempatan, kemampuan, serta tingkat intelegensi yang berbeda dengan orang lain. Kemampuan beradaptasi Orang yang matang emosinya mampu beradaptasi dan mampu menerima beragam karakteristik orang serta meghadapi situasi apapun. Kemampuan merespon dengan tepat. Individu yang matang emosinya memiliki kepekaan untuk merespon terhadap kebutuhan emosi orang lain, baik yang diekspresikan maupun yang tidak diekspresikan. Merasa aman Individu yang memiliki tingkat kematangan emosi tinggi menyadari bahwa sebagai makhluk sosial ia memiliki ketergantungan pada orang lain. Kemampuan berempati Mampu berempati adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain dan memahami apa yang mereka pikirkan atau rasakan. Kemampuan menguasai amarah Individu yang matang emosinya dapat mengetahui hal-hal apa saja yang dapat membuatnya marah, maka ia dapat mengendalikan perasaan marahnya. Aspek-aspek kematangan emosi dalam karya Puspita Sari dan Nuryoto (2002: 23)
adalah: 1.
2.
Sikap untuk belajar Bersikap terbuka untuk menambah pengetahuan jujur, mempunyai keterbukaan serta motivasi diri yang tinggi bisa memahami agar bermakna bagi dirinya. Memiliki rasa tanggung jawab Memiliki rasa tanggung jawab untuk mengambil keputusan untuk menanggung resikonya, individu yang matang tidak menggantungkan hidup sepenuhnya kepada individu lain karena individu yang matang tahu bahwa setiap orang bertanggung jawab atas kehidupannya sehari-hari.
3.
4.
Memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan efektif. Memiliki kemampuan untuk mengespresikan perasaan, memiliki apa yang akan dilakukan, mengemmukakan pendapat. Memiliki kemampuan untuk menjalin hubungan sosial Individu yang matang, mampu melihat kebutuhan individu yang lain dan memberikan individu yang matang mampu menunjukkan ekspresi cintanya kepada individu lain. Dari aspek-aspek kualitas yang diuraikan di atas, kematangan emosi dalam penelitian
ini dapat dilihat dari tujuh dimensi yaitu kemandirian, kemampuan menerima kenyataan, kemampuan beradaptasi, kemampuan merespon dengan tepat, merasa aman, kemampuan berempati dan kemampuan menguasai amarah. Pemilihan Tiga aspek yaitu 1) kemandirian, 2) Kemampuan beradaptasi dan 3) kemampuan menguasai amarah. Tiga aspek kualitas yang diambil tersebut didasarkan pertimbangan bahwa(1) Kematangan emosi merupakan jasa yang bersifat (berbentuk fisik), sehingga aspek tersebut sangat sesuai bila dipilih sebagai aspek kualitas kematangan emosi (2) aspek tersebut sudah mewakili semua aspek yang lain, seperti emosional, komunikasi sudah masuk ke dalam aspek tersebut. 3.
Ciri-ciri kematangan emosi Menurut Ibrahim (2007: 193) Seseorang yang secasra emosional matang,
menunjukkan ciri-ciri kematangannya sebagai berikut: a. Dia berusaha dapat menahan diri, tidak emosional didalam menggapai sesuatu masalah yang dihadapinya. b. Dia akan mengenal perasaan-perasaan dirinya dan mensensor perkataanya sebelum mengemukakan perasaannya, kalau-kalau pendapat dan perkataannya menyakiti seseorang. Dengan cara ini ia mau belajar menguasai skill atau ketrampilan.
c. Dia dengan beban perasaan perasaan berat, ia tidak menuduh perasaan-perasaan itu menghancurkan hidupnya atau dirinya, tetapi ia berusaha mengatasi perasaan-perasaan itu secara bijak sana dan kreatif. Seseorang yang matang emosinya secara simpatik dia tahu apa yang sedang terjadi dan dirasakan oleh dirinya dan orang lain, Mempunyai tanggung jawab yang baik. 4.
Faktor-faktor kematangan emosi Sedangkan menurut Young (1950: 53)faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan
emosi yang lain adalah : 1) Faktor lingkungan yaitu adanya faktor lingkungan individu, misalnya lingkungan yang tidak aman akan mempengaruhi emosinya. 2) Faktor pengalaman yaitu bagaimana pengalaman hidup individu yang telah memberikan masukan nilai-nilai dalam kehidupan. 3) Faktor individu yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu itu sendiri, contohnya bagaimana kepribadiannya. B. Pernikahan 1.
Pengertian pernikahan “Pernikahan” menurut istilah ilmu fikih dipakai dari kata ”nikah” dari perkataan
Ziwaj’. Nikah menurut bahasa mempunyai arti sebenarnya (haqiqat) dan arti kiasan (majaaz) atau aqad (Mukhtar, 1974: 1). Pernikahan adalah permulaan sebuah kehidupan baru bagi seseorang karena sejak dua individu sepakat memutuskan untuk kawin atau menikah, berarti telah terjadi perubahan peran serta tanggung jawab terhadap diri sendiri, pasangan dan lingkungannya (Walgito, 2004: 57). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), perkawinan didefinisikan sebagai urusan yang berkaitan dengan nikah ; pernikahan.
Sementara itu, perkawinan berarti penyatuan dua pribadi yang berbeda. Pernikahan adalah syarat yang telah ditetapkan Allah SWT. Agar hubungan suami istri dikalangan manusia menjadi sah dan tidak dianggap zina (Ilmy, 2006: 50). Pernikahan adalah pertemuan yang teratur antara pria dan wanita dibawah satu atap untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tetentu baik yang bersifat biologis, psikologis, sosial, ekonomi, maupun budaya bagi masing-masing, baik keduanya secara bersama-sama, dan bagi masyarakat dimana mereka hidup serta bagi manusia secara keseluruhan (Miharso, 2004: 54). Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan pernikahan adalah aqad yang disepakati oleh kedua belah pihak yaitu antara seorang pria dan wanita untuk sama-sama mengikat diri, bersama dan mencintai antara keduanya. 2.
Fungsi dan tujuan pernikahan Murtadho (2009: 37) mengatakan bahwa ada beberapa pendapat ahli mengenai
Fungsi dan tujuan pernikahan antara lain: Menurut Sabiq dalam Murtadho (2009: 37) Fungsi dan tujuan pernikahan adalah: 1) Dengan pernikahan, dapat membuahkan tali kekeluargaan, memperteguh kelanggengan, rasa cinta antara keluarga dan memperkuat hubungan kemasyarakatan yang memang menurut Islam direstui, ditopang dan ditunjang karena masyarakat yang saling menunjang, lagi saling menyayangi akan menjadi masyarakat yang kuat dan bahagia. 2) Menyadari tanggung jawab beristri dengan menanggung anak-anak menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam memperkuat bakat dan pembawaan seseorang. Ia akan cekatan bekerja, karena dorongan tanggung jawab dan memikul kewajibannya, sehingga ia akan banyak bekerja dan mencari penghasilan yang dapat memperbesar kekayaan dan memperoleh produksi.
Sedangkan menurut Aziz dalam Murtadho (2009:38) fungsi dan tujuan pernikahan adalah: a) Menyalurkan naluri seksual secara sah dan benar. b) Cara paling baik untuk mendapatkan anak, mengembangkan keturunan anak dan mengembangkan keturunan secara sah. c) Menyalurkan naluri kebapakan dan keibuan. d) Memupuk rasa tanggung jawab dalam rangka memelihara dan mendidik anak, sehingga memberikan motifasi yang kuat bagi seseorang untuk membahagiakan orangorang yang menjadi tanggung jawab, membagi rasa tanggung jawab antara suami istri yang selama ini dipikul masing-masing pihak. Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa pernikahan mempunyai berbagai tujuan yang memberi manfaat bagi manusia secara personal maupun sosial. C. Bimbingan dan Konseling Keluarga Islam 1.
Pengertian Bimbingan dan Konseling Keluarga Islam Secara etimologi kata bimbingan merupakan terjemahan dari kata”Guidance”
berasal dari kata kerja “to guide” yang mempunyai arti “menunjukkan, membimbing, menuntun, ataupun membantu”.Sesuai dengan istilahnya, maka secara umum bimbingan dapat diartikan sebagai suatu bantuan atau tuntunan.Namun, demikian tidak berarti semua bentuk bantuan atau tuntunan adalah bimbingan (Hellen, 2002: 3). Secara istilah, sebagaimana diungkapkan Luddin (2010: 15), bahwa bimbingan adalah “cara pemberian pertolongan atau bantuan kepada individu untuk memahami dan mempergunakan secara efisien dan efektif segala kesempatan yang dimilikinya untuk perkembangan pribadinya”. Menurut Walgito (1995: 4) Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu-individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam hidupnya, agar mereka dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.
Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja maupun dewasa. Pengertian konseling lainnya adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang pembimbing (konselor) kepada seseorang konseli atau sekelompok konseli (klien, terbimbing, seseorang yang memiliki problem). Metode yang dilakukan untuk mengatasi problem dengan jalan wawancara dengan maksud agar klien atau sekelompok klien tersebut mengerti jelas tentang problemnya
sendiri
dan
dapat
memecahkan
problemnya
sendiri
sesuai
dengan
kemampuannya mempelajari saran-saran yang diterima dari konselor (Pujosuwarno, 1984: 83). Jadi bimbingan dan konseling merupakan proses pemberian bantuan kepada individu untuk mengoptimalkan potensi dirinya agar dapat bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat. Konseling keluarga merupakan penerapan konseling pada situasi yang khusus dan konseling keluarga ini secara khusus memfokuskan pada masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi keluarga dan penyelenggaraannya memelibatkan anggota keluarga (Latipun, 206: 2008). Nuhrisan (2006: 11). Mendefinisikan konseling sebagai upaya membantu individu melalui proses interaksi. Proses interaksi merupakan proses hubungan yang terjadi antara individu satu dengan yang lainnya. Proses interaksi ini bersifat pribadi antara pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan, dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakinkan sehingga konseli merasa bahagia dan prilakunya. Pengertian konseling lainnya adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang pembimbing (konselor) kepada seseorang konseli atau sekelompok konseli (klien, terbimbing, seseorang yang memiliki problem) (Pujosuwarno, 1984: 83).
Keluarga adalah suatu ikatan persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seseorang laki-laki atau seseorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak-anak, baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga (Sayekti, 1994: 11). Keluarga merupakan suatu struktur yang bersifat khusus, satu sama lain dalam keluarga itu mempunyai ikatan satu sama lain dalam keluarga itu mempunyai ikatan ataukah melalui hubungan darah atau pernikahan (Hammudah, 1984: 29). Selanjutnya jika bimbingan dan konseling dikaitkan dengan keluarga didefenisikan konsling sebagai metode pendidik, metode penurunan emosional, metode membantu patnerpatner yang menikah. Metode-metode tersebut digunakan untuk memecahkan masalah dan cara menentukan pola pemecahan yang baik (Latipun, 2010: 148) Konseling keluarga adalah upaya bantuan yang diberikan kepada individu anggota keluarga melalui system keluarga (pembenahan komunikasi keluarga) agar potensinya berkembang seoptimal mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas kerelaan dan kecintaan terhadap keluarga (sofyan, 83). Konseling keluarga pada dasarnya merupakan penerapan konseling pada situasi yang khusus, konseling keluarga ini secara khusus menfokuskan pada masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi keluarga dan penyelenggaraanya melibatkan anggota keluarga (Latipun, 2003, 205). Jadi bimbingan konseling keluarga adalah untuk mencegah problem-problem yang akan timbul dalam keluarga dan kita bantu memecahkan problem-problem yang telah timbul dalam keluarga (Sofyan, 1994: 86).
2.
Asas-Asas Bimbingan dan Konseling Keluarga Islam Pada prinsipnya bimbingan dan konseling keluarga islam bersumber pada Al-Qur’an
dan Hadits. Adapun asas-asas dalam bimbingan konseling keluarga islam secara spesifik adalah sebagai berikut (Musnamar, 1992: 72-74). 1.
Asas kebahagian dunia dan akhirat Asas ini merupakan asas yang paling fundamental dalam kehidupan manusia. Dalam
hal ini kebahagian dunia harus dijadikan sarana mencapai kebahagiaan akhirat, seperti dalam firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 201:
Artinya:dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka". Kebahagian yang dimaksud dalam hal ini bukan hanya kebahiaan pribadi semata, tetapi juga seluruh anggota keluarga. 2.
Asas sakinah, mawwaddah, wa rahman Pernikahan dan pembentukan serta pembinaan Keluarga Islami dimaksudkan untuk
mencapai keluarga sakinah, mawwaddah, wa rahmah, serta keluarga yang tentram dan penuh kasih sayang. Firman Allah SWT dalam surat Ar-Ruum ayat 21 :
Artinya:dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteriisteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. 3. Asas komunikasi dan musyawarah Ketentuan keluarga yang didasari atas rasa kasih sayang dapat tercapai apabila dalam sebuah keluarga senantiasa saling berkomunikasi dan bermusyawarah yang dilandasi dengan ketulusan hati, rasa saling menghormati dan rasa kasih sayang, maka kehidupan berkeluarga akan berjalan dengan tentram. Artinya mereka mampu menyelesaikan persoalan-persoalan rumah tangga yang muncul dengan baik. 4. Asas sabar dan tawakal Mempertahankan sebuah keluarga yang Sakinah, Mawwadah, Warahmah, memang bukanlah hal yang sangat mudah.Salah satu kunci yang harus dipegang adalah sikap sabar dan tawakal secara berserah diri kepada Allah. Sebagai makhluk ciptaan-Nya sudah menjadi kewajiban manusia untuk selalu berusaha, kemudian bersabar dan tawakal. Sebagai makhluk ciptaa-Nya pula manusia hanya bisa berencana namun persoalan akhirnya sudah menjadi kehendak dari Allah SWT. Oleh karena itu, dalam Bimbingan Konseling Keluarga Islami, membantu individu untuk bersikap sabar dan tawakkal dalam menghadapi masalah-masalah dalam kehidupan berumah tangga. Hal ini bertujuan agar individu tersebut dapat berfikir dengan jernih, tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan sehingga dapat mengambil keputusan dengan baik dan benar. 5.
Asas manfaat ( Maslahat ) Islam banyak memberikan alternatif pemecahan masalah terhadap berbagai problem
pernikahan dan keluarga, misalnya dengan poligami dan perceraian. Namun dengan bersabar dan tawakkal terlebih dulu diharapkan pintu pemecahan masalah pernikahan dan rumah
tangga mampu diselesaikan dengan baik. Hal ini dimaksudkan agar dapat mendatangkan maslahat yang sebesar-besarnya baik bagi individu maupun bagi anggota keluarga secara keseluruhan. 3.
Tujuan konseling keluarga Berikut ini dikemukakan tujuh konseling keluarga secara umum dan khusus sebagai
berikut (Sofyan, 2009: 88). Dan tujuan yang umum antara lain yaitu : a. Membantu, anggota-angota keluarga belajar dan menghargai secara emosional bahwa dinamika keluarga adalah kait-menghait dianggota keluarga. b. Untuk membantu anggota keluarga agar menyadari tentang fakta jika satu anggota keluarga bermasalah, maka akan mempengaruhi kepada presepsi, ekspekstasi, dan interaksi anggota-anggota lain. c. Agar tercapai keseimbangan yang akan membuat pertumbuhan dan peningkatan setiap anggota. d. Untuk mengembangkan penghargaan penuh sebagai pengaruh dari hubungan parental. 4. Tujuan-tujuan khusus Bimbingan Konseling Keluarga antara lain yaitu: a.
Untuk meningkatkan toleransi dan dorongan anggota-anggota keluarga terhadap cara-cara yang istimewa
b.
Mengembangkan toleransi terhadap anggota-anggota keluarga yang mengalami frustasi/kecewa, konflik, dan rasa sedih yang terjadi karena faktor system keluarga atau diluar system keluarga
c.
Mengembangkan motif dan potensi-potensi, setiap anggota keluarga dengan cara mendorong (men-support), member semangat, dan mengingatkan angota tersebut.
d.
Mengembangkan keberhasilan presepsi diri orang tua secara relistis dan sesuai dengan anggota-anggota lain.
1.
Metode bimbingan konseling keluarga Untuk memahami lebih lanjut tentang penyelenggaraan konseling keluarga, para ahli
membedakan ada empat metode konseling keluarga, yaitu concurrent marital counseling, collaborative marital counseling, conjoint marital counseling, dan couples group counseling (Latipun, 2010: 152). 1. Concurrent Marital Counseling Konseling yang sama melakukan konseling secara terpisah pada setiap partner. Metode ini digunakan ketika salah seorang partner memiliki masalah psikis tertentu untuk dipecahkan tersendiri, selain juga mengatasi masalah yang berhubungan dengan pasangannya. Metode dalam pendekatan ini, konselor mepelajari kehidupan masing-masing yang dijadikan bahan dalam pemecahan masalah pribadi maupun masalah yang berhubungan dengan pernikahannya. 2.
Collaborative Marital Counseling Setiap partner secara individual menjumpai konselor yang berbeda. Metode
konseling ini terjadi ketika seseorang partner lebih suka menyelesaikan masalah hubungan pernikahannya, sementara konselor yang lain menyelesaikan masalah-masalah lain yang juga menjadi perhatian kliennya. Konselor kemudian bekerjasama antara satu sama lain, membandingkan hasil konselingnya dan merencanakan strategi intevensi yang sesuai.
3.
Conjoint Marital Counseling Suami istri bersama-sama datang ke seorang atau beberapa konselor. Metode
konseling ini digunakan ketika dua partner dimotivasi untuk bkerja dalam hubungan, penekanan pada pemahaman dan modifikasi. Conjoint Counseling konselor secara simultan melakukan konseling terjhadap kedua partner. 4.
Couples Group Counseling Beberapa pasangan secara bersama-sama datang ke seorang atau beberapa konselor.
Metode pendekatan ini digunakan sebagai pelengkap cobjoint counseling. Metode ini dapat mengurangi kedalaman situasi emosional antara pasangan, selanjutnya mereka belajar dan memelihara perilaku yang lebih rasional dalam kelompok. D. Penyesuaian hidup berumah tangga 1.
Pengertian penyesuaian hidup berumah tangga
Menurut Ensiklopedia Nasional jilid ke-14, yang dimaksud dengan “rumah” adalah tempat tinggal atau bangunan untuk tinggal manusia. Kata ini melingkup segala bentuk tempat tinggal manusia dari istana sampai pondok yang paling sederhana. Secara bahasa, kata rumah (al bait) dalam Al Qamus Al Muhith bermakna kemuliaan, istana; keluarga seseorang; kasur untuk tidur, bisa pula bermakna menikahkan, atau bermakna orang yang mulia. Dari makna bahasa tersebut, rumah memiliki konotasi tempat kemuliaan, sebuah istana, adanya suasana kekeluargaan, kasur untuk tidur, dan aktivitas pernikahan. Sehingga rumah tidak hanya bermakna tempat tinggal, tetapi juga bermakna penghuni dan suasana. pengertian tempat tinggal beserta penghuninya dan apa-apa yang ada di dalamnya.
Penyesuaian hidup Rumah tangga islami adalah rumah tangga yang di dalamnya ditegakkan adab-adab islami, baik yang menyangkut individu maupun keseluruhan anggota rumah tangga. Rumah tangga islami adalah sebuah rumah tangga yang didirikan di atas landasan ibadah. Mereka bertemu dan berkumpul karena Allah, saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran, serta saling menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, karena kecintaan mereka kepada Allah (Kamil, 2004: 20).
Penyesuaian pernikahan berarti penyesuaian satu sama lain diantara dua individu tehadap kebutuhan-kebutuhan, keinginan-keinginan dan harapan-harapan. Dengan kata lain, setiap pasangan harus fleksibel dan memiliki keinginan untuk berubah (Atwater dan Duffi, 1999: 459). Penyesuaian hidup berumah tangga adalah suatu proses adaptasi antara suami istri dimana antara suami istri tersebut dapat mencegah terjadinya konflik dan menyelesaikan konflik dengan bersama-sama (Hurlock, 2002: 289). penyesuaian hidup berumah tangga yaitu kesanggupan dan kemampuan antara suami dan istri untuk berhubungan dengan mesra serta saling memberi dan menerima cinta (Benih, 2004: 43). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian hidup berumah tangga adalah dua individu yang belajar untuk mengomandasikan kebutuhan, keinginan dan harapan, keinginan masing-masing yang berarti mencapai suatu derajat kebahagian bersama antara pasangan suami istri agar bahagia. 2.
Aspek aspek penyesuaian hidup berumah tangga Aspek-aspek penyesuaian hidup berumah tangga (Atwater 1999: 122) di antaranya: Penyesuaian hidup bersama Menyesuaikan diri untuk hidup bersama dengan keluarga pasangan dan bisa berjalan dengan baik dan harmonis b. Penyesuaian peran baru Penyesuaian peran baru merupakan penyesuaian yang dilakukan untuk menjadi peran masing masing antara lain peran ayah, ibu, anak. a.
c.
Penyesuaian terhadap komunikasi Penyesuaian terhadap komunikasi yang saling berjalan lanjar, dengan adanya komunikasi maka bisa tercapai suatu tujuan antara pasangan. Menurut Glenn (dalam Lestari, 2003: 10) terdapat tiga indikator bagi proses
penyesuaian hidup berumah tangga yakni: 1. Konflik Kunci keberhasilan pasangan bukanlah menghindari konflik melainkan bagaimana cara yang ditempuh dalam mengatasi konflik, salah satu komponen yang penting dalam menyelesaikan konflik yang konstruktif adalah komunikasi yang positif. 2. Komunikasi Komunikasi merupakan aspek yang paling penting, karena berkaitan dari semua aspek dalam hubungan pasangan, keterampilan dalam berkomunikasi dapat mewujudkan dalam kecermatan memilih kata yang digunakan dalam menyampaikan gagasan pada pasangan. 3. Berbagi tugas rumah tangga Dalam pembagian tugas rumahtangga perlu keluwesan antara suami istri untuk berbagi atau bertukar peran, keberhasilan membangun kebersamaan dalam pelaksanaan kewajiban keluarga menjadi salah satu indikasi bagi keberhasilan penyesuaian pasangan. Dari beberapa aspek penyesuaian hidup berumah tangga di atas, diambil aspek penyesuaian hidup berumah tangga Glen (dalam Lestari) untuk penelitian ini adalah 1) Menyelesaikan konflik, 2) Komunikasi, dan 3) Berbagai tugas rumah tangga. Peneliti memilih aspek 1) Penyelesaian konflik, 2) Komunikasi, dan 3) Berbagi tugas rumah tangga, dengan pertimbangan bahwa, aspek-aspek tersebut sudah mewakili
penyesuaian hidup
berumah tangga terhadap pasangan suami istri. 4.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian hidup berumah tangga Menurut Hurlock (1990: 300), Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian
hidup berumah tangga dalam melakukan penyesuaian dalam pernikahan, diantaranya adalah: a) Konsep pasangan ideal. Dalam memilih pasangan baik laki-laki dan wanita sampai batas tertentu dibimbing oleh konsep pasangan ideal yang dibentuk selama masa dewasa semakin tidak terlatih dalam penyesuaian diri untuk mencapai psngan ideal, maka ia akan sulit untuk menyesuaikan diri dengan pasangannya.
b) Pemenuhan kebutuhan. Apabila penyesuaian yang baik telah dilakukan, maka pasangan harus memenuhi kebutuhan yang berasal dari pengalaman awal, pertimbangan prestasi dan status sosial agar bahagia. c) Kesamaan latar belakang. Semakin lama latar belakang suami istri, semakain mudah orang untuk saling menyesuaikan diri, semakin berbeda pandangan suami istri maka akan sulit untuk menyesuaikan diri. d) Minat dan kepentingan bersama. Kepentingan yang saling bersama tentang suatu hal dapat dilakukan pasangan cenderung membawa penyesuaian yang baik dari kepentingan bersama yang sulit dilakukan dibagi bersama. 5.
Kriteria keberhasilan penyesuaian hidup berumah tangga Menurut Hurlock (1990: 299), kriteria keberhasilan penyesuaian pernikahan
kebahagiaan suami istri diantaranya: 1) Kebahagiaan suami istri Suami dan istri yang bahagia yang memperoleh kebahagiaan bersama akanmembuahkan kepuasan yang diperoleh dari peran yang mereka mulai bersama. 2) Hubungan yang baik antara anak dan orang tuanya Hubungan yang baik antara anak dengan orantuanya mencerminkan keberhasilan penyesuaian perkawinan terhadap masalah tersebut. 3) Penyesuaian yang baik dari anak-anak. Apabila anak dapat menyesuiakan dirinya dengan baik dengan teman-temannya, maka ia akan sangat disenangi oleh teman sebayanya, ia akan berhasil dalam belajar dan merasa bahagia disekolah. 4) Kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat di antara anggota keluarga yang tidak dapat dielakkan, biasanya berakhir dengan salah satu dari tiga kemungkinan, yaitu, adanya ketegangan tanpa pemecahan, mengerti pandangan dan pendapat orang lain dan dapat menimbulkan kepuasan dalam penyesuaian perkawinan. 5) “Kebersamaan”. Jika penyesuaian perkawinan dapat berhasil, maka keluarga dapat menikmati waktu yang digunakan untuk berkumpul bersama. 6) Penyesuaian yang baik dalam masalah keuangan Dalam keluarga pada umumnya salah satu sumber perselisihan dan kejengkelan adalah sekitar masalah keuangan. 7) Penyesuaian yang baik dari pihak keluarga pasangan Apabila suami istri mempunyai hubungan yang baik dengan pihak keluarga pasangan, khususnya mertua, ipar laki-laki dan ipar perempuan, kecil kemungkinnnya untuk terjadi percek-cokan dan ketegangan hubungan dengan mereka.
E. Hubungan antara kematangan emosi dengan penyesuaian hidup berumah tangga. Kematangan emosi dipengaruhi oleh lingkungan, karena individu yang matang emosiny memiliki kematangan emosi yang baik, maka individu akan mampu menerima kondisi perubahan dalam penyesuaian pasangan antara suami istri yang terjadi dalam dirinya sehingga tidak mempengaruhi interaksinya dengan pasangan. Jika seseorang dapat menyesuaikan diri dengan kondisinya, maka tidak ada rasa cemas melainkan menjadi lebih percaya diri bahwa hal tersebut harus dijalani dengan tenang. yang kedua kematangan emosi dipengaruhi oleh pengalaman yaitu bagaimana pengalaman hidup individu yang telah memberikan masukan nilai-nilai dalam kehidupannya sehingga dalam menjalani hidup berumah tangga bisa sesuai dan selaras, yang ketiga kematangan emosi dipengaruhi oleh diri individu, jika individu dalam kepribadiannya baik maka orang yang matang emosinya akan mudah untuk menyesuaikan diri pada hidup berumah tangga atau pada pasangan suami istri dengan seimbang. Dengan demikian kematangan emosi hubungannya dengan penyesuaian hidup berumah tangga, jika orang yang matang emosinya dapat bertanggung jawab dapat mengontrol dirinya dengan baik pada situasi dan kondisi disekitanya, sehingga dalam kehidupan berumah tangga akan mudah dan terarah. Masa sekarang dimana kematangan emosi memegang peranan penting dalam sebuah penyesuaian perkawinan atau rumah tangga. Seseorang yang ada pada masa ini, harus bisa menempatkan dirinya pada situasi yang berbeda; problem rumah tangga, masalah pekerjaan, pengasuhan anak, hidup berkeluarga, menjadi warga masyarakat, pemimpin, suami atau istri membutuhkan kestabilan emosi yang baik (Hurlock, 2002: 203).
F. Hipotesis Berdasarkan uraian di atas dapat diajukan hipotesis bahwa ada Hubungan positif antara kematangan emosi dengan penyesuaian hidup berumah tangga antara pasangan suami istri. Semakin positif kematangan emosi maka semakin tinggi penyesuaian hidup berumah tangga. Sebaliknya, semakin negatif kematangan emosi maka semakin rendah penyesuaian hidup berumah tangga pasangan suami istri.