BAB II KAJIAN TEORITIS
A. KAJIAN TEORI 1. Kemampuan Koneksi Matematik Matematika terdiri dari berbagai topik yang saling berkaitan satu sama lain. Keterkaitan tersebut tidak hanya antar topik dalam matematika saja, tetapi juga keterkaitan matematika dengan ilmu lain dan keterikatan matematika dengan kehidupan sehari-hari. Keterikatan inilah yang disebut koneksi matematik. Ada dua tipe umum koneksi matematik menurut NCTM (1989:146) yaitu modeling connections dan mathematical connections. Modeling connections merupakan hubungan antara situasi masalah yang muncul di dalam dunia nyata atau dalam disiplin ilmu lain dengan representasi matematiknya, sedangkan mathematical connections adalah hubungan antara dua representasi yang ekuivalen, dan antara proses penyelesaian dari masing-masing representasi. Keterangan NCTM tersebut mengindikasikan bahwa koneksi matematika terbagi kedalam tiga aspek kelompok koneksi, yaitu: aspek koneksi antar topik matematika, aspek koneksi dengan disiplin ilmu lain, dan aspek koneksi dengan dunia nyata siswa/ koneksi dengan kehidupan sehari-hari. Kemampuan seseorang untuk mengaitkan antar topik dalam matematika, matematika dengan ilmu lain dan matematika dengan
12
kehidupan sehari-hari disebut kemampuan koneksi matematik. Sesuai dengan pendapat Kurnianingtyas (2015:5) yang menyatakan bahwa kemampuan koneksi matematis dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam menerapkan konsep-konsep matematika yang telah dipelajari terhadap masalah-masalah yang berkaitan, baik dalam konteks bidang matematika, dalam disiplin ilmu lainnya ataupun dalam kehidupan seharihari. Menurut Sumarmo (dalam Sapti, 2010), kemampuan koneksi matematik siswa dapat dilihat dari indikator-indikator berikut: 1) Mengenali representasi ekuivalen dari konsep yang sama. 2) Mengenali hubungan prosedur matematika suatu representasi ke prosedur representasi yang ekuivalen. 3) Menggunakan dan menilai keterkaitan antar topik matematika dan keterkaitan di luar matematika. 4) Menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari. 2. Model Pembelajaran Mind Mapping a. Model Mind Mapping Menurut Wicaksana (2012:11), salah satu strategi dimana dapat membantu siswa untuk mengingat detail-detail tentang poinpoin
kunci,
memahami
konsep-konsep
utama,
dan
melihat
keterkaitannya adalah Mind Mapping (peta pikiran). Menurut Buzan (2004:68) Mind Map (peta pikiran) adalah metode untuk menyimpan
13
suatu informasi yang diterima oleh seseorang dan mengingat kembali informasi yang diterima tesebut. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Model pembelajaran
Mind
Mapping
merupakan
salah
satu
bentuk
pembelajaran yang digunakan untuk melatih kemampuan menyajikan isi materi pembelajaran dengan pemetaan pikiran. Peta pikiran juga merupakan teknik meringkas bahan yang akan dipelajari dan memproyeksikan masalah yang dihadapi ke dalam bentuk peta atau teknik grafik sehingga lebih mudah memahaminya. Pandley (dalam Tapantoko, 2011) adapun tahapan-tahapan model pembelajaran Mind Mapping secara garis besar adalah sebagai berikut: 1) Mengumpulkan informasi, 2) Mengembangkan peta pikiran; 3) Menyajikan peta pikiran; 4) Evaluasi hasil kerja. b. Langkah-langkah model pembelajaran Mind Mapping Langkah-langkah model pembelajaran Mind Mapping yang diterapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Mengumpulkan Informasi Pada tahap ini guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai kemudian materi dan tujuan pembelajaran tentang materi pelajaran yang akan dipelajari. Teknik penyampaian materi dapat dilakukan secara klasikal ataupun diskusi. Siswa mempelajari konsep tentang materi pelajaran bimbingan guru.
yang dipelajari dengan
14
2) Mengembangkan Peta Pikiran Setelah siswa memahami materi yang telah diterangkan oleh guru, guru mengelompokkan siswa ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan tempat duduk yang berdekatan. Setiap kelompok terdiri dari 2 orang (berpasangan). Guru menugaskan salah satu siswa pada tiap-tiap kelompok untuk menceritakan materi yang telah diterima dan pasangannya mendengarkan sambil membuat catatan-catatan kecil, lalu siswa berganti peran. Kemudian siswa dihimbau untuk membuat peta pikiran dari materi yang dipelajari. 3) Menyajikan Peta Pikiran Untuk mengevaluasi siswa tentang pemahaman materi, guru menunjuk beberapa siswa untuk mempresentasikan hasil peta pikiran tentang materi yang telah dipelajari dengan mencatat atau menuliskan di papan tulis. Dari hasil presentasi yang ditulis oleh siswa di papan tulis, guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan. Guru dapat memberikan reward kepada setiap siswa yang mempresentasikan peta pikirannya di depan kelas. 4) Evaluasi Hasil Kerja Pada tahap ini, guru memberikan soal latihan tentang materi yang telah dipelajari kepada siswa untuk dikerjakan secara individu. Pada akhir pembelajaran diadakan tes untuk mengetahui pemahaman dan kemampuan akademis siswa.
15
c. Kelebihan dan Kekurangan Mind Mapping Menurut Tee, dkk. (2014:28), ada beberapa kelebihan model pembelajaran Mind Mapping, diantaranya yaitu menjadi lebih kreatif, menyelesaikan masalah, memusatkan perhatian, melihat gambaran secara keseluruhan, mengingat dengan lebih baik, menyusun dan menjelaskan pikiran-pikiran, belajar lebih cepat dan efisien dan guru dapat mengawasi hasil kerja siswa. Sedangkan kelemahan model pembelajaran Mind Mapping yaitu tidak sepenuhnya siswa belajar , ukuran pemetaan pikaran terbatas dan jumlah detail informasi tidak dapat dimasukan pada Mind Mapping. 3. Pembelajaran Konvensional Pembelajaran konvensional cenderung menitikberatkan pada komunikasi searah. Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran biasa yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan seperti pendekatan penjelasan langsung, pemberian contoh, ekspositori dan tanyajawab. Pembelajaran konvensional dapat diartikan dengan pengajaran klasikal atau tradisional. Ruseffendi (2006:350) mengatakan, βArti lain dari pengajaran tradisional disini adalah pengajaran klasikalβ. Jadi, pengajaran konvensional sama dengan pengajaran tradisional. Adapun ciri-ciri pembelajaran konvensional menurut Ruseffendi (2006:350) sebagai berikut: a. b.
Guru dianggap gudang ilmu, bertindak otoriter, serta mendominasi kelas, Guru memberikan ilmu, membuktikan dalil-dalil, serta memberikan contoh-contoh soal,
16
c.
Murid bertindak pasif dan cenderung meniru pola-pola yang diberikan guru, Murid-murid yang meniru cara-cara yang diberikan guru dianggap belajar berhasil, dan Murid kurang diberi kesempatan untuk berinisiatif mencari jawaban sendiri, menemukan konsep, serta merumuskan dalildalil.
d. e.
4. Sikap a. Definisi Sikap Notoatmodjo
(2003:124)
mengungkapkan
bahwa
sikap
merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sedangkan Thurstone (dalam Azwar, 2011) mendefinisikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis. Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang sifatnya positif atau negatif terhadap objek atau situasi. b. Komponen Sikap Menurut Azwar (2011:23) sikap terdiri dari 3 komponen yaitu: a.
Komponen kognitif. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau yang kontroversial. b. Komponen afektif Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap. c. Komponen konatif Komponen konatif merupakn aspek kecenderungan berperilaku sesuai sikap yang dimiliki seseorang. Aspek ini berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak terhadap sesuatu dengn cara-cara tertentu.
17
c. Karakteristik Sikap Menurut Brigham (dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2003:2) ada beberapa ciri atau karakteristik dasar dari sikap, yaitu: 1) Sikap disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku. 2) Sikap ditujukan mengarah kepada objek psikologis atau kategori, dalam hal ini skema yang dimiliki individu menentukan bagaimana individu mengkategorisasikan objek target dimana sikap diarahkan. 3) Sikap dipelajari. 4) Sikap mempengaruhi perilaku. Memegang teguh suatu sikap yang mengarah pada suatu objek memberikan satu alasan untuk berperilaku mengarah pada objek itu dengan suatu cara tertentu. Sikap merupakan salah satu tujuan yang harus diungkapkan dalam penelitian ini, untuk mengetahui sikap siswa terhadap pelajaran matematika digunakan angket skala sikap. B.
ANALISIS DAN PENGEMBANGAN MATERI PELAJARAN 1. Keluasan dan Kedalaman Materi
Materi yang dipelajari dalam penelitian ini adalah tentang dimensi tiga dan dipelajari untuk siswa SMA kelas X. Pembahasannya meliputi sudut antara garis dengan garis, sudut antara garis dengan bidang dan sudut antara bidang dengan bidang dalam dimensi tiga. Materi prasyarat untuk mempelajari sudut dalam dimensi tiga ini adalah teorema Pythagoras, perbandingan trigonometri dan jarak antar objek dalam dimensi tiga. Terkait dengan penelitian ini, peneliti menggunakan materi sudut dalam dimensi tiga dalam instrumen tes kemampuan koneksi matematik siswa. Materi tersebut lebih diaplikasikan ke dalam kemampuan koneksi matematik sehingga dalam intrumen tes berisikan
18
pertanyaan dan permasalahan mengenai hubungan antar konsep dalam matematika, matematika dengan ilmu lain maupun dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Keluasan dan dan kedalaman materi pembelajaran ini dapat dilihat pada kompetensi dasar dan indikator pembelajarannya, yaitu: 6.3 Menentukan besar sudut antara garis dan bidang dan antara dua bidang dalam ruang dimensi tiga. Kemudian, dari kompetensi dasar lebih diuraikan lagi menjadi indikator-indikator pembelajaran sebagai berikut: 6.3.1
Menentukan besar sudut antara dua garis dalam dimensi tiga.
6.3.2
Menentukan besar sudut antara garis dan bidang dalam dimensi tiga.
6.3.3
Menentukan besar sudut antara dua bidang dalam dimensi tiga. Setelah indikator dituliskan seperti di atas, materi yang dipelajari
diuraikan lebih lanjut. Materi pokok sudut antara garis dengan garis dalam dimensi tiga membahas tentang cara menetukan sudut yang terbentuk antara dua garis dalam dimensi tiga lalu menentukan besar sudut antara dua garis dalam dimensi tiga dengan menggunakan perbandingan trigonometri dan teorema Pythagoras jika diperlukan. Materi ini memiliki materi prasyarat yaitu perbandingan Trigonometri, teorema Pythagoras dan kedudukan antara garis dengan garis. Sifat dua buah sudut yang sama besar dalam geometri bidang dapat digunakan untuk menentukan besar sudut antara dua garis berpotongan dan bersilangan pada sebidang ruang.
19
ο·
Sudut antara Dua Garis Berpotongan Jika
garis
π
dan
garis
β
π
berpotongan, maka sudut antara garis π dan garis β adalah sudut lancip yaitu πΌ. Notasi: β π, β = πΌ. ο·
π
πΌ
β
Gambar 2.1 Sudut antara garis π dan garis β
Sudut antara Dua garis Bersilangan Jika π dan β bersilangan, maka sudut antara keduanya dapat ditentukan subagai berikut: a) Tetapkan sembarang titik π΄ pada garis π. b) Buat garis ββ² yang melalui titik π΄ dan sejajar garis β. Besar sudut yang dibentuk oleh garis π dan ββ² adalah besar sudut
antara garis π dan garis β yang diminta dan dinotasikan β π, β β‘ β π, ββ² β‘ πΌ (lihat Gambar 2). π
π΄
πΌ
ββ β
Gambar 2.2 Sudut antara dua garis bersilangan Materi pokok sudut antara garis dan bidang dalam dimensi tiga membahas tentang cara menentukan besar sudut antara garis dan proyeksi garis
tersebut
pada
bidang
dengan
menggunakan
perbandingan
trigonometri dan teorema Pythagoras. Misalnya diberikan garis π dan bidang π. Untuk mencari besar sudut antara garis π dan bidang π dapat
20
dilakukan dengan cara berikut. Garis π diperpanjang sedemikian hingga memotong bidang π di titik π. Kemudian proyeksikan garis π pada bidang π sedemikian hingga diperoleh garis πβ². Sudut antara garis π dan bidang π adalah sudut yang terbentuk antara garis π dengan garis πβ², yaitu πΌ (lihat Gambar 2.3)
Gambar 2.3 Sudut antara garis dengan bidang Materi pokok sudut antara bidang dan bidang dalam dimensi tiga membahas tentang menentukan sudut antara dua bidang yaitu sudut yang terbentuk oleh dua garis pada masing-masing bidang itu yang tegak lurus dengan garis potong dua bidang tersebut dan menghitung besar sudut yang terbentuk dengan menggunakan perbandingan trigonometri dan teorema Pythagoras. Jika dua bidang berimpit atau sejajar maka sudut antara kedua bidang itu adalah 0Β°. Jika dua bidang π dan π berpotongan di garis (π, π), maka sudut antara bidang V dan W dapat ditentukan sebagai berikut: ο·
Tentukan titik P pada garis (V,W)
ο·
Buat garis g pada bidang V melalui P dan tegak lurus garis (V,W)
ο·
Buat garis h pada bidang W melalui P dan tegak lurus garis (V,W)
ο·
Terbentuk sudut antara bidang V dan W yaitu πΌ = β π, β
21
Gambar 2.4 Sudut antara bidang dengan bidang Perhatikan bahwa sudut yang terbentuk merupakan sudut antara garis g dan garis h yaitu πΌ. Dengan demikian sudut antara dua bidang dapat ditentukan oleh dua garis pada bidang tersebut yang saling tegak lurus pada garis potong dua bidang tersebut. Pembahasan semua materi ini lebih difokuskan kepada koneksi matematik siswa, dan soal-soal yang berkaitan dengan kemampuan koneksi matematik. Berikut adalah contoh soal yang berkaitan dengan kemampuan koneksi matematik. Contoh soal: Diketahui
luas
bangunan
Candi
Borobudur adalah 123m x 123m dan tinggi
bangunan
34,5m.
Dengan
menganggap bentuk candi sebagai limas segiempat beraturan (lihat gambar 2.5), tentukan besar sudut yang dibentuk sisi miring dari dasar ke puncak candi.
Gambar 2.5 Sketsa bentuk candi
22
Untuk dapat menyelesaikan soal tersebut siswa harus mengaitkan materi sudut antara garis dan bidang dengan materi teorema Pythagoras untuk menentukan panjang diagonal bidang alas candi. Kemudian siswa harus mengaitkan materi sudut antara garis dan bidang dengan materi perbandingan trigonometri untuk menentukan besar sudut yang dibentuk oleh rusuk tegak limas dengan diagonal bidang alas limas. Selain itu, soal tersebut
juga
dikaitkan
dengan
kehidupan
sehari-hari
dengan
menyertakan fakta luas bangunan dan tinggi bangunan Candi Borobudur sehingga siswa harus mengubah masalah yang ada menjadi model matematika yang sesuai. Soal tersebut menekankan pada kemampuan koneksi matematik siswa, tanpa kemampuan koneksi matematik ini siswa akan kesulitan menyelesaikan soal tersebut. 2. Karakteristik Materi Pembelajaran materi sudut pada bangun ruang di kelas lebih ditekankan terhadap kemapuan koneksi matematik siswa. Materi sudut dalam dimensi tiga sering digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari, materi ini pula dikaitkan dengan topik matematika lain yaitu perbandingan trigonometri dan teorema Pythagoras. Dalam hal ini materi sudut dalam dimensi tiga digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan koneksi matematik siswa. Materi sudut antara garis dan garis dalam dimensi tiga digunakan sebagai dasar untuk menentukan sudut antara garis dengan bidang, dalam materi ini juga digunakan konsep matematika lain seperti perbandingan
23
trigonometri dan teorema Pythagoras untuk menentukan besar sudut antara garis dan bidang, soal-soal yang diberikan pun terkait dengan bidang studi lain seperti fisika dan dikaitkan dengan kehidupan seharihari, karena itu siswa harus mampu mengingat dan menunjukan keterkaitan antara materi-materi tersebut. Begitu pula dengan materi sudut antara garis dengan garis yang digunakan sebagai dasar materi sudut antara bidang dan bidang. Kemampuan koneksi matematik diperlukan siswa dalam mempelajari materi yang saling terkait tersebut, tanpa kemampuan koneksi matematik yang baik siswa akan mengalami kesulitan dalam mempelajari materi ini. 3. Bahan dan Media a. Bahan yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah: 1) Bahan ajar 2) Buku paket SMA kelas X semester genap 3) Lembar penilaian sikap dan keterampilan b. Media yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah: 1) Papan tulis 2) Spidol 3) Infokus 4) Power point 4. Strategi Pembelajaran Ruseffendi (2006:246), mengemukakan βStrategi belajar-mengajar dibedakan dari model mengajar. Model mengajar ialah pola mengajar
24
umum yang dipakai untuk kebanyakan topik yang berbeda-beda dalam bermacam-macam bidang studi. Misalnya model mengajar: individual, kelompok (kecil), kelompok besar (kelas) dan semacamnyaβ. Model pembelajaran dibentuk dari strategi dan teknik pembelajaran. Terkait dengan penelitian ini, dalam menyampaikan materi sudut dalam dimensi tiga, peneliti menggunakan model pembelajaran Mind Mapping. Model pembelajaran Mind Mapping merupakan sebuah model dengan membentuk kelompok kecil dan kemudian diberikan penjelasan materi oleh guru atau bahan ajar untuk dipelajari masing-masing kelompok. Setelah itu, salah satu anggota dari masing-masing kelompok memaparkan kembali materi sudut dalam dimensi tiga sementara siswa yang lain membuat peta pikiran berdasarkan paparan tersebut. Kegiatan ini menekankan kepada kemampuan koneksi matematik siswa. Untuk memaparkan kembali materi yang telah dipelajari tentunya siswa harus mengingat dan memahami terlebih dahulu materi yang akan dipaparkan. Mengingat dan memahami suatu konsep sangat penting untuk dapat mengaitkan konsep tersebut dengan konsep yang lainnya. Setelah materi dipaparkan, siswa menentukan ide-ide pokok dengan menemukan dan memilih kata kunci dan istilah-istilah penting, kemudian siswa menyusun kata kunci tersebut menjadi suatu struktur peta pikiran yang paling mudah dimengerti dan dipahami siswa. Kegiatan tersebut menekankan kepada kemampuan siswa untuk mengaitkan dan menunjukan keterkaitan antar konsep, dengan menyusun kata-kata kunci
25
menjadi suatu struktur peta pikiran siswa tentu akan menemukan keterkaitan antara kata-kata kunci tersebut, dalam kegiatan ini siswa menggunakan kemampuan koneksi matematiknya. Kemudian siswa berganti peran sehingga tiap-tiap siswa membuat peta pikiran dan beberapa siswa mempresentasikan peta pikirannya di depan kelas lalu membuat kesimpulan dari peta pikirannya. 5. Sistem Evaluasi Setelah kegiatan pembelajaran dilakukan, tentunya di akhir pembelajaran dilakukan evaluasi. Penelitian ini menggunakan alat evaluasi berupa tes dan non tes. Tes yang digunakan adalah tes kemampuan koneksi matematik, dan non tes yang digunakan adalah angket skala sikap. Tes kemampuan koneksi matematik siswa terbagi menjadi dua tahap, yaitu pretes dan postes. Pretes diberikan sebelum pembelajaran dilakukan, tujuannya untuk mengetahui sejauh mana siswa mampu menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Postes diberikan setelah pembelajaran dilakukan, tujuannya untuk mengevaluasi siswa dan mengetahui sejauh mana siswa dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematiknya. Pretes dan postes diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sedangkan non tes diberikan setelah pembelajaran dalam kelas eksperimen berlangsung, tujuannya untuk mengetahui/mengukur sikap siswa terhadap pelajaran matematika, pembelajaran matematika dengan model Mind Mapping, dan soal-soal kemampuan koneksi matematik.
C. HASIL PENELITIAN TERDAHULU YANG RELEVAN
No
Nama Peneliti/Tahun
Judul Penelitian
Pengaruh Pembelajaran Matematika Menggunakan Metode Mind Asep Mulyana 1 Mapping terhadap (2014) Koneksi Matematika Siswa SMP Pasundan 1 Bandung Pembelajaran dengan Penyusunan Peta Konsep untuk Meningkatkan Pipit Senja Triana 2 Kemampuan (2012) Koneksi Matematika Siswa SMK
Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan Tempat Metode Hasil Penelitian Penelitian Penelitian 1. Kemampuan koneksi matematik siswa yang menggunakan metode lebih baik daripada yang mendapat pembelajaran konvensional. SMP Kuasi Pasundan 1 2. Siswa bersikap positif Eksperimen Bandung terhadap penerapan model pembelajaran Mind Mapping.
SMKN 10 Garut
1. Kemampuan koneksi matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan penyusunan peta konsep lebih baik daripada siswa yang Kuasi memeroleh pembelajaran Eksperimen konvensional. 2. Sebagian besar siswa merespon secara positif terhadap pembelajaran menggunakan penyusunan peta konsep yang diterapkan di kelas.
Persamaan
Perbedaan
1. Model yang digunakan 2. Kemampuan yang diukur
Subjek penelitian
1. Metode penelitian 2. Kemampuan yang diukur
1. Model yang digunakan 2. Subjek penelitian
No
3
Nama Peneliti/Tahun
Anita Dewi Ramayanti (2012)
Judul Penelitian Pengaruh Pembelajaran Mind Mapping terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
Pengaruh Strategi Mind Mapping Happy Wijayanti terhadap & Bambang Kemampuan 4 Priyo Darminto Koneksi (2015) Matematika Siswa Kelas VII SMP
Tempat Penelitian
SMPN 1 Tomo Sumedang
SMPN 33 Purworejo
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
1. Siswa yang menggunakan model pembelajaran Mind Mapping berpengaruh terhadap pemecahan masalah matematika Kuasi siswa daripada siswa yang Eksperimen menggunakan pembelajaran konvensional. 2. Siswa bersikap positif terhadap model pembelajaran Mind Mapping. 1. Strategi Mind Mapping berpengaruh untuk meningkatkan kemampuan koneksi metematika. 2. Penerapan Strategi Mind Deskriptif Mapping berpengaruh untuk Kualitatif meningkatkan kemampuan koneksi metematika karena dalam strategi tersebut siswa dilibatkan untuk membuat Mind Map.
Persamaan
Perbedaan
1. Model yang digunakan 2. Metode penelitian
Kemampuan yang diukur
1. Model yang digunakan 2. Kemampuan yang diukur
1. Metode penelitian. 2. Subjek penelitian
28
D. KERANGKA PEMIKIRAN Penelitian ini memakai desain kelompok kontrol non-ekuivalen dimana terdapat kelas kontrol dan kelas eksperimen. Sebagai langkah awal, siswa pada kedua kelas diberikan pretes berupa tes uraian sebanyak 5 soal. Tujuannya untuk melihat kemampuan koneksi matematik siswa. Kemudian diberikan perlakuan, untuk kelas kontrol diberikan pembelajaran biasa sedangkan untuk kelas eksperimen diberikan pembelajaran dengan model Mind Mapping. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan kemampuan koneksi matematik siswa peneliti memberikan tes akhir (postes) berupa soal yang sama dengan soal pretes yaitu berupa tes uraian sebanyak 5 soal. Selain itu, untuk kelas eksperimen menggunakan data angket untuk mengukur skala sikap siswa.
Keadaan awal
Model Pembelajaran Mind Mapping
Kemampuan Koneksi Matematik Siswa
Model Pembelajaran Konvensional
Sikap
Kemampuan Koneksi Matematik Siswa
Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa antara yang memperoleh pembelajaran model Mind Mapping dan model konvensional?
Gambar 2.6 Kerangka Pemikiran
29
E. ASUMSI DAN HIPOTESIS 1. Asumsi Asumsi atau anggapan dasar dalam penelitian ini adalah: Perhatian dan kesiapan siswa dalam menerima materi pelajaran matematika akan meningkatkan minat belajar dan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. Penyampaian materi dengan menggunakan model pembelajaran yang sesuai, akan membangkitkan motivasi belajar dan siswa akan aktif dalam mengikuti pelajaran sebaik-baiknya yang disampaikan oleh guru. 2. Hipotesis Berdasarkan latar belakang masalah dan kajian teori, hipotesis dalam penelitian ini adalah: a. Peningkatan
kemampuan
koneksi
matematik
siswa
yang
menggunakan model pembelajaran Mind Mapping lebih baik daripada yang menggunakan model pembelajaran konvensional. b. Siswa bersikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model Mind Mapping.