BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Sejarah a. Pengertian Belajar Belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar. Apa yang sedang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar, tidak dapat diketahui secara langsung hanya dengan mengamati orang itu. Bahkan hasil belajar orang itu tidak langsung kelihatan, tanpa orang itu melakukan sesuatu yang menampilkan kemampuan yang telah diperoleh melalui belajar, Winkel (2012 : 58) Menurut Skinner (dalam Dimyati, Mudjiono,2013;9) belajar adalah satu prilaku. Pada saat orang belajar maka responnya akan menjadi lebih baik, sebaliknya bila ia tidak belajar maka responnya menurun. Sementara menurut Gagne (dalam Dimyati, Mudjiono,2013:10) belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Selanjutnya Piaget (dalam Dimyati, Mudjiono, 2013:13) berpendapat bahwa pengetahuan di bentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang diperoleh dari pengalaman dan dengan melakukan interaksi secara terus menerus yang dilakukan oleh individu itu sendiri dengan lingkungannya. b. Pengertian Pembelajaran Istilah pembelajaran merupakan pengganti istilah “mengajar.” Menurut John W. Santrok, (2007 : 266) pembelajaran dapat di definisikan sebagai pengaruh permanen atas prilaku, pengetahuan, dan keterampilan berpikir yang diperoleh melalui pengalaman. Menurut Piaget dalam (Mudjiono,2013:14), pembelajaran terdiri dari empat langkah. (1) menentukan topik yang dapat dipelajari oleh anak sendiri. (2) memilih atau mengembangkan aktivitas dengan topik tersebut.(3) mengetahui adanya kesempatan bagi guru untuk mengemukakan pertanyaan yang 9
10
menunjang proses pemecahan masalah. (4) menilai pelaksanaan tiap kegiatan memperhatikan keberhasilan, dan melakukan revisi. Proses pembelajaran yang terjadi di sekolah, kadang kala lebih banyak terfokus pada guru. Peran guru dalam kegiatan pembelajaran di sekolah memang relatif tinggi. Namun terkadang guru kurang tepat dalam memposisikan siswa, terkadang siswa hanya sebagai objek belajar saja, sehingga dalam kegiatan pembelajaran siswa memiliki kejenuhan yang pada akhirnya mereka menyibukkan diri dengan aktivitas yang tidak terkait dengan proses pembelajaran yang berlangsung. Apabila guru tidak berangkat, maka siswa tidak belajar. Maka pembelajaran yang dilakukan guru di dalam kelas ataupun di luar kelas itu haruslah menekankan pada siswa, dan sepenuhnya diarahkan pada siswa dan lebih mengutamakan ciri ciri pembelajaran yang baik sebagai acuan bagi para guru, khususnya guru sejarah. Pembelajaran itu memiliki delapan ciri, menurut Gagne dalam (Sutikno,2014:14), ciri-ciri pembelajaran antara lain (1) mengaktifkan motivasi (2) memberi tahu tujuan belajar (3) mengarahkan perhatian (4) merangsang ingatan (5) menyediakan bimbingan belajar (6) meningkatkan retensi (kemampuan untuk mengingat pengetahuan yang telah dipelajari (7) melancarkan transfer belajar (8) memperhatikan penampilan dan dan memberikan umpan balik. Berdasarkan uraian di atas, dapat di simpulkan bahwa seorang guru terutama guru sejarah haruslah menekankan pada ciri pembelajaran tersebut agar setelah peserta didik mendapatkan pembelajaran, maka akan melekat dalam diri mereka ilmu pengetahuan yang benar benar dibutuhkan oleh peserta didik itu sendiri. c. Pembelajaran Sejarah di SMA Dalam Kurikulum KTSP Kata sejarah dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Dalam bahasa Arab Syajara, yang berarti “terjadi” syajarah berarti “pohon” syajarah annasab berarti “pohon silsilah” bahasa Inggris “histori” bahasa latin dan Yunani “histori” ; bahasa Yunani “histori“atau “Istor” berarti orang pandai, Kuntowijoyo (2013:1). Sedangkan Susanto, (2014:8) menjelaskan bahwa sejarah adalah sebuah ilmu yang memiliki misi yang sangat besar untuk memperbaiki peradaban umat manusia, sejarah banyak memberikan pelajaran tentang konsep konsep penting dalam menghadapi kehidupan yang akan datang. Sejarah juga mengajarkan kita bagaimana kita memahami manusia dalam konteks masa lalu untuk membuat
11
sebuah keputusan di masa yang akan datang. Hal tersebut menjelaskan bahwa sejarah tidaklah sederhana hanya sekedar nama, peristiwa, waktu dan tempat kejadian. Sejarah harus dipandang sebagai upaya penyadaran individu dan masyarakat agar mampu menjadi warga negara yang baik. Pendapat di atas sejalan dengan pendapat Rustam, (2002:2) kata sejarah berasal dari “syajarah” yakni dari bahasa Arab, yang berarti pohon. Sementara Kuntowijoyo (2013;10) memandang bahwa sejarah adalah rekonstruksi masa lalu. Mengenai apa yang direkonstruksi antara lain apa saja yang sudah di pikirkan, dikatakan, dikerjakan, dirasakan dan dialami oleh orang. Dengan demikian mempelajari sejarah akan membuat seseorang memiliki wawasan akan sejarah, menjadi tahu tentang sejarah dan merasa bahwa dengan mempelajari sejarah akan terbentuk pemikiran bahwa sejarah itu penting. Dalam pembelajaran sejarah jangan sampai terbatas pada sejarah itu sebagai mata pelajaran saja, tapi harus lebih jauh dari itu. Karena sejarah itu adalah jalan untuk menuju pemahaman yang realitas terhadap keadaan masa sekarang. Sebagai hasil mempelajari masa lalu yang akan menjadikan manusia menjadi lebih bijak dalam membuat keputusan keputusan hidup. Dengan demikian pemahaman sejarah merupakan pemahaman tentang perubahan kehidupan manusia di masa lalu melalui gagasan gagasan yang mempunyai akibat terhadap kehidupan kita di masa sekarang dan akan datang. Jadi pemahaman akan pentingnya pembelajaran sejarah ini harus benar-benar ditanamkan dan dipahamkan kepada peserta didik agar mereka memiliki kesadaran akan sejarah , dan tidak memandang mata pelajaran sejarah itu tidak penting untuk dipelajari. Pembelajaran sejarah merupakan pembelajaran yang sangat penting untuk mengajarkan kepada peserta didik akan pentingnya sejarah sebagai pembentuk kepribadian siswa. Sartono Kartodirdjo dalam (Susanto, 2014:35) berpendapat bahwa dalam rangka pembangunan bangsa, pengajaran sejarah tidak semata mata berfungsi untuk memberikan pengetahuan sejarah sebagai kumpulan informasi fakta sejarah tetapi juga bertujuan menyadarkan anak didik atau membangkitkan kemampuan berpikir kesejarahnya. Suhartono, (2010:97) Sejarah pendidikan dimaksudkan untuk membangkitkan kesadaran, dan kesatuan budaya.
12
Berdasarkan uraian ini dapat di simpulkan bahwa pendidikan sejarah haruslah mengarahkan peserta didik untuk memahami sejarah itu sebagai mata pelajaran yang menyenangkan untuk dipelajari, dan mempelajari sejarah akan membuat peserta didik sadar dan mengerti akan sejarah. Pembelajaran sejarah merupakan pembelajaran yang sanggat penting Untuk membentuk peserta didik memiliki pemikiran tentang sejarah yang tinggi, maka dalam pendidikan sejarah harus mengarah pada empat tujuan pendidikan sejarah itu sendiri. Menurut Hamid Hasan, dalam (Susanto, 2014;35), menyatakan bahwa, (1) pendidikan sejarah memberikan materi pendidikan yang mendasar, mendalam dan berdasarkan pengalaman bangsa di masa lalu untuk membangun kesadaran dan pemahaman tentang diri dan bangsanya. (2) Materi pendidikan sejarah merupakan materi pendidikan yang khas dalam membangun kemampuan berpikir logis, kritis, analisis, dan kreatif yang sesuai dengan tantangan kehidupan yang dihadapi pada masanya. (3) Pendidikan sejarah menyajikan materi dan contoh keteladanan, kepemimpinan, kepeloporan, sikap dan tindakan manusia dalam kelompoknya yang menyebabkan terjadinya perubahan perubahan dalam kehidupan manusia tersebut. Dan (4) Kehidupan manusia selalu terikat dengan masa lampau karena walaupun hasil tindakan dalam menjawab tantangan bersifat final tetapi hasil dari tindakan tersebut selalu memiliki pengaruh yang tidak berhenti hanya untuk masanya tetapi berpengaruh terhadap masyarakat tadi dalam menjalankan kehidupan barunya, dan oleh karena peristiwa sejarah menjadi “bank of examples” untuk digunakan dan di sesuaikan sebagai tindakan dalam menghadapi tantangan kehidupan masa kini. Apabila keempat poin di atas dapat terlaksana dengan baik maka terlaksanalah tujuan dari pendidikan sejarah itu. Mulyasa, (2011:19-20), menyatakan: dalam standar nasional pendidikan (SNP pasal 1, ayat 15) dikemukakan bahwa kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang di susun dan di laksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan oleh badan standar nasional pendidikan (BSNP).
13
Dalam KTSP, pengembangan kurikulum dilakukan oleh guru, kepala sekolah, serta komite sekolah dan dewan pendidikan. Badan ini merupakan lembaga yang di tetapkan berdasarkan musyawarah dari pejabat daerah setempat, komisi pendidikan pada dewan dewan perwakilan rakyat daerah, pejabat pendidikan daerah, kepala sekolah, tenaga ke pendidikan, dan tokoh masyarakat. lembaga inilah yang menetapkan segala kebijakan sekolah berdasarkan ketentuan ketentuan tentang pendidikan yang berlaku. Selanjutnya komet sekolah perlu merumuskan dan menetapkan visi, misi, dan tujuan sekolah dengan berbagai implikasinya terhadap program program kegiatan operasional untuk mencapai tujuan sekolah. Selanjutnya kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) juga sangat jelas dan tegas dengan tujuan dari kurikulum itu sendiri yang mengacu pada pendidikan Indonesia yang lebih maju. Mulyasa (2011:22) menyebutkan secara khusus tujuan ditetapkannya KTSP adalah untuk : 1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia. 2. Meningkatkan
kepedulian
warga
sekolah
dan
masyarakat
dalam
mengembangkan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama. 3. Meningkatkan kompetisi yang sehat antara satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan di capai. Berdasarkan pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa kurikulum tingkat satuan pendidikan mengarah pada peningkatan kualitas pendidikan dan membentuk serta menciptakan suatu kompetisi yang sehat antar lembaga pendidikan yang mengutamakan tercapainya tujuan pendidikan dan kualitas pendidikan yang unggul. Pembelajaran sejarah di dalam lingkungan pendidikan menengah atas (SMA) yang mengacu pada kurikulum tingkat satuan pendidikan tercantum dalam peraturan Mendiknas No. 22 tahun 2006 standar isi untuk suatu pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran sejarah untuk sekolah menegah atas meliputi aspek aspek sebagai berikut : yaitu 1). Prinsip dasar ilmu sejarah, 2). Peradaban awal
14
masyarakat dunia dan Indonesia, 3). Perkembangan negara negara tradisional di Indonesia, 4). Indonesia pada masa penjajahan, 5). Pergerakan kebangsaan, 6). Proklamasi dan perkembangan negara kebangsaan Indonesia. Pembelajaran sejarah di SMA dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan mengarahkan tujuan mata pelajaran sejarah yang terdapat dalam peraturan Mendiknas No. 22 tahun 2006 standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menegah adalah : 1) Membangun kesadaran peserta didik akan pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan. 2) Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan di dasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan. 3) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan pesta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau. 4) Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tabah air yang dapat di implementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun internasional 5) Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang penting dan berproses hingga mas kini dan masa yang akan datang, (2006:254) d. Karakteristik Pembelajaran Sejarah Mata pelajaran sejarah sama halnya dengan mata pelajaran lainnya dalam hal karakteristik, menurut Leo Agung dan Sri Wahyuni, (2013:61-63), karakteristik pembelajaran sejarah adalah sebagai berikut : 1) Sejarah terkait dengan masa lampau. Masa lampau berisi peristiwa dan peristiwa sejarah hanya terjadi satu kali. Jadi, pembelajaran sejarah adalah pembelajaran peristiwa sejarah dan perkembangan masyarakat yang telah terjadi. Sementara itu, materi pokok pembelajaran adalah produk masa kini berdasarkan sumbersumber sejarah yang ada. Karena itu, pembelajaran sejarah harus lebih cermat, kritis, berdasarkan sumber-sumber, dan tidak memihak menurut kehendak sendiri dan kehendak pihak-pihak tertentu.
15
2) Sejarah bersifat kronologis. Oleh karena itu, pengorganisasian materi pokok pembelajaran sejarah haruslah didasarkan pada urutan kronologi peristiwa sejarah. 3) Dalam sejarah ada tiga unsur penting, yakni manusia, ruang, dan waktu. Dengan demikian, dalam mengembangkan pembelajaran sejarah harus selalu diingat siapa pelaku peristiwa sejarah, di mana dan kapan. 4) Perspektif waktu merupakan dimensi yang sangat penting dalam sejarah. Sekalipun sejarah itu erat kaitannya dengan masa lampau, waktu lampau itu terus berkesinambungan sehingga perspektif waktu dalam sejarah antara lain masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang. Pemahaman ini penting bagi guru sehingga dalam mendesain materi pokok pembelajaran sejarah dapat dikaitkan dengan persoalan masa kini dan depan. 5) Sejarah adalah prinsip sebab - akibat. Hal ini perlu dipahami oleh setiap guru sejarah, bahwa dalam merangkai fakta yang satu dengan yang lain, dalam menjelaskan peristiwa sejarah yang satu dengan yang lain perlu mengingat prinsip sebab - akibat. Peristiwa yang satu disebabkan oleh peristiwa yang lain dan peristiwa sejarah yang satu akan menyebabkan peristiwa sejarah yang berikutnya. 6) Sejarah pada hakikatnya adalah suatu peristiwa sejarah dan perkembangan masyarakat yang menyangkut berbagai aspek kehidupan seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, keyakinan, dan oleh karena itu, memahami sejarah dengan pendekatan multidimensial sehingga dalam pengembangan materi pokok dan uraian materi pokok untuk setiap topik haruslah dilihat dari berbagai aspek. e. Karakteristik Siswa SMA Secara umum karakteristik siswa yang perlu mendapat perhatian di dalam perencanaan pembelajaran ialah : 1) Karakteristik yang berkenaan dengan kemampuan awal, seperti : kemampuan intelektual, kemampuan berpikir, dan kemampuan gerak. 2) Karakteristik yang berhubungan dengan latar belakang dan status sosial budaya. 3) Karakteristik yang berkenaan dengan perbedaan-perbedaan kepribadian, seperti : sifat, sikap, perasaan, dan minat.
16
Nasution 1995, dalam Sitanggang dan Hasan (2013:185) mengemukakan ada beberapa cara untuk memenuhi prinsip individualitas dalam pembelajaran, yaitu : (1) Pengajaran individual, (2) Tugas tambahan, (3) Pengajaran proyek, dan (4) Pengelompokan menurut kesanggupan. Dari uraian di atas jelas terlihat bahwa karakteristik siswa harus dipertimbangkan para guru dalam memilih strategi pembelajaran yang akan digunakan. Kalau ditinjau dari aspek media pembelajaran, karakteristik siswa tetap harus dipertimbangkan para guru dalam pemilihan media pembelajaran yang akan digunakan pada waktu mengajar, dan para ahli media dalam perancangan media pembelajaran. Beberapa ahli mengemukakan antara lain : Heinich, Molenda, dan Russel 1982 dalam Sitanggang dan Hasan 2013:185) mengemukakan agar media instruksional efektif digunakan, maka media tersebut harus berkaitan antara karakteristik siswa dan isi materi dan presentasi. Dari uraian yang dikemukakan oleh Sadiman, dkk (1986) juga terlihat bahwa karakteristik siswa atau sasaran adalah salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media, selain dari tujuan instruksional, jenis rangsangan belajar, keadaan latar, kondisi setempat, dan luasnya jangkauan yang ingin dilayani. Sehubungan dengan karakteristik siswa, Lahey 2004, dalam Sitanggang & Hasan
(2013:
185-187)
termuat
dalam
jurnal
teknologi
pendidikan,
mengemukakan kembali teori McCrae & Costa (1999), bahwa sifat terdiri dari lima faktor yaitu : (1) Stabilitas emosional (Neuroticism), (2) Ekstraversi (Extraversion), (3) Keterbukaan terhadap pengalaman (Openness), (4) Kepekaan nurani (Agreeableness) dan (5) Kehati-hatian (Conscientiousness). Masing-masing sifat dideskripsikan sebagai berikut : 1) Stabilitas emosional : merasa tenang atau cemas, merasa tenteram atau gelisah, merasa santai atau tegang, merasa aman atau tidak dan merasa nyaman atau merasa sadar diri. 2) Ekstraversi : suka bergaul atau malumalu, suka bercanda (humor) atau seadanya, suka memberi kasih sayang atau tidak, suka berbicara atau pendiam dan suka kebersamaan atau penyendiri. 3) Keterbukaan terhadap pengalaman : keaslian atau biasa saja, sering berimajinasi atau tidak, kreatif atau tidak, minatnya luas atau sempit dan suka menerima tantangan atau tidak. 4) Kepekaan nurani : penyabar atau cepat marah, lemah lembut atau suka kasar, tidak egois atau egois, simpati atau tidak punya perasaan
17
dan pemaaf atau pendendam. 5) Kehati-hatian: suka sungguh-sungguh atau sembrono, berhati-hati atau tidak, dapat dipercaya atau tidak, pekerja keras atau pemalas dan suka terorganisasi baik atau tidak f. Tujuan Mempelajari Sejarah Mempelajari sejarah tidak semata mata seperti mempelajari cerita rakyat yang penuh dengan mitos dan legenda yang sengaja dibuat untuk tujuan tertentu. Mempelajari sejarah sangatlah penting untuk menjawab rasa ingin tahu manusia. Tujuan sejarah itu semakin jelas, dijelaskan Rustam, (2002:5), (1) untuk memenuhi rasa ingin tahu mengenai peristiwa peristiwa masa lampau, tentang bagaimana deskripsi peristiwanya, mengapa peristiwa itu terjadi dan bagaimana akhir peristiwa itu, serta serta perkiraan implementasi atau dampak peristiwa tersebut terhadap bidang bidang kehidupan lainnya. (2) untuk mengetahui lebih mendalam apakah sejarah itu suatu seni atau suatu disiplin ilmu. Apabila dalam dunia pendidikan, para siswa diarahkan oleh guru untuk mengembangkan pemikiran seperti tujuan sejarah itu, maka siswa pastinya akan menjadi kritis dalam setiap peristiwa peristiwa sejarah nasional Indonesia maupun sejarah lainnya, dan akan timbul rasa ingin tahu yang besar, dari rasa ingin tahu itu siswa akan semakin kreatif untuk menggali informasi yang mendalam dari berbagai sumber untuk mencari kebenaran dari peristiwa yang diamatinya. Dan dari situlah siswa akan menyadari bahwa ilmu sejarah itu penting untuk dipelajari. g. Manfaat Mempelajari Sejarah Sejarah selalu dikaitkan dengan pernyataan peristiwa atau kejadian masa lalu. Dalam cerita sejarah sumbernya adalah kejadian pada masa silam berdasarkan peninggalan sejarah. Peninggalan itu berupa hasil perbuatan manusia sebagai makhluk sosial. Menurut Rustam, (2002 : 7) manfaat mempelajari sejarah adalah kita akan dapat lebih berhati- hati agar kegagalan itu tidak terulang kembali. Tepatlah kata confutse, seorang filsuf China berkata “sejarah mendidik kita supaya bersikap bijaksana “. Manfaat lain dari ilmu sejarah adalah memperluas wawasan berpikir kita. Artinya sejarah secara terbuka terus memberikan pedoman dan perspektif tentang
18
perkembangan selanjutnya, hal ini sesuai dengan pandangan yang dikemukakan Dr. Douwes Dekker (Rustam;8) memandang bahwa : Hendaknya tugas setiap ahli sejarah jangan hanya terkungkung pada zaman masa lampau saja. Melainkan menarik terus garis zaman lampau itu sejauh mungkin kemasa depan. Dari sedikit banyak fakta fakta sejarah yang tampaknya simpang siur itu, ahli sejarah harus pandai menemukan garis besarnya, dan menarik terus garis besarnya melalui masa sekarang ke masa depan. Bukan hanya tugas ahli sejarah saja, guru guru sejarah dalam proses belajar mengajar juga harus menerapkan hal seperti dipaparkan di atas, yakni dapat pengetahui garis besar dari materi sejarah yang akan di ajarkan kepada peserta didiknya. Agar pengalaman masa lampau itu dapat dijadikan pengajaran di masa yang akan datang. 2. Model ADDIE Model desain sistem pembelajaran ADDIE bersifat sederhana dan dapat dilakukan secara bertahap atau sistematik untuk mewujudkan program pelatihan yang komprehensif. Model desain ADDIE berisi beberapa tahapan yang dapat digunakan untuk mendesain dan mengembangkan sebuah program pelatihan yang efektif dan efisien. Tahap-tahap kegiatan yang terdapat dalam model ADDIE terdiri dari: 1) Analysis (menganalisis) 2) Design (merancang) 3) Development (mengembangkan) 4) Implementation (mengimplementasikan) 5) Evaluation (mengevaluasi) Langkah 1: Analysis Tahap analisis merupakan suatu proses mendefinisikan apa yang akan dipelajari oleh peserta belajar, yaitu melakukan needs assessment (analisis kebutuhan), mengidentifikasi masalah (kebutuhan), dan melakukan analisis tugas (task analysis). Oleh karena itu, output yang akan kita hasilkan adalah berupa karakteristik atau profile calon peserta belajar, identifikasi kesenjangan, identifikasi kebutuhan dan analisis tugas yang rinci didasarkan atas kebutuhan.
19
Langkah 2: Desain Tahap ini dikenal juga dengan istilah membuat rancangan (blueprint). Ibarat bangunan, maka sebelum dibangun gambar rancang bangun (blue-print) diatas kertas harus ada terlebih dahulu. Apa yang kita lakukan dalam tahap desain ini? Pertama merumuskan tujuan pembelajaran yang SMAR (spesifik, measurable, applicable, dan realistic). Selanjutnya menyusun tes, dimana tes tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran
yag telah dirumuskan tadi.
Kemudian tentukanlah strategi pembelajaran yang tepat harusnya seperti apa untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam hal ini ada banyak pilihan kombinasi metode dan media yang dapat kita pilih dan tentukan yang paling relevan. Di samping itu, pertimbangkan pula sumber-sumber pendukung lain, semisal sumber belajar yang relevan, lingkungan belajar yang seperti apa seharusnya, dan lainlain. Semua itu tertuang dalam sautu dokumen bernama blue-print yang jelas dan rinci. Langkah 3: Pengembangan Pengembangan adalah proses mewujudkan blue-print alias desain tadi menjadi kenyataan. Artinya, jika dalam desain diperlukan suatu software berupa multimedia pembelajaran, maka multimedia tersebut harus dikembangkan. Atau diperlukan modul cetak, maka modul tersebut perlu dikembangkan. Begitu pula halnya dengan lingkungan belajar lain yang akan mendukung proses pembelajaran semuanya harus disiapkan dalam tahap ini. Satu langkah penting dalam tahap pengembangan adalah uji coba sebelum diimplementasikan. Tahap uji coba ini memang merupakan bagian dari salah satu langkah ADDIE, yaitu evaluasi. Lebih tepatnya evaluasi formatif, karena hasilnya digunakan untuk memperbaiki sistem pembelajaran yang sedang kita kembangkan. Langkah 4: Implementasi Implementasi adalah langkah nyata untuk menerapkan system pembelajaran yang sedang kita buat. Artinya, pada tahap ini semua yang telah dikembangkan diinstal atau diset sedemikian rupa sesuai dengan peran atau fungsinya agar bisa diimplementasikan. Misal, jika memerlukan software tertentu maka software tersebut harus sudah diinstal. Jika penataan lingkungan harus tertentu, maka lingkungan
atau seting
tertentu
tersebut
juga
harus
ditata.
Barulah
20
diimplementasikan sesuai skenario atau desain awal. Langkah 5: Evaluasi Evaluasi adalah proses untuk melihat apakah sistem pembelajaran yang sedang dibangun berhasil, sesuai dengan harapan awal atau tidak. Evaluasi yang terjadi pada setiap empat tahap di atas itu dinamakan evaluasi formatif, karena tujuannya untuk kebutuhan revisi. Misal, pada tahap rancangan, mungkin kita memerlukan salah satu bentuk evaluasi formatif misalnya review ahli untuk memberikan input terhadap rancangan yang
sedang kita buat. Pada tahap
pengembangan, mungkin perlu uji coba dari produk yang kita kembangkan atau mungkin perlu evaluasi kelompok kecil dan lain-lain. 3. Media Pembelajaran a. Pengertian Media Pembelajaran Media pembelajaran berasal dari bahasa latin, yang merupakan bentuk jamak dari kata “medium”semua yang terletak di tengah (antara dua pihak atau kutub) atau satu alat. Media juga dapat diartikan sebagai perantara atau penghubung antara dua pihak yaitu antara sumber pesan dan dan penerima pesan atau informasi. Menurut Munadi (2013:7-8) menyatakan bahwa media pembelajaran dapat dipahami sebagai “segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif. Sedangkan Menurut Anitah (2008:1) media pembelajaran berarti sesuatu yang mengantarkan pesan pembelajaran antara pemberi pesan kepada penerima pesan. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah perantara atau penghubung antara dua pihak yaitu antara pemberi pesan kepada penerima pesan. Anitah, (2008:2-3) mengatakan bahwa Media pembelajaran memiliki dua konsep yang satu sama lain memiliki keterkaitan atau menunjang yaitu perangkat keras (hardwere) dan materi atau bahan yang disebut perangkat lunak (softwere). Contoh bila guru membuat bagan /tulisan pada suatu transparansi, kemudian diproyeksikan melalui overhead projector (OHP) , maka bahan /materi pada transparan/ ovterhead projector (OHT) tersebut dinamakan perangkat lunak, (softwere) sedangkan OHP itu sendiri merupakan alat/perangkat keras (hardwere)
21
yang digunakan untuk memproyeksikan (memantulkan) materi pelajaran pada layar. Contoh lain hardwere misalnya : slide projector apaque projector LCD proyector, film proyector, sedangkan contoh hardwere : transparansi film slide MS Power poin film b. Landasan Teoritis Penggunaan Media Menurut Bruner, ada tiga tingkatan utama modus belajar, yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman piktorial/gambar (iconic), dan pengalaman abstrak (symbolic). Pengalaman langsung adalah mengerjakan, misalnya arti kata ‘simpul’ dipahami dengan langsung membuat ‘simpul’. Pada tingkatan kedua yang diberi label iconic (artinya gambar atau image) kata ‘simpul’ dipelajari dari gambar, lukisan, foto, atau film. Tiga tingkat pengalaman ini saling berinteraksi dalam upaya memperoleh ‘pengalaman’ (pengetahuan, keterampilan, atau sikap) yang baru. Tingkat pengalaman pemerolehan hasil belajar seperti digambarkan Dale (1969) sebagai suatu proses komunikasi. Materi yang ingin disampaikan dan diinginkan siswa dapat menguasainya disebut sebagai pesan. Guru sebagai sumber pesan yang menuangkan pesan ke dalam simbol-simbol tertentu sehingga dipahami sebagai pesan (decoding). Salah satu gambaran yang paling banyak dijadikan acuan sebagai sebagai landasan penggunaan media dalam proses belajar adalah Dale’s Cone of Experience (Kerucut Pengalaman Dale) (Dale, 1969). Kerucut ini (Gambar 1.2) merupakan elaborasi yang rinci dari konsep tingkatan pengalaman yang dikemukakan oleh Bruner sebagaimana diuraikan sebelumnya. Hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (konkret), kenyataan yang ada dilingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan, sampai kepada lambang verbal (abstrak). Semakin ke atas di puncak kerucut semakin abstrak media penyampaian pesan itu.
22
Abstrak Simbol
SYMBOLIC
verbal Simbol visual Radio, audio tape recorder, gambar diam. Film
ICONIC
Televisi Karyawisata Demontrasi
ENACTIVE
Benda Tiruan/Pengamatan Pengalaman Langsung Konkret Gambar 1.1 Kerucut Pengalaman Edgar Dale Tingkat keabstrakan pesan akan semakin tinggi ketika itu dituangkan ke dalam lambang-lambang seperti bagan, grafik, atau kata. Jika pesan terkandung dalam lambang-lambang seperti itu, indera yang dilibatkan untuk menafsirkannya semakin terbatas, yakni indera penglihatan atau indera pendengaran. Meskipun tingkat partisipasi fisik berkurang., melibatkan imajinatif semakin bertambah dan berkembang. Sesungguhnya, pengalaman konkret dan pengalaman abstrak dialami silih berganti; hasil belajar dari pengalaman langsung mengubah dan memperluas jangkauan abstraksi seseorang, dan sebaliknya, kemampuan interpretasi lambang kata membantu seseorang memahami pengalaman yang di dalamnya ia terlibat langsung (Arsyad, 2014: 10-15). c. Klasifikasi Media Pembelajaran Media
sejatinya
digunakan
sebagai
alat
bantu
guru
dalam
mengkomunikasikan pesan kepada siswa. Agar pesan itu mudah diserap oleh siswa maka diperlukan media pembelajaran yang tepat. Agar dapat menentukan media yang tepat, maka kita harus tau klasifikasi atau jenis-jenis media pembelajaran tersebut. Menurut Sri Anitah (2009:128) jenis-jenis media pembelajaran adalah : 1) Media Visual.
23
Media visual juga disebut media pandang, karena seseorang dapat menghayati media tersebut melalui pengelihatannya. Media visual dibedakan menjadi dua : a. Media visual yang tidak diproyeksikan, meliputi ; 1) gambar mati atau gambar diam (still picture), 2) Ilustrasi, 3) Karikatur, 4) Poster, 5) Bagan, 6) Diagram, 7 ) Grafik, 8) Peta datar, 9) Realia dan model, 10) Berbagai jenis papan. b. Media visual yang diproyeksikan, meliputi ; 1) Overhead projector (OHP), 2) Slide (film bingkai), 3) Filmstrip (film rangkai), 4) Opaque projector. 2) Media Audio Media audio dibedakan menjadi : a. Media audio tradisional, meliputi ; 1) Audio kaset, 2) Audio siaran, 3) Telepon. b. Media audio digital, meliputi ; 1) Media optik, 2) Audio internet, 3) radio internet. 3) Media Audio Visual Melalui media ini, siswa tidak hanya tidak hanya dapat mendengar saja, tetapi dapat melihat sekaligus mendengar sesuatu yang divisulisasikan. Media audio visual meliputi; 1) Slide suara, 2) Televisi. 4) Multimedia Miltimedia digunakan untuk mendeskripsikan penggunaan berbagai media secara terpadu dalam menyajikan atau mengajarkan suatu topik mata pelajaran (Hafzallah, 2004:56). Konsep multimedia menurut Duffy, Mc. Donald & Mizzell (2003) merupakan kombinasi multipel media denan satu jenis media sehingga terjadi keterpaduan secara keseluruhan. Multimedia saat ini sinonim dengan format computer-based yang mengkombinasikan teks, grafik, audio, bahkan video kedalam satu penyajian digital tunggal dan koheren. Smaldino, dkk (2005) mengemukakan jenis-jenis multimedia sebagai berikut: a. Multimedia kits, meliputi; 1) CD-ROM, 2) Slide, 3) Audiotapes, 4) Videotapes, 5) Gambar diam, 6) Medie cetak, 7) OHT, 8) Peta, 9) Lembar kerja, 10) Bagan & Grafik.
24
b. Hypermedia, mengacu pada softwer komputer yang menggunakan unsur-unsur teks, grafik, video, dan audio yang dihubungkan dengan cara tepat sehingga dapat mempermudah pemakai untuk beralih ke suatu informasi. Pendapat lain menurut Yudhi Munadi (2013:55) mengungkapakan media pembelajaran dapat digolongkan sbb: a. Madia audio adalah media yang melibatkan indra penderngaran dan hanya mampu memanipulasi kemampuan suara semata. Dilihat dari sifat pesannyayang diterimanya media audio visual ini menerima pesat verbal dan non verbal. Pesan verbal audio yakni berupa kata-kata & lisan, dan pesan non verbal audio adalah bunyi-bunyian dan vokalisasi, seperti guratan, gumam, musik, dll. Jenis media ini; program radio, audio tape dan compact disk. b. Media visual adalah media yang melibatkan indera pengelihatan. Termasuk jenis media ini ; media cetak verbal, media cetak grafis, dan media visual non cetak. c. Media audio visual adalah media yang melibatkan indera pendengaran dan pengelihatan sekaligus dalam satu proses. Sifat pesan yang dapat disalurkan melalui media dapat dislurkan melalui media dapat berupa pesan verbal dan non verbal yang terlihat layaknya media visual juga pesan verbal dan non verbal yang terdengar layaknya media audio. pesan visual yang terdengar dan terlihat itu dapat disajikan melalui program audio visual seperti film dokumenter, film drama, dll. d. Multimedia adalah media yang melibatkan berbagai indera dalam sebuah proses pembelajaran, termasuk dalam media ini adalah segala sesuatu yang memberikan pengalaman secara langsung bisa melalui komputer dan internet, bisa juga melalui pengalaman berbuat dan pengalaman terlibat. Termasuk dalam pengalaman berbuat adalah lingkungan nyata dan karyawisata; sedangkan termasuk pengalaman terlibat adalah permainan dan simulasi, bermain peran dan forum teater. Sedangkan menurut Wina Sanjaya (2008:211) media pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi tergantung dari sudut mana melihatnya. 1. Dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi kedalam:
25
a. Media auditif, yatu meda yang hanya dapat didengar saja seperti radio dan rekaman suara. b. Media visual, yanitu media yang dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara. Seperti; slide, foto, transparasi, lukisan, gambar, dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis. c. Media audio visual, yatu jenis media yang mengandung unsur suara yang bisa didengar juga mengandung unsur gambar yang dapat dilihat. Seperti; rekeman video, film, slide suara, dll. 2. Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat pula dibagi : a. Media yang memilki daya liput yang luas dan serentak seperti radio dan televisi. b. Media yang mempunyai daya liput terbatas oleh ruang dan waktu, seperti film slide, film, video,dll. 3. Dilihat dari cara pemakaiannya, media dapat dibagi ke dalam: Media yang dapat di proyeksiakan, seprti film, slide, film strip, transparansi, dll. Media yang tidak diproyeksikan, seperti gambar, foto, lukisan, radio, dll. Dalam memilih media pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan disampaikan. Dengan demikian media yang tepat akan mambantu siswa dalam memahami inti dari materi yang disampaikan sehingga mampu menciptakan pembelajaran bermakna bagi siswa. d. Peranan Media Pembelajaran Daryoto, (2013:32) dalam bukunya menyebutkan tujuh peranan media pembelajaran yaitu : (1) menghindari terjadinya verbalisme. (2) membangkitkan minat/ motivasi. (3) menarik perhatian peserta. (4) mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan ukuran. (5) mengaktifkan peserta dalam kegiatan belajar. (6) mengefektifkan pemberian rangsangan untuk belajar. (7) menambah pengertian nyata suatu informasi. Media pembelajaran sebagai sarana untuk mempermudah guru dalam menyampaikan informasi kepada siswa, tentunya selalu mengarah pada tujuan tujuan yang ingin dicapai. Kehadiran media pembelajaran pun sangatlah dibutuhkan demi mendukung tercapainya tujuan belajar siswa. Maka dalam hal ini
26
kegunaan media pendidikan dalam proses belajar mengajar dijelaskan oleh Harsja,(2005:17-18) adalah sebagai berikut : 1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis dalam bentuk kata kata, tulisan atau lisan belaka. 2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indra seperti misalnya : a). Objek yang terlalu besar, bisa diganti dengan realita, gambar, film, bingkai, atau model. b). Objek yang kecil dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film atau gambar. c). Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat dibantu dengan timelapse atau High-speed photography. d). Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film video, film bingkai, foto maupun secara verbal. e). Objek yang terlalu kompleks (misalnya mesin mesin) dapat disajikan dengan model atau diagram dan lain lain dan f). Konsep yang terlalu luas (gunung api, gempa bumi, iklim dan lain lain) dapat di visualkan dalam bentuk film, film bingkai, gambar dan tampilan lainnya. 3. Kegunaan media pembelajaran secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap positif anak didik. Dalam hal ini media pembelajaran berguna untuk : a). Menimbulkan kegairahan belajar. b). Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan. c). Memungkinkan anak didik belajar sendiri sendiri menurut kemampuan dan minatnya. Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru banyak mengalami kesulitan bilamana kesemuanya itu harus ditangani sendiri. Hal ini akan lebih sulit bila latar belakang lingkungan guru dan siswa yang berbeda. Masalah ini dapat fantasi dengan adanya media yaitu dalam kemampuannya dalam : a). Memberikan perangsang yang sama. b). Mempersamakan pengalaman. c). Membulatkan persepsi yang sama. Berdasarkan pendapa di atas dapat di simpulkan bahwa dengan hadirnya media pembelajaran dalam lingkungan pendidikan maka sangat memudahkan bagi siswa dalam menerima informasi yang di sampaikan oleh guru dengan baik, dan
27
juga memudahkan bagi guru dalam mengondisikan kelas dan menciptakan pembelajaran yang lebih efektif dan menyenangkan tentunya bagi siswa. e. Pengembangan Media Pembelajaran Memilih media yang tepat untuk digunakan dalam pembelajaran harus memerlukan analisis mendalam dengan mempertimbangkan berbagai aspek maupun prinsip-prinsip tertentu agar pemilihan media bisa lebih tepat. Ada tiga prinsip utama yang bisa dijadikan rujukan bagi guru dalam memilih media pembelajaran, yaitu: 1) Prinsip efektifitas dan efesiensi, yaitu keberhasilan pembelajaran yang di ukur dari tingkat ketecapaian tujuan setelah pembelajaran selesai dilaksanakan. Jika semua tujuan pembelajaran telah tercapai maka pembelajaran disebut efektif, sedangkan efesiensi adalah tujuan pencapaian tujuan pembelajaran dengan menggunakan media, waktu dan sumber daya lain seminimal mungkin. 2) Prinsif relevan, yaitu relevansi kedalam dan relevansi keluar. Relevansi kedalam adalah pemilihan media pembelajaran yang mempertimbangkan kesesuaian dan sinkronisasi antara tujuan, isi, strategi dan evaluasi materi pembelajaran. Relevansi kedalam juga mempertimbangkan pesan guru, siswa, dan desain media yang akan digunakan dalam pembelajaran. Relevansi keluar adalah pemilihan media yang disesuaikan dengan kondisi perkembangan masyarakat, media yang dipilih diseduaikan dengan apa yang biasa digunakan masyarakat secara luas. Media yang relevan secara internal dan ekternal ini akan meningkatkan fungsi dan manfaat media itu sendiri. 3) Prinsif produktifitas, yaitu produktifitas dalam pembelajaran dapat dipahami pencapaian tujuan pembelajaran secara optimal dengan menggunakan sumber daya yang ada, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam f. Kriteria Pemilihan 1. Media Jadi dan Media Rancangan Menurut Arif, (2005:83), ditinjau dari kesiapan pengadaannya, media dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu media jadi karena sudah merupakan komoditi perdagangan dan terdapat di pasaran luas dalam keadaan siap pakai (media By utilization), dan media rancangan karena perlu di rancang dan di persiapkan secara khusus untuk maksud atau tujuan pembelajaran tertentu. (media
28
By design). Masing masing dari jenis media ini tentunya pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya atau bisa di sebut keterbatasan. Kelebihan dari media jadi adalah hemat dalam waktu, tenaga dan biaya untuk pengadaannya. Sebaliknya mempersiapkan media yang dirancang secara khusus untuk memenuhi kebutuhan tertentu akan memeras banyak waktu, tenaga maupun biaya karena untuk mendapatkan keadaan dan kesahihannya diperlukan serangkaian kegiatan validasi prototipnya. Sedangkan untuk kekurangan media jadi itu sendiri adalah kecilnya kemungkinan untuk mendapatkan media jadi yang dapat sepenuhnya sesuai dengan tujuan atau kebutuhan pembelajaran setempat. Faktor waktu, tenaga dan biaya, dikaitkan dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang menyebabkan banyak negara berkembang memilih media jadi baik untuk diangkat secara utuh dengan modifikasi seperlunya, maupun di adaptasikan dengan keadaan setempat. Dalam penelitian ini penulis akan memilih menggunakan media rancangan, yaitu media pembelajaran berupa visualisasi situs candi Dieng kemudian dirancang secara khusus untuk tujuan meningkatkan sikap kesejarahan siswa di SMA. 2. Dasar Pertimbangan Pemilihan Media Arif, (2005:84) menyatakan bahwa dasar pertimbangan untuk memilih suatu media sangatlah sederhana yaitu dapat memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan yang di inginkan atau tidak. Beberapa hal yang perlu di pertimbangkan dalam pemilihan media adalah tujuan instruksional yang ingin dicapai, karakteristik siswa atau sarana, jenis rangsangan belajar yang di inginkan, keadaan latar atau lingkungan, kondisi setempat, dan luasnya jangkauan yang ingin di layani. Beberapa hal tersebut pada hakikatnya harus di terjemahkan dalam keputusan pemilihan. Kendala dalam dunia pendidikan khususnya guru, jarang sekali yang mau meluangkan waktu, pikiran, tenaga dan uangnya untuk merancang sebuah media pembelajaran yang dirancang untuk tujuan pendidikan tertentu yang ingin dicapai, kebanyakan dari para guru lebih suka memilih media yang sudah jadi karena dirasa lebih simpel dan praktis dan tanpa memerlukan proses yang lama. Para guru lebih banyak memilih media yang sudah jadi, karena kegiatan mengajar yang dilakukan
29
guru dirasa sangatlah padat, sehingga tidak ada waktu bagaimana guru akan mengembangkan media pembelajaran. Padahal jika media jadi itu menjadi pilihan bagi para guru guru kelas belum tentu akan sesuai dengan situasi dan kondisi di lingkungan sekolah atau kelas, dan belum tentu sesuai dengan tujuan dari pembelajaran yang sedang di laksanakan. Dalam hal ini Arif, (2005:85) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih media yang sudah jadi. Pertanyaan pertanyaan praktis yang dapat di ajukan dalam rangka pemilihan media jadi adalah sebagai berikut. 1). Apakah media yang bersangkutan relevan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai ?. 2). Apakah ada sumber informasi, katalog, dan sebagainya mengenai media yang bersangkutan ?. 3). Apakah perlu dibentuk tim untuk mereviu yang terdiri dari para calon pemakai ? 4). Apakah ada media di pasaran yang telah di validasikan ? 5). Apakah media yang bersangkutan boleh di reviu terlebih dahulu ? 6). Apakah tersedia format reviu yang sudah di bakukan ?. Pertanyaan pertanyaan ini seharusnya menjadi dasar pertimbangan bagai para guru ataupun lembaga pendidikan yang ingin menggunakan media jadi untuk diterapkan di dalam proses belajar mengajar. 3. Kriteria pemilihan Kriteria pemilihan media harus dikembangkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, kondisi dan keterbatasan yang ada dengan mengingat kemampuan dan sifat sifat khasnya dari media itu sendiri. Profesor Ely 1982. (dalam Arif, 2005 : 85) mengatakan bahwa pemilihan media seyogyanya tidak terlepas dari konteksnya bahwa media merupakan komponen dari sistem instruksional secara keseluruhan. Karena itu meskipun tujuan dan sisinya sudah diketahui, faktor faktor lain seperti karakteristik siswa, strategi belajar mengajar, organisasi kelompok belajar, alokasi waktu dan sumber, serta prosedur penilaiannya juga perlu dipertimbangkan. Sebagai pendekatan praktis beliau menyarankan untuk mempertimbangkan media apa saja yang ada, berapa harganya, berapa lama diperlukan untuk mendapatkannya, dan faktor apa yang memenuhi selera pakai, misalnya siswa dan guru.
30
Kriteria dalam pemilihan media ini sangatlah penting untuk memilih dan memilah media yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar. Selanjutnya Dick dan Caray 1978 (dalam Arif, 2005 : 86) menyatakan bahwa masih ada empat faktor lagi yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media. Pertama adalah ketersediaan sumber setempat. Artinya bila media yang bersangkutan tidak terdapat dalam sumber sumber yang ada, harus dibeli atau dibuat sendiri. Kedua adalah apakah untuk membeli dan memproduksi sendiri tersebut ada dana, tenaga dan fasilitasnya. Ketiga adalah faktor yang menyangkut keluwesan, kepraktisan dan ketahanan media yang bersangkutan untuk waktu yang lama. Artinya media bisa digunakan di manapun dengan peralatan yang ada di sekitarnya dan kapan pun serta mudah di jinjing dan di pindahkan. Dan faktor yang terakhir adalah efektivitas biayanya dalam jangka waktu yang panjang. Ada jenis media yang biaya produksinya mahal ( seperti program film bingkai ). 4. Media Berbasis Visualisasi a. Media Visual Media visual menurut Munadi (2013;56) adalah media yang hanya melibatkan indra penglihatan. Termasuk dalam jenis media ini adalah media cetakverbal, media cetak grafis, dan media visual non cetak. Pertama media visual – verbal adalah media visual yang memuat pesan pesan verbal ( pesan linguistik berbentuk tulisan). Kedua media nonverbal yakni berupa simbol-simbol visual atau unsur unsur grafis, seperti gambar (sketsa. Lukisan, dan foto), grafik, diagram, bagan dan peta. Ketiga media visual nonverbal tiga-dimensi adalah media visual yang memiliki tiga dimensi, berupa model, seperti miniatur, dan diorama. Jenis media visual yang pertama dan kedua bisa dibuat dalam bentuk media cetak seperti buku, majalah, koran, modul, komik dan poster dan atlas ; bisa juga dibuat di tas papan visual seperti papan tulis dan papan pamer, bisa juga dibuat dalam bentuk tayangan yakni melalui alat yang mampu menyorotkan pesan pesan visual seperti OHP. Media
berbasis
visualisasi,
merupakan
salah
satu
sarana
untuk
menyampaikan pesan atau informasi melalui media gambar, grafik foto, dan sebagainya. Arti visualisasi adalah 1) pengungkapan suatu gagasan atau perasaan dengan menggunakan suatu gambar, tulisan (kata dan angka), peta, grafis dan
31
sebagainya. 2). Proses pengubahan konsep menjadi gambar untuk disajikan lewat televisi, proyektor, Lcd dan lain sebagainya. Secara garis besar unsur unsur yang terdapat pada media visual terdiri atas grafis, bentuk, warna, dan tekstur. Azhar Arsyad, dalam Munadi,(2013:81) Masing-masing unsur unsur dalam media visual seperti dijelaskan oleh Wanadi, (2013:81) adalah sebagai berikut, 1) grafis adalah kumpulan dari titik titik. Terdapat jenis grafis di antaranya adalah : garis lurus horizontal, garis lurus vertikal, garis lengkung, garis lingkar, garis zig-zag. 2) Bentuk adalah sebuah konsep simbol yang dibangun atas garis garis atau hubungan garis dengan konsep konsep lain. Seperti contohnya adalah hubungan garis garis yang tampak menjadikan sebuah bentuk. 3) Warna digunakan untuk memberi kesan pemisahan atau penekanan, juga untuk membangun keterpaduan, bahkan dapat mempertinggi tingkat realisme dan menciptakan respon dan emosional tertentu. 4) Tekstur digunakan untuk menimbulkan kesan kasar dan halus, juga untuk memberikan penekanan seperti halnya warna. Pendapat Arsyad (2002;107) mengatakan bahwa dalam proses penataan itu harus diperhatikan prinsip prinsip desain tertentu, antara lain prinsip kesaderhanaan, keterpaduan, penekanan dan keseimbangan. Adapun penjabaran dari masing-masing prinsip tersebut adalah sebagai berikut 1) Kesederhanaan mengacu pada jumlah elemen yang terkandung dalam suatu visual. Jumlah elemen yang lebih sedikit akan memudahkan siswa menangkap dan memahami pesan yang disajikan visual itu. Pesan atau informasi yang panjang atau rumit harus dibagi bagi ke dalam beberapa bahan visual yang mudah di pahami. Demikian pula teks yang menyerupai bahan visual harus dibatasi (misalnya antara 15 sampai dengan 20 kata). Kata kata harus memakai huruf yang sederhana dengan gaya huruf yang mudah terbaca dan tidak terlalu beragam dalam suatu tampilan atas serangkaian tampilan visual. Kalimat kalimat juga harus ringkas tetapi padat dan mudah di mengerti. 2) Keterpaduan mengacu pada hubungan yang terdapat d antar elemen elemen visual yang ketika diamati akan berfungsi secara bersama sama. Elemen elemen
32
itu harus saling terkait dan menyatu sebagai suatu keseluruhan sehingga visual itu merupakan suatu bentuk menyeluruh yang dapat di kenal yang dapat membantu pemahaman pesan dan informasi yang di kandungnya. 3) Penekanan penyajian visual di rancang sesederhana mungkin, sering kali konsep yang ingin di sajikan memerlukan penekanan terhadap salah satu unsur yang akan menjadi pusat perhatian siswa. Dengan mengiakan ukuran, hubungan hubungan, perspektif, warna, atau ruang penekanan dapat diberikan kepada unsur terpenting. Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa media visual dalam pembelajaran adalah media yang memanfaatkan fungsi Indera penglihatan. Suatu objek di visualkan dalam satu proses pembelajaran,
dan
ditayangkan memalui alat berupa OHP, proyektor, dan bertujuan untuk memudahkan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran dan memudahkan siswa dalam memahami ilmu yang di transfer oleh guru pada saat proses belajar mengajar berlangsung. 5. Situs Cagar Budaya Menurut Sinaga,( 2015:2-3) Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. Berdasarkan pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa Cagar budaya adalah kekayaan warisan budaya bangsa yang bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Untuk menjaga pelestarian akan cagar budaya ini Pemerintah juga telah menetapkan Undang-undang tentang cagar budaya yaitu Undang-Undang No. 11 tahun 2010 tentang Cagar budaya. Tujuan dari di buatnya undang-undang tersebut adalah untuk melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia, meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui Cagar Budaya, memperkuat
33
kepribadian bangsa, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan mempromosikan warisan budaya bangsa kepada masyarakat internasional. Menurut Endjat Dj, 1998: 61-62 dalam ( Tiwi Susanti dkk 2013: 2) menyatakan bahwa Peninggalan sejarah sebagai warisan budaya dapat berfungsi sebagai : 1. Bukti-bukti sejarah dan budaya 2. Sumber-sumber sejarah dan budaya 3. Objek ilmu pengetahuan sejarah dan budaya 4. Cermin sejarah dan budaya 5. Media untuk pendidikan dan penyumbangan nilai-nilai budaya 6. Media pendidikan budaya bangsa sepanjang masa 7. Media untuk memupuk kepribadian bangsa di bidang kebudayaan dan ketahanan nasional 8. Objek wisata budaya Situs cagar budaya sangatlah penting bagi bangsa dan negara, karena selain mengandung unsur seni dan budaya yang tinggi, benda benda cagar budaya juga dapat di manfaatkan sesuai dengan kepentingan banyak orang, hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI No. 5. Tahun 1992 mengenai pemanfaatan Benda Cagar Budaya pasal 19 ayat 1,2 dan 3 dalam (Tiwi Susanti,2013:3) yaitu: 1. Benda Cagar Budaya tertentu dapat dimanfaatkan untuk kepentingan Agama, Sosial, Pariwisata, Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan. 2. Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dilakukan cara atau apabila: a. Bertentangan dengan upaya perlindungan Benda Cagar Budaya sebagaiman dimakasud pasal 15 ayat (2) b. Semata-mata untuk mencari keuntungan pribadi atau golongan. 3. Ketentuan tentang Benda Cagar Budaya yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan cara pemanfaatannya ditetapkan dengan peraturan pemerintah (Undang-Undang Republik Indonesia No. 5. 1992:6).
34
Situs candi Dieng sangat tepat jika dikaitkan dengan materi kelas XI yang membahas kompetensi dasar tentang Menganalisis Pengaruh Perkembangan Agama dan Kebudayaan Hindu-Buddha terhadap Masyarakat di Berbagai Daerah di Indonesia. Dengan melihat visualisasi situs candi Dieng, siswa akan lebih jelas dalam menggambarkan hasil kebudayaan masyarakat pada masa hindu. Menurut Yamin (2009: 149-150) media dapat menyampaikan informasi yang dapat di dengar dan dapat di lihat (visual), sehingga dapat mendeskripsikan suatu masalah, suatu konsep, suatu proses atau prosedur yang bersifat abstrak dan tidak lengkap menjadi lebih jelas dan lengkap. Media ini juga dapat menghadirkan :masa lampau” masa kini, menyajikan gambar dengan warna warna yang menarik. Media berbasis visualisasi ini akan dapat menampilkan suatu gambar tentang kehidupan masyarakat sejarah dengan objek situs candi Dieng, yang akan membawa peserta didik ke arah pemikiran yang berkembang untuk mengetahui lebih lanjut kehidupan dan hasil kebudayaan masyarakat pada zaman hindu Budha. 6. Sikap Kesejarahan Sikap adalah kesiapan merespon yang bersifat positif atau negatif terhadap objek atau situasi secara konsisten. Menurut Louis Thurstone, Rensis likert, Charles osgood dalam Azwar (2013:4-5) menyatakan bahwa : sikap adalah suatu bentuk evolusi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (faforable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfaforable) pada objek tersebut. Secara lebih spesifik Thurstone sendiri memformulasikan sikap sebagai derajat efek positif atau efek negatif terhadap suatu objek psikologis. Para ahli lain seperti Chave, Bogardus, dan Lapieree dalam Azwar (2013-5) menurut kelompok pemikir ini, sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap sesuatu objek dengan cara cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang di maksudkan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara cara tertentu apabila individu di hadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.
35
Sedangkan mempelajari sejarah pada dasarnya adalah penanaman rasa waktu (time sense), yang tanpanya orang akan kehilangan orientasi temporal, I Gde Wijaya (dalam Susanto, 2014:42). Mempelajari sejarah adalah mempelajari bagaimana menghargai waktu, menghargai peristiwa-peristiwa yang telah terjadi dan dijadikan sebagai pembelajaran untuk kehidupan yang di jalani saat ini dan yang akan datang. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, maka dapat di simpulkan bahwa sikap kesejarahan adalah sikap seseorang terhadap peristiwa peristiwa yang telah terjadi, baik itu sikap positif terhadap sejarah ataupun sikap negatif terhadap sejarah. Sejarah mengajarkan kita bagaimana memahami manusia dalam konteks masa lalu untuk membuat keputusan di masa yang akan datang. Maka sikap kesejarahan akan mengacu pada kepekaan (senstibility) terhadap perbedaan kondisi sejarah pada waktu dan tempat tertentu dengan zaman sekarang, menghargai peninggalan peninggalan sejarah sebagai warisan yang harus di jaga dan di lestarikan, akan mampu merekontruksi perubahan sejarah yang tercakup dalam perubahan waktu, memiliki kepekaan terhadap pemahaman penyebab peristiwa sejarah, dan kesadaran tentang perbedaan masa lampau. Maka wujud positif dari sikap kesejarahan adalah lebih menghargai para pahlawan, cinta terhadap bangsanya, ikut berpartisipasi dalam upaya melestarikan hasil peninggalan kebudayaan masa lalu, yang hal itu kemudian mengarah kepada kesadaran sejarah. Sejarah itu dapat diartikan melalu beberapa bahagian yaitu sejarah sebagai peristiwa, sejarah sebagai sejarah sebagai kisah, sejarah sebagai ilmu, dan sejarah sebagai seni. Sejarah sebagai peristiwa maksudnya peristiwa sejarah ditempatkan sebagai fakta, kejadian dan kenyataan yang benar benar terjadi pada masa lampau, kejadian masa lampau dapat di jadikan dasar untuk mengetahui dan merekontruksi kehidupan di masa tersebut. Dari peristiwa dapat di ketahui sebab akibat terjadinya suatu peristiwa. Tanpa memandang besar kecilnya suatu peristiwa atau kejadian kejadian dalam ruang lingkup kehidupan manusia, ilmu sejarah berusahan untuk menyusun rangkaian peristiwa yang terjadi dalam ruang lingkup kehidupan manusia sejak dulu hingga sekarang bahkan prediksi kejadian yang akan datang. Kaitannya dengan sejarah sebagai peristiwa maka kemudian akan memunculkan
36
sikap kesejarahan, yaitu menyikapi dari peristiwa yang telah terjadi kemudian dijadikan sebagai pijakan untuk berpikir tentang sejarah, berpikir tentang bagaimana menghargai waktu dan hasil kebudayaan yang telah di hasilkan dari generasi terdahulu, mengapresiasi nilai nilai yang diwariskan, dan sikap untuk ikut menjaga dan melestarikan hasil dari kebudayaan masa lampau. Sejarah mengajarkan kepada kita apa yang tidak dapat kita lihat, untuk memperkenalkan kita kepada penglihatan yang kabur sejak kita lahir. Dalam kaitannya dengan masa sekarang, seyogyanya guru dapat membatu murid melihat masa lalu yang jauh itu sebagai kulit luar dari persoalan persoalan penting yang tetap ada hingga kini. Walaupun masa lalu tidak sama dengan masa sekarang akan tetapi masa lalu sebagi cerminan manusia untuk menghadapi masa di mana manusia itu akan memilih. Menurut David F. McColum (Sam Winneburg. 2006:48-49) menyatakan bahwa ada beberapa cara untuk mengukur pemahaman sejarah, yaitu : 1) Kemampuan memahami peristiwa masa sekarang berdasarkan masa lalu 2) Kemampuan menyaring hasil dari dokumen seperti surat kabar, desa- desus, uraian sejarah masa kini dan lain-lain 3) Kemampuan memahami uraian sejarah 4) Kemampuan menjawab pertanyaan berdasarkan fakta tentang tokoh dan peristiwa sejarah Dalam membuat media pembelajaran yang di arakan untuk meningkatkan sikap kesejarahan siswa, diharapkan siswa mampu memahami informasi yang dikemas dalam media pembelajaran sejarah situs candi Dieng, dengan asumsi bahwa media pembelajaran sejarah berbasis visualisasi situs candi Dieng ini akan mampu untuk meningkatkan sikap kesejarahan siswa SMA Negeri 1 Rumbia. Keunggulan dari media ini adalah dapat membuat siswa lebih tertarik dan antusias dalam mengikuti proses belajar mengajar, memberikan kemudahan kepada guru dalam menyampaikan materi ajar, media ini dapat mengemas situs candi Dieng dengan kemasan yang menarik dan di hadirkan di hadapan siswa tanpa harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mengunjungi kawasan pegunungan Dieng. Jadi pembuatan media pembelajaran ini selain mengarah kepada peningkatan sikap
37
kesejarahan siswa, juga memberikan solusi pembelajaran sejarah dan memberikan kemudahan baik itu siswa maupun guru. 7. Penelitian Relevan 1. Yuni dewi Astuti, 2013. “Pengembangan media pembelajaran sejarah dengan memanfaatkan situs pertambangan masa kolonial di Sawahlunto untuk meningkatkan kesadaran sejarah siswa.” Surakarta Tesis UNS Kesimpulan pengembangan media audio visual sebagai media pembelajaran sejarah untuk meningkatkan kesadaran sejarah ternyata dapat tercapai dengan baik dalam penelitian yang di laksanakan. 2. Chairany Fitriah, 2014. “Penerapan Metode Inkuiri Berbasis Visualisasi Museum Sangiran Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Dan Menumbuh Kembangkan Kesadaran Sejarah Siswa” Surakarta tesis UNS Kesimpulan penerapan metode inkuiri berbasis visualisasi museum Sangiran untuk menumbuh kembangkan kesadaran sejarah siswa, dalam penelitian ini teruji media visualisasi museum Sangiran ini dapat menumbuhkembangkan kesadaran sejarah siswa dalam penelitian ini. 3.
Anyta Khafiyah, 2014.
Penerapan Model Inkuiri Dalam Pembelajaran
Sejarah Melalui Novel Penaklukan Badai Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Historis Siswa Kelas XI IPS MAN 1 Karang Gede. UNS Pers Kesimpulan penerapan model inkuiri melalui novel untuk meningkatkan kemampuan berpikir historis dapat tercapai sesuai dengan keinginan peneliti yaitu meningkatkan kemampuan berpikir historis siswa. 4. Penelitian ketujuh adalah penelitian yang dilakukan Eudege Sadler yang berjudul Cognitive style and instructional preferences. Berdasarkan hasil penelitian diketahui statistik Deskriptif: Keseluruhan preferensi adalah sebagai berikut: media berbasis cetak, 3,71 (0,77); Media nonprint, 3,32 (0,74). Subyek menyatakan preferensi kuat untuk media berbasis cetak (t = -6,14; df, 220; p < 0,001). Gaya kognitif: Dua tiga-cara analisis varians, satu untuk setiap preferensi media (WA oleh VI berdasarkan jenis kelamin dengan preferensi media pembelajaran sebagai variabel dependen), yang dilakukan pada data. Ini mengungkapkan efek utama yang sangat signifikan dari WA pada preferensi media yang nonprint (F, 15.90, df, 1, 214; p <0,001). Tidak ada efek interaktif
38
yang signifikan yang diamati. Mean skor untuk preferensi media yang nonprint yang (standar deviasi dalam kurung): wholists, 3,49 (0,69); analisis 3.14 (0.71). Maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa preferensi kuat untuk media berbasis nonprint (biaya overhead transparansi, slide, kaset video) daripada analisis, mungkin sebagai akibat dari pandangan keseluruhan disajikan oleh gambar visual dan non-linear nya (dibandingkan dengan media berbasis cetak). 5. Gembong Purwanto Nugroho, 2004. Strategi Pengembangan Eko wisata kawasan Dieng. Semarang , Tesis UNDIP. Kesimpulan Strategi Pengembangan Eko Wisata Kawasan Dieng ini menggunakan strategi jangka pendek dan strategi jangka panjang. Strategi jangka pendek yang di lakukan antara lain adalah dengan mengembangkan objek wisata dan atraksi wisata, sedangkan strategi pengembangan jangka panjang yang di lakukan antara lain pembangunan infrastruktur seperti pembangunan jalan, jembatan dan fasilitas seperti rumah singgah pengunjung. Strategi pengembangan Eko wisata Dieng ini adalah dalam upaya meningkatkan peluang jumlah pengunjung. 8. Kerangka Berpikir Kerangka berpikir dalam penelitian dan pengembangan ini, yakni pengembangan media pembelajaran sejarah berbasis visualisasi situs candi Dieng digambarkan dalam bagan sebagai berikut.
Permasalahan di Lapangan
Kajian Teori & Kerangka
Media Visual Berbasis situs candi Dieng
Instrumen Penelitian
Evaluasi (Validasi & Revisi)
Tidak Valid
Produk Akhir : Media Pembelajaran Sejarah Berbasis Visualisasi situs candi Dieng Gambar 1.3 Kerangka Berpikir
Valid
39
9. Model Hipotetik Berdasarkan kajian teori dan pengamatan di lapangan, model hipotetik penelitian dan pengembangan ini mengacu pada model ADDIE (Molenda, 2008 : 107-109) yang menggunakan lima tahapan sebagai berikut : 1. Analysis (Analisa) Tiga segmen yang harus dianalisis menurut Kaye Shelton dan Gorge Saltsman yaitu siswa, pembelajaran dan media untuk menyampaikan bahan ajarnya. Langkah-langkah dalam tahapan ini setidaknya adalah; menganalisis siswa, menentukan materi pembelajaran, menentukan standar kompetensi dan media yang digunakan. 2. Design (Rancangan) Pendesainan dilakukan berdasarkan apa yang telah dirumuskan dalam tahapan analisis. Tahapan ini adalah analog dengan pembuatan silabus. Langkah-langkah dalam tahapan ini adalah membuat silabus yang meliputi; memilih standar kompetensi yang telah dibuat dalam tahapan analisis, menentukan kompetensi dasar, menetukan indikator keberhasilan, memilih bentuk penilaian, menentukan sumber dan bahan ajar, menerapkan strategi pembelajaran dan membuat storyboard. 3. Development (Pengembangan) Tahapan ini merupakan tahapan produksi implementasi dari tahapan desain. Langkah-langkahnya; membuat objek-objek belajar dan membuat dokumendokumen tambahan yang mendukung. 4. Implementation (Implementasi/eksekusi) Pada tahap ini sistem pembelajaran sudah siap untuk digunakan oleh user. Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini adalah mempersiapkan dan memasarkan ke target user. 5. Evaluation (Evaluasi/Umpan Balik) Evaluasi dapat dilakukan dalm bentuk formatif dan sumatif. Evaluasi formatif dilakukan selama dan diantara tahapan-tahapan tersebut. Evaluasi sumatif dilakukan setelah versi terakhir diterapkan untuk menilai keefektifan pembelajaran secara keseluruhan.
40
Model pengembangan media yang digunakan dalam pengembangan media pembelajaran berbasis visualisasi adalah mengadopsi dari model pembelajaran ADDIE dari Molenda digambarkan dengan bagan sebagai berikut : ANALYSIS Pengamatan lapangan, kajian pustaka, persiapan laporan tentang pokok persoalan: 1. 2. 3. 4.
Media pembelajaran yang digunakan guru. Pengembangan media yang pernah dilakukan guru. Media yang dibutuhkan guru dalam proses pembelajaran. Hambatan yang dihadapi guru dalam mengembangkan media pembelajaran.
DESAIN Menyiapkan materi yang akan disampaikan sesuai SK & KD pada silabus
Mengumpulkan foto-foto yang berkaitan dengan situs candi Dieng
DEVELOPMENT (Pengembangan Produk Media VISUAL) Pengujian Produk Secara Internal Merangkai materi sesuai dengan silabus dalam sajian media yang dikembangkan dalam bentuk visual situs candi Dieng
Validasi ahli, materi, media, dan desain pembelajaran
Revisi
Uji coba satu- satu Uji coba kelompok kecil Uji coba lapangan
Revisi
Produk Akhir
41
IMPLEMENTATION Materi :
Mulai
Menganalisis Pengaruh Perkembangan Agama dan Kebudayaan Hindu-Buddha terhadap Masyarakat di Berbagai Daerah di Indonesia
Mampu di adaptasi oleh guru dan siswa
Evaluasi
Media pembelajaran sejarah berbasis situs candi Dieng
EVALUATION Kelas Eksperimen UJI EFEKTIFITAS Kelas Kontrol
Media Pembelajaran Sejarah Berbasis Visualisasi Situs Candi Dieng
Gambar 1.4 Model Hipotetik Model ADDIE, Molenda, (2008 : 107-109)