BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Tioritis 1. Strategi Pembelajaran a. Pengertian strategi pembelajaran Istilah strategi mulanya dipakai di kalangan militer dan diartikan sebagai seni dalam merancang peperangan, terutama yang erat kaitannya dengan gerakan pasukan dan
navigasi
kedalam
posisi
perang
yang dipandang Paling
menguntungkan untuk memperoleh kemenangan. Sementara apabila dikaitkan dengan belajar mengajar, strategi dimaksudkan sebagai daya upaya guru dalam menciptakan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses mengajar agar tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dapat tercapi dan berhasil. Karena itu guru dituntut memiliki kemampuan mengatur secara umum komponen-komponen pembelajaran sehingga terjalin keterkaitan fungsi antar komponen pembelajaran yang dimaksud.1 Strategi belajar mengajar menurut J.R David sebagaimana yang dikutib W. Gulo, meliputi rencana, metode dan perangkat kegiatan yang direncanakan untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu, kadang-kadang metode pengajaran sering dikacaukan dengan strategi belajar-mengajar. Strategi dapat diartikan sebagai rencana kegiatan untuk mencapai sesuatu. Metode pengajaran termasuk dalam perencanaan kegiatan atau strategi. Strategi belajar mengajar yang efektif untuk mencapai tujuan tertentu itu tergantung pada kondisi masing-masing unsur yang terlibat dalam proses belajar mengajar. Kemampuan siswa, kemampuan guru, sifat materi, sumber belajar,
1
Nur Ukhbiyati, 1999, Op. Cit, h. 1
media pengajaran, faktor logistik, tujuan yang ingin dicapai adalah unsur-unsur pengajaran yang berbeda-beda disetiap tempat dan waktu. b.
Komponen-komponen dari suatu strategi yaitu: 1) Tujuan khusus dibidang pendidikan 2) Siswa yang melakukan kegiatan belajar 3) Materi pelajaran 4) Logistik kebutuhan pengajaran
c.
Aspek-aspek dari suatu strategi adalah: 1) Sintaksis adalah urutan kegiatan yang jelas dan sudah tertentu sejak awal sampai berakhirnya pelaksanaan suatu strategi 2) Sambutan guru yang berkenaan dengan jawaban peserta 3) System sosial yang berkenaan dengan peranan guru dan peserta didik dan hubungan keduanya dalam situasi intruksional 4) System penunjang yang berkenaan dengan hal-hal yang dapat menunjang efesiensi proses dan efektifitas dalam mencapai tujuan intruksional. d.
Bentuk dari suatu strategi adalah: 1) Strategi belajar individual 2) Strategi belajar tuntas 3) Strategi belajar konstruktif 4) Strategi belajar Cooperatif-Kolaboratif 5) Strategi dalam memilih metode dan media pembelajaran 6) Strategi dalam melaksanakan kurikulum 7) Strategi Accelerated learning ( strategi akselerasi pembelajaran ) 2
e. Prinsip-prinsip mengajar yang paling utama harus digunakan guru antara lain: 2
Hari Suderajat, 2004, Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Bandung: CV. Cekas Grafika, h. 104-122
Cipta
1) Prinsip motivasi Kegiatan belajar siswa dapat terjadi apabila siswa ada perhatian dan dorongan terhadap stimulus belajar. Untuk itu guru harus berupaya menimbulkan dan mempertahankan perhatian dan dorongan siswa melakukan kegiatan belajar. Perhatian siswa terhadap stimulasi belajar dapat diwujudkan melalui beberapa upaya seperti penggunaan media pengajaran atau alat-alat peraga, memberikan pertanyaan kepada siswa, membuat variasi belajar pada siswa, melakukan pengulangan informasi yang berbeda sifatnya dengan cara sebelumnya sehingga siswa tidak bosan. 2) Kooperasi dan kompetisi Tidak semua persoalan dapat dipecahkan sendiri oleh manusia, demikian juga dalam perbuatan belajar. Kerjasama siswa dalam kegiatan belajar bukan hanya sekedar memperoleh hasil yang optimal tetapi juga merupakan usaha memupuk sikap gotong royong, toleransi, kepekaan sosial, sikap demokratis, saling menghargai dan memupuk keterampilan mengadakan interaksi sosial. Kompetisi atau persaingan dapat juga diterapkan dalam proses belajar mengajar asalkan dalam bentuk persaingan kelompok bukan dalam bentuk perorangan 3) Korelasi dan integrasi Korelasi dimaksudkan apa yang dipelajari siswa harus dihubungkan dengan apa yang telah dikuasainya atau hubungan dengan peristiwa seharihari yang biasa dialami siswa. Sedangkan integrasi mengandung pengertian bahwa semua bahan yang telah dan sedang dipelajari siswa tidak terpisahkan satu sama lain.
4) Aplikasi dan transformasi Aplikasi transformasi atau pemakaian dan pemindahan merupakan hal penting dalam perbuatan belajar. Pemakaian dan pemindahan berfungsi untuk memperkuat ingatan atau daya simpan informasi pada siswa. 5) Individualitas Prinsip individual tidak berarti memberi pelayanan secara perorangan, akan tetapi menyesuaikan dengan kemampuan rata-rata para siswa, dalam praktek pengajaran, prinsip individual bisa digunakan dalam beberapa cara, antara lain memberi tugas-tugas individual sesuai dengan caranya sendiri, membuat pengelompokan belajar siswa atas dasar kemampuan belajar yang relatif sama, mengembangkan proses belajar sendiri. Dalam proses pembelajaran kondisi kelas sangat berpengaruh dalam jiwa seseorang. Menurut Walberg dan Greenberg yang dikutib oleh Bobbi De Porter dan kawan-kawan menjelaskan bahwa, suasana kelas adalah penentu psikologis utama yang mempengaruhi belajar akademis. Suasana, keadaan ruang, menunjukkan arena belajar yang dipengaruhi emosi.3 Dengan demikian guru di tuntut untuk dapat menciptakan kondisi belajar yang berfariasi dan merangsang minat belajar siswa. Ada beberapa hal yang perlu ditumbuhkan dan di persiapkan sebagai kegiatan pembuka sebelum proses pembelajaran berlangsung di antaranya: 1) Menciptakan suasana yang menggairahkan
3
Bobbi DE Porter, 2006, Quantum Teaching, Bandung, Kaifa, h. 19
Untuk menarik keterlibatan siswa, guru harus membangun hubungan. Hubungan akan membangun jembatan menuju kehidupan–bergairah siswa. Manfaat membina hubungan adalah untuk memudahkan guru dalam pengelolaan
kelas,
memperpanjang
waktu
fokus,
dan
meningkatkan
kegembiraan.4 2) Menciptakan lingkungan yang mendukung Kelas merupakan tempat atau lingkungan terjadinya proses belajar mengajar. Penataan gambar atau poster dan tulisan-tulisan yang ditempelkan di dinding, pengaturan bangku, penyusunan bahan persediaan, hingga tingkat kebersihan kelas yang selalu diperhatikan dan ditata sedemikian rupa turut mendukung dalam meraih belajar yang menggairahkan. Menurut Dhority yang dikutip oleh Bobbi De Porter dan kawan-kawan, mengungkapkan; segala sesuatu dalam lingkungan kelas menyampaikan pesan yang memacu atau menghambat belajar.5
3) Rancangan pengajaran Rancangan pengajaran yang dibuat guru merupakan jembatan yang menghubungkan antara materi pelajaran dengan siswa. Hanya dengan perancangan pengajaran, guru dapat menyebrang kedunia mereka atau siswa dan membawa mereka kedunia guru, dalam proses pembelajaran.6 2. Kecemasan a. Devinisi Kecemasan
4
Ibid, h. 24 Ibid, h. 66 6 Ibid, h. 25 5
Nevid mengartikan kecemasan sebagai keadaaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis perasaan tegang yang tidak menyenangkan dan perasaan aprehensi atau keadaan khawatir mengeluhkan bahwa sesuatu yang baru akan segera terjadi.7
mengungkapkan kecemasan adalah emosi yang tidak
menyenangkan, yang ditandai dengan istilah-istilah seperti kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa takut, yang kadang-kadang kita alami dalam tingkat yang berbeda-beda. Daradjat menjelaskan kecemasan sebagai manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan (konflik). Ada beberapa jenis rasa cemas, yaitu akibat mengetahui ada bahaya mengancam dirinya, rasa cemas berupa penyakit yang dapat mempengaruhi keseluruhan diri pribadi. 8 Slameto menjelaskan kecemasan dapat dibedakan menjadi dua bagian: 1) Kecemasan sebagai suatu sifat (trait anxiety), yaitu kecendrungan pada diri seseorang untuk merasa terancam oleh sejumlah kondisi yang sebenarnya tidak berbahaya 2) Kecemasan sebagai suatu keadaan (state anxiety), yaitu suatu keadaan atau kondisi emosional sementara pada diri seseorang yang ditandai dengan perasaan tegang dan kekhawatiran yang dihayati secara sadar serta bersifat subyektif, dan meningginya aktivitas saraf otonom.9 Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah semacam emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan kegelisahan, 7
Nevid, Jeffrey, S, Dkk, 2005, Psokoligi Abnormal, Jilid 1 Edisi Ke 5. Alih bahasa Tim Fakultas Psikologi UI. Jakarta: Erlangga, h. 186 8 9
Zakiah Daradjat, 1990,Op. Cit, h. 11 Slameto, 2010, Op. Cit, h. 185
kekhawatiran, dan ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas, mempunyai ciri menyiksa pada diri sendiri yang bersumber dari konflik, frustasi, ancaman terhadap harga diri dan tekanan melakukan sesuatu di luar kemampuan individu yang tentunya berpengaruh dalam pembelajaran. b. Faktor-Faktor Kecemasan Daradjad menyebutkan faktor-faktor yang menimbulkan kecemasan antara lain : 1) Cemas yang timbul akibat melihat dan mengetahui ada bahaya dekat dengan mengancam dirinya, cemas ini lebih dekat dengan rasa takut, karena sumbernya jelas terlihat dalam fikiran. 2) Rasa cemas yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk yang paling sederhana ialah cemas yang kurang jelas dan tidak ada hubungannya dengan yang lain serta takut mempengaruhi keseluruhan pribadi. 3) Cemas karena merasa berdosa/bersalah karena melakukan hal-hal berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani, cemas ini sering pula menyangkut gejala-gejala gangguan jiwa yang kadang-kadang berbentuk umum.10 Rakhmat menyebutkan faktor-faktor yang menimbulkan kecemasan antara lain : 1) Tidak tahu apa yang harus dilakukan. Individu tidak tahu bagaimana harus memulai tugas-tugas yang akan dikerjakan atau bagaiman cara supaya mudah menghafal sehingga ia akan menghadapi sejumlah ketidak pastian.
10
Zakiah Daradjat, 1990,Op. Cit, h. 15
2) Citra diri yang negatif akibat kegagalan yang dialami individu ketika adanya tugas yang akan dikumpulkan atau kegagalan ketika tes hafalan didepan kelas. Sehingga individu cendrung menghindari tugas ataupun tes hafalan. 3) Individu mengalami kecemasan karena ia tahu ia akan di nilai. Berhadapan dengan penilaian membuat orang nervous, karena penilaian dapat mengangkat dan menjatuhkan harga diri. 4) Ketidaksiapan. Ketika individu diberikan tugas dadakan ataupun tes hafalan dadakan tentunya tantangan akan lebih besar dibandingkan dengan tugas ataupun tes hafalan yang diberitahu sebelumnya.11 c. Reaksi Kecemasan Dalam menghafal Al-Quran, individu yang merasa cemas dapat diketahui melalui tiga cara, yaitu:
1) Melalui penghafal Individu dapat menggambarkan pengalamannya sendiri ketika ia menghadapi situasi tes hafalan. Reaksi psikologis yang dapat dirasakan individu, misalnya mulutnya merasa kering, jantung berdebar-debar keras, adanya bagian-bagian tubuh yang berkeringat secara berlebihan, suara bergetar, tangan terasa dingin, dan lain-lain. Secara psikologis individu tidak dapat mnyelesaikan tugasnya dengan baik.
11
Djalaluddin Rakhmat, 2005, Psikologi Komunikasi, Bandung: Rosda Karya, h, 129
2) Melalui pengamat Reaksi kecemasan yang dapat diamati pendengar, misalnya ucapan yang tidak jelas, salah menyebutkan huruf, bacaan yang tidak lancar. Selain itu pengamat juga menangkap bahwa penghafal mengalami nafas yang tidak teratur, gerakan postur tubuh yang canggung, penghafal tampak gugup, dan tidak terorganisir. 3) Melalui alat ukur medis Untuk mengetahui reaksi kecemasan pada individu dalam menghafal, maka dapat di gunakan alat yang dapat mengukur kenaikan denyut nadi dan tekanan darah. Selain itu, dapat juga diamati peningkatan keringat yang keluar dan dapat di deteksi pola-pola pernafasan yang tidak teratur. Dengan mengetahui faktor-faktor dan reaksi kecemasan siswa dalam menghafal Al-Quran, hendaklah guru mampu mengatur strategi sehingga siswa tidak merasa cemas dalam menghafal serta tes hafalan Al-Quran. 3. Hafalan Al-Quran a. Devinisi Hafalan Al-Quran Secara sederhana hafalan merupakan cara untuk mengingat sesuatu yang telah diketahui12. Sedangkan Al-Quran adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantaraan malaikat jibril dengan cara mutawatir dan merupakan panduan hidup. dengan demikian hafalan Al-Quran merupakan kemampuan seseorang untuk mengingat serta melafalkan bacaanbacaan Al-Quran yang sesuai dengan kaedah-kaedah tajwid tanpa melihat teks. 12
Abdul Mujib, 2006, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Prenada Media, h. 189
Salah satu keistimewaan Al-Quran adalah kitab yang Allah mudahkan untuk dihafal dan diingat, sebagaimana firman Allah Swt:
“Dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran?”13 Sesungguhnya inilah jalan yang Allah persiapkan untuk memelihara AlQuran dari segala bentuk pengubahan, modifikasi, dan penghilangan, sebagai bentuk pembenaran terhadap firman Allah Swt:
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”14 Mengenai
kedudukan
membaca
dan
menghafal
Al-Quran
dan
keutamaannya, Rasulullah Saw telah menunjukkan keutamaan dan haknya dalam mengimami shalat, Ia bersabda, “yang mengimami suatu kaum adalah yang paling hafal Al-Quran diantara kalian”. Membaca dan menghafal Al-Quran termasuk ibadah yang paling utama, yang dijadikan sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt, sebagaimana dalam firmannya:
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”15 13
QS. Al-Qamar: 17 QS. Al-Hijr: 9 15 QS. Faathir: 29 14
Menghafal merupakan salah satu metode yang baik dan sesuai dengan pendapat modern yang menyatakan metode menghafal didasarkan atas pengulangan, kecendrungan, pemahaman, bahan pelajaran yang dihafal itu.16 Tohirin menjelaskan salah satu pendekatan belajar adalah dengan pendekatan hukum jost. Selanjutnya Tohirin menjelaskan salah satu asumsi penting yang mendasari hukum jost adalah siswa yang lebih sering mempraktekkan materi pelajaran akan lebih mudah mereduksi kembali memorimemori lama yang berhubungan dengan materi yang sedang ia ikuti. Menurut asumsi hukum jost, belajar dengan kiat 5x3 lebih baik dari 3x5, padahal hasil perkalian bilangan itu sama. Maksud perkalian itu adalah, mempelajari satu materi pelajaran dengan alokasi waktu 3 jam per hari selama lima hari akan lebih efektif dari mempelajari materi tersebut dengan alokasi 5 jam sehari hanya selama tiga hari. Untuk materi sifat hafalan, pendekatan hukum jost masih dianggap efektif.17 Materi agama Islam banyak yang menuntut hafalan, seperti Al-Quran, Hadist, bacaan-bacaan wudhuk, tayamum, dan shalat. Juga materi-materi yang menyangkut syarat dan rukun suatu ibadah dalam Islam dan lain-lain. Tanpa hafal, bagaimana mungkin siswa bisa melaksanakan ibadah yang bersangkutan dengan sempurna.18 Hal senada yang dinyatakan oleh Zakiah Daradjat bahwa pelajaran pendidikan agama Islam merupakan bahan pelajaran yang termasuk banyak yang harus diketahui dan dihafalkan karena digunakan untuk beribadah dan beramal,
16 17
Abudin Nata, 2003, Pemikiran para tokoh pendidikan islam, Jakarta: Raja Grafindo Pesada, h. 36 Tohirin, 2006, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, h.
110 18
Ibid, h. 110
selanjutnya Zakiah Daradjat menjelaskan agar hafalan tetap melekat dimemori, perlu diperhatikan prinsip-prinsip berikut ini: 1) Bahan yang dihafalkan hendaknya diusahakan agar dipahami benar-benar oleh anak. 2) Bahan hafalan hendaknya merupakan suatu kebulatan (keseluhan bukan fakta yang lepas). 3) Bahan yang telah dihafal hendaknya digunakan secara fungsional dalam situasi tertentu. 4) Active recall hendaknya senantiasa dilakukan 5) Metode keseluruhan atau metode bagian yang digunakan tergantung pada sifat bahan.19 b. Kaidah-Kaidah Menghafal Al-Quran 1) Ikhlas. Dalam menghafal Al-Quran, dibutuhkan ketulusan dan keikhlasan agar dapat menjalaninya dengan senang hati, ridha dan tentunya bisa mengatasi segala halangan yang merintangi dalam menjalaninya. 2) Memperbaiki ucapan dan bacaan. Mengoreksi bacaan menjadi siswa lebih cepat menghafal dari pada siswa yang tidak mengoreksikan bacaan sebelum menghafal. 3) Memilih waktu-waktu yang efektif 4) Memilih lokasi yang tepat untuk menghafal 5) Membaca dengan berlagu 6) Menggunakan satu mushaf (satu Al-Quran), jangan ganti-ganti 7) Mengerti makna sebelum menghafal 8) Mengulang-ulang hafalan
19
Zakiah Daradjat, 2001, Op. Cit, h. 264
9) menghafal pelan-pelan namun sesuai kaidah20 c. Syarat-syarat menghafal Al-Quran adalah: 1) Menyadari sepenuhnya tujuan belajar 2) Mengetahui makna bahan yang akan dihafal 3) Mencurahkan perhatian sepenuhnya sewaktu menghafal 4) Menghafal secara teratur sesuai kondisi badan yang sebaik-baiknya serta daya serap otak terhadap bahan yang harus dihafal21 d. Metode penerapan hafalan Al-Quran 1) Siswa mendengarkan bacaan, setelah itu lalu mengulanginya. Sehingga guru dapat membetulkannya apabila siswa tersebut keliru membacanya. Dengan demikian guru memperbaiki bacaannya dengan tartil dan tajwid serta makhrat hurufnya. 2) Siswa mendengarkan bacaan guru dan mencukupkan dengan hanya mendengarkan, jika siswa meragukan kemampuannya untuk mengucapkan suatu kalimat, maka guru memintanya untuk membacakan kalimat itu kepadanya. 3) Siswa membaca dan guru mendengarkannya, lalu membetulkannnya apabila keliru.22 Dengan demikian , apabila salah satu dari ketiga cara tersebut di terapkan, secara kontinu, maka pembelajaran dengan menghafal ini akan terlaksana dengan maksimal. 2. Kecemasan Dalam Menghafal Al-Quran
20
Ahmad Salim Badwilan, 2009, Panduan Cepat Menghafal Al-Quran, Jogjakarta: Diva Press, h. 50 Ibid, h. 96 22 Yundri Akmal, 2011, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Pekanbaru: LPPM STAI Diniyah, h. 114 21
Rasa cemas besar pengaruhnya pada tingkah laku siswa. Penilitianpenilitian yang dilakukan sarason dan kawan-kawan membuktikan siswa-siswa dengan tingkat kecemasan yang tinggi tidak berprestasi sebaik siswa-siswa dengan tingkat kecemasan yang rendah pada beberapa jenis tugas, yaitu tugas-tugas yang di tandai dengan tantangan, kesulitan, penilaian prestasi, dan batasan waktu. Siswasiswa dengan tingkat kecemasan yang tinggi membuat lebih banyak kesalahan pada situasi yang terbatas, sedangkan siswa-siswa dengan tingkat kecemasan tingkat rendah lebih banyak membuat kesalahan dalam situasi waktu yang tidak terbatas. Interaksi ini jelas menunjukkan kelemahan siswa-siswa dengan kecemasan tingkat tinggi dalam situasi yang sangat menekan. 23 Data yang dikumpulkan Spielberger menunjukkan bahwa pada tahap di mana pekerjaan sekolah paling menantang bagi siswa , siswa-siswa dengan tingkat kecemasan rendah berprestasi lebih baik dari pada siswa-siswa dengan tingkat kecemasan yang tinggi. Dengan demikian pengajar disarankan agar mampu memberikan kehangatan dan dorongan serta sedikit kritik yang diperlukan pada siswa-siwa dengan tingkat kecemasan tinggi, agar mereka dapat berprestasi dengan sebaik-baiknya.24 Kirklan membuat suatu kesimpulan mengenai hubungan kecemasan dengan hasil belajar: 1) Tingkat kecemasan yang sedang biasanya mendorong belajar, sedangkan tingkat kecemasan yang tinggi mengganggu belajar. 2) Bila siswa cukup mengenal jenis tes yang akan dihadapi, maka kecemasan akan berkurang.
23 24
Slameto, 2010,Op. Cit, h. 186 Ibid, h. 186
3) Kecemasan terhadap tes akan bertambah bila hasil tes dipakai untuk menentukan tinggkat-tingkat siswa25 Struktur juga mempunyai peranan penting sehubungan dengan kecemasan. Dalam lingkungan belajar yang tidak berstruktur, siswa dengan tingkat kecemasan yang tinggi prestasinya buruk. Pengajar harus sadar bahwa alat-alat bantu ingatan, pengajaran yang sistematis, dan kesempatan praktek dapat menghilangkan tekanan yang dirasakan oleh siswa dengan tingkat kecemasan yang tinggi. Dalam menghafal Al-Quran kita tidak bisa melepaskan diri dari tes hafalan, selain untuk evaluasi, tes hafalan juga merupakan salah satu cara pengajar untuk memotivasi dan membimbing siswa dalam belajar. Sebagaian pengajar percaya bahwa tes yang sering akan menghasilkan kebiasaan belajar yang baik. Pengajar yang efektif harus dapat menciptakan minat dan motivasi yang cukup pada siswa untuk berprestasi, tanpa menciptakan keadaan-keadaan yang menekan. Ada beberapa saran yang mungkin dapat membantu memotivasi siswa untuk menyiapkan diri melaksanakan tes hafalan Al-Quran tanpa merasa cemas:
1) Tes hafalan dimaksudkan untuk diagnosa, bukan untuk menghukum siswa yang gagal mencapai harapan-harapan guru dan orang tua. 2) Tes hafalan dimulai dengan ayat-ayat yang mudah dihafal 3) Hindari menentukan berhasil atau tidaknya siswa dari satu tes hafalan. 4) Hindari menampilkan satu persatu siswa kedepan kelas untuk tes hafalan. 5) Hindari tes hafalan tanpa pemberitahuan
25
Ibid, h. 186-187
6) Tes hafalan dilakukan dengan berkelompok satu siswa melafalkan sementara satu siswa lagi menyimak sedangkan guru mendengarkan. 7) Hindari membanding-bandingkan siswa, yang dapat menyinggung perasaan 8) Tekankan kelebihan-kelebihan siswa, bukan kelemahan-kelemahannya. 9) Kurangi peranan ujian-ujian yang bersifat kompetitif bila siswa tidak sanggub bersaing. 10) Rahasiakan taraf dan nilai-nilai siswa dari siswa-siswa lainnya. Selanjutnya yang terpenting dalam menerapkan hafalan Al-Quran adalah guru harus mampu memahami dan menerapkan kaidah-kaidah dalam menghafal Al-Quran, apabila kaidah-kaidah dalam menghafal Al-Quran tidak diterapkan dengan sebaik mungkin, tentunya siswa akan kesulitan dalam menghafal, sehingga siswa-siswa yang merasa kesulitan dalam menghafal akan muncul kecemasan dalam dirinya. Adapun beberapa kaidah-kaidah penting yang harus dipahami dan diterapkan oleh guru untuk menghilangkan kecemasan siswa dalam menghafal AlQuran adalah: 1) Memperbaiki ucapan dan bacaan siswa sebelum menghafal dan memulainya dari ayat yang termudah. Dalam menerapkan hafalan Al-Quran, terlebih dahulu guru harus memperbaiki bacaan-bacaan siswa sesuai dengan Tajwid dan makhrat huruf yang benar karena dalam menghafal Al-Quran akan lebih mudah apabila siswa membacanya sesuai dengan Tajwid dan makhrat hurufnya dan memulainya dari yang termudah.26 2) Menerapkan hafalan dengan tartil atau dilagukan.
26
Ahmad Salim Badwilan, Op. Cit, h. 51
Membaca dan menghafal Al-Quran tanpa berlagu merupakan sebuah kelemahan dalam menghafal. Sahabat Abu Musa al-asy’ari pernah membaca Al-Quran dan Rasulullah mendengarnya. Rasulullah merasa senang mendengarnya. Abu Musa menolehNya dan berujar, ”Wahai Rasulullah, apakah engkau mendengar bacaanku? Rasulullah menjawab, engkau telah diberi salah satu seruling Dawud.” Abu Musa kemudian berkomentar, “kalaulah aku mengetahui bahwa baginda mendengar sedemikian rupa, niscaya aku akan membacanya lebih indah dan merdu lagi.27 3) Menggunakan satu musahaf (satu Al-Quran) dan tidak ganti-ganti Penjelesannya bahwa manusia menghafal dengan menglihat sama halnya menghafal dengan mendengar. Posisi-posisi ayat dalam Mushaf akan tergambar dalam benak penghafal, sebab seringnya membaca dan melihat pada mushaf. Oleh karena itu, jika seorang penghafal ada yang mengganti mushafnya, maka hal itu bisa menyebabkan kekacauan fikiran. Berpegang pada satu mushaf dalam menghafal adalah yang paling baik.28 4) Menjelaskan makna ayat sebelum menghafal Diantara yang membantu siswa dalam menghafal Al-Quran adalah memahami ayat-ayat yang dihafalnya serta mengetahui keterkaitan antara sebagian ayat satu dengan yang lainnya, sebagai mana yang dijelaskan Zakiah Daradjat bahwa agar hafalan melekat dimemori penghafal hendaklah bahan yang dihafal tersebut benar-benar dipahami.29 5) Mengulang-ulang hafalan. Dalam menerapkan hafalan hendaklah guru memotivasi siswa untuk selalu mengulang-ulang hafalan sesering mungkin. Menurut asumsi hukum jost, 27
Yahya bin Abdurrazaq Al-Ghausani,Op. Cit, h. 61 Ahmad Salim Badwilan, Op. Cit, h. 53 29 Zakiah Daradjat, 2001, Op. Cit, h. 264 28
belajar dengan kiat 5x3 lebih baik dari pada 3x5, padahal hasil perkalian bilangan itu sama. Artinya menghafal dengan alokasi waktu 3 jam perhari selama lima hari akan lebih efektif dari menghafal selama 5 jam perhari namun hanya 3 hari, dengan demikian sering mengulang-ulang hafalan akan membantu siswa untuk mengingat hafalannya.30 6) Memperkuat hafalan siswa sebelum pindah kehafalan lainnya. Hendaklah guru membuat buku setoran hafalan Al-Quran siswa untuk mengetahui apakah hafalan siswa benar-benar tersimpan dalam memorinya sehingga guru bisa melanjutkan kehafalan atau ayat berikutnya. Memperkuat hafalan juga bisa dilakukan dengan mengulang-ualang hafalan dan sesering mungkin untuk di setor kepada guru.31 7) Menggunakan media Dalam menerapkan hafalan Al-Quran guru harus mampu menciptakan suasana yang kondusif agar peserta didik benar-benar tertarik dan ikut aktif dalam proses pembelajaran. Dalam kaitannya dengan usaha menciptakan suasana yang kondusif dalam pembelajaran, media mempunyai peranan yang sangta penting. Sebab media merupakan sarana yang membantu proses pembelajaran terutama yang berkaitan dengan indera pendengaran dan penglihatan. Adanya media yang kondusif akan dapat mempercepat proses pembelajaran dan membuat pemahaman peserta didik lebih cepat pula.32 8) Memberikan motivasi pelayanan Pelayanan yang dimaksud adalah proses memberi bantuan dengan sepenuh hati kepada peserta didik dengan menyisihkan waktu untuk memahami peserta
30
Tohirin, 2006, Op. Cit, h. 110 Yahya bin Abdurrazzaq Al-ghausani, 2012, Op. Cit, h. 60-63 32 Samsul Nizar, Ramayulis, 2011, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, h. 249 31
didik dan peduli dengan perasaan mereka. Patrisia Patton mengatakan bahwa motivasi pelayanan adalah kecerdasan emosional yang terfokus kepada memanusiakan manusia. Sedangkan Bob Woworuntu mengatakan bahwa motivasi pelayanan merupakan bentuk pencerminan pendekatan seutuhnya dari seseorang kepada masyarakat atau dari guru kepada peserta didik.33 Adapun faktor-faktor yang menimbulkan kecemasan dalam menghafal Al-Quran adalah : 1) Menerapkan hafalan pada waktu-waktu yang tidak efektif 2) Menerapkan hafalan tidak disesuaikan dengan kemampuan siswa 3) Penerapan hafalan Al-Quran dijadikan sebagai tolak ukur lulus atau tidaknya siswa pada suatu mata pelajaran 4) Adanya tes hafalan dadakan tanpa memberi tahu 5) Melaksanakan tes hafalan dengan cara satu persatu kedepan kelas 6) Membanding-bandingkan siswa yang telah hafal 1 juz dengan siswa yang belum hafal 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi guru menghilangkan kecemasan siswa dalam menghafal Al-Quran Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi strategi guru menghilangkan kecemasan siswa dalam menghafal Al-Quran adalah: 1) Pendidikan guru Latar belakang pendidikan guru dalam mengajar sangat perlu diperhatikan karena tingkat pendidikan memiliki kemampuan aplikasi pada inovasi dalam pembelajaran. 2) Pengalaman guru 33
Djaali, 2012, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, h. 112
Pengalaman adalah guru yang sangat berharga, karena tanpa pengalaman sesuatu itu tidak akan berarti apa-apa, begitu juga dengan pembelajaran yang menerapkan hafalan Al-Quran. Guru yang sudah berpengalaman dalam menerapkan hafalan akan membuat siswanya merasa tenang tanpa ada rasa kecemasan. Adapun indikator pengalaman dapat dilihat sebagai berikut: a) Guru sudah memiliki buku panduan tentang bagaimana cara menghafal b) Guru pernah mengikuti pelatihan pentahsinan Al-Quran c) Guru sudah menerapkan hafalan Al-Quran d) Guru itu sendiri telah menguasai minimal satu juz Al-Quran 3) Lingkungan dan sarana yang mendukung. Lingkungan sangat berpengaruh pada aktifitas menghafal, begitu juga sarana dan prasarana yang mendukung, seperti siswa berkesempatan menghafal di masjid. 4) Waktu Didalam kesempatan dan aktivitas yang serba sibuk, guru harus bisa menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya agar proses pembelajaran tidak terlaksana dengan sia-sia. 5) Kurikulum sekolah Program pembelajaran disekolah berdasarkan pada suatu kurikulum. Kurikulum disusun berdasarkan tuntutan kemajuan dan kebutuhan masyarakat.34 B. Penelitian Relevan Setelah penulis membaca dan mempelajari beberapa karya ilmiah sebelumnya dan sejauh pengamatan penulis, strategi guru menghilangkan kecemasan siswa dalam menghafal Al-Quran penulis belum menemukannya. Namun penelitian yang berhubungan 34
Dimyati, Mudjiono, 2009, belajar dan pembelajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta, hh. 289-253
dengan kegiatan menghafal surat-surat pendek yang tidak membahas tentang kecemasan siswa dalam menghafalnya ada penulis jumpai. Adapun penelitian tersebut adalah yang dilakukan oleh jasliyanti dari instansi yang sama yaitu Universitas Islam Negri Suska Riau tahun 2005 dengan judul “Kemampuan Guru Membimbing Siswa Menghafal SuratSurat pendek Disekolah Dasar Islam Terpadu Al-Fatyah Pekanbaru ”. Adapun hasil penelitian saudari Jasliyanti adanya peningkatan kemampuan guru dari siklus I ke siklus II. Kemampuan guru dalam membimbing siswa dalam menghafal surat-surat pendek pada siklus I hanya mencapai 67% atau kategori “cukup“ karena berada pada rentang 56%-75%. Sedangkan pada siklus II kemampuan guru meningkat dengan presentase 87% dengan kategori “baik” karena berada pada rentang 76-100%. Adapun penelitian relevan lainnya yang berhubungan dengan strategi dan kecemasan yang membantu penulis adalah : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Khoirun Nisya Harahap pada tahun 2005 dengan judul penelitian “Strategi Guru Dalam Penanggulangan Disiplin Kelas Di Madrasah Tsanawiyah Asy-Syafi’iyah Duri Kecamatan Mandau”. Adapun hasil penelitiannya adalah strategi guru dalam penanggulangan disiplin kelas tergolong “ baik” dengan presentase 80% dan berada pada rentang 76-100%. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Elvi Mulyati pada tahun 2005 dengan judul penelitian “Strategi Kepala Madrasah Dalam Menerapkan Kedisiplinan Guru Di Madrasah Tsanawiyah Desa Kampung Panjang Air Tiris Kecamatan Kampar”. Adapun hasil penelitiannya adalah adanya peningkatan strategi kepala Madrasah Tsanawiyah dengan presentase 85% dan berada pada rentang 76-100%. 3. Penelitin yang dilakukan oleh Maimunah pada tahun 2010 dengan judul penelitian “Strategi Guru Meningkatkan Kemampuan Membaca Tulisan Arab Melayu Pada Siswa Kelas IV 033 Kumantan Kecamatan Bangkinang Seberang Kabupaten
Kampar” adapun hasil penelitiannya adalah strategi guru dalam peningkatan kemampuan membaca arab melayu siswa kelas IV tergolong “baik“ dengan presentase 79% dan berada pada rentang 79-100%. 4. Karya ilmiah yang ditulis oleh Ririn Hasbianti dengan judul “Hapalan Satu Hari Satu Ayat” dijelaskan bahwa setiap hari masing-masing siswa diberi tugas menghapal satu ayat Al-Quran sesuai dengan kemampuan mereka tanpa dibatasi pilihan surat untuk dihapal. Ayat yang sudah dihapal kemudian ditulis dalam jurnal hapalan harian. Untuk mengecek hapalan, siswa berpasangan dengan teman sebangkunya, satu menghafal, satunya lagu menyimak. Proses dilakukan secara bergantian. 35 Dalam pelaksanaan menghafal satu hari satu ayat 70% siswa mengalami peningkatan yang cukup pesat dalam menghapal surat-surat pendek dalam Al-Quran. 5. Karya ilmiah yang ditulis oleh Arif Budi Wicaksono dengan judul “Kecemasan Dalam Pembelajaran Matematika” dijelaskan bahwa pemberian tugas haruslah berdasarkan kepada kemampuan siswa dan memperhatikan tinggkat kecemasan siswa tersebut, siswa dengan tingkat kecemasan rendah akan mampu menyelesaikan tugas yang telah diberikan.36 Dalam penelitian yang akan peneliti lakukan dengan judul “ Strategi Guru Menghilangkan Kecemasan Siswa Dalam Menghahafal Al-Quran pada mata pelajaran AlQuran Hadis
Di Madrasah Tsanawiyah Hasanah Pekanbaru” peneliti ingin melihat
bagaimana strategi guru menghilangkan kecemasan dan faktor-faktor yang mempengaruhi strategi guru menghilangkan kecemasan siswa dalam menghafal Al-Quran di Madrasah Tsanawiyah Hasanah Pekanbaru.
35 36
http://wapikweb.org/article/detail/jurnal-hapalan-satu-hari-satu-ayat.php http://eprints.uny.ac.id/10735/1/P%20-%2012.pdf
C. Konsep Operasional Agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam memahami maksud dari penelitian, maka ada baiknya jika teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini di operasionalkan, sesuai dengan judul penelitian ini strategi guru menghilangkan kecemasan siswa dalam menghafal Al-Quran adalah: 1. Guru membuat rencana hafalan Al-Quran 2. Guru menerapkan hafalan dari ayat yang termudah 3. Guru memperbaiki bacaan siswa 4. Guru menerapkan hafalan disesuaikan dengan kemampuan siswa 5. Guru menjelaskan makna ayat secara umum 6. Guru menerapkan hafalan dengan cara melagukan atau ditartilkan 7. Guru memberikan motivasi untuk menghafal 8. Guru menciptakan suasana yang menyenangkan 9. Guru menggunakan media 10. Guru memberitahukan waktu tes hafalan 11. Tes hafalan dilakukan dari ayat yang termudah 12. Tes hafalan dilakukan dengan 1 siswa melafalkan 1 siswa menyimak sementara guru menilai Kemudian faktor-faktor yang mempengaruhi strategi guru menghilangkan kecemasan siswa dalam menghafal Al-Quran pada mata pelajaran Al-Quran Hadis dapat dilihat dari: 1. Pendidikan guru 2. Pengalaman guru 3. Lingkungan dan sarana yang mendukung 4. Alokasi waktu pembelajaran
5. Kurikulum sekolah