BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1
Kompetensi Auditor Investigasi
2.1.1.1 Pengertian Audit dan Jenis Audit Arens et.al, (2012:4) mengungkapkan pengertian auditing sebagai berikut: “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information of established criteria. Auditing should be done by a competent, independen person” Pengertian di atas dapat diartikan sebagai berikut: “Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi dengan kriteria yang ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen” Sedangkan Konrath (2002) dalam Sukrisno Agoes dan Jan Hoesada (2009:42) mengungkapkan pengertian auditing sebagai berikut: “Auditing is a systematic process of objectively obtaining and evaluating evidence regarding assertions about economic actions and event to ascertain the degree of correspondence between those assertions and established criteria and communicating the result to interested users”
11
12
Pengertian di atas dapat diartikan sebagai berikut: “Auditing adalah suatu proses sistematis untuk secara objektif mendapatkan dan mengevaluasi bukti mengenai asersi tentang kegiatankegiatan dan kejadian-kejadian ekonomi untuk meyakinkan tingkat keterkaitan antara asesi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan”
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa auditing adalah proses pengumpulan dan evaluasi bukti secara sistematis guna menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi dengan kriteria yang telah ditetapkan
dan
mengkomunikasikan
hasilnya
kepada
pihak-pihak
yang
berkepentingan. Selain itu, auditing dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.
Soekrisno Agoes dan Jan Hoesada (2009:44) mengemukakan jenis auditing terbagi menjadi 6 (enam) jenis di antaranya: “1. Financial atau General Audit (Audit Keuangan atau Audit Umum) Financial atau General Audit dilaksanakan untuk menentukan apakah seluruh laporan (informasi yang diuji) telah dinyatalan sesuai dengan kriteria tertentu. Secara umum, kriteria itu disebut sebagai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan, 2. Special Audit (Audit Khusus) Audit khusus adalah audit yang dilakukan atas lingkup audit yang bersifat khusus. Jika memang terjadi kecurangan auditor hanya menyatakan fakta bukan opini/pendapat. Fakta tersebut mengenai berapa besar jumlah kerugian dan bagaimana modus operandinya, 3. Information Technology Audit (Audit Teknologi Informasi) Audit teknologi informasi adalah bentuk pengawasan dan pengendalian dari infrastruktur teknologi informasi secara menyeluruh untuk menentukan apakah sistem informasi telah bekerja secara efektif dalam mencapai target organisasinya, 4. Government Audit (Audit Sektor Publik) Audit sektor publik adalah audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintah atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan pada pemerintah,
13
5. Compliance Audit (Audit Ketaatan) Audit ketaatan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah organisasi atau entitas sudah menaati peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang berlaku baik yang ditetapkan oleh pihak intern (Manajemen, Dewan Komisaris) maupun pihak ekstern (Pemerintah, Bapepam-LK, Bank Indonesia, Direktorat Jendral Pajak dan lain-lain), 6. Social atau Environment Audit (Audit Lingkungan) Definisi audit lingkungan menurut Kep. Men.LH 42/1994 adalah suatu alat menajemen yang meliputi evaluasi secara sistematik, terdokumentasi, periodik dan objektif tentang bagaimana suatu kinerja organisasi sistem manajemen dan peralatan dengan tujuan memfasilitasi kontrol manajemen terhadap pelaksanaan upaya pengendalian dampak lingkungan dan pengkajian pemanfaatan kebijakan usaha atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan lingkungan.” Sedangkan Pusdiklatwas Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (2008:12) mengelompokan jenis audit ke dalam dua kelompok, yaitu : “1. Jenis Audit Menurut Pihak yang Melakukan Audit A. Audit Intern Audit intern adalah audit yang dilakukan oleh pihak dari dalam organisasi auditee (pihak yang diaudit). Audit intern dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan dalam manajemen, B. Audit Ekstern Audit ekstern adalah audit yang dilakukan oleh pihak di luar organisasi auditee. Dalam pemerintahan Republik Indonesia peran audit ekstern dijalankan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). BPK menjalankan audit atas pengelolaan keuangan negara (termasuk keuangan daerah) untuk dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. 2. Jenis Audit Menurut Tujuan Pelaksanaan Audit A. Audit Keuangan Audit keuangan bertujuan untuk memberikan informasi kepada pihak yang berkepentingan tentang kesesuaian antara laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen (dalam hal ini Pemerintah) dengan Standar Akuntansi yang berlaku (dalam hal ini Standar Akuntansi Pemerintahan). Hasil dari audit keuangan adalah opini (pendapat) audit mengenai kesesuaian laporan keuangan dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. B. Audit Kinerja atau Audit Operasional Audit kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi, efisiensi dan efektifitas. Audit kinerja menghasilkan temuan, simpulan dan rekomendasi.
14
C. Audit Dengan Tujuan Tertentu Audit dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang tidak termasuk dalam audit keuangan dan audit operasional. Dengan demikian dalam jenis audit tersebut di antaranya audit ketaatan dan audit investigasi. a) Audit Ketaatan Audit ketaatan adalah audit yang dilakukan untuk menilai kesesuaian antara kondisi/pelaksanaan kegiatan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku bagi auditee. b) Audit Investigasi Audit investigasi adalah audit yang dilakukan untuk membuktikan apakah suatu indikasi penyimpangan/kecurangan memang benar terjadi atau tidak. Jika dugaan kecurangan terbukti audit investigasi harus mengidentifikasi pihak yang bertanggung jawab atas penyimpangan kecurangan tersebut.” Pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam audit tidak hanya audit keuangan saja melainkan ada beberapa jenis audit diantaranya audit kinerja, audit sektor publik, audit teknologi informasi, audit ketaatan, audit lingkungan serta audit investigasi.
2.1.1.2 Pengertian Audit Investigasi Office of Audit Compliance (OAC) University of Pennsylvania dalam Karyono (2013:129) mengungkapkan pengertian investigasi sebagai berikut: “An investigation encompasses a review of an operational area, looking for fraudulent transaction are to confirm a loss fraudulent act occurred to determine the amount loss to identify control weaknesses to asset the unit by prevent recurrences and law enforcement”. Pengertian di atas dapat diartikan sebagai berikut: “Investigasi meliputi kaji ulang atas bidang operasional untuk mencatat kecurangan transaksi keuangan. Investigasi kecurangan ditujukan untuk menegaskan terjadinya kecurangan, menetapkan jumlah kerugian, mengidentifikasi kondisi yang lemah, memberi rekomendasi perbaikan guna mencegah agar tidak terulang dan penegakan hukum”
15
Sedangkan Karyono (2013:131) mengungkapkan pengertian investigasi sebagai berikut: “Investigasi merupakan metode atau teknik. Pendekatan investigasi didasarkan pada penilaian logis terhadap individu dan segala sesuatu atau benda terkait dengan perbuatan kecurangan. Penilaian individu mencakup saksi dan pelaku sebagai subjek sedangkan penilaian benda mencakup sarana dan segala jenis peralatan yang terkait dalam melakukan perbuatan kecurangan”
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa investigasi merupakan metode atau teknik, kaji ulang transaksi keuangan serta penilaian logis terhadap individu dan segala sesuatu terkait dengan kecurangan yang ditujukan untuk menegaskan kapan terjadinya kecurangan, menetapkan jumlah kerugian, mengidentifikasi kondisi yang lemah, serta dipergunakan dalam penegakan hukum.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 yang ditafsirkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dalam Dias Priantara (2013:28) mengemukakan audit investigasi sebagai berikut: “Pemeriksaan
investigasi
sebagai
audit
khusus
ditujukan
untuk
mengungkapkan kasus atau penyimpangan yang berindikasi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme”.
Sedangkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/05/M.PAN/03/2008 mengungkapkan pengertian audit investigasi sebagai berikut:
16
“Audit investigasi adalah proses mencari, menemukan dan mengumpulkan bukti secara sistematis yang bertujuan mengungkapkan terjadi atau tidaknya suatu perbuatan dan pelakunyanya dilakukan tindakan hukum selanjutnya.”
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa audit investigasi adalah proses mencari, menemukan dan mengumpulkan bukti secara sistematis yang bertujuan mengungkapkan terjadi atau tidak penyimpangan yang berindikasi korupsi, kolusi dan nepotisme guna dilakukan tindakan hukum selanjutnya.
2.1.1.3 Jenis-jenis Audit Investigasi Fitrawansyah (2013:22) mengelompokkan dua jenis audit investigasi sebagai berikut: “1. Audit Investigasi Proaktif Audit investigasi proaktif adalah audit yang dilakukan pada entitas yang mempunyai risiko-risiko penyimpangan tetapi entitas tersebut dalam proses awal audit belum atau tidak didahului informasi tentang adanya indikasi penyimpangan yang dapat atau berpotensi menimbulkan kerugian keuangan atau kekayaan negara dan/atau perekonomian negara, 2. Audit Investigasi Reaktif Audit investigasi reaktif mengandung langkah-langkah pencarian dan pengumpulan bukti-bukti yang diperlukan untuk mendukung dugaan atau sangkaan awal tentang indikasi adanya penyimpangan yang dapat atau berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara.”
Pernyataan di atas dapat diinterpretasikan bahwa audit investigasi tidak hanya dilakukan setelah mengetahui adanya penyimpangan (audit investigasi reaktif) namun audit investigasi dilakukan pada proses awal sebelum mengetahui adanya penyimpangan (audit investigasi proaktif).
17
2.1.1.4 Tahapan Audit Investigasi Amrizal Sutan Kayo (2013:49) mengelompokan tahap audit investigasi menjadi 4 tahap yaitu: 1. Tahap Perencanaan Tahap perencanaan audit investigasi terbagi menjadi 6 (enam) tahap yaitu: a. Mendapatakan sumber informasi Perencanaan audit investigasi dilakukan bilamana ada informasi tentang dugaan terjadinya tindak pidana korupsi. Informasi yang diperoleh bisa dari permintaan instansi penyidik Kejaksaan, Kepolisian, Komisi Pemberantasan Korupsi dan bisa atas permintaan unit Instansi Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun dari Pemerintah Daerah serta dari direksi BUMN dan BUMD. b. Identifikasi masalah Saat identifikasi masalah dilaksanakan expose antara penyidik (narasumber) dan auditor investigasi mengenai apakah informasi atau bukti awal yang diperoleh dari penyidik sudah mengandung unsur 5W+1H (what, who, where, when, why, how). c. Membuat hipotesis Saat membuat hipotesis auditor akan memprediksi berbagai kemungkinan penyimpangan yang dikembangkan berdasarkan informasi yang tersedia dan jawaban atas pertanyaan 5W+1H yang dihasilkan pada kegiatan expose. d. Menyusun program kerja Audit program antara lain berisi tujuan mendapatkan bukti/informasi tertentu, langkah-langkah/prosedur, petugas/auditor, waktu. e. Penugasan Kegiatan akhir dari tahap perencanaan adalah penerbitan surat tugas untuk melaksanakan audit investigasi. 2. Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan audit investigasi terdiri dari: a. Pembicaraan pendahuluan Berdasarkan surat tugas, tim menghubungi pimpinan auditee untuk mengadakan pembicaraan pendahuluan dengan berpegang pada asas praduga tak bersalah. Pembicaraan pendahuluan ini diperoleh kesepakatan antara tim audit dan auditee dalam melaksanakan audit investigasi. b. Pengumpulan bukti Tujuan pengumpulan bukti dimaksudkan untuk menentukan apakah bukti awal diterima dalam pengaduan dugaan kecurangan. Pada tahap pengumpulan bukti dapat dilakukan dengan menggunakan teknik pengujian fisik, konfirmasi, dokumentasi, observasi, dan tanya jawab c. Evaluasi bukti Kegiatan ini adalah tindakan untuk meyakinkan bahwa bukti-bukti yang terkumpul memiliki kaitan dan mendukung alat bukti dari sudut pandang
18
hukum pembuktian tindak pidana korupsi dan membuktikan hipotesis yang telah dikembangkan. 3. Supervisi Pada setiap tahap audit investigasi pekerjaan auditor harus disupervisi secara memadai untuk memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas dan meningkatkan kemampuan auditor. 4. Tahap Pelaporan Laporan hasil audit investigasi bertujuan mengkomunikasikan hasilnya kepada aparat penegak hukum dan pihak lain yang terkait. Dalam laporan hasil audit investigasi menginformasikan: 1. Dasar penugasan 2. Ruang lingkup penugasan 3. Temuan audit yang memuat: - Jenis penyimpangan - Pengungkapan fakta-fakta dan proses kejadian - Penyebab dan dampak penyimpangan - Pihak yang diduga terlibat/bertanggung jawab - Bukti yang diperoleh 4. Pembicaraan akhir dengan auditee 5. Pembicaraan kesepakatan dengan instansi penyidik”
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan tahapan audit investigasi terdiri dari 4 tahap. Tahap perencanaan terdiri dari menetapkan sumber informasi, identifikasi masalah, membuat hipotesa, menyusun program kerja dan membuat surat tugas. Tahap pelaksanaan terdiri dari pembicaraan pendahuluan, pengumpulan bukti dan evaluasi bukti. Supervisi dilaksanakan untuk mengetahui pemahaman tim audit atas tujuan dan rencana audit, kesesuaian pelaksanaan audit dengan standar, ketaatan terhadap prosedur audit, kelengkapan bukti-bukti yang terkandung dalam kertas kerja audit serta pencapaian tujuan audit. Sedangkan tahap pelaporan merupakan akhir dari tahap audit investigasi memuat hasil audit yang telah dilaksanakan secara tertulis yang menginformasikan dasar penugasan, ruang lingkup penugasan, temuan audit, pembicaraan akhir dengan auditee serta pembicaraan kesepakatan dengan instansi penyidik.
19
2.1.1.5 Kompetensi Auditor Investigasi Spencer
&
Spencer
dalam
Eddy
Mulyadi
Soepardi
(2012:15)
mengungkapkan pengertian kompetensi sebagai berikut: “Kompetensi merupakan karakteristik dasar yang dimiliki oleh seorang individu yang merupakan bagian dari kepribadian mendalam dan melakat pada seseorang. Kompetensi memiliki hubungan secara kausal atau sebab akibat dengan kriteria yang dijadikan acuan yang digunakan untuk memprediksi kinerja seseorang”
Pengertian di atas dapat diinterpretasikan bahwa kompetensi adalah karakteristik dasar
individu sebagai bagian dari kepribadian mendalam serta
melakat pada diri individu dan memiliki hubungan sebab akibat dengan kriteria yang digunakan untuk memprediksi kinerja seseorang, artinya bahwa jika mempunyai kompetensi yang tinggi sesuai dengan kriteria yang dijadikan acuan maka akan mempunyai kinerja tinggi.
Di samping itu, Eddy Mulyadi Soepardi (2012:16) mengungkapkan pengertian kompetensi sebagai berikut: “Kompetensi merupakan kemampuan untuk dapat memenuhi tuntutan organisasi yang sangat kompleks termasuk keterampilan dan prilaku. Kompetensi yang harus dimiliki tidak hanya berupa kompetensi teknis yaitu kompetensi yang terkait dengan kemampuan pengetahuan dan keterampilan untuk mengerjakan bidang tugas yang diemban namun juga kompetensi etis yaitu kemampuan untuk bersikap dan berprilaku sesuai dengan aturan perilaku organisasi dan kaidah norma kepatutan umum yang berlaku di masyarakat” Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan kemampuan termasuk pengetahuan, keterampilan untuk dapat memenuhi tuntutan organisasi berkaitan dengan tugas yang dikerjakan dan berprilaku sesuai dengan aturan dan kaidah norma yang berlaku di masyarakat.
20
Hay Group Incorporated (2003) dalam Eddy Mulyadi Soepardi (2012:17) mengembangkan karakteristik kompetensi ke dalam 5 (lima) karakteristik yaitu: “1. Niat/Motivasi (motives), yaitu hal yang secara konsisten dipikirkan atau diinginkan seseorang sehingga dapat mendorong dan mengarahkannya untuk bertindak meraih tujuan. Contoh: keinginan berprestasi, mempunyai kekuasaan, mempengaruhi orang lain. 2. Responsif (Traits), yaitu reaksi cepat atas situasi atau informasi yang diterima. Contoh: seseorang mampu untuk menjawab pertanyaan yang diajukan secara tiba-tiba. 3. Konsep Diri (self concept, selt image), yaitu sikap (attitude) dan nilai (value) yang dimiliki seseorang (percaya diri, pantang menyerah, rajin, disiplin, jujur) dalam mewujudkan cita-citanya. 4. Pengetahuan (knowledge), yaitu informasi umum berupa ilmu yang dimiliki seseorang sesuai bidangnya yang diperoleh dari hasil belajar dan pengalaman. 5.Keterampilan (skill), yaitu kemampuan untuk melaksanakan tugas fisik atau mental tertentu.”
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan faktor penting dalam membentuk seseorang untuk menjadi profesional. Kompetensi yang harus dimiliki tidak hanya berupa kompetensi teknis yaitu kompetensi yang terkait dengan kemampuan pengetahuan dan keterampilan untuk mengerjakan bidang tugas yang diemban namun juga kompetensi etis yaitu kemampuan untuk bersikap dan berprilaku sesuai dengan aturan. Selain itu, dari kelima karakteristik ini akan mengarahkan seseorang untuk berperilaku, selanjutnya perilaku akan menghasilkan kinerja yang pada akhirnya bermuara peningkatan kualitas atau produktivitas.
Dalam melaksanakan audit, auditor harus senantiasa bertindak sebagai auditor yang kompeten dalam bidang Akuntansi dan Auditing. Standar Profesi Akuntan Publik PSA No.4 (2011) menyebutkan Standar Pertama sebagai berikut:
21
“Audit harus dilkaukan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor” Standar Umum Pertama menegaskan bahwa betapa pun tingginya kemampuan seseorang dalam bidang-bidang lain termasuk dalam bidang bisnis dan keuangan ia tidak dapat memenuhi syarat yang dimaksudkan dalam Standar Auditing ini jika tidak memiliki pendidikan serta pengalaman memadai dalam bidang Auditing. Pencapaian keahlian tersebut dimulai dengan pendidikan formal yang diperluas melalui pengalaman dam praktik audit. Pendidikan formal dan pengalaman dari seorang auditor akan saling melengkapi satu sama lain (Amrizal Sutan Kayo,2013:41). Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/05/M.PAN/03/2008 mengungkapkan: “Latar belakang pendidikan auditor harus mempunyai tingkat pendidikan formal minimal Strata Satu (S-1) atau setara. Pendidikan formal dan pelatihan teknis perlu diperbaharui setiap saat untuk menyesuaikan dengan perkembangan bidang Akuntansi dan Auditing untuk itu harus senantiasa mengikuti profesional berkelanjutan. Auditor harus mempunyai Sertifikasi Jabatan Fungsional Auditor (JFA) dan mengikuti pendidikan pelatihan profesional berkelanjutan. Pendidikan Sertifikasi Jabatan Fungsional Auditor adalah kompetensi dasar auditor yang harus dimiliki oleh setiap auditor sesuai dengan jenjang masing-masing sebelum ditugaskan dalam penugasan audit.”
Pernyataan di atas dapat diiterpretasikan bahwa pencapaian keahlian auditor dimulai dengan pendidikan formal minimal Strata Satu (S-1) atau setara. Selain itu harus mempunyai Sertifikasi Jabatan Fungsional Auditor (JFA) dan senantiasa mengikuti pendidikan pelatihan profesional berkelanjutan. Kompetensi tersebut hasrus dimiliki sebelum ditugaskan dalam melaksanakan audit.
22
Saat ini, kompetensi dalam audit investigasi sangat dibutuhkan dalam mengungkap kecurangan yang sifatnya tersembunyi. Oleh karena itu, dibutuhkan kompetensi khusus. Kompetensi yang dimiliki oleh seorang auditor investigasi akan mewujudkan kualitas auditor investigasi dalam melaksanakan pekerjaannya (Amrizal Sutan Kayo,2013:21). Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/05/M.PAN/03/2008 mengungkapkan kompetensi teknis yang harus dimiliki oleh auditor investigasi yaitu: “Di samping wajib memiliki keahlian tentang Standar Audit, kebijakan, prosedur dan praktik-praktik audit, auditor harus memiliki keahlian yang memadai tentang lingkungan pemerintahan sesuai dengan tugas pokok. Selain itu, auditor harus memiliki pengetahunan yang berkaitan dengan administrasi pemerintah. Auditor juga harus memiliki pengetahuan yang memadai di bidang hukum dan pengetahuan lain yang diperlukan untuk mengidentifikasi indikasi adanya kecurangan (fraud) serta auditor wajib memiliki keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain dan mampu berkomunikasi secara efektif terutama dengan auditee. Mereka wajib memiliki kemampuan secara lisan dan tulisan sehingga mereka dapat dengan jelas dan efektif menyampaikan hal-hal seperti tujuan kegiatan, kesimpulan, rekomendasi dan sebagainya”
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/05/M.PAN/03/2008 menambahkan khusus untuk auditor investigasi diharuskan memiliki kompetensi tambahan sebagai berikut: “1.Pengetahuan tentang prinsip-prinsip, praktik-praktik dan teknik audit investigasi termasuk cara-cara untuk memperoleh bukti dari whistleblower, 2.Pengetahuan tentang penerapan hukum, peraturan dan ketentuan lainnya yang terkait dengan audit investigasi, 3.Kemampuan memahami konsep kerahasiaan dan perlindungan terhadap sumber informasi, 4.Kemampuan menggunakan peralatan komputer, perangkat lunak dan system terkait secara efektif dalam rangka mendukung proses audit investigasi terkait dengan cybercrime.”
23
Selain itu, Association of Certified Fraud Examiner (2006) dalam Tuanakotta (2012:104) mengungkapkan kompetensi yang harus dimiliki auditor investigasi yaitu: “Pemeriksa fraud harus memiliki kemampuan unik. Di samping keahlian teknis seorang pemeriksa fraud mempunyai kemampuan mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi fair, tidak memihak, sahih (mengikuti ketentuan perundang-undangan), dan akurat serta mampu melaporkan fakta secara akurat dan lengkap. Kemampuan untuk memastikan kebenaran dari fakta yang dikumpulkan dan kemudian melaporkan dengan akurat dan lengkap sama pentingnya. Lebih lanjut dijelaskan pemeriksa fraud adalah gabungan antara pengacara, akuntan, kriminolog dan detektif”
Selanjutnya Amrizal Sutan Kayo (2013:23) mengelompokkan tiga dimensi kompetensi yang harus dimiliki sebagai auditor investigasi yaitu: “1. Pengetahuan dasar Auditor investigasi harus memiliki ilmu akuntansi, auditing, sistem administrasi pemerintahan, komunikasi dan pemahaman tentang kecurangan yang terjadi dalam pengelolaan keuangan Negara. pengetahuan dasar tersebut terutama pengetahuan akuntansi dan auditing auditor telah melalui pendidikan formal serta mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) tentang audit investigasi, diklat penyidikan. 2. Kemampuan teknis Auditor harus memiliki pemahaman yang baik dan menginterpretasikan dokumen atau informasi keuangan secara tepat agar memperoleh bukti akuntansi yang mendukung alat bukti tindak pidana korupsi. Auditor investigasi harus memahami peraturan dan ketentuan yang berkaitan dengan kasus yang ditangani sebagai acuan atau kriteria dalam mengidentifikasi terjadinya penyimpangan. Selain itu auditor harus menguasai dan mampu menggunakan teknik-teknik audit investigasi. Dalam membentuk kompetensi teknis auditor telah berpraktik audit investigasi dalam waktu yang cukup lama antara 5 sampai 10 tahun. 3. Sikap mental Sikap mental yang dimiliki auditor investigasi sangat berguna dalam pelaksanaan tugas audit investigasi. Sikap mental memberikan pengaruh dalam kelancaran dan kualitas kerja audit investigasi. Seorang auditor investigasi harus memiliki sikap mental yang baik, bersikap independen, objektif dan jujur dalam semua tindakannya
24
harus dilakukan secara professional untuk mencari kebenaran. Selain itu adanya etika atau aturan perilaku profesi dalam organisasi tempat auditor bekerja akan memudahkan untuk membentuk pribadi yang memiliki sikap mental yang baik”
Lindquist (1995) dalam Tuanakotta (2012:106) bahwa untuk dapat melakukan penugasan audit investigasi, auditor harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut: “1. Kreatif, yaitu kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain menganggap situasi bisnis yang normal dan mempertimbangkan interpretasi lain yakni bahwa itu tidak merupakan situasi bisnis yang normal, 2. Rasa ingin tahu, yaitu keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi dalam rangkaian peristiwa dan situasi, 3. Tidak menyerah, yaitu kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta seolah-olah tidak mendukung dan ketika dokumen atau informasi sulit diperoleh, 4. Akal sehat, yaitu kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata, 5. Business sense, yaitu kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhnya berjalan dan bukan sekedar memahami transaksi yang dicatat, 6. Percaya diri, yaitu kemampuan untuk mempercayai diri sehingga dapat bertahan jika ada pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum atau pembela.” Sedangkan,
Karyono (2013:139) mengungkapkan auditor investigasi
harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang: “1. Pengetahuan tentang kecurangan, 2. Pengetahuan tentang perundang-undangan terutama tentang perundangundangan terkait dengan aktivitas yang diaudit dan peraturan perundangundangan tentang sanksi hukum atas kecurangan yang ditemukan, 3. Kompeten dalam investigasi yaitu auditor investigasi dipersyaratkan untuk dapat melakukan berbagai teknik investigasi dan cara-cara yang baik dalam melakukannya seperti bagaimana sikap perilaku dan cara yang dipakai dalam melakukan wawancara, 4. Mengerti tentang perilaku kriminal seperti teori segitiga dan gone theory, 5. Mengerti teori pengendalian seperti pengendalian intern yang efektif, 6.Kemampuan berkomunikasi berupa kemampuan berkomunikasi antar pribadi, kecakapan menguraikan atau menggabungkan dan
25
mengidentifikasi masalah. Dengan demikian auditor investigasi memiliki kemampuan untuk menginformasikan berbagai permasalahan audit ke berbagai pihak yang berkepentingan termasuk membuat laporan hasil audit, 7.Formulasi tentang profesionalisme, independensi dan objektivitas. Auditor dituntut untuk professional dalam bidang tugasnya termasuk dalam sikap dan tingkah laku. Pendapat harus objektif berdasarkan fakta dan dalam segala hal yang berkaitan dengan tugasnya tidak boleh memihak. Profesionalisme tersebut harus tercermin dalam tugas audit terlebih dalam hal pemberian keterangan ahli di persidangan, 8. Personel yang tepat dalam mengkajii ulang. Dalam pelaksanaannya auditor akan selalu berhadapan dengan berbagai persoalan dan masalah yang harus dikaji ulang untuk membuat simpulan atau untuk menetapkan langkah kerja berikutnya.”
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi auditor investigasi tidak hanya menguasai ilmu akuntansi dan auditing saja melainkan memiliki kemampuan teknis lain seperti memahami sistem administrasi pemerintah, memiliki komunikasi yang baik, memahami tentang kecurangan, memahami tentang peraturann penundang-undangan, memahami konsep kerahasiaan, mengikuti pendidikan dan pelatihan tentang audit investigasi, memahami penggunaan peralatan komputer serta memiliki sikap rasa ingin tahu, tidak menyerah, independen dan membela kebenaran.
2.1.1.6
Langkah-langkah Investigasi
untuk
Meningkatkan
Kompetensi
Auditor
Menurut BPKP dalam Amrizal Sutan Amrizal (2013:24) menetapkan jenis pendidikan dan pelatihan dalam meningkatkan kompetensi yaitu: “1. Pendidikan dan pelatihan audit investigasi beserta lab audit investigasi dengan lama Diklat 50 jam. Materi pelajaran dalam Diklat yaitu strategi pemberantasan korupsi, praperencanaan dan perencanaan audit investigasi, pengumpulan dan evaluasi bukti, hubungan bukti dengan alat bukti
26
menurut hokum, teknik wawancara, pelaporan hasil audit dan pemberian keterangan ahli serta pembahasan kasus, 2. Pendidikan dan pelatihan penyidikan dengan lama Diklat 100 jam. Materi pelajaran dalam Diklat yaitu asas hokum pidana dan hukum acara pidana, tindak pidana korupsi, teknik penyelidikan dan penyidikan, pembuatan berita acara pemeriksaan, orientasi keintelijenan, wawancara, system dan teknik perkara korupsi, 3. Pendidikan dan pelatihan Certified Fraud Examiner dalam 2 (dua) tahap. Tahap pertama mengikuti Preparation Exam CFE selama 30 hari kerja masing-masing 8 jam. Materi yang diberikan yaitu fraud prevention, financial transaction, law dan investigation.”
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kompetensi auditor investigasi, auditor harus mengikuti pendidikan dan pelatihan berkaitan dengan audit investigasi. Pendidikan dan pelatihan audit investigasi beserta lab audit investigasi dengan lama Diklat 50 jam, Pendidikan dan pelatihan penyidikan dengan lama Diklat 100 jam serta Pendidikan dan pelatihan Certified Fraud Examiner dalam 2 (dua) tahap. Tahap pertama mengikuti Preparation Exam CFE selama 30 hari kerja masing-masing 8 jam.
27
2.1.2
Due Professional Care
2.1.2.1 Pengertian Due Professional Care PSA No.4 SPAP (2011) menyebutkan Standar Umum Ketiga sebagai berikut: “Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran professional dengan cermat dan seksama”.
Standar ini menuntut auditor untuk merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya dengan menggunakan kemahiran professional secara cermat dan seksama.
Penggunaan
kemahiran
professional
dengan
kecermatan
dan
keseksamaan menekankan tanggung jawab setiap profesional untuk mengamati standar lapangan dan standar pelaporan. Penggunaan kemahiran professional dengan cermat dan seksama menyangkut apa yang dikerjaan auditor dan bagaimana kesempurnaan pekerjaannya tersebut (SPAP,2011).
Menurut Arens et.al yang telah dialihbahasakan oleh Wibowo (2008:43) kemahiran profesional (due professional care) sebagai berikut: “Kemahiran professional berarti auditor adalah professional yang bertanggung jawab melaksanakan tugasnya dengan tekun dan seksama. Kemahiran professional mencakup pertimbangan mengenai kelengkapan dokumentasi, kecukupan bukti serta ketepatan laporan audit”
Sedangkan
Pusdiklatwas
BPKP
(2007:59)
mengemukakan
due
professional care sebagai berikut: “Kemahiran profesional dalam auditing berarti upaya maksimal dari setiap auditor dalam pemanfaatan pengetahuan, keterampilan, dan pertimbangan rasional dengan penuh kehati-hatian dalam melaksanakan fungsi auditing termasuk dalam hal merencanakan, mengarahkan dan mengendalikan
28
kegiatan pembuktian serta dalam hal pengambilan simpulan sehingga kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat dipertanggungjawabkan secara professional. Cara-cara bagi auditor untuk mewujudkan tindakan profesional, memulainya dengan sikap awal yang dikenal sebagai “professional scepticism” dalam menghadapi asersi atau laporan yang hendak diauditnya. Dengan “professional scepticism” dimaksudkan bahwa auditor bersikap kritis untuk mempertanyakan kebenaran informasi atau laporan yang diauditnya sampai memperoleh dan mengevakluasi buktibukti kuat yang mendukung kebenaran itu.”
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kemahiran professional menekankan tanggung jawab profesional dalam bekerja untuk tetap memahami strandar pekerjaan lapangan dan standar laporan berkaitan pemanfaatan
pengetahuan,
keterampilan,
professional
scepticism
dan
pertimbangan rasional dengan penuh kehati-hatian dalam melaksanakan fungsi auditing menyangkut kelengkapan dokumentasi, kecukupan bukti serta ketepatan laporan audit.
2.1.2.2 Unsur-unsur Due Professional Care PSA No. 4 SA Seksi 230 mengungkapkan kemahiran professional dengan cermat dan seksama menuntut auditor auditor untuk melaksanakan skeptisme professional. Skeptisme berasal dari kata skeptis yang berarti kurang percaya atau ragu-ragu (Adrian,2013). Skeptisme profesional auditor menurut Arens (2008:436) memiliki 2 unsur yaitu: “1. Pikiran yang selalu mempertanyakan Pikiran yang selalu mempertanyakan mempertimbangkan kerentanan terhadap kecurangan tanpa memperdulikan bagaimana keyakinan auditor tentang kecurangan serta kejujuran dan integritas klien. Selama tahap perencanaan audit untuk setiap tim yang menerima penugasan harus
29
membahas perlunya mempertahankan pikiran yang selalu mempertanyakan selama audit berlangsung untuk menidentifikasi risiko kecurangan. 2. Evaluasi kritis bukti audit Ketika mengungkapkan informasi atau kondisi yang mengindikasikan bahwa telah terjadi kecurangan auditor harus menyelidiki permasalahan secara mendalam, memperoleh bukti tambahan dan berkonsultasi dengan anggota tim.” Pernyataan di atas dapat diiterpretasikan bahwa secara spesifik berarti adanya suatu sikap kritis terhadap bukti audit dalam bentuk keraguan, pertanyaan klien, atau kesimpulan yang dapat diterima umum. Auditor menunujukan skeptisme profesionalnya dengan berfikir skeptis atau menunjukan perilaku tidak mudah percaya. Audit tambahan dan menanyakan langsung merupakan bentuk perilaku auditor dalam menindaklanjuti keraguan auditor terhadap klien (Adrian,2013). Dengan skeptisme professional dimaksudkan bahwa auditor bersikap kritis untuk mempertanyakan kebenaran informasi atau laporan yang diauditnya sampai memperoleh
bukti
kuat
yang
mendukung
kebenaran
(Pusdiklatwas
BPKP,2007:61). Pusdiklatwas
BPKP
(2007:62)
menambahkan
dalam
kemahiran
profesional diperlukan konsep kehati-hatian (prudentiality). Kehati-hatian seorang praktisi (prudent auditor) menyandang sejumlah atribut sebagai berikut: “1. Selalu merencanakan dengan baik langkah-langkah yang hendak dilakukannya dan mengendalikan dengan baik pelaksanaannya. 2. Menggunakan sepenuhnya kemampuan pengetahuan yang dituntut untuk dimilikinya dalam audit terkait, sehingga ia akan selalu berusaha untuk belajar dari pengalaman lampau dan tentang segala hal-hal yang baru dalam bidangnya. 3. Selalu waspada terhadap setiap kemungkinan penyimpangan dan senantiasa berupaya maksimal untuk mengeliminasi keraguan dengan mendapatkan bukti yang meyakinkan.
30
4. 5.
Memiliki sikap yang seksama dalam melakukan tugas dan mengambil putusan dengan mempertimbangkan segala kemungkinan risiko. Berusaha mengevaluasi tindakan dan putusannya dengan hakikat tujuan yang ingin dicapainya.
Disamping itu, Pusdiklatwas BPKP (2007:63) menambahkan berkaitan dengan
kemahiran
(professional
profesional
judgment).
perlu
Istilah
adanya
professional
pertimbangan judgment
profesional
sesungguhnya
berhubungan erat dengan kemampuan yang dituntut dari auditor untuk merangkai langkah-langkah serta hasil-hasil yang diperolehnya menuju pada simpulan menyeluruh. Oleh karena itu, pembentukan pertimbangan profesi seharusnya bertumpu pada rangkaian proses, yakni: 1.
Kesadaran secara penuh tentang apa yang hendak dibuktikan.
2.
Penetapan dukungan bukti yang diperlukan.
3.
Pengumpulan bukti dalam batas waktu dan biaya yang wajar.
4.
Penilaian terhadap bukti-bukti yang berhasil diperoleh.
5.
Pengambilan putusan secara umum tentang kesesuaian bukti dengan proposisi yang ingin dipersaksikan kebenarannya
Dengan pembentukan judgment memerlukan disiplin mental yang kuat sehingga tidak dijadikan alasan untuk menyampingkan pelaksanaan fungsi auditing. Untuk itu konsekuensi judgment harus menjadi tanggung jawab auditor. Setiap kegagalan akibat tidak ditempuhnya langkah-langkah yang meyakinkan sebelum mengambil keputusan atau termasuk bilamana auditor member judgment
31
yang keliru harus ditanggung sebagai risiko tanggung jawab profesi (Pusdiklatwas BPKP,2007:65). Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa due professional care menuntut auditor untuk bersikap skeptisme professional. Skeptisme professional dimaksudkan bahwa auditor bersikap kritis untuk mempertanyakan kebenaran informasi atau laporan yang diauditnya serta evaluasi kritis bukti sampai memperoleh bukti-bukti kuat yang mendukung kebenaran dan diperlukan konsep kehati-hatian (prudentiality). Selain itu, karena due profesiobal care menyangkut apa yang dikerjaan auditor dan bagaimana kesempurnaan pekerjaannya maka auditor perlu adanya pertimbangan profesional (professional judgment). Istilah professional judgment sesungguhnya berhubungan erat dengan kemampuan yang dituntut dari auditor untuk merangkai langkah-langkah serta hasil-hasil yang diperolehnya menuju pada simpulan menyeluruh.
2.1.2.3 Penggunaan Due Professional Care Mulyadi (2002:27) mengemukaan penggunaan kemahiran professional (due professional care) dalam auditing sebagai berikut: “Penggunaan kemahiran professional berarti penggunaan pertimbangan akal sehat dalam penetapan ruang lingkup, pemilihan metodologi, pemilihan pengujian dan prosedur untuk mengaudit serta bagaimana prosedur tersebut diterapkan dan dikoordinasikan” Sedangkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. PER/05/M.PAN/03/2008 mengemukaan kemahiran profesional dilakukan pada berbagai aspek di antaranya:
32
“1. Formulasi tujuan audit, 2. Penentuan ruang lingkup, 3. Pemilihan pengujian dan hasilnya, 4. Pemilihan jenis dan tingkat sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan audit, 5. Penentuan signifikan atau tidak risiko yang diidentifikasi dalam audit dan efek atau dampak yang ditimbulkan, 6. Penentuan kompetensi, integritas, kesimpulan informasi yang diambil pihak lain berkaitan dengan penugasan audit.” Berdasarkan pernyataan di atas dapat diiterpretasikan bahwa due professional care digunakan pada berbagai aspek audit mulai dari penentuan tujuan audit, ruang lingkup audit, pengujian, pengumpulan bukti, penentuan sumber daya, penentuan risiko audit, penerimaan informasi dari pihak luar yang berkaitan dengan audit dan bagaimana prosedur-prosedur tersebut diterapkan dan dikoordinasikan.
2.1.3
Kualitas Hasil Audit Investigasi Pada dasarnya tidak ada definisi yang pasti tentang kualitas hasil audit hal
ini menyebabkan tidak terdapatnya pemahaman secara umum mengenai faktorfaktor dalam penyusunan kualitas audit. Standar Profesi Akuntan Publik (2011) menyatakan kualitas audit sebagai berikut: “Audit yang dilakukan auditor dikatakan berkualitas, jika memenuhi standar auditing dan standar pengendalian mutu.”
Berdasarkan pernyataan di atas dapat diinterpretasikan bahwa audit dikatakan berkualitas yaitu pelaksanaan audit harus berpedoman pada standarstandar auditing dan standar pengendalian mutu. Standar auditing merupakan
33
pedoman umum untuk membantu auditor memenuhi tanggung jawab profesional dalam melaksanakan audit. Septiyaningtyas et.al (2012) mengungkapkan kualitas hasil audit sebagai berikut: “Kualitas hasil audit adalah sikap auditor dalam melaksanakan tugasnya yang tercermin dalam hasil pemeriksaan yang dapat diandalkan sesuai dengan standar yang berlaku yang terjaminnya kredibilitas dan keandalan informasi dalam laporan audit agar laporan tersebut tidak menyesatkan para pengguna dalam mengambil keputusan.” Selain itu, Indrasti (2011) mengungkapkan kualitas hasil audit sebagai berikut: “Kualitas hasil audit adalah probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya yang ditunjukan dengan laporan hasil audit yang dapat diandalkan berdasarkan standar yang telah ditetapkan”.
Sedangkan, Carolita (2012) mengungkapkan kualitas hasil audit sebagai berikut: “Kualitas hasil audit adalah pelaporan tentang kelemahan pengendalian, kepatuhan terhadap ketentuan, tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab, pendistribusian laporan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut dari rekomendasi auditor sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa untuk pengukuran kualitas hasil audit yaitu auditor dapat menemukan dan melaporkan suatu pelanggaran yang ditunjukan dengan laporan hasil audit yang dapat diandalkan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Selain itu, kualitas hasil audit adalah dimana pelaporan yang berisi kelemahan pengendalian dan kepatuhan terhadap ketentuan, tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab, pendistribusian laporan hasil
34
pemeriksaan dan tindak lanjut dari rekomendasi auditor sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan audit investigasi untuk memenuhi kualitas hasil audit investigasi standar yamg digunakan yaitu dengan mematuhi Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. PER/05/M.PAN/03/2008 yang terdiri dari standar pelaksanaan, standar pelaporan dan standar tindak lanjut. Standar pelaksanaan pekerjaan audit investigasi mendeskripsikan sifat kegiatan audit investigasi dan menyediakan kerangka kerja untuk melaksanakan dan mengelola pekerjaan audit investigasi yang dilakukan oleh auditor investigasi. Standar pelaporan audit investigasi merupakan acuan bagi penyusunan laporan hasil audit yang merupkan tahap akhir kegiatan audit investigasi untuk mengkomunikasikan hasil audit investigasi kepada auditee dan pihak lain yang terkait. Secara sistematis standar pelaporan audit investigasi meliputi cara dan saat pelaporan, bentuk dan isi laporan, kualitas laporan, pembicaraan akhir dengan auditee serta penerbitan dan distribusi laporan (Pusdiklatwas BPKP,2008). Keefektifan hasil audit dapat dinilai antara lain dari tindak lanjut atas rekomendasi auditor (Pusdiklatwas BPKP,2008). Mengingat hasil audit investigasi akan ditindaklanjuti ke proses hukum maka auditor harus mematuhi standar tindak lanjut dalam audit investigasi termaktub dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. PER/05/M.PAN/03/2008, auditor memantau tindak lanjut kasus penyimpangan yang berindikasi adanya tindak pidana korupsi yang dilimpahkan kepada Kejaksaan atau Komisi Pemberantasan Korupsi dan mengharuskan auditor untuk mengadministrasikan temuan audit
35
investigasi guna keperluan pemantauan tindak lanjut dan pemutakhiran data hasil audit investigasi.
2.1.3.1 Standar Pengendalian Kualitas Hasil Audit Investigasi Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No.19 Tahun 2009 menungkapkan untuk memastikan suatu audit berkualitas sesuai dengan Kode Etik dan Standar Audit diperlukan suatu sistem pengendalian berupa kendali mutu audit untuk memastikan audit telah memenuhi tanggung jawab professional kepada auditee dan pihak lain. Pedoman kendali mutu audit investigasi tersebut meliputi: “1.Pengendalian mutu perencanaan audit Pedoman kendali mutu perencanaan audit dimaksudkan untuk memberikan panduan dalam menyusun perencanaan audit yaitu dalam menentukan auditee, tujuan audit, tenaga auditor, waktu audit, biaya dan hasil audit. Pedoman ini mempunyai tujuan agar rencana audit terinci. 2.Pedoman pengendalian mutu penyusunan rencana dan program kerja audit Pedoman pengendalian mutu penyusunan rencana dan program kerja audit dimaksudkan untuk memberikan panduan bagi auditor dalam mengendalikan mutu kegiatan penyususnan rencana dan program kerja audit yang baik. 3.Pedoman pengendalian mutu supervisi audit Pedoman pengendalian mutu supervisi audit dimaksudkan untuk memberikan panduan dalam menjalin terselenggaranya suatu supervisi yang bermutu tinggi, sesuai dengan tugas, kewenangan dan tanggung jawab masing-masing serta terdokumentasi dengan lengkap, jelas dan bermanfaat bagi suatu kesimpulan hasil audit dan keperluan lainnya. 4.Pedoman pengendalian mutu pelaksanaan audit Pedoman pengendalian mutu pelaksanaan audit dimaksudkan untuk memberikan panduan dalam menjamin terselenggaranya suatu pelaksanaan audit bermutu tinggi, sesuai dengan rencana, sesuai dengan program audit dan sesuai dengan standar serta terdokumentasi dengan lengkap, jelas dan bermanfaat bagi kesimpulan audit. 5.Pedoman pengendalian mutu pelaporan audit Pedoman pengendalian mutu pelaporan audit dimaksudkan untuk memberikan panduan dalam menjamin tersusunnya laporan hasil audit yang mudah dimengerti oleh penguna, memenuhi unsur kualitas laporan
36
dan didistribusikan kepada pihak-pihak yang berwenang sesuai peraturan perundang-undangan. 6.Pedoman pengendalian mutu pemantauan tindak lanjut hasil audit Pedoman pengendalian mutu pemantauan tindak lanjut hasil audit dimaksudkan untuk memberikan panduan dalam memantau dan mengevaluasi tindakan koreksi yang dilakukan oleh auditee atas temuan dan rekomendasi yang diberikan agar temuan dan rekomendasi yang telah dihasilkan oleh auditor menjadi bermanfaat. 7.Pedoman pengendalian mutu tata usaha dan sumber daya manusia Pedoman pengendalian mutu tata usaha dan sumber daya manusia bertujuan agar terselenggaranya tugas-tugas audit yang didukung ketatausahaan yang memadai, tata arsip yang tertib, dan mudah diperoleh. Ketatausahaan merupakan pengendalian unsur penunjang audit termasuk bagaimana sumber daya manusia sebagai pelaksana audit dikendalikan. Tata usaha tidak berperan langsung dalam audit, namun peran ini menunjang pelaksanaan pekerjaan audit dari perencanaan audit sampai dengan pemantauan tindak lanjut hasil audit. Oleh karena itu, peran tata usaha tidak boleh diabaikan dalam pelaksanaan audit.”
Selain itu auditor investigasi berpedoman pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. PER/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit dalam melaksanakan audit investigasi meliputi: “1.Standar Pelaksanaan Audit Investigasi a. Perencanaan Dalam setiap penugasan auditor investigasi harus menyusun rencana audit. Rencana audit harus dievaluasi dan bila perlu disempurnakan selama proses audit investigasi berlangsung sesuai dengan perkembangan di lapangan. Dalam membuat rencana audit investigasi auditor harus menetapkan sasaran, ruang lingkup dan alokasi sumber daya. Apabila auditor mengambil langkah untuk melaksanakan audit investigasi maka rencana tindakan memuat langkah-langkah misalnya menentukan sifat utama pelanggaran, menentukan focus perencanaan dan assaran audit investigasi, mengidentifikasi kemungkinan pelanggaran hokum, peraturan, atau perundang-undangan, menentukan sumber daya yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan audit investigasi serta melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang termasuk instansi penyidik jika diperlukan. Dalam penyusunan rencana audit auditor harus membertimbangkan berbagai hal antara lain pemahaman mengenai akuntabilitas berjenjang, aspek-aspek kegiatan auditee, aspek pengendalian intern, jadwal kerja dan batasan waktu, hasil audit sebelumnya dengan mempertimbangkan tindak lanjut terhadap
37
rekomendasi atas temuan sebelumnya, teknik-teknik pengumpulan bukti, mekanisme koordinasi antara auditor dan pihak terkait. b. Supervisi Pada setiap tahap audit investigasi pekerjaan audit harus disupervisi secara memadai untuk memastikan tercapinya sasaran, terjaminnya kualitas dan meningkatnya kemampuan auditor. c. Pengumpulan dan Pengujian Bukti Auditor investigasi harus mengumpulkan dan menguji bukti untuk mendukung kesimpulan dan temuan audit. Pelaksanaan pengumpulan dan evaluasi bukti harus difokuskan pada upaya pengujian hiotesis untuk mengungkap fakta dan proses kejadian (modus operandi), sebab dan dampak penyimpangan, pihak yang diduga terlibat atau bertanggung jawab atas kerugian keuangan negara/daerah. Auditor harus mengumpulkan bukti audit yang cukup, kompeten dan relevan. Auditor harus menguji bukti audit yang dikumpulkan. Pengujian bukti dimaksudkan untuk menilai kesahihan bukti yang dikumpulkan selama pekerjan audit. Auditor menguji bukti yang telah dikumpulkan untuk menilai kesesuaian dengan hipotesis. d. Dokumentasi Auditor harus menyiapkan dan menatausahakan dokumen audit investigasi dalam bentuk kertas kerja audit. Dokumen audit investigasi harus disimpan secara tertib dan sistematis agar dapat secara efektif diambil kembali, dirujuk dan dianalisis. Hasil audit investigasi harus didokumentasikan dalam berkas audit investigasi secara akurat dan lengkap 2. Standar Pelaporan a. Bentuk dan isi laporan Laporan hasil audit investigasi harus memuat semua aspek yang relevan dari audit investigasi. Laporan hasil audit investigasi minimal harus memuat hal-hal seperti dasar melakukan audit, identifikasi auditee, tujuan atau sasaran, lingkup dan metodologi audit, pernyataan bahwa audit telah dilaksanakan sesuai Standar Audit, fakta dan proses kejadian mengenai siapa, dimana, bagimana dari kasus yang diaudit, sebab dan dampak penyimpangan, pihak yang diduga terlibat atau bertanggung jawab dan tidak menyebut identitas lengkap. b. Kualitas laporan Laporan hasil audit investigasi harus akurat, jelas, lengkap dan disusun dengan logis, tepat waktu dan obyektif. Laporan harus akurat dan jelas, singkat, menunjukan hasil-hasil relevan dan upaya auditor investigasi. Laporan harus disajikan secara langsung, menghindari penggunaan kata yang tidak perlu atau membingungkan. Laporan harus disajikan dengan baik, relevan dengan audit investigasi dan mendukung penyajian. Semua audit investigasi harus dilaksanakan dan dilaporkan secara cermat dan tepat waktu. Hal ini disebabkan besarnya dampak hasil audit investigasi terhadap karir seseoranga atau kehidupan suatu organisasi. c. Pembicaraan akhir dengan auditee
38
3.
Auditor investigasi harus meminta tanggapan atau pendapat terhadap hasil audit investigasi. Tanggapan atau pendapat tersebut dikemukakan pada saat melakukan pembicarana akhir dengan auditee. Salah satu cara yang paling efektif untuk memastikan bahwa suatu laporan hasil audit investigasi dipandang adil, lengkap dan obyektif adalah adanya reviu dan tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab sehingga dapat diperoleh suatu laporan yang tidak hanya mengemukakan kesimpulan auditor investigasi saja melainkan memuat pendapat pejabat yang bertanggung jawab Standar Tindak Lanjut Audit Investigasi Standar ini mengharuskan mengadministrasi temuan audit investigasi guna keperluan pemantauan tindak lanjut dan memutakhiran data hasil audit investigasi. Auditor harus memantau tindak lanjut kasus penyimpangan yang berindikasi adanya tindak pidana korupsi atau perdata yang dilimpahkan kepada Kejaksaan atau Komisi Pembetantasan Korupsi.”
Berdasarkan pernyataan di atas dapat diinterpetasikan bahwa untuk memastikan kualitas hasil audit yang sesuai dengan Kode Etik dan Standar Audit perlu dibuat suatu sistem pengendalian berupa pedoman kendali mutu dan mematuhi Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit dalam melaksankaan audit investigasi.
2.1.3.2 Langkah-langkah untuk Meningkatkan Kualitas Hasil Audit Investigasi Menurut Fitrawansyah (2014:25) untuk mendapatkan hasil audit investigasi yang maksimal seorang auditor investigasi harus menguasai beberapa teknis investigasi antara lain: “1.Teknik penyamaran atua teknik penyadapan, 2.Teknik wawancara, teknik ini digunakan apabila akan menghadapi auditee, orang-orang yang diduga memiliki info yang dibutuhkan atau bahkan pimpinan auditee, 3.Teknik merayu untuk mendapatkan informasi apakah penyimpangan dilakukan sendiri atau dengan bantuan orang lain,
39
4.Mengerti bahsa tubuh dalam membaca posisi auditee apakah sedang berbohong atua jujur, 5.Dapat dilakukan dengan bantuan softwere, 6.Hasil audit tidak boleh dibocorkan kepada pihak yang tidak berhak mengetahui hasil audit investigasi, dimana hasilnya diklarifikasi dan dibacakan ulang kepada auditee agar auditee mengerti sejauh mana audit investigasi dan eksaminasi dilakukan dan hasilnya didapatkan.”
Selain itu, Pusdiklatwas BPKP (2008) mengemukakan hal-hal yang harus diperhatikan dalam meingkatkan kualitas hasil audit yaitu dengan memilih personel auditor yang ditugaskan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih personel auditor antara lain: “1.Keahlian, pelatihan dan pengalaman yang cukup dibidang audit, 2.Memiliki integritas dan semangat yang tinggi, 3.Memiliki kemauan dan keuletan dalam mendeteksi kecurangan, 4. Dapat mempertahankan objektivitas dan teguh dalam menyimpan rahasia, 5.Tidak ada hubungan istimewa dengan auditee, 6.Tidak terkait dengan pihak/kegiatan yang sedang diaudit.”
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa meningkatkan kualitas hasil audit dalam melaksanakan audit investigasi harus memperhatikan hal-hal dalam pemilihan personel auditor yang memiliki keahlian, pengalaman yang cukup, objektif, tidak memilihi hubungan istimewa dengan auditee serta auditor harus menguasai teknik-teknik lain dalam melaksankaan audit investigasi misalnya teknik penyamaran atua teknik penyadapan, teknik wawancara, teknik merayu
40
2.2
Kerangka Pemikiran
2.2.1 Pengaruh Kompetensi dan Due Professional Care Auditor Investigasi Terhadap Kualitas Hasil Audit Investigasi Seorang auditor harus memiliki tingkat keterampilan yang umum dimiliki dan menggunakan keterampilan tersebut dengan kecermatan dan keseksamaan yang wajar dalam melaksanakan audit (Sukrisno Agoes,2012:35). Kegiatan audit dilakukan oleh orang yang ahli (kompeten) dan cermat (due care) dalam melaksankaan tugasnya. Dalam menjamin kompetensinya seorang auditor harus memiliki keahlian dibidang audit dan mengetahui pengetahuan yang cukup mengenai bidang yang diauditnya. Sedangkan kecermatan dalam melaksanakan tugas ditunjukan perencanana yang baik, pelaksanaan kegiatan sesuai standar dan kode etik, supervisi yang diselenggarakan secara aktif sehingga hasil pekerjaannya memadai (Fitrawansyah,2014:46). Pusdiklatwas BPKP (2008) mengungkapkan kompetensi dan due professional care berpengaruh terhadap kualitas hasil audit yaitu: “Auditor harus menggunakan keahlian professional dengan cermat dan seksama dalam pemenuhan standar audit yang merupakan ukuran mutu minimal yang harus dicapai auditor dalam menjalankan tugas auditnya untuk mempertahankan profesionalisme dan kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa audit.”
Selain itu, Fitrawansyah (2014:46) mengungkapkan sebagai berikut: “Dalam menjamin kompetensinya seorang auditor harus memiliki keahlian dibidang audit dan mengetahui pengetahuan yang cukup mengenai bidang yang diauditnya. Sedangkan kecermatan dalam melaksanakan tugas ditunjukkan dengan perencanana yang baik, pelaksanaan kegiatan sesuai standar dan kode etik, supervisi yang diselenggarakan secara aktif sehingga hasil pekerjaannya berkualitas.”
41
Berdasarkan pernyataan di atas dapat diinterpretasikan bahwa kompetensi profesional harus digunakan dengan cermat dan seksama dalam melaksankana audit sesuai standar audit dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap kualitas hasil audit yang diberikan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Subhan (2011) menunjukan bahwa kompetensi dan due professional care secara simultan berpengaruh terhadap kualitas hasil audit dan variabel due professiobal care merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kualitas hasil audit. Selain itu, penelitian Apriliyani (2013) menunjukan bahwa secara simultan kompetensi dan due professional care berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil audit. Berdasarkan pernyataan di atas menunjukan bahwa semakin tinggi kompetensi dan due professional care yang dimiliki oleh seorang auditor maka kualitas hasil audit semkain baik.
2.2.2
Pengaruh Kompetensi Auditor Investigasi Terhadap Kualitas Hasil Audit Audit investigasi berhubungan dengan tugas auditor untuk mengungkap
kecurangan (fraud) karena muara hasil audit investigasi adalah proses hukum di pengadilan (Karyono,2013:132). Mengingat sifat kecurangan (fraud) tersembunyi maka penanganannya tidak mudah untuk mendapatkan bukti adanya perilaku menyimpang. Oleh karena itu, dibutuhkan kompetensi atau keahlian yang dimiliki oleh seorang auditor investigasi. Auditor investigasi dengan memiliki keahlian Akuntansi dan audit kecurangan akan berperan membantu pihak penyidik dalam pengungkapan penyimpangan keuangan negara yang berindikasi tindak pidana
42
korupsi
baik
dari
segi
kualitas
maupun
dapat
memperpendek
waktu
pengungkapannya (Bologna,2006 dalam Sutan Kayo,2013:6). Amrizal Sutan Kayo (2013:23) mengungkapkan kompetensi berpengaruh terhadap kualitas hasil audit yaitu: “Auditor yang melakukan audit investigasi atas penyimpangan pengelolaan keuangan negara yang berindikasi tindak pidana korupsi harus memiliki pengetahuan dasar yang baik di bidang ilmu akuntansi, ilmu auditing, komunikasi, administrasi pemerintah serta hukum yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Kemudian seorang auditor investigasi harus memiliki kemampuan teknis dalam pelaksanaan tugas yang spesifik terkait dengan pengungkapan fakta, modus operandi, jenis penyimpangan, penyebab penyimpangan, pihak yang bertanggung jawab dan jumlah kerugian keuangan negara. Kemampuan ini dapat diperoleh melalui pengalaman kerja yang cukup memadai baik dalam audit umum, audit operasional, audit kinerja maupun audit dengan tujuan tertentu terutama dalam melakukan audit pada unit oeganisasi Pemerintahan, BUMD dan BUMN. Kemampuan ini sangat diperlukan baik dalam mempercepat proses audit juga akan menentukan kualitas hasil audit investigasi tersebut. Selain itu auditor memiliki sikap mental (jujur,objektif dan independen) yang memberikan pengaruh dalam kelancaran dan kualitas kerja audit investigasi.”
Pernyataan di atas dapat diinterpretasikan bahwa kompetensi auditor investigasi yang dimiliki tidak hanya ilmu akuntansi dan auditing melainkan mamahami ilmu-ilmu lain seperti ilmu administrasi negara, komunikasi, hukum yang diperoleh nelalui pendidikan dan pelatihan serta memiliki kemampuan teknis dalam melaksanakan audit investigasi. Kompetensi ini akan berpengaruh pada kualitas hasil audit investigasi. Selain itu, Alimudin Baso (2012:15) mengungkapkan bahwa auditor yang ditugaskan melaksanakan audit investigasi harus didukung oleh kemampuan akademis. Peran auditor investigasi sangat dibutuhkan dalam rangka membedah kecurangan secara efektif yang dapat memberikan hasil audit berupa alat bukti
43
yang merupakan rekaman jejak kejadian perkara sehingga dapat memenuhi syarat sistem hukum. Hasil penelitian Indrasti (2011) mengemukakan bahwa kompetensi dengan indikator pengetahuan, latar belakang pendidikan, pendidikan berkelanjutan, pengalaman bekerja dan kemampuan dalam melaksanakan tugas berpengaruh terhadap kualitas hasil audit. Sedangkan penelitian Perdany dan Suranta (2012) mengemukakan bahwa kompetensi dengan menggunakan indikator standar akuntansi dan auditing, wawasan tentang pemerintahan, peningkatan keahlian berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas hasil audit. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Badjuri (2012) mengemukakan bahwa kompetensi dengan indikator pengetahuan, pengalaman dan keterampilan berpengaruh terhadap kualitas hasil audit. Berdasarkan
pernyataan
di
atas
menunjukan
bahwa
kompetensi
berpengaruh terhadap kualitas hasil audit. Semakin tinggi kompetensi yang dimiliki maka kualitas hasil audit akan semakin baik.
2.2.3
Pengaruh Due Professional Care Terhadap Kualitas Hasil Audit Dalam standar auditing disebutkan bahwa audit harus dilaksanakan oleh
seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor serta dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. Pengunaan kemahiran professional dengan cermat dan seksama menyangkut bagaimana kesempurnaan pekerjaannya (Sutan Kayo,2013:38).
44
Fitrawansyah
(2014:48)
mengemukakan
kemahiran
profesional
berpengaruh terhadap kualitas hasil audit yaitu: “Kemahiran profesional merupakan hal yang mutlak harus ditetapkan auditor dalam pelaksanaan tugasnya untuk menghasilkan audit yang dapat menemukan kesalahan yang sebenarnya terjadi dalam laporan yang diaudit. Hasil audit yang diberikan akan berpengaruh pada sikap orang yang akan menyandarkan keputusannya. Oleh karena itu, auditor harus mempertimbangkan bahwa suatu saat di harus mempertanggung jawabkan hasil auditnya sesuai standar termasuk apabila dia tidak berhasil mengungkapkannya”
Pernyataan di atas dapat diiterpretasikan bahwa kemahiran professional berpengaruh terhadap kualitas hasil audit. Kemahiran professional harus diterapkan dalam pelaksanaan audit sehingga dapat memberikan hasil audit yang dapat menemukan kesalahan yang sebenarnya terjadi dalam laporan yang diaudit sehingga auditor dapat mempertanggung jawabkan hasil auditnya termasuk apabila dia tidak berhasil mengungkapkannya. Kemahiran profesional memberi jaminan bahwa standar profesi minimum terpenuhi, menumbuhkan kejujuran professional, kepedulian terhadap dampak sosial dan pelaporan indikasi kecurangan secara sera merta berdampak pada peningkatan nilai ekonomis jasa audit dan citra profesi audit. Peningkatan nilai ekonomis jasa audit dimaksudkan bahwa jasa audit menuntut profesi audit sebagai penjamin kebenaran (Sukrisno Agoes dan Jan Hoesada,2009:26). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Martani et.al (2013) menunjukan bahwa kemahiran professional yang diproaksikan melalui skeptisme dan kehatihatian berpengaruh terhadap kualitas hasil audit. Sedangkan penelitian Sumarni (2013) menunjukan bahwa kemahiran professional yang diproaksikan melalui
45
pelaksanaan audit dengan teliti dan serius serta pertimbangan profesional berpengaruh terhadap kualitas hasil audit. Berdasarkan pernyataan di atas menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat kemahiran profesional yang dimiliki oleh seorang auditor maka akan semakin baik kualitas hasil audit. Kerangka pemikiran yang telah diuraikan oleh penulis di atas dapat dilihat pada gambar kerangka pemikiran sebagai berikut: Audit Investigasi
Kecurangan yang tersembunyi
Auditor Investigasi
Kompetensi Auditor Investigasi
Due Professional Care Auditor Investigasi
1. Pengetahuan dasar 2.. Kemampuan Teknis 3. Sikap mental
1. Skeptisisme professional 2. Sikap kehati-hatian
Kualitas Hasil Audit Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
46
2.2.4
Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No
1.
Peneliti
Indrasti (2011)
Variabel Penelitian
`Hasil Penelitian
Persamaan
Variabel Independen: Kompetensi, Independensi, Kompleksitas Tugas, Objekivitas dan Integritas
Hasil penelitian menunjukan bahwa secara parsial dan secara simultan Kompetensi, Independensi, Kompleksitas Tugas, Objektivitas dan Integritas berpengaruh terhadap Kualitas Hasil Audit pada 25 KAP wilayah Jakarta Pusat
Menggunakan Variable Independen: Kompetensi
Variabel Dependen: Kualitas Hasil Audit
2.
Subhan (2011)
Variabel Independen: Kompetensi, Pengalaman, Kecermatan Profesi, Objektivitas, Independensi dan Kepatuhan Kode Etik Variabel Depeden: Kualitas Hasil Audit
Hasil penelitian menunjukan bahwa secara simultan Kompetensi, Pengalaman, Kecermatan Profesi, Objektivitas, Independensi dan Kepatuhan Kode Etik berpengaruh terhadap Kualitas Hasil Audit. Namun secara parsial Objektivitas tidak berpengaruh terhadap Kualitas Hasil Audit dan Kecermatan Profesi merupakan pengaruh yang paling dominan pada Inspektorat Kabupaten Pamekasan.
Menggunakan Variable Dependen: Kualitas Hasil Audit
Perbedaan
Lokasi penelitian pada BPKP Provinsi Jawa Barat Waktu penelitian
Indikator yang digunakan
Menggunakan Variabel Independen: Kompetensi dan Kecermatan Profesi
Lokasi penelitian pada BPKP Provinsi Jawa Barat
Menggunakan Variabel Dependen: Kualitas Hasil Audit
Waktu penelitian
Indikator yang digunakan
47
3.
Perdany (2012)
Variabel Independen: Kompetensi, Independensi
Hasil penelitian Menggunakan Lokasi menunjukan Variabel penelitian bahwa Kompetensi Independen: pada berpengaruh Kompetensi BPKP terhadap Kualitas Provinsi Variabel Audit Investigasi Jawa Indikator yang Dependen: sedangkan Barat digunakan Kualitas Independensi tidak Audit berpengaruh Waktu terhadap Kualitas penelitian Audit pada Kantor Perwakilan BPK RI Yogyakarta. 4. Martani Variabel Hasil penelitian Menggunakan Lokasi (2013) Independen: menunjukan Variabel penelitian Kecermatan bahwa secara Independen: pada Profesi, parsial dan secara Kecermatan BPKP Pengalaman simultan Profesi Provinsi Kerja Kecermatan Jawa Profesi dan Barat Menggunakan Variabel Pengalaman Kerja Variabel Depeden: berpengaruh Dependen: Waktu Kualitas terhadap Kualitas Kualitas Hasil penelitian Hasil Audit Hasil Audit pada Audit Inspektorat Provinsi Gorontalo 5. Sumarni Variabel Hasil penelitian Menggunakan Lokasi (2013) Independen: menunjukan Variabel penelitian Kecermatan bahwa Kecermatan Independen: pada Profesi, Profesi, Kompetensi BPKP Independensi, Independensi, dan Provinsi Objekivitas, Objekivitas, Kecermatan Jawa Kepatuhan Integritas Profesi Barat Kode Etik, berpengaruh dan Integritas terhadap Kualitas Menggunakan Waktu Hasil Audit Variabel penelitian Variabel sedangkan Dependen: Dependen: Kepatuhan Kode Kualitas Hasil Kualitas Etik tidak Audit Hasil Audit berpengaruh terhadap Kualitas Indikator yang Hasil Audit pada digunakan KAP Padang dan Pekanbaru Sumber : Indrasti (2011), Subhan (2011), Perdany (2012), Martani (2013), Sumarni (2013)
Berdasarkan Tabel 2.1 penelitian terdahulu di atas dapat ditarik kesimpulan antara penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang yang penulis lakukan sebagai berikut:
48
Tabel 2.2 Ringkasan Penelitian Terdahulu Sudut Pandang
Indrasti Subhan Perdany Martani Sumarni (2011) (2011) (2012) (2013) (2013) Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hasil audit 1. Kompetensi √ √ √ 2. Independensi √ √ √ √ 3. Kompleksitas Tugas √ 4. Kecermatan Profesi (Due √ √ √ Professional Care) 5. Obyektivitas √ √ √ 6. Integritas √ √ 7. Kepatuhan Kode Etik √ √ 8. Pengalaman -√ Indikator Kualitas Hasil Audit Kesesuaian pemeriksaan √ √ √ dengan standar audit Independensi laporan √ Keakuratan temuan audit √ Keberanian penyngkapan √ fakta Laporan kelamahan √ √ pengendalian intern dan kepatuhan terhadap perundang-undangan Tanggapan pejabat yang √ √ bertanggung jawab Merahasiakan informasi yang √ √ dilarang Pendistribusian laporan √ √ Rekomendasi dan tindak √ √ √ √ lanjut Kejelasan laporan √ √ Kehati-hatian mengambil √ √ keputusan dengan sikap skeptis Indikator Kompetensi Kompetensi teknis √ √ √ Latar belakang pendidikan √ √ Pendidikan berkelanjutan √ √ √ Penguasaan Standar √ √ Akuntansi dan Auditing Wawasan pemerintahan √ √ Pengalaman √ √ Indikator Due Professional Care Skeptisme professional √ Kehati-hatian √ √ Melaksanakan tugas dengan √ teliti dan serius Menggunakan pertimbangan √ √ profesional Sumber : Indrasti (2011), Subhan (2011), Perdany (2012), Martani (2013), Sumarni (2013)
Keterangan: √ = diteliti = tidak diteli
Mallini (2014) √ √ -
√ √ -
√ √ √ √ √ √ -
49
Berdasarkan Tabel 2.2 di atas dapat dilihat ringkasan penelitian terdahulu memiliki persamaan dan perbedaan yang dilakukan oleh penulis. Persamaan terdapat pada variabel independen kompetensi dan indikator kompetensi dalam penelitian yang dilakukan oleh Indrasti (2011), Subhan (2011) dan Perdany (2012). Selanjutnya persamaan pada variabel independen due professional care dan indikator due professional care dalam penelitian yang dilakukan oleh Sumarni (2013) dan Martani (2013). Selain itu persamaan pada variabel dependen kualitas hasil audit dan indikator kualitas hasil audit yang dilakukan oleh Indrasti (2011), Subhan (2011), Perdany (2012), Martani (2013), Sumarni (2013). Perbedaan dari penelitian sebelumnya terlihat dari segi waktu, responden, dan lokasi penelitian. 2.3
Hipotesis Pengertian hipotesis menurut Sugiyono (2013:93) yaitu: “Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap perumusan penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara bahwa jawaban yang diberikan baru berdasarkan teori yang relevan belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi, hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian belum jawaban empirik” Berdasarkan uraian kerangka pemikiran di atas dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut: H1
: Semakin tinggi kompetensi auditor investigasi maka kualitas hasil audit akan semakin baik.
50
H2
: Semakin tinggi due professional care auditor investigasi maka kualitas hasil audit akan semakin baik.
H3
: Semakin tinggi kompetensi dan due professional care auditor investigasi maka kualitas hasil audit akan semakin baik.