BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
A.
Asal-Usul warok Dulu pada abad ke XV Ponorogo itu bernama Wengker yaitu daerah
kekuasaan Majapahit yang waktu itu dipimpin Prabu Brawijaya ke V. Wengker pada waktu dipimpin oleh seorang demang yang bernama Ki Ageng Suryongalam atau Ki Ageng Kutu karena tinggal di desa Kutu – Jetis, orang yang sakti mandraguna. Wengker itu, jaman dulu mesti harus asok peti ke penguasanya yaitu Majapahit. Tapi Ki Demang agak mbelot, sudah beberapa tahun tidak mau menghadap dan kirim upeti. Mesti saja Sang Raja ngamuk dan segera menyuruh utusan untuk mengklarifikasi hal itu. Sebagai utusan adalah kebetulan putranya sendiri yaitu Lembu Kanigoro. Segera Sang Pangeran berangkat menuju ke Wengker, tapi rupanya Sang Pangeran berkunjung dahulu di tempat kakaknya y aitu Raden Patah yang menjadi Sultan di Demak. Di situ sempat belajar tentang taktik perang dan agama Islam. Lembu Kanigoro ini pintar dan cepat menjadi ahli, setelah memeluk agama islam Lembu Kanigoro berganti nama menjadi Bethoro Katong atau Raden Katong. Berikut, lalu meneruskan perjalanannya ke Wengker ditemani abdi bernama Selo Aji. Setelah tiba disana, kebetulan bertemu dengan seorang muslim taat yang bernama Ki Ageng Mirah. Dari situ Raden Katong menyusun kekuatan untuk bertemu dengan Ki Ageng Kutu dengan baik-baik tapi tetap saja menolak dan malah melawan utusan ini. Akhirnya terjadilah perang tanding adu kesakten dan Raden Katong megalami kekalahan. Begitu dengan cara menikahi puteri pertama Ki
19
Demang yang bernama Niken Sulastri barulah bisa mengalahkannya, yaitu dengan cara mengambil pusaka saktinya Kyai Puspitorawe. Kembali ke belakang, pada saat Ki Ageng Suryongalam (Ki Kutu) menjadi Demang di daerah Wengker, beliau mendirikan perguruan-perguruan kanuragan yang mengajarkan ilmu-ilmu kesaktian dan kebatinan, muridnya banyak dan rata-rata menjadi sakti mandraguna. Itu dikarenakan ilmu yang diajarkan Ki Ageng, siapa yang mampu bertapa brata dan menghindari perempuan maka akan sempurna ilmu kesaktiannya. Setelah Ki Ageng Kutu ini kalah dan mangkat para pengikut dan muridmuridnya dikumpulkan oleh Raden Katong diarahkan untuk menjadi Manggala Negeri demikian juga dengan tempat-tempat perguruan tersebut dijadikan tempat untuk menggembleng para pemuda, guna menjadi satria-satria untuk pertahanan daerah yang yang baru didirikan yaitu Bumi Ponorogo, dan Raden Bethoro Katong menjadi Bupati pertamanya. Para manggala sakti inilah yang pada akhirnya disebut Warok, yaitu para satria yang patriotik untuk belo negeri dan berbudi luhur, berwatak jujur, bertanggung jawab, rela berkorban untuk kepentingan orang lain. Suka bekerja keras tanpa pamrih, adil dan tegas, banyak ilmu, kaweruh luhur dan tentunya sakti mandraguna.
20
B.
Warok Ponorogo
Reyog Ponorogo, salah satu bentuk kesenian rakyat dari Propinsi Jawa Timur yang selalu menarik perhatian untuk dibicarakan dan dikaji dalam dunia pertunjukan rakyat di Indonesia. Ragam budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia bukanlah sebagai koleksi semata, akan tetapi merupakan hasil jerih payah dari ide, gagasan dan norma-norma dalam suatu kelompok masyarakat. Untuk memahami kebudayaan Indonesia Koentjaraningrat mengungkapkan bahwa kebudayaan meliputi tiga wujud 1) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide gagasan, nilai 2) wujud kebudayaan sebagai komplkeks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat 3) wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasilkarya manusia. Seperti daerah lain Ponorogo memiliki budaya yang menjadi factor dominan dalam kehidupan masyarakat, adat istiadat dan norma yang ada di dalamnya merupakan suatu pegangan dan pedoman masyarakat dalam berinteraksi dengan sesamanya. Selain itu ponorogo juga dikenal sebagai kota reog, karena diponorogolah lahirnya kebudayan seni reog. Bahkan hingga saat ini setiap tanggal 1 muharom atau 1 suro, selalu diselenggarakan grebeg suro. Sebagai upaya melestarikan kebudayaan tersebut, Pemerintah kabupaten Ponorogo mewajibkan seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) menggunakan pakaian adat etnik Panaragan pada bulan Agustus dimana bulan tersebut diadakan festival reyog mini untuk memperingati hari jadi Kabupaten Ponorogo, selain bulan Agustus pemerintah juga mewajibkan penggunaan pakaian adat Panaragan utamanya pakaian Warok pada setiap bulan suro (Bulan: Jawa). Menurut kepercayaan masyarakat etnik
21
Jawa Panaragan pada bulan suro adalah bulan sakral, pada bulan tersebut dipercaya banyak warok melakukan pendadaran ilmu menurunkan kesaktian kepada murid-muridnya, bahkan yang datang mencari ilmu tidak hanya dari Ponorogo tetapi juga luar daerah ingin belajar mencari ilmu kesaktian kepada para warok sehingga pada bulan tersebut Ponorogo sangat ramai. Selain itu banyak masyarakat Ponorogo pada malam 1 Suro melakukan tirakat, intropeksi dimana salah satu acaranya adalah berjalan-jalan mengelilingi kampung dan kota kemudian berkumpul di alun-alun. Tradisi ini kemudian pada tahun 1987 oleh Pemerintah kabupaten Ponorogo, pada saat itu dipimpin bupati Soebarkah Poetro Hadiwiryo mengagas sebuah ide untuk mewadahi tradisi tersebut dengan menggelar Grebeg Suro. Grebeg Suro adalah acara tradisi budaya masyarakat Ponorogo yang berbentuk pesta rakyat. Dalam grebeg suro disajikan berbagai jenis kesenian dan kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat Ponorogo, antara lain Festifal Reyog Nasional (FRN), Pawai Lintas Sejarah perpindahan dari kota lama ke kota baru, ziarah makam pendiri kabupaten Ponorogo, larung risalah doa di telaga Ngebel. Pada bulan suro suasana sakral, mistis magis akan terasa pada bulan tersebut sangat kental di kabupaten Ponorogo, semua yang berbau khas etnik Panaragan begitu nampak utamanya di dukung oleh banyak masyarakat yang menggunakan pakaian adat yang serba hitam-hitam seringkali mudah dijumpai pada bulan tersebut. Pakaian adat etnik Panaragan Warok tersebut memiliki arti, makna dan menjadi sebuah idiologi bagi sebagian masyarakat Ponorogo. Karena dibalik pakaian adat Ponorogo tersimpan tata cara, adat, komunikasi sosial, pranata sosial serta tata nilai sebuah budaya.
22
Seiring dengan arus globalisasi dan moderenisasi yang tak terelakkan ada sebagian masyarakat yang menyimpulkan bahwa salah satu cara untuk mempertahankan jati diri ketimuran adalah dengan menggali nilai-nilai tradisional untuk dijadikan tiang penyangganya. Salah satu budaya tradisional masyarakat Ponorogo yang sampai sekarang masih eksis adalah warok ponorogo. Berbicara tenang warok, warok pun mempunyai arta atau makana yang sangat luas diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Warok adalah tokoh masyarakat yang sakti. Disatu sisi warok adalah tokoh budaya karena keberadaanya tidak bisa pisah dengan kesenian reyog dan disisi lain seorang warok adalah seorang tokoh politik, hal ini tidak bisa lepas dari keberadaan sebagai tokoh masyarakat yang mempunyai pengaruh yang sangat luas. 2. Dengan terminology Keller(1984: 19), warok adalah seorang elit strategis yang segala pemikiranya harus diperhitungkan oleh elit penguasa karena mempunyai pengaruh yang kuat dalam masyarakat.
3. Dalam pengertian sehari-hari kata warok sinonim dengan weruk artinya besar sekali dengan menggunakannya sebagai bahasa local Bocahe wis warok, : anaknya sudah besar, Endi warokane : mana yang besar , paling kuat, paling berani. Bila memperhatikan contoh diatas maka kata warok atau weruk berarti yang paling besar. Dalam literature sufi (mistik Islam) dikenal istilah wara’ yaitu menjauhkan diri dari segala sesuatu yang mengandung subhat (sesuatu yang belum diketahui hukumnya) yang menyebabkan seseorang terjerumus kepada sesuatu yang haram, wara’
23
adalah status social bagi seorang yang menempuh jalan sufi, status tersebut secara berrurutan , taubah, wara, zuhud, tawakal, sabar, dan kerelaan. 4. Warok adalah pasukan yang bersandar pada kebenaran dalam pertarungan antara kebaikan dan kejahatan dalam cerita kesenian reog. Warok Tua adalah tokoh pengayom, sedangkan Warok Muda adalah warok yang masih dalam taraf menuntut ilmu. Hingga saat ini, Warok dipersepsikan sebagai tokoh yang pemerannya harus memiliki kekuatan gaib tertentu. Bahkan tidak sedikit cerita buruk seputar kehidupan warok. Warok adalah sosok dengan stereotip: memakai kolor, berpakaian hitamhitam, memiliki kesaktian dan gemblakan.Menurut sesepuh warok, Kasni Gunopati atau yang dikenal Mbah Wo Kucing, warok bukanlah seorang yang takabur karena kekuatan yang dimilikinya. Warok adalah orang yang mempunyai tekad suci, siap memberikan tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih. “Warok itu berasal dari kata wewarah. Warok adalah wong kang sugih wewarah. Artinya, seseorang menjadi warok karena mampu memberi petunjuk atau pengajaran kepada orang lain tentang hidup yang baik”.“Warok iku wong kang wus purna saka sakabehing laku, lan wus menep ing rasa” (Warok adalah orang yang sudah sempurna dalam laku hidupnya, dan sampai pada pengendapan batin).
Warok merupakan bagian dari tarian reog ponorogo. Warok sendiri menurut Purwowijoyo (dalam Babad Ponorogo Jilid I 1985:15) secara pengertian dibedakan menjadi tiga yaitu (1) Warok tua (sepuh)1, yaitu Warok yang memiliki ilmu tinggi, menjadi pengayom, menjadi teladan bagi siapa saja serta sebagai pemimpin dalam paguyuban Reyog. (2) Warok muda (mudho) yaitu Warok yang sedang mencari kesempurnaan ilmu atau mata batin, (3) Warokan, yaitu Warok
24
yang belajar seni olah kanuragan tetapi hanya untuk kekuatan jiwa raga. Perbedaan tersebut dibedakan dengan cara berpakaiannya dan aksesorisnya.
Warok muda
Warok tua Gambar 2.1
C.
Fungsi Warok Dalam kesenian Reog Didalam kesenian reog ponorogo warok pun mempunyai fungsi tersediri. Fungsi
warok ialah penggambaran dari seorang tokoh spiritual yang slalu disegani karana wewarah atau pituturnya. Yang selalumemukul batin bagi yang berhati keruh. Dan sampai sekarang , sifat warok ini selalu mewarnai prilaku dari masyrakat ponorogo tempat lairnya reog itu tersendiri.
25
Jadi jangan salah presepsi,warok itu bukan garak , tetapi warok itu lemah lembut karena iilmu pengetauhan lahir maupun batin sudah menjiwai dari sifat jahat dan sifat yang mencelakakan hidupnya.
Gambar 2.2
26