5
BAB II BAHAN RUJUKAN
2.1. BIAYA Aktivitas merupakan suatu tindakan-tindakan atau pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan untuk merubah input dengan menggunakan sumber daya untuk menghasilkan output dan untuk menciptakan customer value. Setiap organisasi (perusahaan) pasti melakukan aktivitas (kegiatan), aktivitas yang dilakukan oleh suatu perusahaan dapat membedakan jenis perusahaan. Berdasarkan jenis aktivitasnya perusahaan dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu : 1. Perusahaan jasa. Adalah perusahaan yang kegiatannya yaitu menyediakan jasa kepada konsumen, contoh dari perusahaan jasa adalah hotel, bioskop, rumah makan, dan lain-lain. 2. Perusahaan dagang. Adalah perusahaan yang kegiatannya adalah membeli barang dari pihak lain kemudian menjualnya lagi kepada konsumen tanpa merubah bentuk awal barang tersebut. Contoh dari perusahaan dagang adalah pasar swalayan, mini market, dan lain-lain 3. Perusahaan industri. Perusahaan yang kegiatannya adalah merubah bahan baku menjadi barang setengah jadi maupun barang jadi sehingga barang tersebut siap untuk di jual. Contoh dari perusahaan industri adalah perusahaan pemintalan benang, garmen dan lain-lain. Aktivitas suatu perusahaan meliputi penyediaan dan penggunaan sumber daya yang pada akhirnya akan memberikan suatu nilai sebagai suatu ukuran. Ukuran penggunaan sumber daya ini disebut dengan biaya. Setiap orang mengidentifikasikan biaya dengan kata-kata yang berbeda walaupun jika dilihat dari maknanya akan sama. Berikut merupakan pengertian biaya menurut para ahli.
6
2.1.1 Pengertian biaya Mulyadi
dalam bukunya akuntansi biaya (2000:8-9) menjelaskan
pengertian biaya sebagai berikut : “Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam saatuan uang yang telah terjadi atau yang mungkin terjadi untuk ukuran tertentu”. Menurut Carter, Usry dalam bukunya akuntansi biaya (2004:30) menerangkan tentang biaya : “Biaya dapat diidentifikasikan sebagai aliran keluar terukur dari barang atau jasa, kemudian ditandingkan dengan pendapatan untuk menentukan laba”.
2.1.2. Pengolongan biaya Dalam akuntansi biaya, biaya dapat digolongkan dengan berbagai cara. Umumnya penggolongan biaya ini ditentukan atas dasar tujuan yang hendak dicapai dengan penggolongan tersebut. Menurut Mulyadi dalam bukunya akuntansi biaya (2000:14-17), menjelaskan penggolongan biaya sebagai berikut : “ 1. 2. 3. 4.
Objek biaya. Fungsi pokok perusahaan. Hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai. Prilaku biaya dengan hubungannya dengan perubahan volume produksi. 5. Jangka waktu manfaat ”.
1. Penggolongan biaya menurut objek biaya Berdasarkan penggolongan biaya, nama objek pengeluaran merupakan dasar penggolongan biaya. Misalnya nama objek pengeluaran adalah bahan bakar, maka semua biaya yang berhubungan dengan objek bahan bakar akan disebut dengan biaya bahan bakar. 2. Fungsi pokok perusahaan. Berdasarkan fungsi pokok perusahaan, biaya dapat digolongkan menjadi beberapa golongan yaitu : a. Biaya produksi.
7
Adalah biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi barang jadi yang siap dijual. Jenis biaya produksi adalah : 1. Biaya bahan baku. Biaya bahan baku, adalah bahan yang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari suatu produk jadi dan dapat ditelusuri secara fisik dan mudah ke produk tersebut. Contoh dari biaya bahan baku adalah biaya kain yang merupakan bahan baku dari produk pakaian. 2. Biaya tenaga kerja langsung, adalah biaya tenaga kerja yang dapat ditelusuri dengan mudah ke produk jadi. Biasanya biaya tenaga kerja langsung disebut ‘touch labor’ karena tenaga kerja langsung melakukan kerja tangan atas produk pada saat produksi. 3. Biaya overhead, adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. b. Biaya pemasaran. Adalah biaya yang terjadi dalam melaksanakan kegiatan pemasaran produk, contohnya adalah biaya iklan dan biaya promosi. c. Biaya administrasi dan umum. Adalah biaya-biaya untuk mengkoordinasikan kegiatan produksi dan pemasaran produk. Biaya produksi dan biaya non produksi (biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum) dapat digunakan sebagai dasar penentuan harga pokok suatu produk. Untuk menghitung unsur-unsur biaya tersebut kedalam harga pokok produksi, terdapat dua pendekatan dalam penentuan harga pokok produksi yaitu : I. Full Costing. II. Variable Costing.
Ad.I.
Merupakan
metode
penentuan
harga
pokok
produksi
yang
memperhitungkan semua unsur biaya produksi kedalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung., dan biaya overhead pabrik baik yang berlaku variabel maupun yang berlaku tetap. Dengan demikian harga pokok produksi menurut metode full costing terdiri dari unsurunsur biaya produksi berikut ini :
8
Biaya bahan baku
xxx
Biaya tenaga kerja langsung
xxx
Biaya overhead pabrik veriabel
xxx
Biaya overhead pabrik tetap
xxx
Harga pokok produksi
xxx
+
Setalah menentukan harga pokok produksi, selanjutnya adalah menentukan harga pokok produk. Dengan metode full costing penetapan harga pokok produk terdiri dari unsur-unsur harga pokok produksi ditambah dengan biaya non produksi (biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum). Berikut merupakan unsur-unsur lengkap dari perhitungan harga pokok produk berdasarkan metode full costing : Biaya bahan baku
xxx
Biaya tenaga kerja langsung
xxx
Biaya overhead pabrik veriabel
xxx
Biaya overhead pabrik tetap
xxx +
Harga pokok produksi
xxx
Biaya administrasi dan umum
xxx
Biaya pemasaran
xxx +
Harga pokok produk
xxx
Ad.II. Merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya menghitungkan biaya produksi yang berprilaku variabel kedalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel. Dengan demikian harga pokok produksi menurut metode variable costing terdiri dari unsur-unsur biaya produksi berikut ini : Biaya bahan baku
xxx
Biaya tenaga kerja langsung
xxx
Biaya overhead pabrik veriabel
xxx
Harga pokok produksi
xxx
+
9
Harga pokok produk yang dihitung dengan pendekatan variable costing terdiri dari harga pokok produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel) ditambah biaya dengan biaya non produksi variabel (biaya pemasaran variabel, biaya administrasi dan umum variabel) dan biaya non produksi tetap (biaya overhead tetap, biaya pemasaran tetap, biaya administrasi dan umum tetap). Berikut merupakan unsur-unsur lengakap dari perhitungan harga pokok produk berdasarkan metode variable costing : Biaya bahan baku
xxx
Biaya tenaga kerja langsung
xxx
Biaya overhead pabrik veriabel
xxx +
Harga pokok produksi
xxx
Biaya administrasi dan umum variabel
xxx
Biaya pemasaran variabel
xxx +
Total biaya non produksi varabel
xxx
Biaya overhead pabrik tetap
xxx
Biaya administrasi dan umum tetap
xxx
Biaya pemasaran tetap
xxx
Total biaya tetap Harga pokok produk
+ xxx + xxx
3. Hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai. Berdasarkan hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai maka biaya digolongkan menjadi : a. Biaya langsung. Adalah biaya yang akan terjadi apabila ada satu sebab yaitu apabila ada sesuatu yang dibiayai. Jika sesuatu yang dibiayai tersebut tidak ada, maka biaya lansung tersebut tidak akan terjadi. b. Biaya tidak langsung. Adalah biaya yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh suatu yang dibiayai. Biaya tidak langsung dalam hubungannya dengan produk disebut dengan istilah biaya overhead pabrik.
10
4. Prilaku biaya dengan hubungannya dengan perubahan volume produksi. Berdasarkan prilaku biaya dengan hubungannya dengan perubahan volume produksi biaya dapat digolongkan menjadi : a. Biaya variabel. Adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan volume produksi, contohnya adalah biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Karakteristik biaya variabel adalah sebagia berikut : Biaya variabel biasanya dapat diidentifikasikan langsung dengan aktivitas yang menimbulkan biaya. Maksud dari kata ‘diidentifikasikan’ disini adalah bahwa biaya variabel hanya akan terjadi apabila suatu aktivitas terjadi, misalnya pada aktivitas produksi akan memunculkan biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung yang merupakan jenis biaya variabel. Total biaya variabel meningkat dalam jumlah konstan untuk setiap satu unit peningkatan dalam aktivitas (biaya variabel mempunyai hubungan linier dengan suatu aktivitas). Artinya jika aktivitas naik maka biaya variabel akan ikut naik, begitupun sebaliknya jika aktivitas turun maka biaya variabel akan ikut turun. Jumlah biaya variabel per unit selalu sama atau tetap. Namun secara total biaya, biaya variabel akan berubah sesuai dengan jumlah aktivitas yang terjadi. Biaya variabel akan mempengaruhi besar kecilnya laba kontribusi perusahaan. b. Biaya tetap. Adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kapasitas tertentu dengan kisaran volume produksi yang berubah-ubah. Contoh dari biaya tetap adalah biaya sewa mesin. Karakteristik biaya tetap adalah sebagia berikut : Biaya tetap biasanya tidak dapat diidentifikasikan langsung dengan aktivitas yang menimbulkan biaya. Biaya tetap akan tetap ada walaupun suatu aktivitas tidak terjadi. Misalnya biaya sewa mesin akan tetap ada walaupun suatu aktivitas produksi dihentikan.
11
Total biaya tetap akan sama berapapun besarnya aktivitas yang terjadi (biaya tetap tidak mempunyai hubungan linier dengan aktivitas). Total biaya tetap akan sama (tetap) pada tingkatan aktivitas tertentu namun besarnya biaya tetap per unit akan berbeda-beda. Semakin besar aktivitas yang terjadi maka biaya tetap per unit yang dibebankan dalam tiap unit produk akan semakin kecil. Sebaliknya semakin kecil aktivitas maka biaya tetap per unit yang dibebankan dalam setiap unit produk akan semakin besar. Biaya tetap tidak akan mempengaruhi besarnya laba kontribusi yang akan diperoleh perusahaan. c. Biaya semi variabel. Adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume produksi, biaya semi variabel mengandung unsur biaya variabel dan biaya tetap. Pemisahaan biaya semi variabel menjadi biaya tetap dan biaya variabel akan menjadi penghambat bagi manajemen dalam menghitung penjualan pada titik impas. Untuk membantu hal tersebut, manajemen dapat memilih salah satu metode dalam pemisahaan biaya variabel menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Adapun metode-metode tersebut adalah sebagai berikut : Metode Tinggi Rendah (High-Low-Method). Metode ini menyeleksi terlebih dahulu dua titik yang digunakan untuk menghitung parameter F (biaya tetap) dan V (biaya variabel). Secara khusus, metode ini menggunakan titik tinggi dan titik rendah. Titik yang tinggi didefinisikan sebagai titik dengan tingkat aktivitas tinggi dan titik rendah didefinisikan sebagai titik dengan aktivitas rendah. Misalnya (X1,Y1) adalah titik rendah dan (X2,Y2) adalah titik tinggi. Persamaan untuk menentukan kemiringan dan perpotongan adalah sebagai berikut : V=
(Y2 - Y1) (X2 - X1)
F = Y2 – VX2
12
Dimana : Y2
= Biaya yang tertinggi
Y1
= Biaya yang terendah
X2
= Aktivitas tertinggi
X1
= Aktivitas terendah
V
= Biaya variabel
F
= Biaya tetap
Metode Visual Fit (Scatterplot). Penerapan dengan metode ini dengan cara memplot titik-titik data sehingga hubungan antara biaya persiapan dan aktivitas dapat terlihat. Dengan membuat Scattergraph kita dapat melihat asumsi hubungan linier biaya persiapan dengan jam periapan selain itu dapat milihat validasi hubungan linier yang diasumsikan. Scattergraph dapat membantu menyediakan pengetahuan tentang hubungan antara biaya dengan penggunaan aktivitas. Scattergraph memungkinkan seseorang untuk secara visual menempatkan garis pada Scattergraph, kita hanya perlu menghubungkan antara dua titik yang mempunyai hubungan linier dan membentuk garis linier kemudian apabila sudah menghubungkan kedua titik tersebut kita hanya perlu menghitung dengan rumus yang ada pada metode tinggi rendah. V=
(Y2 - Y1) (X2 - X1)
F = Y2 – VX2 Dimana : Y2
= Biaya yang tertinggi
Y1
= Biaya yang terendah
X2
= Aktivitas tertinggi
X1
= Aktivitas terendah
V
= Biaya variabel
F
= Biaya tetap
13
Metode Kuadran Terkecil (Least Square Method) Metode kuadran terkecil mengindikasikan garis yang terbaik. Digunakan teori statistik untuk mendapatkan rumusan yang menghasilkan garis terbaik. Rumus tersebut adalah : V=
F=
[∑ XY - ∑ X∑ Y / n ] [∑ X − (∑ X / n )] 2
2
∑ Y − V ∑ X n
n
Dimana : Y = Biaya X = Aktivitas
5. Jangka waktu manfaat. Atas dasar waktu manfaat, biaya dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu sebagai berikut : a) Pengeluaran modal ; adalah biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi (biasanya dalam satu tahun). Contohnya adalah pengeluaran untuk pembelian aktiva tetap, untuk promosi besar-besaran dan pengeluaran riset untuk pengembangan suatu produk. b) Pengeluaran pendapatan ; adalah biaya yang hanya mempunyai manfaat dalam periode akuntansi saja. Contohnya adalah biaya iklan, biaya telepon, biaya listrik, dan lain-lain.
2.2. VOLUME PENJUALAN 2.2.1. Pengertian Volume Penjualan Menurut pusat pembinaan dan pengembangan bahasa dalam buku kamus besar bahasa Indonesia (1999:1121) menerangkan tentang arti volume
“Volume adalah banyaknya, besarnya bobot” Sedangkan arti penjualan menurut Basu Swasta yang dikutip oleh Basri
Bisnis Pengantar (2005:130), penjualan adalah :
14
“Penjualan adalah llmu dan seni mempengaruhi pribadi yang dilakukan oleh penjual untuk mengajak orang lain agar bersedia membeli barang atau jasa yang ditawarkan”. Sedangkan arti dari volume penjualan menurut Aliminsyah, Padji dalam bukunya Kamus Istilah Akuntansi (2003:126) adalah : “Jumlah penjualan yang berhasil dicapai atau ingin dicapai oleh suatu perusahaan dalam suatu jangka waktu tertentu”. Setelah suatu produk diproduksi maka kegiatan selanjutnya yang dilakukan oleh manajemen adalah melakukan kegiatan penjualan. Sebelum melakukan kegiatan penjualan manager akan melakuan fungsinya sebagai manager, fungsi dari manajemen adalah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Apabila fungsi manajemen tersebut dilaksanakan dengan baik maka aktivitas penjualan perusahaan akan berjalan dengan.baik, sehinnga perusahaan dapat mencapai volume penjualan yang telah dianggarkan.
2.3. LABA. 2.3.1. Pengertian laba Menurut Aliminsyah, Padji dalam buku Kamus Istilah Akuntansi (2003:114) menerangkan bahwa Istilah laba dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu : “1. 2.
Laba operasi, adalah hasil netto dari transaksi-transaksi dalam suatu periode operasi (biasanya satu tahun). Margin kontribusi, adalah laba yang diperoleh atau diasumsikan akan dihasilkan”. Margin kontibusi merupakan jumlah yang tersisa dari penjualan dikurangi
dengan biaya variabel. Jumlah dari margin kontribusi akan digunakan untuk menutup biaya tetap. Selisih dari margin kontribusi dan biaya tetap akan menghasilkan laba untuk periode tertentu. Dengan kata lain bahwa margin kontribusi digunakan untuk menutup biaya tetap dan apabila masih ada sisa maka akan timbul laba, namun apabila tidak ada sisa (margin kontribusi tidak bisa menutup biaya tetap) maka perusahaan akan menderita kerugian. Semakin besar
15
Margin kontibusi yang dihasilkan oleh perusahaan, maka akan semakin besar kesempatan perusahaan dapat menutup biaya tetap dan dapat menghasilkan laba. Margin kontribusi
= Penjualan - Biaya variabel
Rasio Margin Kontribusi
=
Margin kontribusi Penjualan
2.3.2. Jenis Pelaporan Laba (Rugi). Dalam pelaporan laba (rugi) dikenal juga istilah full costing dan variable
costing. Pada laporan laba (rugi) full costing biaya di pisahkan (digolongkan) berdasarkan fungsinya. Sedangkan pada laporan laba (rugi) variable costing biaya digolongkan berdasarkan prilakunya. Berikut merupakan contoh struktur laporan laba (rugi) berdasarkan fungsi dan berdasarkan prilakunya :
1. Laporan laba (rugi) berdasarkan fungsinya (full costing method)
PT.X Laporan laba (rugi) Periode……. Penjualan (pendapatan)
xxxxx
Harga pokok penjualan
(xxxx)
Biaya-biaya : Biaya operasioanal
xxx
Biaya non operasional
xxx
Total biaya Laba (rugi)
(xxxx) xxxx
16
2. Laporan laba (rugi) berdasarkan prilakunya (variable costing) PT.X Laporan Laba(rugi) Periode….. Penjualan
xxxxx
Biaya variabel
(xxxx)
Margin kontribusi
xxxxx
Biaya tetap
(xxxx)
Laba bersih
xxxx
2.4. HUBUNGAN ANTARA BIAYA, VOLUME PENJUALAN, DAN LABA Berhasil atau tidaknya suatu perusahaan pada umumnya ditandai dengan kemampuan manajemen dalam melihat kemungkinan dan kesempatan di masa yang akan datang, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu, adalah tugas manajemen untuk merencanakan masa depan perusahaannya, agar sedapat mungkin semua kemungkinan dan kesempatan dimasa yang akan datang telah disadari dan telah direncanakan cara menghadapinya sejak sekarang. Perencanaan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu perusahaan karena akan mempengaruhi secara langsung terhadap kelancaran maupun keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu kalancaran maupun keberhasilan suatu perusahaan akan sangat tergantung pada kemampuan manajemen di dalam membuat rencana kegiatan dimasa yang akan datang. Dengan adanya perencanaan yang baik maka akan memudahkan tugas manajemen itu sendiri, karena semua kegiatan perusahaan dapat diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan dan perencanaaan itu sendiri dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan perusahaan, sehingga dengan perencanaan yang baik maka akan memungkinkan manajemen untuk bekerja lebih efektif dan efisien.
17
Kegiatan pokok manajemen dalam perencanaan perusahaan adalah memutuskan sekarang berbagai macam alternatif dalam perumusan kebijakan yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang. Ukuran yang seringkali dipakai untuk menilai berhasil atau tidaknya manajemen suatu perusahaan adalah laba yang diperoleh perusahaan. Untuk dapat mencapai laba yang besar (dalam perencanaan maupun realisasinya) manajemen dapat melakukan berbagai langkah, misalnya : 1. Menekan biaya produksi maupun biaya operasi serendah mungkin dengan mempertahankan tingkat harga jual dan volume penjualan yang ada. Penekanan biaya disini dilakukan untuk mencapai competitive advantage (cost leadership) yaitu menghasilkan produk dan jasa dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan pesaing. 2. Menentukan harga jual sedemikian rupa sesuai dengan laba yang dikehendaki. 3. Meningkatkan volume penjualan sebesar mungkin. Dengan cara memilih bauran pemasaran yang cocok. Laba terutama dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu : 1. Volume penjualan. 2. Harga jual produk. 3. Biaya. Jika dilihat hubungannya, biaya menentukan harga jual untuk mencapai tingkat laba yang dikehendaki, setelah harga jual ditetapkan maka pengaruh selanjutnya adalah pada volume penjualan. Harga
jual akan mempengaruhi
volume penjualan, sedangkan volume penjualan akan mempengaruhi besarnya laba yang akan diperoleh perusahaan. Besarnya laba yang akan diperoleh perusahaan dapat diramalkan dengan cara membuat anggaran. Dalam penyusunan anggaran, manajemen memerlukan informasi akuntansi untuk mempertimbangkan berbagai dampak terhadap laba akibat dipilihnya suatu alternative. Laba perusahaan jangka pendek dipengaruhi oleh pendapatan (hasil perkalian antara harga jual dengan volume penjualan). Dalam proses perencanaan laba jangka pendek, manajemen memerlukan
18
informasi untuk mempertimbangkan dampak perubahan volume penjualan, harga jual dan biaya terhadap laba perusahaan. Dampak dari perubahan volume penjualan, harga jual dan biaya terhadap laba perusahaan akan diketahui melalui anggaran yang telah dibuat oleh manajemen apabila anggaran yang dibuat disertai dengan teknik-teknik perencanaan atau analisa yang lain. Berikut merupakan analisis yang dapat membantu manajemen dalam mempertimbangkan berbagai usulan kegiatan dalam perencanaan laba jangka pendek.
ANALISIS BIAYA PRODUKSI, VOLUME PENJUALAN, DAN LABA PENJUALAN 2.5.1. Pengertian Analisis Biaya, Volume Penjualan, dan Laba Analisis biaya, volume dan laba dapat diartikan menjadi beberapa pengertian oleh para ahli. Diantaranya pengertian menurut : Menurut Caeter, Usry dalam bukunya Akuntansi Biaya (2005 :271) menjelaskan bahwa : “Analisis biaya, volume dan laba berkaitan dengan penentuan volume penjualan dan bauran produk yang diperlukan untuk mencapai tingkat laba yang diinginkan dan analisis ini merupakan alat yang menyediakan informasi bagi manajemen mengenai hubungan antara biaya, laba, bauran produk, dan volume penjualan”, Menurut Aliminsyah, Padji dalam Kamus Istilah Akuntansi (2003 : 49) menerangkan mengenai : “Analisis biaya, volume, dan laba secara integral berhubungan dengan break even analisys, penentuan tingkat optimal dan komposisi dari keluaran (out put) yang akan diproduksi dengan sumber-sumber yang tersedia. Analisis ini memfokuskan pada keputusan-keputusan menyangkut keluaran perusahaan dalam jangka pendek”. 2.5.2. Break Event Point (impas/Pulang Pokok) 2.5.2.1. Pengertian Break Event Point (impas/Pulang Pokok) Menurut Mulyadi dalam buku Akuntansi Biaya Konsep Manfaat dan rekayasa (2001:232) menerangkan mengenai break even :
19
“Break even (impas/pulang pokok) adalah suatu keadaan perusahaan yang tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi, suatu usaha dikatakan impas jika jumlah pendapatan (revenue) sama dengan jumlah biaya (cost), atau apabila laba kontribusi hanya dapat menutup biaya tetap saja”. “Break Event Point analysis adalah suatu cara yang digunakan untuk mengetahui volume penjualan minimum agar suatu usaha tidak menderita kerugian, tetapi juga belum memperoleh laba (dengan kata lain laba sama dengan nol)”. 2.5.2.2. Metode-metode Penentuan Break Even(titik impas). Adapun cara untuk mengetahui atau cara untuk menentukan volume penjualan pada titik impas adalah sebagai berikut : I. Pendekatan dengan teknik persamaan Y = cx – bx – a Dimana : Y
= Laba
c
= Harga jual per satuan
x
= Jumlah produk yang terjual
b
= Biaya variabel per satuan
a
= Biaya tetap suatu perusahaan akan mencapai impas jika jumlah pendapatan sama
dengan jumlah biaya (laba = nol, Y = nol) dinyatakan dalam persamaan menjadi Y = cx – bx – a 0 = cx – bx – a cx = bx + a Break even dalam satuan produk atau unit X=
a c−b
Impas dalam satuan rupiah, dapat dicari dengan cara mengalikan rumus impas tersebut diatas dengan c ( harga jual persatuan produk ) xc =
ac ac a = = (c - b ) / c c/c - b/c 1 - b/c
20
Untuk dapat menentukan tingkat break even, maka biaya yang tejadi harus dapat dipisahkan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap seperti yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan biaya yang jumlah totalnya tetap tidak berubah-ubah dalam satu volume kegiatan tertentu, tatapi untuk setiap satuan produk akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan produksi. Semakin besar hasil produksi, maka biaya tetap persatuan akan semakin kecil. Sebaliknya, semakin rendah hasil produksi maka biaya tetap per satuan akan akan semakin besar. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya akan naik turun sebanding dengan hasil produksi atau volume kegiatan , tetapi untuk setiap satuan produksi tetap. Semakin tinggi volume kegiatan yang dihasilkan semakin tinggi juga biaya variabel yang dikeluarkan. Begitupun sebaliknya, semakin rendah volume kegiatan yang dihasilkan maka semakin rendah juga biaya variabel yang dikeluarkan.. II. Dengan menggunakan bagan dan grafik. Dalam penentuan titik impas dapat pula dilakukan dengan grafik atau bagan. Dengan grafik break even, manajemen akan dapat mengetahui hubungan antara biaya, penjualan (volume penjualan) dan laba. Disamping itu dengan garfik break even, manajemen dapat mengetahui besarnya biaya yang tergolong biaya variabel dan biaya tetap, dan dengan membuat grafik break even pula manajemen akan dapat mengetahui kerugian dan tingkat-tingkat penjualan yang masih menimbulkan kerugian atau laba pada suatu tingkatan penjualan tertentu. Bagan atau grafik titik impas konvensional dibuat dengan uraian sebagai berikut : 1. Garis dasar horizontal, sumbu x, ditandai dalam interval untuk mewakili penjualan dalam rupiah atau unit, atau sebagai persentase dari volume tertentu. 2. Garis vertical, sumbu y, pada setiap sisi bagan disisi bagan. Di sisi kiri, garis tersebut ditandai dalam interval untuk mewakili penjualan dan biaya dalam rupiah.
21
3. Garis biaya tetap, digambarkan sejajar dengan sumbu x pada titik di sumbu y. 4. Garis total biaya digambar dari titik biaya tetap di sumbu y sebelah kiri ke titik biaya di sumbu y sebelah kanan. 5. Garis penjualan digambarkan dari titik 0 di sisi kiri dimana sumbu x dan sumbu y berpotongan ke titik di sumbu y sebelah kanan. 6. Garis total biaya memotong garis penjualan pada titik impas, mencerminkan volume penjualan baik dalam unit maupun dalam satuan rupiah. 7. Area segitiga disebelah kiri titik impas adalah area rugi, sedangkan area sebelah kanan titik impas adalah area laba. Contoh : Diketahui bahwa : Harga jual
= Rp 172,00
per unit
Biaya variabel = Rp 43,00 per uit Biaya Tetap Unit
= Rp 77.400 Biaya variabel 8.600
Biaya Tetap
Total Biaya
Laba (rugi)
200
Total Pendapatan 34.400
77.400
86.000
(51.600)
400
68.800
17.200
77.400
94.600
(25.800)
600
103.200
25.800
77.400
103.200
0
800
137.600
34.400
77.400
111.800
25.800
1000
172.000
43.000
77.400
120.400
51.600
Tabel 1. Perhitungan laba penjualan Keterangan 1. Total pendapatan = Unit produk x Harga jual per unit 2. Biaya variabel
= Unit produk x Biaya Variabel per unit
3. Total biaya
= Biaya variabel + Biaya tetap
4. Laba (rugi )
= Total penjualan –Total biaya
22
Total Penjualan Biaya 120
100
80
40
20
0 200
400
600
800
1000
Q
Gambar 1. Grafik BEP 2.5.2.3. Asumsi-asumsi Dalam Perhitungan Break Even. Ramalan impas hanya akan tepat apabila variabel-variabel yang dipakai untuk menghitung impas tidak ada yang berubah. Karena rumus perhitungan impas adalah : X=
a c-b
maka harus di sadari bahwa : 1. Suatu perubahan biaya variabel akan mengakibatkan perubahan pada
contribution margin ratio dan impas. 2. Suatu perubahan dalam harga jual akan mengakibatkan perubahan pada
contribution margin ratio dan impas. 3. Angka laba kontribusi hanya akan dipengaruhi oleh perubahan pada biaya variabel dan harga jual. 4. Suatu perubahan dalam biaya tetap akan mengakibatkan perubahan pada impas, tetapi tidak mempengaruhi laba kontribusi.
23
5. Suatu perubahan gabungan dalam biaya tetap dan biaya variabel pada arah yang sama akan menyebabkan perubahan yang tajam terhadap titik impas penjualan. Secara rinci, anggapan-anggapan (asumsi-asumsi) yang mendasari analisis impas adalah sebagai berikut : 1. Variabilitas biaya dianggap akan mendekati pola prilaku yang diramalkan. Biaya tetap akan selalu konstan dalam kisaran volume yang dipakai dalam perhitungan impas. 2. Harga jual produk dianggap tidak berubah-ubah pada berbagai tingkat kegiatan. Jika dalam usahanya perusahaan menaikan volume penjualan dan melakukan penurunan harga jual atau dengan memberikan potongan harga, maka hal ini mempengaruhi hubungan biaya – volume – laba. 3. Kapasitas produksi pabrik dianggap secara relatif konstan. Penambahan fasilitas produksi akan berakibat pada penambahab biaya tetap dan akan mempengaruhi hubungan biaya – volume – laba. 4. Harga faktor-faktor produksi dianggap tidak berubah. Jika harga bahan baku dan tarip upah menyimpang terlalu jauh dibanding dengan data yang dipakai
sebagai
dasar
perihitungan
impas,
maka hal
ini
akan
mempengaruhi hubungan biaya – volume – laba. 5. Efisiensi produksi dianggap tidak berubah. Apabila terjadi penghematan biaya karena adanya penggunaan bahan pengganti yang harganya lebih rendah atau perubahan metode produksi, maka hal ini akan mempengaruhi hubungan biaya – volume – laba. 6. Perhitungan jumlah persediaan awal dan akhir dianggap tidak signifikan. 7. Komposisi produk yang akan dijual dianggap tidak berubah. Jika perusahaan menjual labih dari satu macam produk, maka meskipun volume penjualan sama tetapi apabila komposisinya berbeda, maka hal ini akan mempunyai pengaruh terhadap pendapatan penjualan. Jika ternyata komposisi produk yang dijual sesungguhnya berubah, maka impas yang dihitung semua atas dasar penjualan yang pertama akan berbeda dengan
24
kenyataan, disebabkan adanya perbedaan komposisi produk yang dijual, yang berakibat terhadap contribution margin ratio. 8. Mungkin diantara anggapan-anggapan tersebut diatas, anggapan yang paling pokok adalah “bahwa volume merupakan satu-satunya yang mempenngaruhi biaya”. 9. Hasil dari perhitungan penjualan pada titik impas dapat diasumsikan bahwa semakin kecil penjualan pada titik impas, maka akan semakin baik. Karena dengan didapat penjualan pada titik impas yang kecil maka peusahaan dapat dengan mudah mencapai target penjualan (impas). Dan semakin kecil penjualan pada titik impas yang diperoleh maka semakin cepat juga perusahaan dapat memperoleh laba.
2.5.2.4. Kegunaan Break Even. Hasil analisis break even disamping memberikan gambaran mengenai hubungan antata biaya, volume dan laba juga akan dapat membentu atau memberikan informasi maupun pedoman kepada manajemen dalam memecahkan masalah-masalah lain
yang dihadapi.misalnya masalah menambah atau
penggantian fasilitas pabrik atau investasi dalam aktiva tetap lainnya. Pertanyaan yang akan timbul dari penambahan atau penggantian fasilitas tersebut adalah ‘apakah penambahan atau penggantian aktiva tetap ini memungkinkan ditinjau dari segi ekonomi ? ‘ atau ‘apakah dengan menambah atau mengganti aktiva tetap tersebut akan menguntungkan bagi perusahaan ?’. Dengan menggunakan analisis break even maka masalah ini akan terjawab dan untuk menjelaskan penggunaan metode analisis break even dalam menghadapi masalah ini. Langkah pertama untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan membandingkan tingkat break even sebelum adanya tambahan investasi baru dengan sesudah adanya tambahan investasi tersebut. Langkah kedua adalah menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai perusahaan untuk memperoleh keuntungan tertentu atau minimal sama dengan keadaan sekarang (biaya tetap akan ditambah dengan laba yang diinginkan oleh perusahaan). Atau dengan kata lain tingkat atau besarnya keuntungan sama
25
dengan keuntungan sebelum adanya penambahan atau penggantian aktiva tetap tersebut. Langkah ketiga adalah menentukan kemungkinan-kemungkinan yang dapat dicapai dalam dua keadaan tersebut, misalnya dengan adanya investasi baru ada kemungkinan perusahaan akan menaikan laba yang lebih besar dari sebelumnya dengan cara menaikan harga jual produk yang baru setelah investasi.
2.5.2.5. Keterbatan Break Even Mudah tidaknya perhitungan atau penentuan titik break even baik dengan rumus matematik maupun dengan grafik (bagan), tergantung pada konsep-konsep yang mendasari atau anggapan-anggapan yang digunakan dalam perhitungan tersebut. Anggapan merupakan suatu konsep dasar atau dasar pemikiran yang harus diterapkan walaupun anggapan-anggapan tersebut mungkin tidak sesuai dengan kenyataan. Dengan demikian, semakin banyak anggapan yang digunakan akan semakin banyak pula kelemahan yang terdapat pada analisis tersebut. Pada umumnya konsep dasar yang digunakan dalam analisis break even adalah sebagai berikut 1) Bahwa biaya harus dapat dipisahkan dan diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Pada praktiknya, untuk memisahkan biaya tetap dan biaya variabel dengan tepat bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah karena ada beberapa biaya yang sifatnya semi variabel yaitu biaya yang mempunyai sifat variabel dan sifat tetap. 2) Bahwa biaya tetap secara total akan selalu konstan sampai tingkat kapasitas penuh. Pada umumnya perusahaan yang dapat berproduksi dalam jumlah besar (tanpa melampaui kapasitas penuh) akan dapat bekarja dengan efisien dan akan dapat menekan biaya. Dengan demikian pada tingkatan tertentu akan mengalami perubahan, dengan adanya perubahan maka nilai break even akan ikut berubah. 3) Bahwa biaya variabel akan berubah secara proporsional dengan perubahan volume penjualan dan adanya sinkronisasi antara produksi dan penjualan.
26
Keadaan yang demikian dalam prakteknya jarang terjadi, misalnya biaya variabel yang berupa bahan baku, semakin besar volume produksi berarti pembelian bahan mentah dalam jumlah besar yang berarti akan diperoleh potongan-potongan. Hal ini akan mengakibatkan penetapan harga pokok bahan baku menjadi tidak akurat. Sehingga hasil dari perhitungan break even akan tidak akurat juga. 4) Harga jual per satuan barang tidak akan berubah berapapun jumlah satuan barang yang dijual atau tidak ada perubahan harga secara umum. Hal yang demikianpun akan sulit ditentukan dalam kenyataan. Perubahan harga jual akan mengakibatkan hasil perhitungan break even akan berubah. 5) Bahwa hanya ada satu macam barang yang diproduksi atau dijual atau lebih jika lebih dari satu macam maka kombinasi atau komposisi penjualannya akan tetap konstan. Kesulitan yang dihadapi adalah pada saat menetukan
jumlah
komposisi
produk
yang
mana
yang
akan
menguntungkan. Dengan mencari jumlah komposisi yang dianggap menguntungkan baru break even dapat dihitung.
2.5.2.6. Pengaruh Perubahan Beberapa Faktor Terhadap Titik Break Even dan Laba Salah satu aspek yang penting dalam analisis break even bahwa adanya beberapa faktor yang mempengaruhi perhitungan impas penjualan. adapun faktorfaktor tersebut menurut Munawir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan (2000:201) adalah sebagai berikut : “ 1. Harga jual per satuan. 2. Komposisi penjualan produk. 3. Biaya variabel per satuan. 4. Total biaya tetap “. Ad.1. Perubahan Harga jual. Kenaikan Harga jual Penurunan Harga Jual Persentase laba dan Margin of Safety Persentase laba dan Margin of Safety meningkat
menurun.
Penutupan biaya tetap lebih cepat.
Penutupan biaya tetap lebih lambat.
27
Daerah laba diatas titik impas lebih Daerah laba diatas titik impas lebih luas.
sempit.
Daerah rugi dibawah titik impas lebih Daerah rudi dibawah titik impas lebih sempit.
sempit.
Tabel 2. Perubahan Harga Jual Ad.2. Perubahan Komposisi Penjualan Produk. 1. Garis laba semua produksi dapat bergeser apabila : a. Perubahan komposisi lebih menguntungkan, laba lebih besar dibanding mula-mula, maka garis laba semua produk bergeser ke kiri. b. Perubahan komposisi lebih tidak menguntungkan, laba lebih kecil dibanding mula-mula, maka garis laba semua produk bergeser ke kanan. 2. Laba setiap jenis produk juga mengalami pergeseran sesuai dengan pergeseran laba total semua produk. 3. Break even mengalami pergeseran sesuai dengan pergeseran total semua produk. Ad.3. Perubahan Biaya Variabel Per Satuan. Kenaikan Biaya Variabel Penurunan Biaya Variabel Penutupan biaya tetap lebih lambat Penutupan biaya tetap lebih cepat karena laba kontribusi kecil.
karena laba kontribusi besar.
Break even tercapai pada volume Break even tercapai pada volume penjualan yang lebih besar.
penjualan yang lebih kecil.
Daerah laba pada grafik break even Daerah laba pada grafik break even lebih sempit, daerah rugi lebih luas.
lebih luas, daerah rugi lebih sempit.
Tabel 3. Perubahan Biaya Variabel Ad.4. Perubahan Biaya Tetap. Laba
Kenaikan Biaya Tetap Penurunan Biaya Tetap akan menurun, dengan Laba akan meningkat, dengan
persentase laba dan Margin of Safety persentase laba dan Margin of Safety Ratio menurun.
Ratio meningkat.
Break even akan lebih tinggi.
Break even akan lebih rendah.
Daerah laba pada grafik break even Daerah laba pada grafik break even
28
akan menjadi sempit, daerah rugi akan alkan menjadi luas, daerah rugi akan menjadi lebih luas.
menjadi lebih sempit.
Pada grafik break even garis biaya Pada grafik break even garis biaya tetap akan menyebabkan garis total tetap akan menyebabkan garis total biaya bergeser keatas (naik) dengan biaya
bergeser
kebawah
(turun)
kemiringan yang sama seperti sebelum dengan kemiringan yang sama seperti adanya peerubahan biaya tetap.
sebelum adanya peerubahan biaya tetap.
Tabel 4. Perubahan Biaya tetap
2.5.3. Margin Of Safety (Titik aman) Apabila hasil penjualan pada tingkat brek even dihubungkan
dengan
penjualan yang dianggarkan atau pada tingkat penjualan tetentu, maka akan diperoleh informasi tentang seberapa jauh volume penjualan boleh turun sehingga perusahaan tidak menderita kerugian. Hubungan atau selisih antara penjualan yang dianggarkan atau tingkat penjualan tertentu dengan penjualan pada titik impas merupakan tingkat keamanan (margin of safety) bagi perusahaan dalam melakukan penurunan penjualan. Informasi mengenai margin of safety (MoS) ini dapat dinyatakan dalam rasio (prosentase) antara penjualan menurut anggaran dengan penjualan pada titik impas, atau dalam prosentase dari selisih antara penjualan yang dianggarkan dan penjualan pada titik impas dengan penjualan yang dianggarkan itu sendiri, atau dengan rumus : MoS
= Total anggaran penjualan – Penjualan pada titik impas
% MoS =
MoS dalam satuan moneter x 100% Total anggaran penjualan
Suatu perusahaan yang mempunyai margin of safety yang besar adalah lebih baik bila dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai margin of
safety yang rendah, karena margi of safety menunjukan indikasi atau memberikan gambaran kepada manajemen berapakah penurunan
penjualan yang dapat
ditolerir sehingga perusahaan tidak menderita rugi tetapi belum memperoleh laba.
29
2.5.4. Degree Of Operating Leverage (DOL) Dalam bisnis, operating leverage dapat digunakan untuk beberapa tujuan. Operating leverage adalah ukuran sesitivitas laba bersih terhadap perentase perubahan penjualan. Operating leverage bertindak sebagai multiplier. Jika Operating leverage tinggi sedangkan
persentase kecil maka peningkatan
penjualan dapat mengahasilkan persentase yang lebih besar peningkatan laba. Tingkat Operating leverage pada tingkat penjualan tertentu dapat dihitung dengan cara sebagai berikut : DOL =
Margin Kontribusi Laba Bersih