Bab II Analytic Hierarchy Process
2.1.
Pengertian Analytic Hierarchy Process (AHP) Metode AHP merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang
menggunakan faktor-faktor logika, intuisi, pengalaman, pengetahuan, emosi, dan rasa untuk dioptimasi dalam suatu proses yang sistematis, serta mampu membandingkan secara berpasangan hal-hal yang tidak dapat diraba maupun yang dapat diraba, data kuantitatif maupun yang kualitatif. Metode AHP ini mulai dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika yang bekerja pada University of Pittsburgh di Amerika Serikat, pada awal tahun 1970-an. Pada perkembangannya, AHP dapat memecahkan masalah yang kompleks atau tidak berkerangka dengan aspek atau kriteria yang cukup banyak. Kompleksitas ini disebabkan oleh struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian persepsi pengambilan keputusan, serta ketidakpastian tersedianya atau bahkan tidak ada sama sekali data statistik yang akurat. Adakalanya timbul masalah keputusan yang dirasakan dan diamati perlu diambil secepatnya, tetapi variasinya rumit sehingga datanya tidak mungkin dapat dicatat secara numerik, hanya secara kualitatif saja yang dapat diukur, yaitu berdasarkan persepsi pengalaman dan intuisi, Namun, tidak menutup kemungkinan, bahwa modelmodel lainnya ikut dipertimbangkan pada saat proses pengambilan keputusan dengan pendekatan AHP, khususnya dalam memahami para pengambil keputusan individual pada saat proses penerapan pendekatan ini.
32
2.2.
Landasan Aksiomatik dan Metode Dasar AHP Analytic Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang
terdiri dari: 1. Reciprocal Comparison Matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A adalah k kali lebih penting daripada B maka B adalah 1/k kali lebih penting dari A. 2. Homogenity, Kesamaan dalam melakukan perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat. 3. Dependence Setiap jenjang (level) mempunyai kaitan (complete hierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (incomplete hierarchy). 4. Expectation Menonjolkan penilaian yang bersifat ekspektasi dan persepsi dari pengambil keputusan. Jadi yang diutamakan bukanlah rasionalitas, tetapi dapat juga yang bersifat irrasional. Selain hal tersebut AHP juga memiliki metode-metode dasar yakni ; 1. Dekomposisi (Decomposition) Pengertian decomposition adalah memecah atau membagi problema ke dalam bentuk hierarki proses pengambilan keputusan , di mana setiap unsur saling berhubungan. Struktur hierarki keputusan tersebut dapat dikategorikan sebagai complete dan incomplete. Suatu hierarki keputusan disebut complete jika semua unsur saling berhubungan, sementara itu hierarki keputusan yang incomplete mempunyai arti tidak semua unsur pada masing-masing jenjang. Pada umumnya problema nyata mempunyai karakteristik struktur yang incomplete. 33
2. Penilaian Komparasi (Comparative Judgement) Comparative judgement dilakukan dengan mengumpulkan data serta membuat pair-wise comparisons dari unsur-unsur pengambilan keputusan dengan menggunakan skala, dimulai dari sekala 1 yang menunjukkan tingkatan yang paling rendah (equal importance) sampai dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan yang paling tinggi (extreme importance). 3. Penentuan Prioritas (Syntesis of priority) Hal ini dilakukan dengan menggunakan eigenvector method untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur-unsur pengambilan keputusan. 4. Konsistensi Logis (Logycal consistency) Logical consistency merupakan karakteristik penting AHP. Hal ini dicapai dengan mengagregasikan seluruh eigenvector yang diperoleh dari berbagai tingkatan hierarki, sehingga diperoleh vector composite tertimbang yang menghasilkan urutan pengambilan keputusan dalam hal ini adalah pengambilan keputusan dalam penentuan nilai pembobotan (weigthing value). 2.3.
Penentuan Faktor pembobotan dengan AHP AHP merupakan sistem pembuat keputusan dengan menggunakan model
matematis. AHP membantu dalam menentukan prioritas dari beberapa kriteria dengan melakukan analisa perbandingan berpasangan dari masing-masing kriteria. Dalam sistem pengelolaan kinerja yang dimaksud dengan kriteria tersebut adalah Key Performance Indicator (KPI) Salah satu kesulitan pada awal implementasi sistem pengelolaan kinerja adalah menentukan bobot masing-masing KPI. Untuk melakukan pembobotan bisa dilakukan dengan dua cara yaitu dengan pembobotan secara langsung (direct weighting) atau menggunakan metode Analytic Hierarchy process (AHP).
34
2.3.1. Cara Menggunakan AHP Berikut ini adalah langkah-langkah yang digunakan dalam menentukan faktor pembobotan KPI dengan menggunakan AHP; 1. Penentuan Key Performance Indicator (KPI) Merupakan Indikator yang akan dijadikan sebagai penentu dalam penilaian kondisi sistem. 2. Penentuan Nilai Prioritas KPI Dibentuk sebuah matriks pairwise comparison.Angka di dalam baris ke-i dan kolom ke-j merupakan relative importance Ai dibandingkan dengan Aj. Digunakan skala 1– 9 yang diinterpretasikan sebagai berikut: a. aij = 1 jika kedua kriteria sama pentingnya b. aij = 2 jika Oi antara sama dan sedikit lebih penting dibandingkan Oj. c. aij = 3 jika Oi sedikit lebih penting dibandingkan Oj d. aij = 4 jika Oi antara sedikit lebih dan lebih penting dibandingkan Oj. e. aij = 5 jika Oi lebih penting dibandingkan dengan Oj f. aij = 6 jika Oi antara lebih dan sangat lebih penting dibandingkan Oj. g. aij = 7 jika Oi sangat lebih penting dibandingkan Oj h. aij = 8 jika Oi antara sangat lebih dan mutlak lebih penting dibandingkan Oj. i. aij = 9 jika Oi mutlak lebih penting dibandingkan Oj. j. aij = 1/3 jika Oj sedikit lebih penting dibandingkan Oi, dan seterusnya.
35
Selanjutnya akan didapat Tabel pairwise comparison Tabel 3.1 Tabel pairwise comparison untuk 5 buah KPI
KPI I KPI II KPI III KPI IV KPI V
KPI I a11 a21 a31 a41 a51
KPI II a12 a22 a32 a42 a52
KPI III a13 a23 a33 a43 a53
KPI IV a14 a24 a34 a44 a54
KPI V a15 a25 a35 a45 a55
Kemudian diperoleh matriks pairwise comparison sebagai berikut ; ⎛ a11 ⎜ ⎜ a 21 [A] = ⎜ a 31 ⎜ ⎜ a 41 ⎜a ⎝ 51
a12
a13
a14
a 22
a 23
a 24
a 32
a 33
a 34
a 42
a 43
a 44
a 52
a 53
a 54
a15 ⎞ ⎟ a 25 ⎟ a 35 ⎟ ⎟ a 45 ⎟ a 55 ⎟⎠
3. Menentukan faktor pembobotan dengan menentukan vektor eigen a. Menguadratkan Matriks pair wise comparison
⎛ a11 ⎜ ⎜ a21 ⎜ a31 ⎜ ⎜ a41 ⎜a ⎝ 51
a12
a13
a14
a22
a23
a24
a32
a33
a34
a42
a43
a44
a52
a53
a54
2
a15 ⎞ ⎛ b11 ⎟ ⎜ a25 ⎟ ⎜ b21 a35 ⎟ = ⎜ b31 ⎟ ⎜ a45 ⎟ ⎜ b41 a55 ⎟⎠ ⎜⎝ b51
b12
b13
b14
b22
b23
b24
b32
b33
b34
b42
b43
b44
b52
b53
b54
b15 ⎞ ⎟ b25 ⎟ b35 ⎟ ⎟ b45 ⎟ b55 ⎟⎠
b. Menjumlahkan setiap baris dari setiap matriks hasil penguadratan dengan cara (a) kemudian dinormalisasi, yaitu dengan cara membagi jumlah baris dengan total baris. Sehingga diperoleh vektor eigen awal.
36
Normalisasi Matriks [B]
+ b1 2 + b1 3 + b1 4 + b1 5 ⎞ ⎛ c 1 1 ⎟ ⎜ + b22 + b23 + b24 + b25 ⎟ ⎜ c 21 + b32 + b33 + b34 + b35 ⎟ = ⎜ c 31 ⎟ ⎜ + b42 + b43 + b44 + b45 ⎟ ⎜ c 41 + b 5 2 + b 5 3 + b 5 4 + b 5 5 ⎠⎟ ⎝⎜ c 5 1
⎛ b1 1 ⎜ ⎜ b21 ⎜ b31 ⎜ ⎜ b41 ⎜ ⎝ b51
⎞ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠
sum[C] = C11 + C21 + C31 + C41 + C51 Diperoleh vektor eigen (1)
⎛ c11 ⎞ ⎜ sum[C] ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ c21 ⎟ ⎜ sum[C]⎟ ⎜ c31 ⎟ ⎜ sum[C]⎟ ⎜ ⎟ ⎜ c41 ⎟ ⎜ sum[C]⎟ ⎜c ⎟ ⎜ 51 sum[C]⎟ ⎝ ⎠
[vektor eigen(1)] =
c. Selanjutnya dilakukan iterasi dengan menguadratkan kembali matriks [B], dan kemudian dilakukan normalisasi untuk menentukan vektor eigen (2). ⎛ b11 ⎜ ⎜ b21 ⎜ b31 ⎜ ⎜ b41 ⎜b ⎝ 51
b12
b13
b14
b22
b23
b24
b32
b33
b34
b42
b43
b44
b52
b53
b54
2
b15 ⎞ ⎛ d11 ⎟ ⎜ b25 ⎟ ⎜ d 21 b35 ⎟ = ⎜ d 31 ⎟ ⎜ b45 ⎟ ⎜ d 41 b55 ⎟⎠ ⎜⎝ d 51
37
d12
d13
d14
d 22
d 23
d 24
d 32
d 33
d 34
d 42
d 43
d 44
d 52
d 53
d 54
d15 ⎞ ⎟ d 25 ⎟ d 35 ⎟ ⎟ d 45 ⎟ d 55 ⎟⎠
Normalisasi Matriks [D]
⎛ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝
d 1 1 + d 1 2 + d 1 3 + d 1 4 + d 1 5 ⎞ ⎛ e1 1 ⎟ ⎜ d 21 + d 22 + d 23 + d 24 + d 25 ⎟ ⎜ e21 d 31 + d 32 + d 33 + d 34 + d 35 ⎟ = ⎜ e31 ⎟ ⎜ d 41 + d 42 + d 43 + d 44 + d 45 ⎟ ⎜ e41 d 5 1 + d 5 2 + d 5 3 + d 5 4 + d 5 5 ⎟⎠ ⎝⎜ e 5 1
⎞ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠
sum[E] = e11 + e21 + e31 + e41 + e51 Diperoleh vektor eigen(2) ;
⎛ e11 ⎞ ⎜ sum[ E] ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ e21 ⎟ ⎜ sum[E] ⎟ ⎜ e31 ⎟ [vektor eigen(2) = ⎜ sum[ E] ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ e41 ⎟ ⎜ sum[E] ⎟ ⎜e ⎟ ⎜ 51 sum[E] ⎟ ⎝ ⎠ Kemudian dibandingkan vektor eigen(1) dan vektor eigen(2) . Jika di antara keduanya, tidak ada perubahan nilai atau hanya sedikit mengalami perubahan maka nilai vektor eigen(1) sudah benar. Akan tetapi, jika sebaliknya, maka nilai vektor eigen(1) masih salah dan lakukan kembali cara (a) sampai dengan (c), hingga nilai vektor eigen(1) tidak berubah atau hanya sedikit berubah. d. Nilai vektor eigen yang didapat merupakan faktor pembobotan untuk masing-masing-masing KPI.
38
⎛ e11 ⎞ ⎜ sum [ E ] ⎟ ⎜ ⎟ ⎛ K P I I ⎞ ⎜ e 21 ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ sum [ E ] ⎟ K P I II ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ K P I III ⎟ = ⎜ e31 ⎟ sum E [ ] ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ K P I IV ⎟ ⎜ e 41 ⎟ ⎜ KPI V ⎟ sum [ E ] ⎟ ⎝ ⎠ ⎜ ⎜e ⎟ ⎜ 51 sum [ E ] ⎟ ⎝ ⎠
39
Gambar 3.1 Flowchart Metode Analytic Hierarchy Process
40
2.3.2. Perhitungan Rasio Konsistensi AHP mentoleransi adanya inkonsistensi dengan menyediakan ukuran inkonsistensi penilaian. Ukuran ini merupakan salah satu elemen penting dalam proses penentuan prioritas berdasarkan pairwise comparison. Semakin besar rasio konsistensi, semakin tidak konsisten Rasio konsistensi yang acceptable adalah kurang dari atau sama dengan sepuluh persen. Untuk mengetahui apakah hasil penilaian bersifat konsisten, maka beberapa langkah untuk menghitung rasio inkonsitensi untuk menguji konsistensi penilaian. 1. Menghitung Vektor Jumlah Tertimbang (weigthed sum vector) Merupakan Perkalian Antara Matriks pairwise comparison dengan vektor eigen.. Misalkan : Matriks [A] adalah Matriks pairwise comparison dan [V] adalah vektor eigen. Maka ;
⎛ a11 K a1n ⎞ ⎛ v11 ⎞ ⎛ vjt11 ⎞ ⎟ ⎜ ⎟⎜ ⎟ ⎜ Vektor Jumlah Tertimbang [VJT] = ⎜ M O M ⎟ . ⎜ M ⎟ = ⎜ M ⎟ ⎜ a L a ⎟ ⎜ v ⎟ ⎜ vjt ⎟ nn ⎠ ⎝ n1 ⎠ ⎝ n1 ⎝ n1 ⎠
(3.1)
2. Menghitung Vektor Konsistensi (VK) Dengan membagi masing-masing elemen [VJT] dengan masing-masing elemen vektor eigen r.
⎛ vjt11 ⎞ ⎜ v11 ⎟ ⎜ ⎟ [VK] = ⎜M ⎟ ⎜ vjtn1 ⎟ ⎜ vn1 ⎟⎠ ⎝
(3.2)
41
3. Menghitung λ dan Indeks Konsistensi λ merupakan nilai rata-rata Vektor Konsistensi.
λ=
vk11 + ... + vkn1 n
(3.3)
Dan untuk menghitung Indeks Konsistensi (IK) dengan ;
IK =
λ −n
(3.4)
n −1
4. Perhitungan Rasio Konsistensi Rasio Konsistensi merupakan Indeks Konsistensi merupakan indeks konsistensi (IK) dengan indeks random (IR). RK =
IK IR
(3.5)
Indeks Random (IR) merupakan fungsi langsung dari jumlah alternatif atau sistem yang sedang diperbandingkan. Indeks Random (IR) dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Indeks Random pada berbagai jumlah KPI
Jumlah KPI
Indeks Random(IR)
2 3 4 5 6 7 8
0 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41
42