BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usia prasekolah dianggap sebagai usia keemasan (the golden age) karena pada usia tersebut anak sedang mengalami perkembangan yang sangat besar baik secara fisik,maupun psikis (Depdiknas, 2007: 1). Pada usia 4-6 tahun merupakan periode sensitif atau masa peka dalam perkembangan aspek berpikir logis anak, yaitu suatu periode dimana suatu fungsi tertentu perlu distimulus, diarahkan sehingga tidak terhambat perkembangannya. Pemberian stimulus merupakan hal yang sangat membantu anak untuk berkembang. Anak yang terstimulus dengan baik dan sempurna maka tidak hanya satu perkembangan saja yang akan berkembang tapi bisa bermacam-macam aspek perkembangan yang berkembang dengan baik. Masa ini untuk melakukan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial, emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian dan lain-lain. Kualitas masa depan anak dapat dilihat dari perkembangan dan pertumbuhan anak yang optimal sehingga sejak dini deteksi, stimulasi, dan intervensi berbagai penyimpangan pertumbuhan atau perkembangan harus dilakukan. Setiap anak memiliki kemampuan dan kecerdasan motorik yang berbeda. Dokter dan orang tua sering mengabaikan perkembangan motorik sebagai faktor yang sangat berpengaruh di masa depan. Dengan kecerdasan motorik yang baik, kualitas hidup seseorang di masa depan dapat ditingkatkan.
Berdasarkan hasil Survey Bavarian Pre-School Morbidity Survey (BPMS) pada anak prasekolah dari tahun 1997-2009 terjadi peningkatan keterlambatan motorik halus yang signifikan dari 4,07% menjadi 22,05% antara tahun 1997-2009 (Caniato, 2011). Penelitian yang dilakukan di Ekuador tahun 2003-2004, tercatat 28,1% anak mengalami keterlambatan motorik halus pada anak usia 48-61 bulan (Handal, 2007), sedangkan dari jurnal penelitian Indonesia yang diambil dari dua rumah sakit di Jakarta tercatat 11,3% anak mengalami keterlambatan motorik halus (Wisyastuti, 2005). Menurut Pusponegoro (2006), setiap dua dari 1.000 bayi mengalami
gangguan
perkembangan
motorik,
karenanya
perlu
kecepatan
menegakkan diagnosis dan melakukan terapi untuk proses penyembuhannya. Menurut hasil penelitian Ariyana (2008), mengenai perkembangan motorik halus anak usia 4-5 tahun, didapatkan perkembangan motorik halus anak yang normal 75,4% dan perkembangan motorik halus anak yang abnormal 24,6%. Perkembangan anak yang abnormal karena disebabkan oleh faktor lingkungan pengasuhan, status gizi, status kesehatan, stimulasi, dan budaya (Hidayat, 2008). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Oktober di TK Tunas Mekar Sari Denpasar dan TK Bhuwana Kumara Denpasar, ditemui beberapa masalah yang terkait dengan kegiatan belajar mengajar, terutama pada siswa di kelompok A. Jumlah siswa kelompok A di TK Tunas Mekar Sari Denpasar adalah 30 siswa. Dari 30 siswa, sebanyak 18 siswa (60%) mempunyai keterlambatan perkembangan motorik halus. Sedangkan di TK Bhuwana Kumara Denpasar, jumlah siswa kelompok A adalah 18 siswa. Dari 18 siswa, sebanyak delapan siswa (44%) masih mengalami keterlambatan perkembangan motorik halus.
Terlambatnya perkembangan motorik halus anak di kedua sekolah ini terlihat dari kegiatan pramenulis seperti cara memegang pensil yang belum benar, mengalami kesulitan dalam membuat bentuk-bentuk tulisan, menjiplak/membuat garis yang belum rapi, serta mewarnai gambar yang masih terlihat corat-coret serta kegiatan lainnya yang harus selalu dibantu oleh guru. Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada wali kelas A di TK Tunas Mekar Sari Denpasar, didapatkan penjelasan bahwa metode pembelajaran di sekolah ini terkait dengan pelatihan perkembangan motorik halus dilakukan satu kali setiap minggunya. Mulai dari kegiatan melipat, menganyam, mewarnai, membentuk dengan plastisin, menggunting, dan bermain balok. Untuk penilaian motorik halus di TK Tunas Mekar Sari Denpasar, sekolah ini mempunyai cara penilaian sendiri untuk siswanya. Penilaian perkembangan motorik halus anak dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu belum berkembang (BB), masih berkembang (MB), berkembang sesuai harapan (BSH), dan berkembang sangat baik (BSB). Dari buku penilaian perkembangan motorik halus siswa kelompok A, rata-rata motorik anak masih dalam tahap berkembang (MB) sehingga masih perlu pelatihan/diberikan stimulus. Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada wali kelas kelompok A di TK Bhuwana Kumara Denpasar, wali kelas mengatakan bahwa anak kelompok A jarang diberikan kegiatan untuk melatih motorik halusnya (satu kali dalam seminggu). Mereka lebih banyak diberikan latihan menebalkan huruf atau mewarnai gambar
yang
ada
pada
majalah
sekolah.
Anak
yang
belum
bisa
memegang/menggerakkan pensil dengan benar akan mengalami kesulitan dalam
mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru sehingga anak akan menjadi mudah bosan dan sulit untuk berkonsentrasi (sulit fokus dalam kegiatan belajar). Mengingat kondisi dan hambatan tersebut, perlu dilakukan pengembangan terhadap kemampuan gerak motorik halus anak agar memiliki kemampuan motorik halus yang lebih baik. Melipat kertas (origami) digunakan untuk melatih motorik halus anak karena kegiatan dalam melipat kertas menuntut gerakan otot-otot jari, pergelangan tangan yang membutuhkan koordinasi mata dan tangan, kecepatan, ketepatan telapak dan jari serta membantu koordinasi mata dan tangan (Yani Mulyani dan Juliska Gracinia 2007:10). Hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Ragil Puspa Rini (2013) mengenai Pengaruh Metode Pemberian Tugas Origami terhadap Kemampuan Motorik Halus Anak Kelompok B di RA Islam Ananda Surabaya, yang disimpulkan bahwa ada pengaruh metode pemberian tugas origami terhadap kemampuan motorik halus anak kelompok B sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Finger painting adalah suatu istilah melukis dengan jari. Finger painting adalah teknik melukis dengan menggoreskan cat berwarna secara langsung dengan jari atau telapak
tangan
secara
bebas
diatas
kertas
gambar
yang
dapat
melatih
mengembangkan imajinasi, koordinasi motorik halus, sehingga dapat meningkatkan kesiapan menulis anak. Hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Freni Andrimeda (2012) mengenai Pengaruh Kegiatan Seni Finger Painting terhadap Perkembangan Keterampilan Motorik Halus Anak Kelompok B di TK Pembangunan Dsn.Lawan Ds.Kedungwangi Kec.Sambeng Kab.Lamongan, yang disimpulkan bahwa kegiatan seni finger painting memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keterampilan motorik halus.
Pengembangan kemampuan motorik halus dapat diawali dengan latihan yang paling sederhana, salah satunya dapat melalui permainan yang memfungsikan tangan dengan mengkoordinasikan gerakan otot-otot halus dan mata. Antara permainan origami dan seni finger painting sama-sama dapat mengembangkan kemampuan motorik halus karena kegiatan ini membutuhkan koordinasi antara mata dengan tangan dengan cermat untuk menghasilkan sebuah karya. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan antara bermain origami dengan finger painting terhadap perkembangan motorik halus anak prasekolah di TK Tunas Mekar Sari Denpasar dan TK Bhuwana Kumara Denpasar.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan permasalahan penelitian tersebut adalah “Adakah perbandingan antara bermain origami dengan finger painting terhadap perkembangan motorik halus anak prasekolah di TK Tunas Mekar Sari Denpasar dan TK Bhuwana Kumara Denpasar?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui adanya perbandingan bermain origami dengan finger painting terhadap perkembangan motorik halus anak prasekolah di TK Tunas Mekar Sari Denpasar dan TK Bhuwana Kumara Denpasar.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi tingkat perkembangan motorik halus anak prasekolah sebelum dan sesudah diberikan bermain origami. 2. Mengidentifikasi tingkat perkembangan motorik halus anak prasekolah sebelum dan sesudah diberikan bermain finger painting. 3. Menganalisa perbandingan antara bermain origami dengan finger painting terhadap perkembangan motorik halus anak prasekolah.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis Dapat digunakan untuk pengembangan daya cipta dan keterampilan anak.
1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi guru Dapat digunakan sebagai upaya peningkatan dan memilih media yang digunakan untuk membantu anak dalam pengembangan kreativitas dan meningkatkan motorik halus. 2
Bagi orang tua Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan peranannya dalam memberikan dan menyediakan media agar kreativitas dan motorik halus anak berkembang secara optimal.
3
Bagi sekolah Dapat digunakan sebagai bahan alternatif pembelajaran yang dapat digunakan sekolah untuk meningkatkan kemampuan motorik halus anak.
4
Bagi siswa Dapat meningkatkan motorik halus anak dan dapat meningkatkan minat belajar anak.