BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat dalam kehidupan sehari-hari. Di satu sisi ada masyarakat yang kelebihan dana, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk mengusahakannya, dan di sisi lain ada kelompok masyarakat lain yang memiliki kemampuan berusaha namun terhambat pada kendala oleh karena hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki dana sama sekali. Untuk mempertemukan keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditor yang akan menyediakan dana bagi debitor. Dari sinilah timbul perjanjian utang-piutang atau pemberian kredit.1 Istilah kredit di lingkungan masyarakat umum sudah tidak asing lagi dan bahkan dapat dikatakan populer dan merakyat, sehingga dalam bahasa sehari-hari sudah dicampurbaurkan dengan istilah utang. 2 Lebih lanjut bila ditinjau dari sudut perkembangan perekonomian nasional dan internasional akan dapat diketahui betapa besar peranan yang terkait dengan kegiatan pinjam-meminjam uang pada saat ini. Berbagai lembaga keuangan, terutama bank konvensional yang merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan (fungsinya sebagai funding) dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit (fungsinya sebagai lending) dan/atau dalam bentuk-bentuk
1
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusa, (Jakarta : Rajawali Pers, 2000),
hlm. 1. 2
Rahcmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta : Gramedia, 2001), hlm. 236.
Universitas Sumatera Utara
lainnya3,
telah
membantu
pemenuhan
kebutuhan
dana
bagi
kegiatan
perekonomian dengan memberikan pinjaman uang antara lain dalam bentuk kredit perbankan4 kepada masyarakat, khususnya para pelaku usaha, dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Kredit perbankan merupakan salah satu usaha bank konvensional yang telah banyak dimanfaatkan oleh anggota masyarakat yang memerlukan dana. 5 Kredit dari sisi bank merupakan sumber pendapatan yang memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan bank itu sendiri. 6 Sedangkan bagi masyarakat atau nasabahnya kredit dapat membantu dalam permodalan usaha guna peningkatan pendapatannya. Menurut penelitian dari berbagai sumber, sedikitnya ada lima hal yang dapat mendorong calon nasabah untuk mengajukan kredit7. Pertama, Income Smooting yang mana hal ini biasa terjadi karena adanya gap antara pendapatan dan pengeluaran. Biasanya terjadi pada mereka yang mendapatkan penghasilan pada masa tertentu (tidak rutin) padahal kebutuhan akan uang tetap berjalan dari waktu ke waktu. Dengan alasan inilah mereka mengajukan kredit kepada bank. Kedua, Cash Flow Injection yaitu kebutuhan akan dana dalam jangka waktu pendek yang biasa terjadi karena adanya peluang usaha atau bisnis lain di luar usaha atau bisnis yang saat ini tengah dijalani, sehingga diperlukan modal tambahan atau dana segar secara cepat dalam waku yang singkat. Kredit yang
3
Try Widiyono, Agunan Kredit dalam Financial Engineering, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2009), hlm. 1. 4 M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2012), hlm.1-2. 5 Ibid. hlm. 2. 6 Suharno, Analisa Kredit, (Jakarta : Djambatan, 2003), hlm. 2. 7 Mira Retno S, Alasan Mengambil Kredit/Pinjaman, lihat : http://ekeuangan.blogspot.com/2008/07/alasan-mengambil-kredit-pinjaman.html, (diakses pada tanggal 13 Maret 2014).
Universitas Sumatera Utara
digunakan untuk keperluan ini biasanya hanya digunakan dalam waktu singkat sesuai dengan keperluan saat itu. Ketiga, Emergency Relief atau biasa disebut dengan cadangan keungan, yaitu untuk mengatasi kebutuhan mendadak akibat event risk (musibah keluarga, sakit, bencana alam, PHK, mencukupi biaya pendidikan jangka pendek dan lainnya). Kasus kredit dengan dasar ini menjadi penting mengingat masyarakat miskin umumnya tidak memiliki tabungan yang memadai atau asuransi. Keempat, Asset Building yaitu menyiapkan dana untuk kebutuhan jangka panjang (asset building). Tujuan kredit ini biasanya digunakan untuk membeli aktiva tetap (peralatan rumah tangga, kendaraan, hewan ternak, properti dan lainnya) yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Pada saatnya nanti, aset-aset tersebut dapat dikonversikan kembali menjadi uang. Kelima, Saving Down yaitu mengkonversi pinjaman (lump sum of money) menjadi tabungan sebagai dana cadangan. Tujuannya untuk dapat digunakan sewaktu-waktu bagi berbagai macam keperluan. Orang yang memerlukan kredit dengan tujuan ini biasanya pada waktu itu belum membutuhkan uang namun bunga kredit saat itu sangat murah dan ada kemungkinan bunga kredit di masa mendatang (masa dimana uang diperlukan) bunga kredit menjadi lebih tinggi. Begitu juga halnya suatu perusahaan yang berbadan hukum. Sebagai subjek hukum, dirinya juga dapat memperoleh fasilitas kredit. Pada umumnya, alasan suatu perusahaan memanfaat fasilitas perbankan ini adalah karena perusahaan tersebut membutuhkan modal, baik untuk pembiayaan modal tetap, yaitu peralatan produksi, gedung, dan mesin-mesin, atau untuk membiayai rehabilitasi dan ekspansi, meningkatkan produksi dalam operasionalnya seperti untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya
Universitas Sumatera Utara
yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan, dan lain sebagainya. Untuk hal tersebut lah perusahaan mengambil kredit ke bank. Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan untuk itu melalui perjanjian kredit antara pemberi kredit (kreditor) di satu pihak dan penerima kredit (debitor) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut disepakati, maka lahirlah kewajiban pada diri kreditor, yaitu menyerahkan uang yang diperjanjikan kepada debitor, dengan hak untuk menerima kembali uang itu dari debitor pada waktunya, disertai dengan bunga yang disepakati oleh para pihak pada saat perjanjian kredit tersebut disetujui oleh para pihak. Dalam hal ini, hak dan kewajiban debitor adalah bertimbal balik dengan hak dan kewajiban kreditor. Selama proses itu tidak menghadapi masalah dalam arti kedua pihak melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan maka persoalan tidak akan muncul. Biasanya persoalan baru timbul jika debitor lalai mengembalikan uang pinjaman pada saat yang telah ditentukan. 8 Hal ini lah yang dikatakan sebagai risiko kredit. Risiko kredit merupakan risiko akibat ketidakmampuan nasabah atau debitor mengembalikan kredit yang diterimanya dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan atau dijadwalkan. 9 Untuk menghadapi risiko kredit tersebut, bank dalam menjalankan fungsinya harus menggunakan prinsip kehati-hatian dan harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor untuk melunasi kredit tepat pada waktunya
8
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.cit., hlm. 1-2. Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 267. 9
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan yang diperjanjikan.10 Jadi dengan kata lain terdapat unsur yang esensial dari kredit bank, yaitu adanya kepercayaan dari bank sebagai kreditor terhadap nasabah peminjam sebagai debitor. Prinsip kepercayaan ini disebut juga fiduciary relationship. Prinsip tersebut diperlukan dalam hubungan timbal-balik antara kreditor dan debitor.11 Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah atau debitor.12 Selain adanya unsur kepercayaan dari bank, pemberian fasilitas kredit oleh bank idealnya juga mendasarkan pada faktor financial, yang tercakup pada tiga pilar, yaitu prospek usaha, kinerja, dan kemampuan calon debitor. Namun demikian, dengan memperhatikan adanya prudential banking principles, maka faktor financial saja belum cukup untuk memberikan keyakinan bahwa fasilitas kredit tersebut akan kembali dengan aman dan menguntungkan. Pada umumnya pihak pemberi kredit mensyaratkan adanya agunan (jaminan kredit) sebelum memberikan kredit kepada pihak peminjam. 13 Sekalipun pada dasarnya agunan (jaminan kredit) merupakan second way out, tetapi arah perkembangan kredit perbankan akhir-akhir ini diluar kredit konsumtif telah mengarah pada faktor agunan (jaminan kredit) sebagai variable dominan yang dapat memberikan keyakinan pada bank. Kewajiban untuk menyerahkan agunan (jaminan kredit)
10
Hesty Irwan, Penelitian tentang Aspek Hukum Restrukturisasi Kredit dalam Rangka Menggerakkan Sektor Riil, (Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, 2001), hlm. 63. 11 Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2006), hlm. 13. 12 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta : Prenada Media Group, 2008), hlm. 73. 13 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
oleh pihak peminjam dalam rangka pemberian kredit sangat terkait dengan kesepakatan diantara pihak-pihak yang melakukan kredit tersebut. Jaminan dalam perkreditan mempunyai makna yang sangat penting, karena jaminan merupakan benteng terakhir bila debitor wanprestasi atau mengalami kegagalan dalam menyelesaikan kewajibannya kepada pihak bank. 14 Dengan kata lain bahwa jaminan juga merupakan semacam pelindung kerugian.15 Bila kredit yang diterima pihak peminjam tidak dilunasinya sehingga disimpulkan sebagai kredit macet, jaminan kredit yang diterima bank akan dicairkan untuk pelunasan kredit macet tersebut. Dengan demikian, jaminan kredit mempunyai peranan penting bagi pengamanan pengembalian dana bank yang disalurkannya kepada pihak peminjam melalui pemberian kredit.16 Fungsi lain jaminan kredit dalam rangka pemberian kredit berkaitan dengan kesungguhan pihak peminjam untuk memenuhi kewajibannya untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan dan menggunakan dana yang dimilikinya secara baik dan berhati-hati. Kedua hal tersebut diharapkan akan mendorong pihak peminjam untuk melunasi kreditnya sehingga akan dapat mencegah terjadinya pencairan jaminan kredit yang mungkin saja tidak diinginkannya karena mempunyai nilai (harga) yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kredit pihak peminjam kepada bank.17 Disamping adanya ketentuan umum tentang kredit, masing-masing bank mempunyai aturan internal sendiri mengenai syarat-syarat pemberian kredit sebagai pedoman, yang dimaksudkan sebagai tindakan pengamanan bank. Salah 14
Suharno, Op.cit., hlm. 40. Jopie Jusuf, Kiat Jitu Memperoleh Kredit Bank, (Jakarta : Elex Media Komputerindo, 2003), hlm. 95. 16 M. Bahsan, Op.cit., hlm. 4. 17 Ibid, hlm. 5. 15
Universitas Sumatera Utara
satu bentuk tindakan pengamanan tersebut yaitu dengan melakukan pengikatan perjanjian kredit dan meminta jaminan dari debitor tersebut. Tujuan jaminan adalah untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank. 18 Namun bank tidak wajib meminta jaminan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan proyek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan jaminan tambahan, apabila penilaian oleh bank terhadap kesangggupan debitor untuk melunasi kreditnya berdasarkan watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha debitor dianggap sudah cukup.19 Jaminan kredit dapat berupa barang (benda) sehingga merupakan jaminan kebendaan dan/atau berupa janji penanggungan utang sehingga merupakan jaminan perseorangan. 20 Jaminan kebendaan merupakan jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, yang mempunyai ciri-ciri adanya hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun dan selalu mengikuti bendanya serta dapat dialihkan. 21 Ada juga yang mengartikan bahwasanya jaminan kebendaan adalah penyerahan hak oleh debitor atau pihak ketiga atas barang-barang miliknya kepada bank guna dijadikan agunan atas kredit yang diperoleh debitor dimana bank dengan melakukan pengikatan agunan tersebut mempunyai hak yang didahulukan dari kreditor lain untuk mengambil pelunasan terhadap hasil penjualan agunan tersebut.22 Jaminan kebendaan dapat diikat dengan lembaga hak tanggungan, gadai, fidusia, dan cessie.
18
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 21. 19 J. Satrio, Parate Eksekusi Sebagai Sarana Mengatasi Kredit Macet, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. 5. 20 M. Bahsan, Op.cit., hlm. 2. 21 Salim HS, Op.cit., hlm. 24. 22 Try Widiyono, Op.cit., hlm. 12.
Universitas Sumatera Utara
Jaminan perseorangan merupakan jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, yang hanya dapat dipertahankan terhadap debitor tertentu.23 Dalam pengertian lain dikatakan bahwa jaminan perseorangan adalah suatu perjanjian antara kreditor dengan seorang pihak ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berutang atau debitor. Jaminan perseorangan merupakan jaminan yang pelaksanaannya didasarkan atas faktor psikologis dan bonafiditas yaitu persoonlijke borg atau jaminan orang lain. Sifat jaminan ini mempunyai latar belakang kepercayaan dan bonafiditas, baik dari peminjam ataupun pihak penjamin sendiri. 24 Perjanjian ini bahkan dapat diadakan diluar atau tanpa pengetahuan pihak peminjam tersebut.25 Pihak ketiga yang melakukan penanggungan utang atau penjamin dapat dilakukan oleh orangperorangan yang pengikatan jaminannya dalam bentuk personal guarantee atau dilakukan oleh badan hukum yang pengikatannya dalam bentuk corporate guarantee atau yang dilakukan oleh pihak bank yang pengikatannya dalam bentuk bank guarantee. Jaminan kredit diatas dikatakan juga sebagai jaminan kredit khusus. Jaminan yang bersifat khusus adalah jaminan yang diberikan debitor kepada kreditor, yang hak-hak tagihannya mempunyai hak mendahului sehingga berkedudukan sebagai kreditor privilege (hak preverent).26 Oleh karena adanya jaminan yang bersifat khusus berarti terdapat juga jaminan yang bersifat umum. Jaminan yang bersifat umum yaitu jaminan yang diberikan oleh debitor kepada
23
Salim HS, Loc.Cit. R. Tjiptoadinugroho, Perbankan Masalah Perkreditan (Penghayatan, Analisis dan Penuntutan), (Jakarta : Pradaya Paramita, 1971), hlm. 66. 25 Hermansyah, Op.cit., hlm. 74. 26 H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2005), hlm. 208. 24
Universitas Sumatera Utara
setiap kreditor, hak-hak tagihan mana tidak mempunyai hak saling mendahului (konkuren) antara kreditor yang satu dan kreditor lainnya. 27 Jaminan secara umum terdapat dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa segala kebendaan seorang baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Jaminan secara umum sering dirasakan kurang cukup dan kurang aman, karena selain bahwa kekayaan debitor pada suatu waktu bisa habis, juga jaminan secara umum itu berlaku untuk semua kreditor, sehingga kalau ada banyak debitor ada kemungkinan beberapa orang dari mereka tidak lagi mendapat bagian. Oleh karena itu debitor sering diminta memberikan jaminan khusus.28 Jaminan khusus biasanya dimintakan pada jumlah kredit yang terbilang besar. Salah satu kredit yang memiliki jumlah kredit yang besar yaitu kredit investasi. Bagi bank, hadirnya jaminan khusus dapat memberi keyakinan pada bank terhadap kredit yang diberikan kepada debitor akan dapat dikembalikan. Apabila kredit tidak dapat dikembalikan yang menyebabkan timbulnya kredit macet, maka bank telah memiliki sumber pelunasan yang berasal dari jaminan yang diberikan termasuk meminta penjamin untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu jaminan memberikan hak kepada kreditor untuk mengambil pelunasan dari hasil penjualan kekayaan yang dijaminkan.29 Terkait dengan jaminan khusus tersebut, khususnya dalam perjanjian penanggungan oleh pihak ketiga, pihak ketiga yang menjamin pelunasan kredit
27
Ibid, hlm. 207. R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995), hlm. 163-164. 29 Indrawati Soewarso, Aspek Hukum Jaminan Kredit, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 2002), hlm. 8. 28
Universitas Sumatera Utara
tersebut sesungguhnya dalam hukum tidak berbeda dari debitor dengan jaminan seumumnya (Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Hanya saja karena secara ekonomis posisi pihak ketiga tersebut berada pada strata di atas debitor, maka pihak ketiga tersebut dianggap akan dapat memberikan pelunasan atas kewajiban debitor. Jika ternyata kemudian terbukti harta kekayaan dari pihak ketiga tersebut tidak mencukupi untuk melunasi seluruh kewajiban penanggungan tersebut, baik atas kewajiban yang timbul sehubungan dengan hubungan hukum kredit antara penjamin tersebut dengan kreditornya sendiri, maupun yang lahir karena sifat penanggungan utang, maka tentunya kreditor atas debitor yang ditanggung kreditnya tersebut juga hanya akan dapat memperoleh perlunasan secara prorate atas seluruh harta kekayaan penjamin tersebut, bersama-sama dengan para kreditor penjamin tersebut.30 Ketentuan yang mengatur masalah penjamin utang diatur dalam Bab Ketujuh Belas mulai dari Pasal 1820-1850 KUHPerdata.31 Penjamin baru menjadi debitor atau mempunyai kewajiban untuk membayar setelah debitor utama, yang utangnya ditanggung, cidera janji atau wanprestasi, dimana harta benda milik debitor utama telah disita dan dilelang terlebih dahulu dan apabila hasilnya tidak cukup untuk melunasi kewajibannya, atau apabila debitor utama tidak mempunyai harta apapun maka kreditor dapat menuntut penjamin. 32 Terkait dengan jaminan perseorangan tersebut, tentu tidak dapat kita mungkiri terdapatnya suatu badan hukum yang menjadi penjamin dalam kredit yang disebut sebagai corporate guarantee. Badan hukum tersebut berupa induk
30
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.cit., hlm. 3. Sunarmi, Hukum Kepailitan, (Medan : USU Press, 2009), hlm. 176. 32 Rudhy A. Lontoh, Denny Kailiman, Benny Ponto, Penyelesaian Utang-Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung : Alumni, 2001), hlm. 411. 31
Universitas Sumatera Utara
perusahaan, yang mana induk perusahaan tersebut bertindak sebagai corporate guarantee terhadap kredit anak perusahaannya yang mungkin saja pada saat itu anak perusahaan tersebut baru berdiri, tidak memiliki banyak aset yang berguna untuk menjadi jaminan kreditnya, atau lain sebagainya, sementara anak perusahaannya tersebut membutuhkan modal yang besar, baik untuk pembiayaan modal tetapnya misalnya peralatan produksi, gedung, dan mesin-mesin, atau untuk membiayai rehabilitasi dan ekspansi, maupun kebutuhan lainnya. Berdasarkan peristiwa hukum tersebut, tentunya akan menimbulkan akibat hukum tersendiri, sebab kita mengetahui bahwasanya antara induk dan anak perusahaan tersebut mempunyai hubungan hukum diantara keduanya yaitu sebagai pemegang saham mayoritas, sehingga didalam perusahaan grup mereka dianggap suatu kesatuan ekonomi, dan juga secara yuridis keduanya merupakan suatu badan hukum yang mandiri. Bertitik tolak dari hal tersebut, maka perlu halnya dikaji bagaimana pengaturan jaminan kredit di Indonesia, bagaimana hubungan hukum antara induk perusahaan dan anak perusahaan dalam hal penjaminan di Indonesia, dan bagaimana pertanggungjawaban perusahaan induk yang bertindak sebagai corporate guarantee terhadap kredit anak perusahaannya. Dengan demikian dalam skripsi ini akan dibahas permasalahan tersebut diatas secara mendalam dengan judul “Pertanggungjawaban Perusahaan Induk sebagai Corporate Guarantee Terhadap Anak Perusahaan Terkait Adanya Pemberian Fasilitas Kredit Investasi oleh Perbankan”.
Universitas Sumatera Utara
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah disampaikan dalam latar belakang diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana pengaturan jaminan kredit perbankan di Indonesia ?
2.
Bagaimana hubungan hukum antara induk perusahaan dan anak perusahaan dalam hal penjaminan di Indonesia ?
3.
Bagaimana pertanggungjawaban perusahaan induk sebagai corporate guarantee terhadap anak perusahaan terkait adanya pemberian fasilitas kredit investasi oleh perbankan ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1.
Untuk mengetahui pengaturan jaminan kredit perbankan di Indonesia;
2.
Untuk mengetahui hubungan hukum antara induk perusahaan dan anak perusahaan dalam hal penjaminan di Indonesia;
3.
Untuk mengetahui pertanggungjawaban perusahaan induk sebagai corporate guarantee terhadap anak perusahaan terkait adanya pemberian fasilitas kredit investasi oleh perbankan. Adapun yang menjadi manfaat dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut :
Universitas Sumatera Utara
1.
Manfaat Teoritis Yaitu sebagai bahan kajian lebih lanjut dan memberikan peranan penting
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan serta menambah wawasan khususnya tentang pertanggungjawaban perusahaan induk sebagai corporate guarantee terhadap anak perusahaan terkait adanya pemberian fasilitas kredit investasi oleh perbankan. 2.
Manfaat Praktis Yaitu sebagai pedoman dan menambah khasanah pengetahuan bagi
perusahaan induk yang ingin menjadi penjamin agar mengetahui tanggung jawabnya terhadap kreditor dan debitor serta dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam dunia perbankan dan pihak-pihak lainnya yang terkait dengan pemberian corporate guarantee terkait adanya pemberian fasilitas kredit investasi oleh perbankan.
D. Keaslian Penulisan “Pertanggungjawaban
Perusahaan
Induk
sebagai
Corporate
Guarantee Terhadap Anak Perusahaan Terkait Adanya Pemberian Fasilitas Kredit Investasi oleh Perbankan” yang diangkat menjadi judul skripsi ini telah diperiksa secara administrasi dan belum pernah ditulis secara persis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dengan demikian skripsi ini adalah asli adanya. Meskipun berdasarkan hasil pemeriksaan Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atau Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara terdapat penulisan-penulisan yang terkait dengan corporate guarantee, namun secara
Universitas Sumatera Utara
substansi pokok permasalahan yang dibahas berbeda dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. Adapun penulisan yang terkait dengan corporate guarantee tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Tinjauan Hukum Tentang Kepemilikan Saham Asing dalam Perusahaan Penanam Modal Kerja Sama Patungan (Studi Pada PT. Socfin Indonesia), yang ditulis oleh : Karina Utari Nst (040200211);
2.
Akibat Hukum Pemberian Corporate Guarantee oleh Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Anak Perusahaan dalam Perkara Kepailitan (Analisis Perkara Kepailitan No. 05/Pailit/1998/PN. Niaga/Jak.Pusat jo Putusan MARI No. 1/K/1998), yang ditulis oleh : Julita S. Nababan (010200035);
3.
Perjanjian Pemberian Kredit Pada BNI dengan Jaminan Corporate Guarantee (Studi Kasus BNI Cabang Lhokseumawe Aceh Utara), yang ditulis oleh : Fani Ufakuni (010222075);
4.
Perjanjian Kredit dengan Jaminan Coorporate Guarantee (Studi Kasus Pada PT. Hutan Barumun Perkasa Di Medan), yang ditulis oleh : Sri Wisudawanti (010222195). Penulisan skripsi ini disusun melalui literatur-literatur dan bahan bacaan
dari berbagai referensi dari buku-buku, media cetak, media elektronik, dan bantuan dari berbagai pihak. Hal ini merupakan suatu proses untuk menemukan kebenaran ilmiah, sehingga penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Universitas Sumatera Utara
E. Tinjauan Kepustakaan Induk perusahaan atau perusahaan holding adalah suatu perusahaan yang bertujuan untuk memiliki saham dalam satu atau lebih perusahaan lain dan/atau mengatur satu atau lebih perusahaan lain tersebut.33 Ray August menyatakan bahwa Holding Company adalah perusahaan yang dimiliki oleh induk perusahaan atau
beberapa
mengoordinasikan,
induk dan
perusahaan
yang
mengendalikan
bertugas
untuk
mengawasi,
kegiatan
usaha
anak-anak
perusahaannya. 34 Parent or holding company merupakan penciptaan Perseroan yang khusus disiapkan memegang saham Perseroan lain untuk tujuan investasi baik tanpa maupun dengan kontrol yang nyata (without or with actual control).35 Anak perusahaan (Subsidiary) adalah perseroan yang dikontrol oleh parent company atau disebut dengan controlling company.36 Anak perusahaan adalah perseroan yang mempunyai hubungan khusus dengan perseroan lainnya yang terjadi karena : 37 1. Lebih dari 50% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh induk perusahaannya; 2. Lebih dari 50% (lima pulih persen) suara dalam RUPS dikuasai oleh induk perusahaannya; dan atau 3. Kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan, pemberhentian Direksi dan Komisaris sangat dipengaruhi oleh induk perusahaan. Corporate guarantee adalah suatu persetujuan yang dilakukan oleh perusahaan demi kepentingan kreditor, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitor, bila debitor itu tidak memenuhi perikatannya. Corporate 33
Munir Fuady, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 83-84. 34 Ray August, International Business Law : Text, Cases, and Readings, (Boston : Prentice Hall, 1999), hlm. 192. 35 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta : Sinar Grafika, 2011), hlm. 51. 36 M. Yahya Harahap, Loc.cit. 37 I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, (Bekasi : Kesaint Blanc, 2006), hlm. 185.
Universitas Sumatera Utara
guarantee adalah suatu jaminan berupa janji atau pernyataan kesanggupan yang diberikan oleh perusahaan penanggung untuk memenuhi kewajiban debitor, manakala debitor sendiri wanprestasi. 38 Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. 39 Kata kredit berasal dari kata Romawi “Credere” artinya percaya. Dalam bahasa Belanda istilahnya Vertrouwen, dalam bahasa Inggris Believe atau Trust or Confidence artinya sama yaitu percaya. 40 Maksud dari percaya bagi pemberi kredit adalah pemberi kredit percaya kepada penerima kredit bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian. Sedangkan bagi penerima kredit merupakan penerimaan kepercayaan sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai jangka waktu.41 Kredit investasi adalah kredit jangka menengah atau jangka panjang yang diberikan oleh suatu bank kepada perusahaan untuk melakukan investasi atau penanaman modal yaitu untuk pembelian barang-barang modal serta jasa yang diperlukan untuk rehabilitasi atau modernisasi maupun ekspansi proyek yang
38
Veronica Sri Rahayuningtyas, S.H. Aspek Kontraktual dalam Lembaga Corporate Guarantee, Lihat : http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad =rja&ved=0CCYQFjAA&url=http%3A%2F%2Falumni.unair.ac.id%2Fkumpulanfile%2F3997850 707_abs.pdf&ei=kjl1Urr0H8OgkAXBsoDQDw&usg=AFQjCNHm5F4MQtbh-TesIFhAZDC6Un Y5Vw&bvm=bv.55819444,d.dGI, (diakses pada tanggal 3 November 2013). 39 Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790. 40 Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Bandung : Alfabeta, 2009), hlm. 92. 41 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 97.
Universitas Sumatera Utara
sudah ada atau pendirian proyek baru, pembangunan pabrik, pembelian mesinmesin yang semuanya itu ditujukan untuk meningkatkan produktivitas. 42 Kredit investasi adalah kredit yang ditujukan untuk pembiayaan modal tetap, yaitu peralatan produksi, gedung, dan mesin-mesin, atau untuk membiayai rehabilitasi dan ekspansi. Adapun jangka waktunya 5 tahun atau lebih. Di Indonesia jenis kredit investasi ini mulai diperkenalkan pada pertengahan tahun 1969, bersamaan dengan dimulainya Repelita I, sebagai penunjang program industrialisasi yang mulai dilancarkan pemerintah.43
F. Metode Penelitian Untuk membahas permasalahan yang ada di dalam skripsi ini, diperlukan suatu metode pengumpulan data yang sesuai dengan objek pembahasannya agar mendapatkan data-data yang relevan dengan skripsi ini. Adapun metode pengumpulan data yang diterapkan dalam skripsi ini yaitu sebagai berikut : 1.
Jenis Penelitian Jenis atau metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
adalah penelitian yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputus oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through judicial process).44
42
Thomas Suyatno, H.A. Chalik, Made Sukada, C. Tinon Yunianti Ananda, Djuhaepah T. Marala, Dasar-dasar Perkreditan (Edisi Keempat), (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 29. 43 Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, (Yogyakarta : Andi, 2005), hlm. 6. 44 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana, 2006), hlm. 118.
Universitas Sumatera Utara
2.
Data dan Sumber Data Penelitian yuridis normatif merupakan penelitian kepustakaan yaitu
penelitian terhadap data sekunder45. Data sekunder tersebut dapat dibagi menjadi : a. Bahan hukum primer46, yakni bahan yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum maupun mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak yang berkepentingan yaitu berupa peraturan perundang-undangan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. 47 b. Bahan hukum sekunder, yakni bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap hukum primer. Bahan hukum sekunder berupa buku, majalah, karya ilmiah, maupun artikel-artikel lainnya yang berhubungan dengan obyek yaitu semua dokumen yang merupakan informasi, atau kajian yang berkaitan dengan penelitian, seperti: seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum, majalah-majalah, koran-koran, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan di atas. 48 c. Bahan hukum tertier, yakni bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus, ensiklopedia dan lainlain. 49
45
Ronny Hanitjo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983),
hlm. 24. 46
Ronny Hanitjo Soemitro, Metode Penelitian Hukum Dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), hlm. 64. 47 Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta, Liberty,1988), hlm. 19. 48 Ronny Hanitjo Soemitro, Loc.cit. 49 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
3.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dipergunakan di dalam penulisan skripsi
ini adalah dengan cara penelitian kepustakaan (library research) yaitu penulisan yang dilakukan dengan cara pengumpulan literatur dengan sumber data berupa bahan hukum primer dan ataupun bahan hukum sekunder yang ada hubungan dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. 4.
Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam skripsi ini yaitu dengan menggunakan
metode penelitian deskriptif analitis, yaitu mengungkapkan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum sebagai objek penelitian. 50 Dalam metode penelitian deskriptif analitis ini analisis data yang dipergunakan adalah analisis secara pendekatan kualitatif terhadap data sekunder.
G. Sistematika Penulisan Untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya diuraikan secara sistematis dan diperlukan suatu sistematika penulisan yang teratur. Dimana penulis membagi menjadi bab per bab dan masing-masing bab ini saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I
PENDAHULUAN Bab ini merupakan bab pendahuluan. Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan dan
50
H. Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal. 175.
Universitas Sumatera Utara
manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II
PENGATURAN
JAMINAN
KREDIT
PERBANKAN
DI
INDONESIA Bab ini dipaparkan bagaimana pengaturan jaminan kredit perbankan di Indonesia. Bab ini berisikan tinjauan umum kredit perbankan di Indonesia dan pengaturan jaminan kredit perbankan di Indonesia.
BAB III
HUBUNGAN HUKUM ANTARA INDUK PERUSAHAAN DAN ANAK PERUSAHAAN DALAM HAL PENJAMINAN DI INDONESIA Bab ini dipaparkan bagaimana hubungan hukum antara induk perusahaan dan anak perusahaan dalam hal penjaminan di Indonesia. Bab ini berisikan pengertian induk perusahaan dan anak perusahaan, status hukum anak perusahaan dalam perusahaan grup, wewenang dan tanggung jawab induk perusahaan terhadap anak perusahaan, hubungan hukum induk perusahaan dan anak perusahaan dalam hal penjaminan di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
PERTANGGUNGJAWABAN
PERUSAHAAN
INDUK
SEBAGAI CORPORATE GUARANTEE TERHADAP ANAK PERUSAHAAN TERKAIT ADANYA PEMBERIAN FASILITAS KREDIT INVESTASI OLEH PERBANKAN Bab ini dipaparkan bagaimana pertanggungjawaban perusahaan induk sebagai corporate guarantee terhadap anak perusahaan terkait adanya pemberian fasilitas kredit investasi oleh perbankan. Bab ini berisikan prosedur pemberian corporate guarantee oleh induk perusahaan terhadap anak perusahaan sebagai jaminan kredit, pertanggungjawaban
perusahaan
induk
sebagai
corporate
guarantee terhadap anak perusahaan terkait adanya pemberian fasilitas kredit investasi oleh perbankan.
BAB V
PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari permasalahan yang dibahas pada skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara