BAB I PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG Sektor pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan nasional
sebagai salah satu penggerak pembangunan yang menitikberatkan peningkatan dan pengembangan produksi komoditi pertanian dalam memenuhi kebutuhan pangan baik dalam negeri maupun luar negeri yang secara potensial mampu memberikan kontribusi yang besar dalam perekonomian. Sebagai Negara agraris, sebagian besar mata pencaharian penduduk Indonesia bertitik berat di sektor pertanian yang terdiri dari subsektor perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. Maka pemerintah berupaya menggalakkan perkembangan pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan produksinya guna memenuhi
kebutuhan
pangan.
Terpenuhinya
kebutuhan
pangan
akan
meningkatkan kualitas hidup manusia sehingga upaya memperkuat perekonomian masyarakat di Indonesia akan tercapai. Namun sejak krisis moneter melanda Asia, ketidakmampuan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan pangan sudah terlihat dengan menjadi pengimpor bahan pangan terbesar di dunia, baik untuk beras, jagung, kedelai, gula pasir, bawang, kacang, sayuran, daging hingga susu dan hasil susu. Dalam keadaan demikian, Indonesia akan semakin sulit mempertahankan ketahanan pangan.
2
Saat ini jumlah penduduk di Indonesia lebih dari 220 juta jiwa dengan pertumbuhan 1.6% per tahun yang dihadapkan pada pertumbuhan produksi pangan yang rendah. Mengacu pada kondisi tersebut, dapat diprediksi bahwa dalam lima tahun ke depan kondisi kecukupan pangan kita berada pada kondisi yang sangat kritis sehingga ketergantungan terhadap produk impor akan semakin besar. Sungguh ironis bila mengingat Indonesia dikenal sebagai Negara agraris dan dijuluki surga khatulistiwa. Sebagai salah satu penggerak pembangunan sektor pertanian, sub sektor peternakan memiliki peranan penting yang mampu menyediakan lapangan usaha bagi masyarakat luas, mulai dari tingkat desa sampai kota dalam suatu subsistem agribisnis dari hulu sampai ke hilir dalam mencapai sasaran pembangunan di sektor pertanian. Produk hasil peternakan juga memberikan kontribusi cukup besar dalam menjaga ketahanan pangan khususnya sebagai penyedia protein hewani yang berfungsi cukup vital untuk menunjang kesehatan masyarakat sekaligus dapat menghasilkan masyarakat yang berkualitas. Produksi peternakan di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun akibat adanya peningkatan permintaan akan bahan pangan asal ternak, yaitu daging, telur dan susu. Salah satu jenis ternak yang banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia adalah sapi perah. Usaha peternakan sapi perah merupakan kegiatan pertanian yang peluangnya cukup besar. Selain kondisi iklim yang mendukung, di Indonesia pakan ternak juga mudah didapatkan.
3
Hasil utama dari budidaya sapi perah adalah air susu yang dihasilkan oleh induk betina dan biasanya dikonsumsi masyarakat sebagai minuman ataupun diolah menjadi bahan makanan. Ketua Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Siswono (2001) mengungkapkan bahwa produksi susu di Indonesia merupakan terbesar se-ASEAN, yakni 1,2 juta liter per hari. Tapi itu baru memenuhi kebutuhan dalam negeri 25-30 persen, sehingga untuk menutupinya harus impor. Menurut Yusmichad Yusdja dan I Wayan Rusastra (2001:33), industri Agribisnis Sapi Perah nasional saat ini sedang berada dalam perjalanan menuju suatu industri andalan yang dapat menyediakan susu yang cukup bagi masyarakat dengan harga yang layak. Saat ini konsumsi susu per kapita masyarakat Indonesia masih sangat rendah, yaitu sebesar 4 kg per tahun sedangkan rata-rata konsumsi per kapita negara maju lebih dari 200 kg per tahun. Hal ini ditambahkan oleh Michell (dalam Yusmichad Yusdja dan I Wayan Rusastra 2001:33) bahwa jika konsumsi rata-rata Indonesia meningkat setengah saja dari rata-rata konsumsi per kapita negara maju, maka kebutuhan susu akan meningkat luar biasa. Sesuai dengan data yang diperoleh dari Deperindag (1998), peningkatan konsumsi susu nasional saat ini 12,2 persen per tahun, sementara pertumbuhan produksi jauh lebih rendah yakni 5,6 persen per tahun. Meningkatnya kebutuhan akan susu seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, tingkat pendidikan, dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya sumber protein hewani berupa susu sapi ini. Sementara itu status produksi susu dalam negeri masih jauh di bawah kebutuhan, sehingga Indonesia harus mengimpor susu sepanjang tahun dengan
4
peningkatan 18,8 persen per tahun. Hal ini disebabkan oleh lemahnya penawaran susu nasional Indonesia terhadap permintaan susu baik dari dalam maupun luar negeri padahal usaha susu nasional menghadapi tantangan dalam memenuhi permintaan susu di masa depan yang sangat menjanjikan dalam peranannya meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Menurut Abdullah Sabana (2005). Setiap harinya kebutuhan susu nasional mencapai lebih dari 3,75 juta liter, namun 75 persennya masih diperoleh dari produksi susu impor karena kemampuan produksi susu sapi di Indonesia hanya 1,25 juta liter per hari.” Rendahnya produksi susu di Indonesia disebabkan karena produktivitas sapi perah di tanah air masih rendah dan skala kepemilikan sapi perah di Indonesia rata-rata sebanyak dua hingga 5 ekor setiap petani. Kondisi usaha tersebut dapat dikatakan tidak ekonomis. Pada table 1.1 dapat kita lihat bagaimana produksi susu sapi perah domestik pada usaha ternak sapi perah di Indonesia. Pada table tersebut perkembangan produksi susu mulai dari tahun 1969 – 1996 mengalami pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan rata-rata pertahun produk susu sebesar 9,99 ribu ton. Namun pada tahun 1997-1999 mengalami penurunan yang nyata. Produksi susu terendah yaitu pada tahun 1998 yaitu 375.38 ribu ton. Produksi kembali meningkat pada tahun 1999 dan 2000 yaitu sebesar 435.99 ribu ton dan 495.65 ribu ton.
5
Tabel.1.1 Perkembangan Produksi Susu Nasional Tahun 1969-2004 Tahun
Produksi (000 ton)
%
Tahun
Produksi (000 ton)
%
1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986
28.9 29.3 35.8 37.7 35 56.9 51.1 58 60.7 62.3 72.2 78.4 85.8 117.6 174.6 179 191.9 220.2
1% 22% 5% -7% 63% -10% 14% 5% 3% 16% 9% 9% 37% 48% 3% 7% 15%
1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
234.9 264.9 338.2 345.6 360.2 367.18 387.52 426.73 433.44 441.16 423.67 375.38 435.99 495.65 479.95 493.37 553.44 549.95
7% 13% 28% 2% 4% 2% 6% 10% 2% 2% -4% -11% 16% 14% -3% 3% 12% -1%
Sumber :Departemen Pertanian Indonesia diolah Penurunan produksi terjadi pada tahun 2001 sebesar yaitu dari 495.65 ton menjadi 479.95 ton, tahun 2002 mulai naik kembali menjadi 493.37 ton, dan puncaknya pada tahun 2003 produksi susu nasional mencapai 553.44 ton, namun di tahun berikutnya pertumbuhan produksi turun cukup tajam sebesar -1 % 549.95 ton. Sebagian besar susu sapi itu diimpor dari Australia dan Selandia Baru. Jawa Barat hanya memproduksi 400 ton, Jawa Timur 600 ton, dan Jawa Tengah 150 ton per hari (Abdullah Sabana, 2005). Dari tahun ke tahun produksi susu nasional selalu tidak mampu mengimbangi permintaan konsumen susu, Impor sapi perah betina yang dilakukan selama ini telah mampu meningkatkan produksi susu nasional, namun masih tetap tidak mampu memenuhi permintaan konsumen susu yang terus meningkat setiap tahun, sehingga untuk memenuhi kebutuhan pangan asal ternak ini, Indonesia mengimpor dari berbagai belahan dunia.
6
Untuk menutupi lemahnya peningkatan produksi peternakan terhadap peningkatan konsumsi, Indonesia harus mengimpornya dari negara-negara lain. Namun kendala yang dihadapi adalah, ketergantungan terhadap produk peternakan impor yang semakin meningkat dapat melemahkan ketahanan pangan di Indonesia. Berikut ini adalah produk peternakan yang diimpor oleh Indonesia pada tahun 2003. Tabel 1.2 Impor Utama Komoditi Peternakan Indonesia dan Negara Asal (2003) No
Komoditi
1 2
Pakan ternak Susu Ternak sapi (bibit dan bukan bibit)
3
Volume (kg) 420.030.668 117.318.145
153.715.610 207.475.321
75.117.721
69.407.296
Nilai (US$)
4
Edible offal sapi
35.778.540
23.142.255
5
Kulit samak
21.363.557
100.554.451
6
Daging sapi
10.671.389
18.566.045
Total
572.860.978
%
Negara Asal
26,83% 36,22% 12,12%
Amerika, Selandia Baru Selandia Baru, Australia
4,04%
Australia, Selandia Baru China dan Korea Selatan Australia, Selandia Baru
17,55% 3,24%
Australia
100%
Sumber: Biro Pusat Statistik diolah
Untuk impor produk hasil peternakan, susu merupakan komoditas yang paling tinggi baik dari segi kuantitas maupun nilainya dibandingkan produk peternakan yang lain, yaitu sebesar 117.318.145 dengan nilai 207.475.321 US$. Untuk mendatangkan susu dari luar negeri, Indonesia tiap tahun harus mengeluarkan devisa yang sangat besar dan semakin besar tiap tahunnya. Dalam 20 tahun terakhir, impor susu Indonesia selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 1978 baru 40.300 ribu ton, namun 10 tahun kemudian naik menjadi 497.800 ton. Dan pada 1998 sebanyak 527.600 ton. Padahal, tingkat konsumsi susu penduduk Indonesia masih tergolong sangat rendah dibanding dengan di negaranegara Asia lainnya seperti Bangladesh dan Kamboja. (Siswono, 2001:4)
7
Peluang untuk meningkatkan produksi susu Indonesia masih terbuka luas namun masih terdapat banyak hambatan. Salah satunya ialah teramat ketatnya standar yang diinginkan pihak Industri Pengolahan Susu (IPS), yang tidak diimbangi dengan nilai harga yang sesuai. Untuk itu peternak dalam mengelola dan mengalokasikan penggunaan faktor-faktor produksi secara optimum agar nantinya efisiensi produksi tercapai. Dalam Argumen Industri Muda (The Infant Industry Argument), ada beberapa industri yang dapat dikembangkan di Negara terbelakang asal saja mereka dilindungi dari persaingan asing. Untuk sementara waktu biaya mungkin lebih tinggi karena langkanya fasilitas dasar tertentu, tetapi pada saat kesulitan awal teratasi, biaya produksi akan mulai menurun.(M. L. Jhingan, 2004:462-463) Di Indonesia bibit sapi perah rata-rata menghasilkan 8-15 liter susu perhari dengan kualitas rendah. Memang ini masih jauh dibanding dengan peternak gurem luar negeri yang dapat menghasilkan 40-60 liter per hari dengan kualitas tinggi dan kepemilikan sapi perah minimal 20 ekor dan rata-rata 50 ekor, serta ladang rumput sekitar 15 ha setiap peternak (Undang Sudrajat, 2002). Indonesia sebagai Negara berkembang dengan jumlah penduduk yang besar, harus melakukan upaya dalam mengejar ketertinggalan demi menuju industrialisasi subtitusi impor yang berbasis ketahanan pangan. Jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 220 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan 1.6% hingga 1.7% per tahun, diikuti kenaikan konsumsi susu di Indonesia sebesar 10% per tahun yang hanya dapat dipenuhi 20% hingga 30% oleh produksi susu nasional Indonesia, sisanya 70% - 80% dipenuhi dengan susu impor, itupun dikarenakan adanya instruksi presiden yang mengharuskan produsen susu menyerap hasil susu dalam negeri untuk bahan baku produksinya.
8
Oleh karena itu produksi susu nasional harus lebih ditingkatkan agar jangan sampai terjadi kesenjangan yang semakin melebar antara produksi susu nasional dengan permintaan konsumen pada tahun-tahun mendatang. Berbagai uraian diatas menunjukkan adanya ketergantungan Indonesia terhadap Negara-negara penghasil susu sehingga dapat disimpulkan bahwa kebutuhan akan susu kurang terpenuhi sehingga penulis tertarik untuk meneliti dan menganalisis tentang produksi susu sapi perah domestik di Indonesia dengan meneliti dan menganalisis bagaimana pengaruh jumlah populasi sapi, jumlah tenaga kerja, biaya pakan hijauan dan biaya pakan konsentrat terhadap produksi susu nasional. Dan judul penelitian yang akan di angkat adalah: “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU PADA USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH DI INDONESIA PERIODE 1994-2004”
9
1.2 .
PERUMUSAN MASALAH Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa terdapat kaitan antara faktor-
faktor produksi terhadap hasil produksi di Indonesia. Maka lingkup permasalahan pada penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
1. Bagaimana pengaruh jumlah populasi ternak sapi perah betina laktasi terhadap produksi susu pada usaha peternakan sapi perah di Indonesia? 2. Bagaimana pengaruh jumlah tenaga kerja terhadap produksi susu pada usaha peternakan sapi perah di Indonesia? 3. Bagaimana pengaruh jumlah pakan terhadap produksi susu pada usaha peternakan sapi perah di Indonesia? 4. Bagaimana pengaruh jumlah populasi ternak sapi perah, tenaga kerja, dan pakan terhadap produksi susu pada usaha peternakan sapi perah di Indonesia? 5. Berada dalam kondisi skala output manakah proses produksi pada usaha peternakan sapi perah di Indonesia?
1.3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1.3.1
Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh populasi ternak sapi perah betina laktasi terhadap produksi susu pada usaha peternakan sapi perah di Indonesia.
2.
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tenaga kerja terhadap produksi susu pada usaha peternakan sapi perah di Indonesia.
10
3.
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pakan terhadap produksi susu pada usaha peternakan sapi perah di Indonesia.
4.
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh populasi ternak sapi perah, tenaga kerja, dan pakan terhadap produksi susu pada usaha peternakan sapi perah di Indonesia.
5.
Untuk mengetahui dalam kondisi skala output manakah proses produksi pada usaha peternakan sapi perah di Indonesia berada.
1.3.2
Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
(1)
Secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran serta informasi mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penawaran agregat. Selain itu juga penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak baik itu dengan dijadikannya sebagai bahan literatur maupun referensi.
(2)
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu ekonomi terutama bidang Ekonomi produksi.
(3)
Secara umum, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dengan masalah diatas, seperti BAPPEPAM, Departemen Peternakan Indonesia, GKSI, Badan Perencana Pembangunan Daerah dan sebagainya. Selain itu juga diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan terutama dalam memecahkan permasalahan akan rendahnya penawaran agregat produk susu nasional di Indonesia.
11
1.4.
Kerangka Pemikiran Berdasarkan pemikiran bahwa pembangunan ekonomi dapat ditunjang
oleh perkembangan di sektor peternakan yang terkait dengan pertumbuhan produksi susu di Indonesia yang dipengaruhi populasi ternak sapi perah, tenaga kerja, dan pakan, maka produksi susu di Indonesia ini perlu untuk diteliti. Untuk meneliti dan menganalisis masalah yang diajukan di atas, maka landasan berfikir diambil dari teori ekonomi mikro. Teori ekonomi mikro yang dimaksud adalah teori produksi yang memberikan arahan bagaimana keterkaitan input dengan output dalam suatu proses produksi. Produksi itu sendiri merupakan suatu kegiatan dalam mengubah input menjadi output seperti pada gambar 1.2.
Input (Kapital, tenaga kerja, tanah dan sumber daya alam, kehlian keusahawanan)
Fungsi produksi (dengan teknologi tertentu)
Output (barang atau jasa)
Gambar 1.1 Proses produksi Sumber: Sugiarto, dkk (2005:202) Pernyataan tersebut tidak jauh berbeda dengan teori produksi dari Bilas (1994:114) bahwa fungsi produksi adalah hubungan fisik antara input sumberdaya perusahaan yang terdiri dari tanah, tenaga kerja, modal dan wirausaha (entrepreneurship). Sedangkan menurut Bruce R. Beattie & C. Robert Taylor (1994), produksi yaitu proses kombinasi dan koordinasi material-material dan kekuatan-kekuatan (input, faktor, sumber daya, atau jasa-jasa produksi) dalam pembuatan suatu barang atau jasa (output atau produk).
12
Produksi merupakan fungsi pokok di dalam setiap organisasi, yang mencakup aktivitas dalam penciptaan nilai tambah produk pada output. System produksi memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut: a. Memiliki komponen-komponen atau elemen-elemen yang saling berkaitan satu sama lain dan membentuk suatu kesatuan yang utuh. b. Memiliki tujuan yang mendasari keberadaannya, berupa menghasilkan produk berkualitas yang dapat dijual dengan harga kompetitif di pasar. c. Memiliki aktivitas, berupa proses transformasi nilai tambah input menjadi output secara efektif dan efisien. d. Memiliki mekanisme yang mengendalikan pengoperasiannya, berupa optimasi pengalokasian sumber daya. Hubungan fisik antara input sumber daya dan outputnya per unit waktu dapat dinyatakan dengan fungsi produksi berikut ini: A = f (a,b,c,d,….)
-------------------------------------------------------- (1.1)
Dimana A adalah output, dan a, b, c, d, ….hingga seterusnya adalah input-input penghasil A. Pada penelitian ini, bahasan akan difokuskan terhadap produksi usaha peternakan sapi perah, yaitu produksi susu yang merupakan hasil interaksi beberapa input seperti populasi sapi perah, tenaga kerja, dan pakan. Secara matematika fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut: Q = F(K,L,X,E) ----------------------------------------------------------- (1.2) Sumber: Sugiarto, dkk (2005:202)
13
Dimana : Q = output K;L;X;E = input (capital, tenaga kerja, bahan baku, keahlian dan keusahawanan) Sedangkan fungsi produksi jangka panjang dapat dituliskan sebagai berikut: Q = f (K,L) ----------------------------------------------------------------- (1.3) Sumber: Sugiarto, dkk (2005:215) Dimana: Q = output L = tenaga kerja K = mesin Menurut Samuelson (1996), fungsi produksi merupakan hubungan antara jumlah output maksimum yang bias diproduksi dari input yang diperlukan guna menghasilkan output tersebut, dengan tingkat pengetahuan teknik tertentu. Adapun input yang dimaksud ialah tanah, sumber daya alam, tenaga kerja dan modal. Dalam menganalisis hubungan faktor produksi dengan hasil produksi bidang peternakan, model fungsi Cobb-Douglass (C-D) diterima sebagai model yang paling cocok. Fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi yang melibatkan dua atau lebih variabel, di mana variabel yang satu disebut dengan variabel dependen, yang dijelaskan, (Y), dan yang lain disebut variabel independen, yang menjelaskan (X). penyelesaian hubungan antara Y dan X adalah biasanya dengan cara regresi dimana variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X. dengan demikian, kaidah-kaidah pada garis regresi juga berlaku dalam penyelesaian fungsi CobbDouglas. Secara matematik, fungsi Cobb-Douglass dapat dituliskan seperti persamaan:
14
Y= aX1b1X2b2…Xibi…Xnbneu ----------------------------------------------- (1.3) = aΠXibieu Bila fungsi Cobb-Douglas tersebut dinyatakan oleh hubungan Y dan X, maka: Y= f(X1,X2,…Xi,…Xn). Dimana Y X a,b u e
= variabel yang dijelaskan = variabel yang menjelaskan = besaran yang akan diduga = kesalahan (disturbance term) = logaritma natural, e = 2,718
Sumber: Soekartawi (1995:159-160) Faktor produksi susu di Indonesia yang akan diteliti meliputi: 1.
Populasi Ternak sapi perah, yaitu jumlah populasi sapi perah yang ada di Indonesia. Tinggi atau rendahnya produksi susu di suatu daerah sangat erat kaitannya dengan
jumlah ternak dan struktur populasi ternak yang
dipelihara. (Tendy Kusmayadi, 2001). Menurut penelitian Indra (1993), Tendy Kusmayadi (2001) dan Ela Kukilawati(2006), terdapat kecenderungan bahwa semakin besar jumlah ternak sapi perah yang dipelihara maka akan semakin efisien di dalam penggunaan faktor-faktor produksi sehingga pendapatan yang diterima peternak semakin besar dengan asumsi bahwa semakin besar jumlah ternak sapi perah akan semakin banyak produksi susu yang dijual”. Oleh karena itu bagi peternak sapi perah, populasi sapi yang dimiliki merupakan modal utama dalam melangsungkan produksi susu. Sehingga populasi sapi perah dikategorikan sebagai kapital, yaitu salah satu faktor yang sangat mempengaruhi hasil produksi.
15
2.
Selain kapital, menurut Soekartawi (1990) faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu diperhatikan. Tenaga kerja sebagai pengkombinasi faktor produksi didalam kinerjanya kurang efisien karena banyak petani yang menjadikan usaha budidaya sapi perah hanya sebagai pekerjaan sampingan sehingga tidak digeluti secara serius. Dalam usaha ternak sapi perah, sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga ternak, sendiri yang terdiri atas ayah, istri dan anak-anaknya.
3.
Pakan Menurut penelitian Tim Fakultas Peternakan UNPAD dan GKSI (2005), dalam usaha peternakan sapi perah, 60-70% biaya di[perlukan untuk pakan. Penyediaan makanan yang mudah diperoleh perlu diperhatikan Untuk menghasilkan produksi susu yang berkualitas. Maka peternak harus berusaha mencukupi zat-zat pakan yang dibutuhkan dalam ransum yang seimbang dengan harga yang serendah mungkin. Ketidakseimbangan dalam memberikan pakan akan menyebabkan sapi perah tidak dapat menghasilkan susu dengan optimal, dan juga bisa menyebabkan gangguan kesehatan. Dalam budidaya sapi perah, pakan merupakan input yang esensial sehingga kenaikan harga input ini berdampak terhadap penurunan pendapatan. Adapun rincian jenis pakan sapi perah dibagi menjadi tiga kelompok, yakni:
16
a.
Pakan hijauan, merupakan makanan pokok bagi sapi perah. Pakan
hijauan pada dasarnya fibrous, yaitu memilliki serat kasar yang tinggi dan kandungan energinya relative rendah.
Biasanya hijauan ini diberikan
kepada ternak dalam keadaan segar, warnanya masih hijau dan masih mengandung 70-80% air (Lubis, 1963 dalam H. Tendy Kusmayadi ,2001:12) b.
Pakan konsentrat, merupakan banyaknya pakan konsentrat yang
harus dikeluarkan oleh peternak untuk memberi makan sapinya, dimana peningkatan penggunaan pakan dapat meningkatkan produktivitas sapi perah, dan produksi susu pun akan semakin besar. Menurut Syarief dan Sumoprastowo (dalam H. Tendy Kusmayadi, 2001:45), supaya ternak sapi perah dapat menghasilkan susu yang baik, sapi perah harus cukup dalam mengkonsumsi hijauan dan pakan tambahan sebagai penguat berupa konsentrat. Penambahan
pakan
konsentrat
pada
ransum
ternak
sapi
perah
dimaksudkan untuk mencapai tingkat kadar gizi yang dibutuhkan dan untuk melengkapi apa yang terdapat di dalam hijauan, hal ini penting untuk produksi susu (Morrison, dalam H. Tendy Kusmayadi, 2001:45). c.
Pakan tambahan, berupa ampas tahu,ampas singkong, dedak padi
dan ampas bird yang bersifat relatif amba dengan kadar air yang tinggi (>80%). Penggunaan bahan ini dapat menstubtitusi penggunaan konentrat dan hijauan, Tim Fakultas Peternakan UNPAD dan GKSI (2005:35)
17
Dengan berbagai uraian di atas, maka kerangka berfikir penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut: Populasi Sapi Perah (X1) Tenaga kerja (X2)
Produksi Susu
(Y)
Pakan (X3)
Gambar 1.3 Gambaran Kerangka Pemikiran 1.5.
Anggapan Dasar Anggapan dasar atau asumsi adalah suatu fenomena yang telah diakui
kebenarannya sekurang-kurangnya bagi peneliti pada saat penelitian itu berlangsung. Suatu teori baru berlaku jika didukung oleh beberapa anggapan dasar tertentu. Karenanya anggapan dasar dapat membantu peneliti dalam usaha pemecahan masalah sehingga hasil penelitiannya dapat diterima secara ilmiah. Anggapan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Input sumber daya alam susu masih tersedia. 2. Masyarakat masih mengkonsumsi susu. 3. Semua input dan output produk susu adalah homogen, yang diartikan sebagai adanya kesamaan kualitas dari semua input dan produk yang dihasilkan. 4. Dana yang tersedia untuk pembelian faktor-faktor produksi variabel tidak terbatas (Bruce R.Beattie-C.Robert Taylor, 1994:7). 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi selain faktor populasi sapi perah, tenaga kerja, biaya pakan hijauan dan biaya pakan konsentrat dianggap konstan pada saat penelitian.
18
1.6.
PERUMUSAN HIPOTESIS Hipotesis dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu Hipotesis Mayor dan
Hipotesis Minor. Hipotesis Mayor adalah hipotesis induk yang menjadi sumber dari anak-anak hipotesis, sedangkan Hipotesis Minor adalah hipotesis yang dijabarkan dari Hipotesisi Mayor, maka harus sejalan dengan hipotesis mayor. Berdasarkan pengertian diatas maka dalam penelitian ini dapat dibuat hipotesis sebagai berikut :
Hipotesis Mayor: 1. Populasi sapi perah, tenaga kerja, pakan hijauan dan pakan konsentrat secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap produksi susu pada usaha peternakan sapi perah di Indonesia. Hipotesis Minor: 1. Populasi sapi perah berpengaruh positif terhadap produksi susu pada usaha peternakan sapi perah di Indonesia. 2. Tenaga kerja berpengaruh positif terhadap produksi susu pada usaha peternakan sapi perah di Indonesia. 3. Pakan berpengaruh positif terhadap produksi susu pada usaha peternakan sapi perah di Indonesia. 4. Kondisi skala output proses produksi susu pada usaha peternakan sapi perah di Indonesia berada dalam kondisi decreasing returns to scale.
19
1.7.
SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, anggapan dasar, perumusan hipotesis yang terdiri atas hipotesis mayor dan minor, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN TEORITIS Bab ini membahas mengenai usaha ternak sapi perah, perkembangan usaha ternak sapi perah, fungsi produksi Cobb-douglas, konsep faktor-faktor produksi, konsep produksi jangka pendek untuk pembuatan keputusan operasional dan konsep produksi jangka panjang untuk perencanaan system produksi yang efektif dan efisien serta kurva-kurva produksi. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berisi metode penelitian, populasi, sampel, operasionalisasi variabel, teknik pengumpulan data, objek penelitian dan sumber data, Prosedur pengumpulan
data,
teknik
pengolahaan
data,
analisis
fungsi
produksi
menggunakan teknik-teknik statistika untuk membangun model fungsi CobbDouglas, pengujian instrumen penelitian (analisis validitas dan reliabilitas), teknik analisa data dan uji hipotesis. BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi gambaran umum usaha peternakan sapi perah di Indonesia, gambaran khusus variabel-variabel penelitian produksi susu pada usaha peternakan sapi perah di Indonesia, penyajian, analisis data, analisis fungsi produksi Cobb-Douglas jangka panjang, pengujian hipotesis serta pembahasan hasil penelitian.
20
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi tentang kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran yang diberikan oleh penulis dengan tetap mengacu pada hasil penelitian yang dilakukan untuk dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak-pihak terkait.