BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi, kualifikasi guru, penyempurnaan kurikulum, pengadaan laboraturium IPA, Bahasa, Komputer, buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen sekolah. Sebagian sekolah terutama di kota‐kota menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, walaupun sebagian lainnya masih memprihatinkan. Usaha untuk terus meningkatkan mutu pendidikan tidak pernah berhenti dilakukan, dan berbagai cara atau terobosan baru terus diperkenalkan dan dilakukan oleh pemerintah melalui DEPDIKNAS, antara lain dalam bidang pengelolaan sekolah, peningkatan sumber daya tenaga kependidikan, pengembangan materi ajar, dan sebagainya. Sementara itu terobosan yang dilakukan dalam upaya peningkatan sumber daya kependidikan adalah melalui pelatihan, workshop, diklat, bintek, dan pelatihan terintegrasi bagi guru, kepala sekolah, dan staf dinas yang didasarkan kepada kompetensi yang harus mereka
1
2
miliki. Untuk keperluan pelatihan terintegrasi tersebut, salah satu materi dasar adalah tentang akreditasi. Sebenarnya akreditasi sudah dikenal banyak orang. Akreditasi yang dilakukan Badan Akreditasi Nasional (BASNAS) memberikan pengakuan pada kelayakan suatu perguruan tinggi baik negeri maupun swasta, dalam memberikan pelayanan pendidikan. Sedangkan untuk tingkat sekolah akreditasi dilakukan oleh Badan Akreditasi Sekolah (BAS) yang sekarang ini sedang dilaksanakan tidak hanya di sekolah swasta tetapi juga di sekolah‐sekolah negeri. Undang‐undang No. 32 Tahun 2004 menuntut adanya perubahan manajemen pendidikan dari sentralistik ke disentralistik. Ini berarti bahwa proses pengambilan keputusan yang dahulu terpusat sekarang bergeser ke unit‐unit kelembagaan pendidikan yang makin kecil di tingkat pemerintahan daerah sampai tingkat komunitas sekolah. Dengan pergeseran ini berarti bahwa proses pengambilan keputusan pendidikan diharapkan menjadi lebih terbuka, dinamik, dan demokratik. Hal ini membawa implikasi bahwa peran guru, orang tua, peserta didik dan masyarakat menjadi sangat penting dalam pengambilan keputusan. Pelaksanaan otonomi pendidikan juga menuntut perubahan dalam sistem supervisi yang bukan saja mengemban fungsi kepengawasan tetapi juga fungsi memantau, membina, dan menilai terhadap penyelenggaraan pendidikan. Pemantauan, pembinaan dan penilaian pendidikan dilaksanakan baik di tingkat lembaga pendidikan maupun birokrasi pengelolaan. Pemantauan, pembinaan,
3
dan penilaian sebagai bagian dari manajemen harus dapat berjalan seimbang dengan manajemen lainnya, agar dapat dicapai peningkatan kinerja penyelenggara pendidikan secara optimal. Pelaksanaan otonomi daerah mempunyai implikasi terhadap tuntutan pelaksanaan proses evaluasi yang lebih profesional, objektif, jujur, dan transparan sebagai rangkaian dari pemantauan, pembinaan, dan penilaian sekolah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Proses penilaian terhadap seluruh aspek pendidikan harus diarahkan pada upaya untuk menjamin terselenggaranya layanan pendidikan yang bermutu dan memberdayakan mereka yang dinilai, sehingga menghasilkan lulusan pendidikan sesuai dengan standar yang diterapkan. Artinya pihak yang dinilai, apakah itu, kepala sekolah, guru, staf administrasi, atau siswa akan merasakan bahwa kegiatan penilaian membantu untuk mengenal berbagai kelebihan dan kekurangannya, serta memberikan arah yang jelas dilakukan untuk mencapai mutu yang lebih baik. Oleh karena itu, penilaian harus dilakukan secara terus‐ menerus, komprehensif, dan transparan serta memotivasi kepala sekolah, guru, staf administrasi, dan peserta didik untuk terus‐ menerus berupaya meningkatkan kualitas kegiatan pembelajaran dan pendidikan. Sehubungan dengan prinsip penilaian di atas untuk menjaga komparabilitas dan pengakuan mutu masukan, proses dan output dari setiap lembaga pendidikan perlu dilakukan akreditasi yang merupakan kegiatan penilaian yang bersifat eksternal oleh suatu institusi akreditasi yang independen dan berwenang untuk itu. Untuk mencakup aspek input, proses dan output,
4
maka instrument akreditasi akan dikembangkan dengan menggunakan model CIPP (Context‐ Input Process‐ Product) yang pertama kali dikembangkan (Suharsimi, 2004: 37). Proses akreditasi tersebut harus dilakukan secara berkala 4 tahunan/ 5 tahunan dan terbuka, dengan tujuan membantu dan memberdayakan lembaga pendidikan agar mampu mengembangkan sumber dayanya dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu, penilaian terhadap mutu pendidikan secara berkala merupakan bagian yang penting dari proses akreditasi. Untuk tujuan objektifitas, akreditasi perlu dilakukan oleh suatu institusi yang independen, yang mewakili stakeholders, seperti perwakilan asosiasi profesi, praktisi pendidikan dan masyarakat pengguna lulusan. Rasional mengapa akreditasi sekolah diperlukan, memiliki makna untuk memotivasi dan mempercepat pertumbuhan dan pengembangan sekolah, kaitannya dengan kebutuhan untuk mencapai keunggulan yang lebih baik, relevan, dan efektivitas. Di samping itu, juga merupakan suatu cara untuk mendorong sekolah dalam rangka mencapai standar yang diinginkan, bahkan dimungkinkan melakukan yang lebih baik atau melampaui standar itu. Dengan demikian, akreditasi memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa sekolah sedang melaksanakan program dengan kualitas yang dapat diterima oleh masyarakat, dan menggunakan dana yang ada dengan sepantasnya. Penyelenggeraan akreditasi sebagai salah satu kegiatan peningkatan mutu di bidang pendidikan, pada hakikatnya ialah agar penyelenggeraan
5
pendidikan dapat mencapai standar kualitas yang ditetapkan dan pada gilirannya peserta didik dapat mencapai keberhasilan baik dalam penguasaan ilmu pengetahuan, ketrampilan maupun dalam pembentukan kepribadian (Mulyono, 2008: 266). Beragamnya kondisi lingkungan sekolah dan bervariasinya kebutuhan siswa di dalam proses pembelajaran, ditambah lagi dengan kondisi geografis Indonesia yang sangat kompleks, seringkali tidak dapat diapresiasikan secara lengkap oleh birokrat pusat. Oleh karena itu, di dalam proses peningkatan mutu pendidikan perlu dicari alternatif pengelolaan sekolah. Hal ini mendorong lahirnya konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS). Manajemen alternatif ini memberikan kemandirian kepada sekolah untuk mengatur dirinya sendiri dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, tetapi tetap mengacu kepada kebijakan nasional. Konsekuensi dari pelaksanaan program ini adalah adanya komitmen yang tinggi dari berbagai pihak yaitu kepala sekolah, guru, siswa, orang tua, masyarakat, dan staf lainnya di satu sisi dan pemerintah di sisi lainnya sebagai patner dalam mencapai tujuan peningkatan mutu. Dalam rangka pelaksanaan konsep manajemen ini, strategi yang dapat dilaksanakan oleh sekolah antara lain meliputi evaluasi diri (self evaluation) untuk menganalisa kekuatan dan kelemahan sekolah. Berdasarkan evaluasi tersebut, sekolah bersama‐sama orang tua dan masyarakat menentukan visi dan misi sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan atau merumuskan mutu yang
6
diharapkan dan dilanjutkan dengan penyusunan rencana Program Jangka Panjang (RPS), Jangka Menengah (Renstra), Jangka Pendek 1 Tahunan (Renop) sekolah, termasuk pembiayaannya (RABPS) dengan mengacu kepada skala prioritas dan kebijakan nasional sesuai dengan kondisi sekolah dan sumber dana yang tersedia. Dalam penyusunan program, sekolah harus menetapkan indikator atau target mutu yang akan dicapai, kemudian melakukan monitoring dan evaluasi program yang telah direncanakan sesuai dengan pendanaannya untuk melihat ketercapaian visi, misi, dan tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan kebijakan nasional dan target mutu yang dicapai serta melaporkan hasilnya kepada masyarakat dan pemerintah. Hasil evaluasi (proses dan output) ini selanjutnya dapat dipergunakan sebagai masukan (input) untuk penyusunan program seluruh sekolah di masa mendatang. Madrasah sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, dituntut untuk selalu berupaya meningkatkan kualitas dalam penyelenggaraan pendidikan, hingga dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas, mampu bersaing serta mampu menghadapi tantangan zaman. Pernyelenggaraan pendidikan yang menghasilkan
lulusan
bermutu
rendah
sebenarnya
merupakan
pemborosanwaktu, tenaga dan biaya. Oleh karena itu, penyelenggaraan akreditasi madrasah, sebagai upaya pengendalian mutu, baik melalui sistem penilaian hasil belajar, penerapan kurikulum, sarana, tenaga kependidikan, maupun melalui pengaturan sistem belajar mengajar adalah sebagai suatu keharusan (Mulyono, 2008: 267).
7
Dengan berbagai latar belakang masalah di atas, dan untuk mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana proses akreditasi yang dilaksanakan di sekolah‐ sekolah serta dampaknya dalam peningkatan mutu pendidikan utamanya di tingkat sekolah dasar, maka peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian di SD Muhammadiyah Gunungpring Muntilan Kabupaten Magelang. B. Fokus Penelitian Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas, maka focus dalam penelitian ini adalah bagaimana Pengelolaan sekolah berbasis Akreditasi. Dengan sub focus penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana pengelolaan kurikulum di SD Muhammadiyah Gunungpring Muntilan Kabupaten Magelang? 2. Bagaimana pengelolaan SDM di SD Muhammadiyah Gunungpring Muntilan Kabupaten Magelang? 3. Bagaimana pengelolaan Sarana prasarana di SD Muhammadiyah Gunungpring Muntilan Kabupaten Magelang? 4. Bagaimana pengelolaan Dana di SD Muhammadiyah Gunungpring Muntilan Kabupaten Magelang? C. Tujuan Penelitian Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui:
8
1. Pengelolaan kurikulum di SD Muhammadiyah Gunungpring Muntilan Kabupaten Magelang. 2. Pengelolaan SDM di SD Muhammadiyah Gunungpring Muntilan Kabupaten Magelang. 3. Pengelolaan Sarana prasarana di SD Muhammadiyah Gunungpring Muntilan Kabupaten Magelang. 4. Pengelolaan Dana di SD Muhammadiyah Gunungpring Muntilan Kabupaten Magelang. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat teoritis Diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam peningkatan mutu pendidikan melalui proses akreditasi sekolah. 2. Manfaat praktis a. Bagi peneliti, dapat memberikan gambaran pelaksanaan proses akreditasi serta dampaknya dalam peningkatan mutu pendidikan. b. Bagi peneliti lain, diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini sabagai tambahan pengetahuan. c. Bagi sekolah dan masyarakat, dapat sebagai bahan masukan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
9
E. Daftar Istilah 1. Pengelolaan adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha‐ usaha para anggota organisasi yang telah ditetapkan. 2. Akreditasi adalah suatu kegiatan penilaian kelayakan suatu sekolah/ madrasah berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh BAN‐S/M yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk pengakuan peringkat kelayakan.