BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Salah
satu
indikator
dasar
pelayanan
kesehatan
terhadap wanita usia produktif adalah Angka Kematian Ibu (AKI). AKI merupakan jumlah kematian maternal/ibu setiap
100.000
Organization
kelahiran
(WHO)
hidup.
Data
memperkirakan
World
585.000
Health
perempuan
meninggal setiap harinya akibat komplikasi kehamilan, proses
kehamilan
kehamilan
yang
dan tidak
aborsi
yang
tidak
diinginkan.
aman
akibat
Diperkirakan
99%
kematian tersebut terjadi di negara-negara berkembang (WHO 2007 cit Fatmawati 2013). Saat
ini
Indonesia
masih
tingginya
Angka
status jauh
kesehatan dari
Kematian
ibu
harapan, Ibu
dan
anak
ditandai
(AKI).
Hasil
di
dengan Survei
Kesehatan Nasional (Surkesnas) 2004, angka kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah 307/100.000 Kelah iran Hidup (KH)
dan
Survei
Demografi
dan
Kesehatan
Indonesia
(SDKI) 2007 AKI turun menjadi 228/100.000 KH dan hasil SDKI 2012 adalah 359/100.000 KH. Angka ini masih sangat tinggi
jika
dibandingkan
dengan
1
negara-negara
lain
2
seperti Malaysia 62/100.000 KH, Srilangka 58/100.000 KH,
Philipina
230/100.000
KH.
Demikian
pula
Angka
Kematian Bayi (AKB), pada tahun 2004 adalah 52/1000 KH dan turun menjadi 34/1000 KH tahun 2007 dan pada tahun 2012 adalah 32/1000 KH. Walaupun ada penurunan tapi angka ini masih jauh dibawah target nasional. Target Millenium Development Goals (MDG’s) tahun 2015 adalah AKI
turun
menjadi
102/100.000
KH.
Sementara
target
Nasional 2014 adalah 118/100.000 kelahiran hidup (Pusat Data dan Informasi Kementrian RI, 2011). Angka Kematian Ibu di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
menurut
hasil
Survey
Kesehatan
Nasional
(SurKesNas) tahun 2004 yaitu sebesar 554/100.000 KH. Tahun 2007 hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)
menunjukan
AKI
Propinsi
NTT
turun
menjadi
306/100.000 KH. Namun berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP) tahun 2010, AKI meningkat menjadi 387 per 100.000 KH. Bila dibandingkan dengan angka nasional 228 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2007) maka fluktuasi AKI NTT sangat tinggi. Laporan Profil Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota seProvinsi NTT, pada tahun 2007 kasus kematian balita sebanyak 490 atau 4,8 per 1.000 KH, tahun 2008 sebanyak 409 kematian atau 4,3 per 1.000 KH dan selanjutnya pada
3
tahun 2009 menjadi 362 kematian atau 3,8 per 1000 KH, pada tahun 2010 mengalami kenaikan menjadi 535 kematian atau
5,8
sebesar
per 1.400
1.000
KH,
atau
14,8
sedangkan
pada
per
KH,
1000
tahun dan
2011
terjadi
kenaikan angka kematian balita (AKB) pada tahun 2012 sebesar 1.714 atau 17,9 per 1000 KH (Dinkes Prop. NTT, 2012). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan
bahwa
di
pertolongan
persalinan
Provinsi
NTT
dilakukan
di
sebesar
77.1%
rumah
dimana
sejumlah 46.2% ditolong oleh dukun bersalin dan 36.5% ditolong (Ante
oleh
Natal
bidan. Care/
Cakupan
ANC)
ibu
pemeriksaan
kehamilan
hamil
fasilitas
pada
kesehatan sebesar 87.9%, sedangkan presentase cakupan pelayanan bayi baru lahir atau neonatal KN-1 (0-7 hari) adalah
42.3%
dan
KN-2
(8-28
hari)
sebesar
34.4%
(RISKESDAS, 2007 cit Dinkes Prop. NTT 2009). Sedangkan di Kabupaten Sumba Timur jumlah kematian ibu
tahun
2011
adalah
sejumlah
20
orang,
dengan
persalinan di fasilitas kesehatan sejumlah 3619 orang dan di non fasilitas kesehatan sejumlah 1346 orang. Tahun
2012
sejumlah
2
orang
ibu
meninggal,
dengan
persalinan di fasilitas kesehatan sejumlah 4322 orang dan di non fasilitas kesehatan sejumlah 841 orang, dan
4
angka
kematian
ibu
tahun
2013
meningkat
menjadi
15
orang, dengan persalinan di fasilitas kesehatan adalah 3052 orang dan di non fasilitas kesehatan 468 orang (Dinkes Kab. Sumba Timur, 2013 cit Nara, 2014). Salah satu penyebab tingginya AKI dan AKB adalah adanya masalah kesehatan mental atau postpartum blues. Postpartum
blues
merupakan
awal
terjadinya
gangguan
mental pada ibu postpartum yang nantinya bisa berdampak buruk pada ibu dan bayinya. Postpartum blues
adalah
gangguan mood yang paling sering ditemukan pada periode setelah melahirkan, yang mempengaruhi sekitar 50-80% wanita postpartum, muncul dihari pertama dan meningkat dihari ke tiga dan ke lima (Henshaw, 2003 cit Sumarni, 2013), jika postpartum blues benar
dan
postpartum
segera,
maka
tidak
dapat
ditangani secara
menimbulkan
depresi
yang nantinya akan menyebabkan komplikasi
terburuk yaitu komplikasi postpartum psikosis. Gangguan kejiwaan
yang
berat
setelah
persalinan
dapat
meningkatkan resiko bunuh diri sampai dengan 70 kali dibandingkan karena penyebab lain terutama pada tahun pertama setelah persalinan (Logsdon, et. al., 2006 cit Sumarni, 2013). Lebih dari 50% wanita yang meninggal karena bunuh diri disebabkan karena penyakit gangguan
5
mental
setelah
melahirkan
(Oates,
2002
cit
Sumarni,
2013). Berdasarkan (2004)
hasil
prevalensi
penelitian
postpartum
Robertson
blues
et
antara
al
30-75%.
Insiden postpartum blues adalah 500-800 kasus dari 1000 kelahiran atau sekitar 50-80% di berbagai negara (Deal & Holt, 1998 cit Sumarni, 2013). Sedangkan di Asia sendiri angka kejadian
postpartum blues cukup tinggi
dan bervariasi berkisar antara 26-85% (Iskandar, 2007 cit
Sumarni,
Hidayat
2013).
(2007)
cit
Untuk
Indonesia
Sumarni
(2013),
sendiri
menurut
angka
kejadian
postpartum blues 50-70% wanita pasca persalinan. Stres selama
kehamilan
merupakan
faktor
resiko
terjadinya
postpartum blues (Veltema, 1998). Wanita yang mengalami depresi pasca persalinan tidak mampu untuk merasakan kebahagiaan menyambut
dan
memiliki
kelahiran
motivasi
bayinya
yang
(Netter
kurang
dalam
al.,
1995).
et
Apabila tidak mendapatkan penanganan yang tepat akan dapat menetap sampai berbulan-bulan bahkan dapat lebih dari
satu
tahun,
walaupun
jarang
dapat
berkembang
menjadi psikosis postpartum (Oates, 2002 cit Sumarni, 2013).
6
Beragamnya masalah yang dihadapi oleh seorang ibu pasca persalinan maka pada saat itu membutuhkan bantuan atau dukungan dari orang-orang di sekelilingnya untuk meringankan beban stres mereka, dimana bentuk dukungan ini disebut dengan dukungan sosial. Salah satu faktor yang
mempengaruhi
postpartum
blues
yaitu
dukungan
sosial. Dukungan sosial adalah suatu proses interaksi yang
diberikan
personal
dan
seseorang,
dimana
menghasilkan
penerimanya.
Dukungan
mempengaruhi
proses
adanya
hubungan
respon
positif
bagi
yang
diterima
akan
sosial persalinan
wanita
yang
baru
melahirkan, terutama wanita yang mengalami pengalaman negatif dari persalinan (persalinan dengan pembedahan, dengan
alat
serta
dengan
komplikasi).
Dukungan
yang
didapatkan wanita yang baru saja melahirkan kebanyakan berasal dari ibu, lainnya berasal dari suami, keluarga serta teman-teman (Henshaw, 2003). Dukungan sosial yang diberikan berupa dukungan emosi, dukungan penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan informasi Sarafino, 2000 cit Faizah, 2011). Kurangnya dukungan sosial dalam perawatan bayi dan perawatan ibu masa nifas sangat berpengaruh terhadap terjadinya postpartum blues (Leann, 2008; Mardiah, 2008
7
cit
Sumarni,2013).
Terdapat
hubungan
yang
bermakna
antara kecukupan dukungan lingkungan dengan kejadian postpartum blues, yaitu didapatkan lebih banyak kasus postpartum
blues
pada
kelompok
subyek
yang
merasa
kurang mendapat dukungan dari lingkungannya pada saat melahirkan
dibandingkan
dengan
kelompok
subyek
yang
merasa cukup mendapat dukungan dari lingkungannya, dan perbedaan
ini
secara
statistik
sangat
bermakna
(Sumarni, 2013). Dengan pendampingan dan dukungan dari lingkungan
selama
menguntungkan persepsi
persalinan
bagi
memberikan
kelancaran
terhadap
proses
proses
persalinan
dampak
yang
persalinan, dan
outcome
persalinan bahkan terhadap proses menyusui (Sumarni, 2013). Dukungan lingkungan (suami, keluarga, dan teman dekat) pada hari-hari pertama setelah merupakan
hal
yang
penting,
melahirkan juga
terutama
dalam
proses
adaptasi setelah melahirkan yang akan berkaitan dengan kemampuan setelah
subjek
dalam
melahirkan,
mengatasi
apakah
yang
gangguan
bersangkutan
mental dapat
mengatasinya dengan baik atau bahkan dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih buruk (Verkerk, et al., 2005 cit Sumarni, 2013).
8
Adanya tekanan-tekanan sosial budaya pada wanita terutama pada masa kehamilan dan pasca persalinan turut berdampak pada gangguan kejiwaan (Marshall, 2004 cit Sumarni, banyak
2013).
dialami
perkawinan
Tekanan-tekanan wanita
(belis).
di
Sumba
Budaya
sosial
budaya
Timur
perkawinan
adalah
yang budaya
merupakan
hal
yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Sumba. Perkawinan
dipandang
sebagai
perintah
dan
kehendak
Marapu (kepercayaan kepada roh nenek moyang) yang harus dilaksanakan ditetapkan
sesuai oleh
dengan
nenek
peraturan-peraturan
moyang
dalam
bentuk
yang adat
perkawinan. Perkawinan yang tidak mengikuti peraturanperaturan adat diyakini tidak akan langgeng dan bahagia (Wellem, 2004). Budaya perkawinan di Sumba pada umumnya sama,
baik
maupun
Sumba
Sumba
Barat
Timur, Daya.
Sumba Pola
Tengah, umum
Sumba
perkawinan
Barat suku
Sumba adalah perkawinan eksogami dimana seorang lakilaki atau wanita harus kawin di luar marganya (Kabihu), dan tidak boleh kawin dalam kabihunya sendiri. Unsur yang paling penting dalam sebuah perkawinan dalam masyarakat Sumba adalah belis atau mas kawin dan balasannya. Belis adalah barang-barang yang diserahkan
9
oleh
pihak
pengambil
istri
(laki-laki)
kepada
pihak
perempuan (Wellem, 2004). Kruit sangat
mengatakan
tinggi
jika
belis
di
Sumba
dibandingkan
Timur
dengan
bernilai
Sumba
Barat.
Oleh karena itu, banyak laki-laki di Sumba Timur tidak kawin karena tidak mampu membayar belis (Wellem, 2004). Makna belis adalah untuk memperlihatkan tinggirendahnya
nilai
penghargaan
pihak
pengambil
istri
kepada calon istri dan anaknya dan klan pemberi istri. Makin
besar
penghargaan balasan
jumlah
belis,
tersebut
adalah
demikian
untuk
makin juga
menunjuk
tinggi
nilai
sebaliknya.Makna tingginya
nilai
penghargaan pihak pemberi istri kepada anak perempuan mereka serta pihak pengambil istri. Jika balasan tidak seimbang
dengan
belis,
dipandang
rendah
oleh
pihak
pemberi
masyarakat
dan
istri
akan
dianggap
telah
menjual anak perempuan mereka (Wellem,2004). Kaum wanita yang sudah selesai dibelis cenderung akan timbul pemikiran bahwa wanita tersebut adalah hak milik
sepenuhnya
dari
suami,
sehingga
akan
terjadi
perlakuan yang kurang baik pada wanita dari lingkungan keluarga
suaminya.
kekerasan
terhadap
Di
Sumba
wanita
yang
Timur timbul
banyak karena
sekali budaya
10
belis yang memandang wanita yang sudah dipinang dengan harga yang sangat mahal, sehingga keluarga besar pihak laki-laki
dapat
berbuat
sesuka
hati
mereka
dalam
memperlakukan wanita yang sudah dibelis. Hal ini juga berlaku pada ibu yang mengandung sampai bersalin. Para suami di Sumba Timur cenderung berpikir bahwa hamil dan melahirkan adalah kodrat seorang wanita sehingga sering terjadi
kurangnya
dukungan
sosial
saat
melahirkan.
Selain kurangnya dukungan sosial saat melahirkan banyak juga terjadi tindak kekerasan yang beralasankan belis. Tindak kekerasan yang dialami pada masa kehamilan dan persalinan
akan
berdampak
pada
gangguan
mental
postpartum blues (Hakimi, 2001 cit Sumarni, 2013). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut : “Apakah
ada
hubungan
postpartum
blues
pada
Rambangaru
Kecamatan
Provinsi NTT?” C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum :
antara
dukungan
ibu
postpartum
Haharu
Kabupaten
sosial di
dengan
Puskesmas
Sumba
Timur
11
Mengetahui kejadian
hubungan
postpartum
antara blues
dukungan
di
sosial
Puskesmas
dan
Rambangaru
Kecamatan Haharu Kabupaten Sumba Timur. Tujuaan khusus :
Untuk mendeskripsikan gambaran dukungan sosial di Puskesmas
Rambangaru
Kecamatan
Haharu
Kabupaten
Sumba Timur.
Untuk mendeskripsikan gambaran postpartum blues di Puskesmas
Rambangaru
Kecamatan
Haharu
Kabupaten
Sumba Timur.
Mengetahui
bentuk
dukungan
sosial
yang
paling
banyak terdapat di Puskesmas Rambangaru Kecamatan Haharu Kabupaten Sumba Timur.
Mendeskripsikan
hubungan
antara
dukungan
sosial
dan postpartum blues. D. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian bagi
dan
khasanah
pengembangan
pengetahuan ilmiah
di
sebagai
dasar
bagian
ilmu
kesehatan masyarakat, ilmu kesehatan reproduksi, kesehatan
ibu
dan
anak,
serta ilmu sosial budaya.
ilmu
kesehatan
jiwa,
12
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan promosi
kesehatan
masyarakat
yang
yang masih
komprehensif beranggapan
di bahwa
wanita/isteri sebagai kalangan inferior sehingga bisa ada kerja sama yang baik antara suami dan isteri dalam upaya meningkatkan kesehatan fisik dan mental bagi ibu dan bayi. b. Manfaat praktis
Bagi Dinas Kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang cukup penting bagi penyusunan dan penyempurnaan rencana strategi dan kebijakan di bidang
kesehatan
dalam
upaya
peningkatan
kesehatan ibu dan bayi di Kabupaten Sumba Timur.
Bagi Pelayan Kesehatan Hasil
penelitian
diharapkan
sebagai
masukan
bagi pelayan dan pendamping kesehatan ibu dan bayi untuk bisa segera mungkin melakukan deteksi dini
terhadap
setelah
ibu
melahirkan
postpartum maupun
terhadap
gangguan
depresi
kesehatan
lainnya yang berujung pada gangguan mental.
Bagi
masyarakat
masyarakat
setempat
dan
bagi
tokoh-tokoh
13
Hasil
penelitian
sumber
informasi
ini
bisa
kesehatan
digunakan dalam
sebagai
meningkatkan
pengetahuan dan perilaku tentang kesehatan ibu dan bayi. Hasil penelitian ini juga bisa digunakan sebagai sumber
informasi
bagi
masyarakat
untuk
mengetahui dampak dari kurangnya dukungan sosial yang sedang terjadi dalam masyrakat khususnya di kecamatan Haharu kabupaten Sumba Timur.
Bagi
lembaga
Pemberdayaan
Perempuan
dan
Perlindungan Anak Hasil
penelitian
program
yang
ini
dapat
dijadikan
diprioritaskan
acuan
dalam
upaya
perlindungan reproduksi dan kesehatan mental ibu, serta
kesehatan
bayi
dalam
hubungannya
dengan
budaya setempat. E. Keaslian Penelitian 1. Gonidakis et al, (2007) melakukan penelitian dengan judul Maternity Blues in Athens, Greece : A Study During The First 3 Days After Delivery. Penelitian ini
merupakan
selama
3
melahirkan. wanita
yang
studi
hari Subyek
transversal
berturut-turut penelitian
melahirkan
dengan
yang
dilakukan
setelah ini
wanita
sebanyak
persalinan
402
normal,
14
sectio caesarea serta dengan vakum dan forsep. Hasil penelitian mengalami Kennerley
didapatkan, postpartum Blues
sekitar
blues
71,3%
yang
di
Questionnaire.
wanita
ukur
dengan
Faktor
yang
mempengaruhi postpartum blues menurut penelitian ini yaitu
kecemasan
selama
kehamilan,
serta
dukungan
sosial yang diukur dengan uji statistic Chi-square. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan Gonidakis et
al,
(2007)
postpartum
dan
adalah
subyek
desain
penelitian
penelitian
pada
yaitu
ibu
cross
sectional. Perbedaan dengan penelitian di atas yaitu variabel penelitian, lokasi di Yunani dan instrument yang digunakan adalah Kennerley Blues Questionnaire, sementara penelitian ini lokasi di Sumba Timur, NTT, dan
instrument
yang
digunakan
adalah
kuesioner
Edinburg Postnatal Depression Scale (EPDS). 2. Ratnawati et al.,(2013) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Dukungan Sosial Suami Pada Kejadian Postpartum Blues di Wilayah Kerja Puskesmas Gribig Kecamatan
Kedungkandang
dilakukan
dari
bulan
Malang”.
Penelitian
Februari–April
2013.
ini
Subjek
penelitian sebanyak 31 wanita postpartum dari hari pertama sampai hari ke 10 postpartum. Penelitian ini menggunakan kuesioner dan dianalisa menggunakan SPSS
15
for Windows versi 20.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
jumlah
rendah
Ibu
adalah
mengalami
yang
19
mengalami
responden
postpartum
postpartum
(61,3%)
blues
sedang
blues
dan
yang
adalah
12
responden (38,7%). Dari uji korelasi spearman rho didapatkan bahwa dukungan sosial suami berhubungan dengan kejadian postpartum blues r = - 0,592, p = 0,003.
Semakin
tinggi
dukungan
sosial
rendah
angka
kejadian
postpartum
semakin Persamaan
dengan
penelitian
ini
suami
maka
blues.
adalah
subjek
penelitian pada ibu postpartum dan desain penelitian cross sectional. Sedangkan perbedaannya adalah pada variabel
penelitian,
lokasi
dan
instrumen
yang
digunakan. Dimana dalam penelitian di atas,instrumen yang
di
gunakan
sendiri
oleh
adalah
kuesioner
peneliti,
yang
di
sementara
susun
peneliti
menggunakan instrument kuesioner Edinburg Postnatal Depression Scale (EPDS). 3. Candra
et
al.,(2013)
melakukan
penelitian
dengan
judul “Hubungan Dukungan Sosial Suami Dengan Gejala Gangguan Psikologi Postpartum Blues Masa Nifas pada Ibu
Primipara
di
Bidan
Praktik
Swasta
Kecamatan
Wagir dan Kecamatan Sukun Kota Malang”. Penelitian ini
dilakukan
selama
bulan
Maret
2013.
Subjek
16
penelitian ini sebanyak 36 ibu postpartum primipara usia
20-30
tahun
menunjukkan
dan
bahwa
lahir
mayoritas
normal.
ibu
Penelitian
mengalami
gejala
postpartum bues sebanyak 32 responden (89%) yang di ukur
dengan
adaptasi
Blues
Quotionaire.
Ibu
yang
mengalami gejala postpartum blues menerima dukungan sosial suami rendah (50%), sedang (36%) dan tinggi (14%).
Berdasarkan
uji
korelasi
chi-square,
diperoleh nilai χ2 dihitung sebesar 0,643 dan nilai ρ=0,725
maka
hubungan
dapat
yang
suami
dengan
blues
pada
penelitian
signifikan gejala ibu
di
menggunakan
disimpulkan antara
gangguan
cross
tidak
dukungan
psikologi
primipara.
atas
bahwa
desain
sectional.
sosial
postpartum
Persamaan
adalah
ada
dengan
penelitian
Perbedaan
dengan
penelitian yang dilakukan oleh Candra S, dkk (2013) adalah
variabel
sampling
dimana
menggunnakan peneliti
penelitian, dalam
teknik
dan
total
instrumen
Kuesioner
adaptasi
peneliti
menggunakan
Blues
yang
sampling
di
digunakan
Edinburg
atas
sedangkan
sampling,
Quotionaire
kuesioner
Depression Scale (EPDS).
pengambilan
penelitian
purpossive
menggunakan
penelitian,
teknik
lokasi adalah
sedangkan Postnatal