Bab I Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini kita hidup dalam ekonomi global, perkembangan yang terjadi dalam ekonomi dunia semakin lama, berlangsung semakin cepat sejalan dengan semakin lajunya kemajuan ilmu pengetahuan (Heryanto, 2004). Sumitro (dalam Heryanto, 2004) mendefinisikan pembangunan atau perkembangan sebagai suatu transformasi dalam arti perubahan struktur ekonomi. Perubahan struktur ekonomi diartikan sebagai perubahan dalam struktur ekonomi masyarakat yang meliputi perubahan pada perimbangan keadaan yang melekat pada landasan kegiatan ekonomi dan bentuk susunan ekonomi (Khoiroh, 2012). Sejalan dengan perkembangan ekonomi dunia yang impresif dalam 4 tahun terakhir, peran perusahaan mampu berkontribusi positif pada kinerja perekonomian Indonesia. Hal ini tercermin melalui Foreign Direct Investment (FDI) yang meningkat cukup pesat (Diambil dari Outlook Ekonomi Indonesia 2008-2012 yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, dalam Khiroh 2012). Menurut data Badan Pusat Statistik (dalam Khoiroh, 2012), terdapat 23.941 perusahaan industri besar-sedang di Indonesia pada tahun 2013. Peran-peran perusahaan inilah yang menjadi salah satu faktor perkembangan perekonomian khususnya di Indonesia. Di sisi lain banyaknya jumlah perusahaan yang berkembang akan memunculkan persaingan, dimana setiap perusahaan harus memiliki keunggulan kompetitif untuk tetap bertahan. Setiap organisasi perusahaan beroperasi
1
Bab I Pendahuluan
dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada untuk dapat menghasilkan produk baik barang atau jasa yang bisa dipasarkan. Dalam hal ini pengelolaan sumber daya yang dimiliki perusahaan meliputi sumber daya finansial, fisik, sumber daya manusia, dan kemampuan teknologis dan sistem (Simamora, dalam Kartika & Kaihatu, 2010). Karyawan sebagai sumber daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan menempati posisi strategis dalam sebuah perusahaan diantara sumber daya lainnya, sehingga untuk dapat menghasilkan output yang sesuai dengan harapan perusahaan, sudah seharusnya sumber daya manusia dikelola dan dimanfaatkan dengan sebaikbaiknya (Kartika & Kaihatu, 2010). Namun, pengelolaan sumber daya manusia di perusahaan seringkali merugikan bagi perusahaan karena perilaku dari karyawan itu sendiri. Perilaku yang merugikan bagi perusahaan biasa disebut perilaku menyimpang (Robbins & Judge, 2012). Perilaku menyimpang di tempat kerja, adalah perilaku yang melanggar norma-norma organisasi yang signifikan dan, dengan demikian, mengancam kesejahteraan atau anggota-anggotanya (Robbins & Judge, 2012). Sebagai contoh perilaku menyimpang di tempat kerja yaitu menggunakan akses internet perusahaan mereka untuk keperluan pribadi selama jam kerja atau yang disebut cyberloafing (Lim, 2002). Cyberloafing itu sendiri diartikan sebagai kegiatan atau perilaku mengakses situs yang tidak memiliki keterkaitan dengan pekerjaan (misalnya jejaring sosial, olahraga, berita dan hiburan), memeriksa dan mengirim e-mail pribadi dan kegiatan lain seperti belanja online dan bermain permainan online. Cyberloafing adalah fenomena umum dalam organisasi saat ini, karena perusahaan semakin memiliki akses internet berkecepatan tinggi yang diperlukan untuk penelitian,
2
Bab I Pendahuluan
pelaksanaan dan komunikasi. Internet yang di sediakan di tempat kerja biasanya tidak
memiliki
batasan
situs-situs
tertentu.
Hal
ini
dimaksudkan
untuk
mempermudah karyawan dalam mengakses informasi mengenai pekerjaan, agar perusahaan terus dapat diperbaharui dan kompetitif (Lim & Teo, 2005). Dalam dunia bisnis, banyak manfaat dari penggunaan internet sebagai fondasi menjalankan bisnis non tradisional dan sebagai alat untuk meningkatkan kinerja karyawan (Lim, 2002). Dalam era informasi ini, teknologi internet telah menjadi tak terelakkan dan menjadi bagian dari kehidupan berbisnis (Ozler & Polat, 2012). Sumber daya internet adalah komponen penting di tempat kerja dan digunakan untuk meningkatkan kinerja di sejumlah bidang (Ugrin & Pearson, 2013). Tapi pada kenyataanya, penggunaan internet juga dapat berdampak buruk terhadap pengguna teknologi itu sendiri. Sebuah survei yang dilakukan oleh WebSense.com pada tahun 2006 menemukan bahwa rata-rata karyawan Amerika menghabiskan sekitar 24 persen dari jam kerja nya untuk melakukan kegiatan cyberloafing. Hal ini menunjukkan jumlah rata-rata waktu yang dihabiskan karyawan untuk kegiatan internet non-kerja adalah 10 jam per karyawan per minggu (Lim & Chen, 2009). Bukti lain dari Spector & Fox (2010) menyatakan bahwa beberapa karyawan menghabiskan sebanyak 5 sampai 6 jam per hari untuk menggunakan internet di tempat kerja. Perkiraan jumlah karyawan Amerika yang melakukan cyberloafing di tempat kerja mencapai 34 juta, yang mengarah pada waktu produktivitas hilang sebesar 200.600.000 jam per minggu menurut Debt Cubed (dalam Young & Case, 2004). Dalam survei yang dilakukan oleh eMarketer.com, 73 persen karyawan di Amerika menggunakan akses internet di tempat kerja. Secara spesifik mereka menggunakan 42 persen untuk
3
Bab I Pendahuluan
membuka situs porno, 13 persen untuk online chatting, 12 persen bermain game, 8 persen membukan situs olahraga, 7 persen untuk berinvestasi, dan 7 persen untuk berbelanja online saat bekerja (Young & Case, 2004). Studi yang dilakukan oleh SurveilStar.com menyatakan bahwa dari sejumlah perusahaan di Amerika kehilangan lebih dari 30 persen jam kerja dalam sehari selama satu minggu akibat kegiatan cyberloafing yang dilakukan oleh karyawannya. Sejumlah studi di Indonesia (Antariksa, 2012; dalam Margaretha & Anugrah 2013) menunjukkan rata-rata karyawan mengalokasikan waktu hingga satu jam per hari untuk akses internet yang acapkali tidak ada hubungannya sama sekali dengan pekerjaan (browsing Facebook atau Kaskus, dan lain-lain). Itu artinya selama sebulan seorang karyawan bisa “mengkorupsi” waktu pekerjaannya hingga 20 jam lebih (1 jam x 20-an hari kerja), atau sama dengan 2,5 hari kerja. Berdasarkan survei-survei tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku cyberloafing sudah menjadi kebiasaan dan menjadi perilaku yang biasa di kalangan karyawan. Askew (2012) meneliti bagaimana cyberloafing berhubungan dengan kepuasan kerja. Menurut Mastrangelo, Everton & Jolton (2006) dalam penelitiannya mendapatkan hasil bahwa korelasi bivariat sederhana antara cyberloafing dan kepuasan kerja telah menemukan korelasi hampir nol. Tetapi, banyak pendapat mengenai hubungan antara cyberloafing dan kepuasan kerja karyawan. Menurut Farrell (dalam Al-Shuaibi, Subramaniam & Shamsudin, 2014) individu yang tidak puas di tempat kerja secara teoritis mengalami tiga kemungkinan respon perilaku: mengundurkan diri, kurangnya loyalitas, dan kelalaian dalam pekerjaan. Berdasarkan konseptualisasi Farrell, cyberloafing dapat dianggap sebagai bentuk pengabaian karyawan yang disebabkan ketidakpuasan dalam bekerja dengan menyalahgunakan
4
Bab I Pendahuluan
internet untuk terlibat dalam kegiatan non-kerja pada saat waktu kerja. Galletta dan Polak (dalam Al-Shuaibi, Subramaniam & Shamsudin, 2014) mengemukakan bahwa ketidakpuasan kerja cenderung meningkatkan penyalahgunaan internet karena pengguna kemungkinan akan terlepas dari aspek pekerjaan mereka dan terlibat dalam penyalahgunaan internet dengan mengganti kegiatan lainnya. Tindakan cyberloafing membuat perusahaan mengeluarkan biaya yang besar, tapi pada penelitian yang dilakukan oleh Lim dan Rajah (2011) ditemukan bahwa perilaku cyberloafing tersebut dapat menghasilkan manfaat bagi perusahaan. Penelitian dengan sampel 120 karyawan dewasa yang sehari-hari bekerja menggunakan fasilitas internet perusahaan. Dalam penelitian ini, hasil yang menarik adalah perilaku organizational citizenship behavior (OCB) menyebabkan kinerja karyawan tinggi. Organizational citizenship behavior (OCB) adalah melakukan perilaku ekstra di tempat kerja seperti membantu sesama kolega atau melestarikan sumber daya perusahaan, OCB mengacu pada tindakan terlibat dalam perilaku yang berada di luar ruang lingkup pekerjaan dan peran persyaratan seseorang (Lim & Rajah, 2011). Organisasi yang sukses membutuhkan karyawan yang akan melakukan lebih dari sekadar tugas biasa mereka, yang akan memberikan kinerja yang melebihi harapan (Robbins & Judge, 2012). Menurut Spector dan Fox (2010) mengenai penyimpangan, individu yang terlibat dalam counterproductive work behavior (CWB) dan merasa bersalah tentang hal itu cenderung untuk terlibat organizational citizenship behavior (OCB) sebagai sarana untuk "mengimbangi" apa yang mereka telah lakukan dan untuk mengurangi rasa bersalah mereka.
5
Bab I Pendahuluan
Penelitian kali ini merupakan replika dari dua penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lim dan Rajah (2011) dan penelitian yang dilakukan Askew (2012). Dalam penelitian ini, hanya berfokus pada tiga variabel yaitu cyberloafing, kepuasan kerja, dan organizational citizenship behavior dengan sampel karyawan PT. Matoa Indonesia Digdaya. PT. Matoa Indonesia Digdaya adalah perusahaan yang memproduksi jam tangan yang terbuat dari kayu. Perusahaan ini berlokasi di Bandung.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan temuan penelitian oleh Lim dan Rajah (2011) dan penelitian yang dilakukan Askew (2012), maka ada dua rumusan masalah dalam penelitian ini. 1. Bagaimana pengaruh cyberloafing terhadap kepuasan kerja karyawan PT. Matoa Indonesia Digdaya? 2. Bagaimana
pengaruh
perilaku
cyberloafing
terhadap
organizational
citizenship behavior (OCB) di PT. Matoa Indonesia Digdaya?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan beberapa masalah yang diidentifikasi di atas, maka berikut merupakan tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini: 1. Memberikan bukti empiris tentang bagaimana pengaruh cyberloafing terhadap kepuasan kerja di PT. Matoa Indonesia Digdaya. 2. Memberikan bukti empiris tentang pengaruh perilaku cyberloafing dengan organizational citizenship behavior (OCB) di PT. Matoa Indonesia Digdaya.
6
Bab I Pendahuluan
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris tentang bagaimana pengaruh cyberloafing terhadap kepuasan kerja karyawan dan hubungan perilaku cyberloafing dengan organizational citizenship behavior (OCB). Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi akademisi, untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian yang akan datang mengenai pengaruh cyberloafing terhadap kepuasan kerja dan organizational citizenship behavior (OCB). Selain itu, penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan masukan bagi CEO PT. Matoa Indonesia Digdaya dalam menyediakan dan mengatur fasilitas internet untuk karyawan PT. Matoa Indonesia Digdaya agar kinerja yang dilakukan karyawan khususnya di lingkungan PT. Matoa Indonesia Digdaya menjadi lebih efektif dan efisien.
7