BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pasca Perang Dingin arena politik internasional diwarnai dengan perubahan yang signifikan hingga memunculkan isu-isu baru sebagai agenda internasional seperi hak asasi manusia, lingkungan, kejahatan lintas nasional, kedaulatan dan demokrasi. Begitu pula dengan Indonesia sebagai negara besar sekaligus
anggota
aktif
masyarakat
internasional
semakin
menunjukan
perhatiannya pada isu-isu transnasional yang menyentuh kepentingan nasionalnya seperti masalah isu lingkungan dan hak asasi manusia. Gambaran perubahan iklim dan banyaknya bencana yang saat ini tengah berlangsung merupakan dampak terjadinya pemanasan global. Semakin lama iklim bumi cenderung semakin bergeser dari pola sebelumnya dan menjadi lebih sukar untuk ditebak. Jika dilihat dari berbagai fenomena alam yang terjadi, terlihat bahwa efek negatif dari pemanasan global semakin hari intensitasnya semakin tinggi. Seperti yang terjadi di Indonesia, sebanyak 92 dari 120 pulau terluar milik Indonesia telah terdaftar di Perserikatan Bangsa-Bangsa sehingga tidak bisa diklaim negara tetangga. Namun, naiknya muka laut sebagai dampak pemanasan global menimbulkan hilangnya titik dasar batas wilayah negara jika ada pulaupulau terluar yang tenggelam.1
1
͞ϭϮWƵůĂƵdĞƌůƵĂƌdĞƌĂŶĐĂŵdĞŶŐŐĞůĂŵ͕͟Kompas,no.313/46,20 Mei 2011, Hal 13.
1
³'DUL SXODX WHUOXDU DGD SXODX \DQJ NULWLV´ NDWD $VLVWHQ 'HSXWL Potensi Kawasan Perbatasan Laut Badan Nasional Pengelolaan Perbatasaan Sunarto. Pulau terluar paling kritis itu adalah Pulau Rondo di ujung barat laut Provinsi Aceh, Pulau Berhala di perairan timur Sumatra Utara, dan Pulau Nipah yang berbatasan dengan Singapura. Selain itu, Pulau Sekatung di Laut Cina Selatan sebelah utara Kepulauan Riau, Pulau Marore, Miangas, dan Marampit di utara Provinsi Sulawesi Utara, Pulau Fani, Fanildo, dan Bras di sebelah barat laut Kepala Burung Provinsi Irian Barat berbatasan dengan negara kepulauan Palau. Demikian pula dengan Pulau Batek di Selat Ombai yang berada di antara pantai utara Nusa Tenggara Timur dan Oecussi, Timor Leste, Pulau Dana di bagian selatan Nusa Tenggara Timur yang berbatasan dengan Pulau Karang Ashmore, Australia.2 Dalam lingkaran Artik, Kutub Utara, terdapat kolam air abadi yang merupakan reservoir air terbesar di dunia. Ketika musim panas menerpa, Juli silam, kolam itu kehilangan keabadiannya. Udara yang panas dan terik matahari menarik air danau itu selapis demi selapis menjadi uap. Para ahli mengaku WHUNHMXW DWDV WHPXDQ LWX ³6HEDJLDQ NRODP WHUVHEXW WHODK NHULQJ VDPD VHNDOL 6HEDJLDQ EDUX VDMD NHKLODQJDQ EHEHUDSD VHQWLPHWHU WHUDNKLU DLUQ\D´ NDWD Marrianne Douglas, Direktur Canadian Circumpolar Institute di University of
2
Ibid
2
Alberta.3 Dengan kata lain bahwa kondisi-kondisi ini membutuhkan perhatian yang khusus oleh semua pihak. Didasari hal tersebut PBB dengan Konvensi Kerangka Kerja mengenai Perubahan Iklim atau United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). UNFCCC adalah sebuah perjanjian internasional yang dihasilkan pada konferensi UNCED PBB, yang lebih dikenal dengan nama Earth Summit, pada tahun 1992. UNFCCC mulai ditandatangani pada 9 Mei 1992, serta mulai diterapkan pada 21 Maret 1994. Pada Desember 2009, UNFCCC telah memiliki 192 pihak yang ikut menandatangani perjanjian tersebut.
Para pihak
penandatangan tersebut melakukan sebuah pertemuan reguler, pertemuan ini disebut CoP(Conference of Parties). Secara rutin, CoP akan meninjau komitmen para pihak. Terutama yang berhubungan
dengan
strategi
komunikasi
nasional
dan
pengalamannya
menerapkan kebijakan nasional yang terkait dengan isu perubahaan iklim. Termasuk menegosiasikan ketentuan negara-negara berkembang dalam mereduksi emisi gas rumah kaca, seperti yang tercantum dalam Protokol Kyoto. Protokol Kyoto sendiri diterbitkan di Kyoto, Jepang, 11 Desember 1997. Protokol Kyoto adala sebuah persetujuan sah. Ditegaskan bahwa negara-negara perindustrian akan mengurangi emisi gas rumahkaca secara kolektif sebesar 5,2% dibandingkan tahun 1990. Tujuannya adalah mengurangi rata-rata emisi dari enam
3
ZŽŚŵĂƚ,ĂƌLJĂĚŝ͕͞ǁĂƐ͕<ƌŝƐŝƐWĂŶŐĂŶƵŶŝĂ͕͟Gatra, No. 08/ XIV, 22-28 November 2007, hal. 16
3
gas rumah kaca yang dihitung sebagai rata-rata selama masa lima tahun antara taun 2008 dan 2012. Pertama kali CoP diselenggarakan di Berlin pada 1995, sedangkan CoP yang diselenggarakan di Bali, Desember 2007 ini adalah CoP ke- 13. Dalam CoP ke-13 ini menghasilkan yang dinamakan Bali Roadmap. Di dalam Bali Roadmap ini terdapat beberapa kesepakatan, salah satunya adalah skema CDM (Clean Development Mechanism). CDM adalah salah satu mekanisme Protokol Kyoto yang mengatur Negara maju dalam upaya menurunkan emisi gas rumah kaca. CDM juga mengikutsertakan negara berkembang. CDM bertujuan membantu negara Annex I memenuhi target penurunanya. Masalah global warming dan perubahan iklim menjadi sebuah masalah yang mendesak untuk segera ditangani. Diperlukan upaya mitigasi terhadap ancaman dari dampak-dampak perubahan iklim dan global warming. Salah satu upanyanya adalah Protokol Kyoto, Indonesia turut serta dalam ratifikasi terhadap Protokol Kyoto. Begitu pula dengan Uni Eropa, Clean Development Mechanism adalah satu-satunya mekanisme dibawah Protokol Kyoto yang memungkinkan peran serta negara berkembang untuk membantu negara Annex I dalam upaya menurunkan emisi (Gas Rumah Kaca) GRK. CDM adalah satu-satunya mekanisme yang menawarkan win-win solution antara negara maju dan negara berkembang. Bagi negara berkembang CDM adalah sarana untuk membantu tercapainya pembangunan berkelanjutan dan ikut serta dalam upaya mitigasi sebagai bentuk komitmen terhadap Protokol Kyoto. CDM juga memberikan janji berupa adanya transfer teknologi dari negara maju. Clean Development Program 4
(CDM) atau Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB). Peserta sepakat untuk menggandakan batas ukuran proyek penghutanan kembali menjadi 16 kiloton CO2 per tahun. Peningkatan ini akan mengembangkan angka dan jangkauan wilayah negara CDM ke negara yang sebelumnya tak bisa ikut mekanisme ini. Di dalam sidang CoP banyak menghasilkan dokumen-dokumen, namun yang paling penting adalah Protokol Kyoto. Dalam Protokol itu tertulis secara tegas menetapkan target reduksi emisi gas rumah kaca sebesar 5,2% hingga 2012. Ada yang harus memangkas 8 % seperi Uni Eropa, ada pula yang masih leluasa menambah emisinya sampai 8% seperti Australia. Namun, tidak mau dibebani target reduksi emisi 7%, Amerika Serikat yang mula-mula setuju dengan Protokol tadi, awalnya 2001 dia menyatakan menolak meratifikasinya. Protokol itu disebutnya akan menghancurkan kehidupan ekonominya. 4Australia tidak mau mendukung Protokol Kyoto karena Australia tidak mau negara-negara industri yang selama ini memborong batu bara dan gas memgurangi permintaannya. Hal ini sama saja akan mereduksi penghasilannya. Sama halnya dengan Amerika Serikat, mendukung Protokol Kyoto sama saja dengan menghambat aktivitas perindustriannya padahal Amerika serikat sekarang tercatat sebagai penyumbang emisi karbon terbesar. Australia dan Amerika menunjukan penolakannya atas apa yang ada di dalam Protokol Kyoto, berbeda dengan Uni Eropa dari awal Uni Eropa sangat mendukung bahkan mendorong untuk segera dibentuk sebuah kesepakatan yang secara hukum mengikat. Selain itu, bukti dari dukunganya Uni Eropa dalam 4
WƵƚƵƚdƌŝŚƵƐŽĚŽ͕͞DĂŶĚĂƚEƵĂƐƵĂ͕͟ Gatra, No.02/XIV, 28 November 2007, hal. 14.
5
menurunkan emisinya adalah salah satu negaranya Jerman malah mengusulkan pemangkasan 10% menjelang 2005 dan 15% - 20% sebelum tahun 2010.5 Protokol Tokyo ini telah membuka praktek bisnis baru, yakni transaksi emesi gas rumah kaca. Secara umum orang menyebut carbon trading. Tim Flannery memberikan julukan sebagai mata uang baru karbon dolar. Skema CDM hanya berlaku dilingkungan negara-negara yang telah meratifikasikan Protokol Kyoto. Yang paling siap menyambut era karbon dolar ini agaknya Uni Eropa. Perdagangan emesi itu sendiri telah dimulai awal 2005 dengan melibatkan 14 anggotanya plus 11 negara Eropa Timur dan eks Uni Soviet. Masing-masing menerima jatah emisi untuk dibagi ke instalasi industri yang keseluruhannya berjumlah 12.000 unit. Hasilnya, sekitar 450 juta ton gas emesi (ekuvalen karbon) bisa dijualbelikan pada periode 2005-2007. Untuk periode kedua, 2008-2012, dengan target reduksi gas setara CO2 sebanyak 10%, kredit karbon yang ditransaksikan bisa mencapai 2,2 milyar ton gas setara CO2. Kalau setiap ton itu harganya 10 euro, kue kredit karbon itu bisa mencapai nilai 22 milyar euro. Namun, harganya sangat fluktuatif.6 Uni Eropa termasuk pihak yang paling progresif dalam menjalankan skema-skema yang telah disepakati. Uni Eropa juga menginginkan perjanjian yang lebih keras, agar negara-negara yang berkewajiban menurunkan emisinya tidak mangkir. Ketentuan dalam protokol itu memungkinkan para pihak yang terkena kewajiban itu berbagi beban. Peluang ini dimanfaatkan betul oleh 15
5 6
WƵƚƵƚdƌŝŚƵƐŽĚŽ͕͞^ĞũĂƌĂŚŵŵŝƐŝŽŶdƌĂĚŝŶŐ͕͟Gatra, 02/XIV, 28 November 2007, hal.140. WƵƚƵƚdƌŝŚƵƐŽĚŽ͕͞DĂŶĚĂƚEƵƐĂƵĂ͕͟Gatra, No. 02/ XIV, 28 November 2007, hal. 15.
6
anggota Uni Eropa plus 10 negara eks Blok Timur dan bekas Uni Soviet. Dalam konteks protokol itu, mereka semua disebut kelompok Uni Eropa. Beban berat itu dibagi secara tanggung renteng sesuai dengan kemampuan masing-masing negara. Ada yang bersedia memangkas emisinya hingga 25% pada periode 2005-2007 dan 21% untuk 2008-2012, seperti Jerman. Inggris memotong 10% (2005-2007) dan 12,5% (2008-2012). Belanda mereduksi 10% dan 6%. Tapi ada pula yang malah bisa menambah emisinya sampai 30%, seperti Yunani. Untuk tahap pertama, reduksi emisi berlaku sebatas CO2, metana, dan dinitrooksida (N2O). Pada tahap kedua, ketentuan berlaku pula untuk senyawa karbon-flour, seperti HFC, PFC, dan SFC.7 Kebersamaan di komunitasnya membuat Komite Perubahan Iklim Uni Eropa terus optimis. Emisi 2006 menurun dari level 2005. Bahkan pengurangan rata-rata 7%, batas yang dianggap aman agar ekonomi Uni Eropa terus tumbuh, akan tercapai. Untuk periode 2008-2012, komite akan menetapkan angka emisi di bawah tahap sebelumnya. Bahkan, menurut skema Emissions Trading Uni Eropa ini, 10 negara akan menerima jatah 12% lebih rendah dari emisi 2005-2007.8 Hal ini menujukan bahwa keseriusan Uni Eropa dalam menjalankan skema-skema yang telah menjadi komitmenya bersama negara-negara maju lainnya. Uni Eropa telah menjalankan beberapa skema CDM, salah satu contoh skema CDM yang telah dijalankan oleh Eropa adalah tengah dibangun di Kenya, Proyek berjuluk Ngima Project di Homa Bay berbentuk fasilitas terpadu
7 8
WƵƚƵƚdƌŝŚƵƐŽĚŽ͕͞ŵŝƐŝĚŝ^ĂŶĂZĞĚƵŬƐŝĚŝ^ŝŶŝ͕͟Gatra, No. 02/XIV, 28 November 2007, hal. 141 WƵƚƵƚdƌŝŚƵƐŽĚŽ͕͞^ŬĞŵĂd͗ĞƌƐĂŵĂ<ŝƚĂŝƐĂ͕͟Gatra, No. 02/XIV, 28 November 2007, hal. 147
7
perkebunan tebu dan pabrik gula ini juga bakal sekaligus dikembangkan sebagai penghasil biofuel. Proyek ini pun diharapkan bisa menghasilkan karbon kredit sebesar 217.000 ton untuk negeri itu. Sebuah konsorium perusahan Eropa yang dipimpin HG Consulting telah menyiapkan dana sekitar US$ 400 juta untuk merealisasikan proyek itu. Malah, menurut pihak perusahaan yang bermarkas di Brussels, Belgia, itu, sedikitnya 5% nilai Ngima Project bakal diberikan kepada para petani tebu. Para staf dalam proyek ini akan memetik manfaat dari perumahan, rumah sakit, dan sekolah-sekolah yang direncanakan juga dibangun di situ.9 Selain program CDM ada satu lagi upaya untuk menghambat pemanasan global yaitu Reducing Emissions from Deforestation in Developing countries (REDD). REDD adalah skema alternatif untuk memangkas emisi gas rumah kaca menghadapi perubahan iklim yang belakangan ini menjadi permasalahan global dan mulai dirasakan dampaknya.
Para peserta UNCCC sepakat untuk
mengadopsi program dengan menurunkan pada tahapan metodologi. REDD akan fokus pada penilaian perubahan cakupan hutan dan kaitannya dengan emisi gas rumah kaca, metode pengurangan emisi dari deforestasi, dan perkiraan jumlah pengurangan emisi dari deforestasi. Deforestasi dianggap sebagai komponen penting dalam perubahan iklim sampai 2012. Beda dengan skema CDM yang melakukan penghutanan kembali, pada skema REDD yang dilakukan ialah memepertahankan hutan untuk tidak terus menerus ditebang. Kalau mekanisme REDD bisa gol, deforestasi akan bisa dihindarkan. Berapa karbon yang di 9
ƌǁŝŶz͘^Ăůŝŵ͕͞WƌŽLJĞŬĞƌƐŝŚƵĂĞŶƵĂ͕͟Gatra, No. 08/XIV,22-28 November 2007, hal. 166.
8
prediksikan adalah sejumlah karbon yang bisa dihindarkan dari kemungkinan deforestasi. Pemerintah Indonesia memperluas keterlibatan negara-negara besar untuk mendukung program dari pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+). Kerja sama Indonesia sebelumnya dengan pemerintah Norwegia akan ditambah lagi dengan Kanada, Amerika Serikat, Inggris dan Australia. Hal itu diungkapkan Juru Bicara Wakil Presiden Boediono, Yopie Hidayat kepada pers, seusai mendampingi Wapres bertemu dengan Menteri Keuangan Kanada James H Flaherty di Istana Wapres, Jakarta, "Salah satu materi yang dibahas Wapres dengan Menkeu Kanada di antaranya tawaran Wapres agar Kanada ikut serta dalam program pengurangan emisi di Indonesia melalui progrDP 5(''´. Sebagaimana diketahui, pada kunjungan kerjanya di Oslo, Norwegia, Mei silam, pemerintah Indonesia dan Norwegia menandatangani perjanjian mengenai program REDD+. Untuk pelaksanaan program tersebut, pemerintah Norwegia menjanjikan komitmen dana sebesar 1 miliar dollar AS apabila Indonesia melakukan pengurangan emisi.10 Skema ini diharapkan bisa menurunkan presentase kerusakan alam yang diakibatkan oleh pemanasan iklim dunia. Pertemuan para pihak atau Conference of the Parties/CoP 13 di Bali menjadi sangat penting sebagai pra-kondisi bagi lahirnya kesepakatan baru tersebut. Pertemuan di Bali seharus menghasilkan semacam Bali Mandat yang menjadi pedoman bagi pembahasan kesepakatan baru pada forum CoP berikutnya.
10
http://sains.kompas.com/read/2010/11/09/21185312/RI.Ajak.Negaranegara.Besar.Terlibat diakses pada tanggal 31 Mei 2011
9
Bali Mandate harus memberikan ruang yang cukup bagi negara-negara berkembang atau non-Anex-1 untuk ikut mengontrol negara-negara maju yang tergabung dalam Anex-1 dalam memenuhi kewajibannya mengurangi emisi GRK di negaranya. Sebaliknya, kesepakatan baru pasca Protokol Kyoto tidak boleh kembali memberikan ruang bagi toleransi terhadap ketamakan negara-negara maju dalam mengkonsumsi energi fosil. Untuk itulah Indonesia sebagai tuan rumah dari pertemuan CoP 13 diharapkan mampu mengambil kepemimpinan dari negara-negara berkembang untuk meletakan dasar-dasar bagi kesepakatan baru pasca-Protokol Kyoto secara lebih adil.
B. Pokok Permasalahan Untuk membantu dalam mempelajari, menganalisis, membatasi dan membahas kasus tersebut, maka penulis merumuskan masalah kedalam sebuah pertanyaan, yaitu : ³%DJDLPDQD NRPLWPHQ Negara Maju dalam menjalankan pendanaan dan alih teknologi dalam isu perubahaan iklim terhadap negara sedang berkembang pasca CoP- 13 di Bali 2007?
10
C. Kerangka Dasar Pemikiran Teori adalah bentuk penjelasan paling umum yang memberitahukan pada kita mengapa sesuatu terjadi dan kapan sesuatu diharapkan akan terjadi. Jadi selain dipakai sebagai eksplanasi juga menjadi dasar bagi prediksi.11 Teori merupakan semacam bingkai analisa yang dapat digunakan seseorang untuk menjelaskan permasalahan yang dihadapi secara deduktif.12 Meskipun demikian teori juga mengandung data-data spekulatif yang sebenarnya belum tentu dapat dibuktikan, akan tetapi teori merupakan pedoman yang dapat mengarahkan suatu penelitian yang empiris dengan menunjukkan faktor-faktor macam apa yang perlu diteliti untuk dapat menemukan hipotesa.13 Dari pemahaman teori tersebut, menunjukan betapa pentingnya kedudukan teori dalam disiplin ilmu hubungan Internasional. Teori berfungsi penting karena perannya sebagai alat analisis dan alat prediksi terhadap fenomena-fenomena internasional yang muncul. Adapun teori atau konsep yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Konsep Kerjasama Internasional
11
DŽŚƚĂƌDĂƐ͛ŽĞĚ͕Teori dan Metodologi Hubungan Internasional, PAUSS UGM, Yogyakarta 1998, hal. 181. 12 Daris B. Bobrow, The Relevance Potential of Deferent Product, dalam Raymond Tenter & Richard H. Ulman, ed, Theory and Policy International Relation, Princeton University Press, Princeto 1997, hal. 201 13 J. Frekel, International Relation, Terjemahan Laila Hasyim Ans Sungguh Bersaudara, Jakarta 1980, hal. 79
11
Kerjasama memberi kontribusi terhadap perkembangan dan kinerja kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Membangun dan memelihara hubungan dengan negara lain secara professional. Memahami dasar-dasar teori organisasi, desain organisasi, struktur organisasi dan perilaku organisasi. Pengetahuan Hubungan Masyarakat dan Internasional. Memahami tentang pentingnya menjalin kemitraan dengan pihak luar baik dalam maupun luar negeri. Dr. Budiono Kusumohamidjojo mengemukakan pernyataan berikut: ³ 6LNDS NRRSHUDWLI GDODP PHQ\HOHQJJDUDNDQ SROLWLN OXDU QHJHUL senantiasa dapat dikembalikan pada asumsi bahwa persoalan tertentu tidak dapat diatasi atau sasaran itu tidak dapat dicapai dengan hanya mengandalkan kekuatan sendiri. Sikap kooperatif juga dapat bangkit bila ada perkiraan bahwa kerjasama akan membawa dampak yang menguntungkan bila hanya dibandingkan dengan KDQ\DPHQJDQGDONDQNHNXDWDQVHQGLUL´ Tetapi pada umumnya juga disadari bahwa kerjasama internasional senantiasa membawa konsekuensi tertentu. Namun demikian suatu kerjasama senantiasa diusahakan justru karena manfaat yang diperoleh secara proporsional adalah masih lebih besar daripada konsekuensi yang harus ditanggung.14 Akar-akar dan kerjasama dalam organisai internasional terletak pada kesadaran terhadap adanya kepentingan bersama dan tujuan yang telah
14
Budiono Kusumohamidjojo, Hubungan Internasional: Kerangka Studi Analisis, Bandung, 1971, hal 33
12
disepakati, dimana masing-masing hak yang bersangkutan percaya akan mendapat keuntungan yang lebih baik dengan memiliki organisasi atau mekansime daripada tidak melakukan kerjasama karena hampir semua memerlukan seorang mitra beraliansi. 0HQXUXW .-+ROVWL PHQ\DWDNDQ EDKZD ³6HEDJDL WUDQVDNVi dan interaksi diantara negara-negara dalam sistem internasional saat ini adalah bersifat rutin dan hampir bebas konflik. Timbul berbagai masalah nasional, regional atau global yang memerlukan perhatian dari banyak negara. Dalam banyak kasus sejumlah pemerintah saling mendekati dengan penyelesaian yang diusulkan, merundingkan atau membahas masalah mengemukakan bukti teknis untuk menyetujui satu penyelesaian atau lainnya dan mengakhiri perundingan dengan perjanjian atau pengertian tertentu yang memuaskan kedua belah pihak. 3URVHVLQLGLVHEXW.RODERUDVLDWDX.HUMDVDPD´15 Uni Eropa sadar betul, apabila, dia tidak melakukan kerjasama internasional dengan negara-negara maju dan negara sedang berkembang dalam upaya mencegah dan menanggulangi efek dari pencemaran lingkungan secara global, maka dia tidak akan mampu melakukannya sendiri. Oleh karena itu,Uni Eropa melakukan kerjasama internasional dengan anggota Annex 1 dan negara sedang berkembang untuk menjalankan komitmen terhadap negara sedang berkembang dalam pemberian dana bantuan perubahan iklim dan alih teknologi
15
K.J.Holsti, Politik Internasional: Kerangka untuk Analisis JIlid Kedua, Erlangga, Jakarta, 1983 Hal 209
13
dalam skema CDM dan REDD sebagai upaya menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Istilah Kolaborasi atau Kerjasama dapat menimbulkan satu citra akan organisasi internasional yang bekerja keras menyelesaikan masalah-masalah biasa atau ahli-ahli teknis dalam lapangan yang membantu pihak lain. Hubungan internasional secara umum adalah hubungan yang dilakukan antar negara yaitu unit politik yang didevinisikan menurut territorial, populasi dan otonomi wilayah serta yang penghuninya tanpa menghiraukan homogenitas etnisnya.16 Hal ini dilakukan oleh suatu negara guna memenuhi kepentingan nasional itu dapat melukiskan aspirasi suatu negara secara operasional. Dalam penerapannya berupa tindakan atau kebijakan yang sangat aktual dan rencanarencana yang menjadi tujuan suatu negara.17 2. Teori Sistem Politik Suatu sistem politik adalah semua tindakan yang lebih kurang langsung berkaitan dengan pembuatan keputusan-keputusan yang mengikat masyarakat. Sistem politik memiliki konsekuensi-konsekuensi yang penting bagi masyarakat yaitu keputusan-keputusan otoritatif.18
16
Theodore.A. Coulombis dan James Wolfe, Pengantar Hubungan Internasional:Keadilan dan Power,Abardin, Bandung, 1990 Hal 89 17 J. Frankel, Internasional Relation, Jakarta, 1980 18 DŽŚƚĂƌDĂƐ͛ŽĞĚĚĂŶŽůŝŶDĂĐŶĚƌĞǁƐ͕ 2006, Perbandingan Sistem Politik, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, hal 6
14
David Easton menyatakan bahwa sistem politik adalah merupakan alokasi daripada nilai-nilai, dalam pengalokasian daripada nilai-nilai tersebut bersifat paksaan dan mengikat masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Lebih lanjut David Easton menyatakan pula bahwa sistem politik dapat diperkenalkan sebagai seperangkat yang diabstraksikan dari seluruh tingkah laku sosial melalui nilainilai yang dialokasikan secara otoritatif kepada masyarakat.19 Hubungan antara sistem sistem politik dengan lingkungannya sangat erat. Sistem politik dipengaruhi oleh segala macam hal yang terjadi di sekelilingnya. Berbagai macam pengaruh yang berasal dari lingkungan mengalir masuk ke dalam sistem politik. Hal serupa juga terjadi di Indonesia. Pengaruh lingkungan, baik yang intersosietal maupun yang ekstrasosietal mengalir masuk ke dalam sistem politik sebagai input baik yang berupa tuntutan-tuntutan (demands) maupun sebagai dukungan (supports). Hasil daripada sistem politik disebut output ini mengalir ke masyarakat atau mungkin kembali lagi masuk mempengaruhi sistem politik sebagai input. Untuk menjamin tetap bekerjanya suatu sistem diperlukan input-input secara ajeg. Tanpa input sistem itu tidak akan dapat berfungsi, tanpa output tidak dapat mengidentifikasikan pekerjaan yang dikerjakan oleh sistem itu. Dalam hubungan
ini
yang
perlu
diteliti
lebih
lanjut
adalah
bagaimana
mengidentifikasikan input-input dan kekuatan-kekuatan yang membentuk dan merubah input-input tersebut, menelurusi proses-proses yang mentransformasikan input-input tersebut menjadi output-output, menggambarkan kondisi-kondisi 19
David Easton, 1984, Kerangka Kerja Analisa Sistem Politik, Bina Aksara, hal 86
15
umum yang dapat memelihara proses-proses tersebut, dan menarik hubungan antara output-output dengan input-input berikutnya dalam sistem tersebut.20 Sistem menghasilkan suatu jenis output yang berbeda dengan input yang diperolehnya dari lingkungannya. Ada dua jenis pokok input-input suatu system politik yaitu tuntutan dan dukungan. Input-input inilah yang akan memberikan bahan mentah atau informasi yang harus diproses oleh sistem tersebut dan juga energi yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup sistem tersebut.21 LINGKUNGAN
I
TUNTUTAN
KEPUTUSAN
O
KEBIJAKSANAAN
U
SISTEM N DUKUNGAN
POLITIK
P
T
U
P FEEDBACK
T
U LINGKUNGAN
T
Gambar 1.1 Teori Sistem Politik Berdasarkan gambar tersebut di atas, dalam setiap sistem yang berjalan, secara khas tuntutan-tuntutan bisa timbul dengan tujuan merubah hubungan20 21
DŽŚƚĂƌDĂƐ͛ŽĞĚ͕Žpcit, hal 6 Ibid, hal 8
16
hubungan politis di antara anggota-anggota itu sendiri, sebagai akibat dari ketidakpuasan atas hubungan-hubungan itu. Misalnya dalam suatu sistem politik berdasar perwakilan, dimana perwakilan setara merupakan norma politik yang penting, mungkin timbul tuntutan-tuntutan menyeimbangkan perwakilan di antara distrik-distrik pemilihan kota dan desa. Juga tuntutan-tuntutan untuk merubah proses pengangkatan pemimpin-pemimpin politik formal, perubahan cara amandemen pengangkatan
konstitusi.
Juga
tuntutan-tuntutan
pemimpin-pemimpin
formal,
untuk
perubahan
merubah cara
proses
amandemen
konstitusi, dan tuntutan lain serupa mungkin merupakan tuntutan-tuntutan yang merupakan perwujudan inspirasi di dalam politik. Input-input berupa tuntutan saja tidaklah memadai untuk keberlangsungan kerja suatu sistem politik. Input tuntutan itu hanyalah bahan dasar yang dipakai untuk membuat produk akhir, yang disebut keputusan. Untuk tetap menjaga keberlangsungan fungsinya, sistem itu juga memerlukan enerji dalam bentuk tindakan-tindakan atau pandangan-pandangan yang memajukan dan merintangi sistem politik, tuntutan-tuntutan yang timbul di dalamnya dan keputusankeputusan yang dihasilkannya. Input ini disebut dukungan (support). Tanpa dukungan, tuntutan tidak akan bisa dipenuhi atau konflik mengenai tujuan tidak akan terselesaikan.22 Output dari suatu sistem politik adalah berwujud suatu keputusan atau kebijaksanaan politik. Output-output yang berwujud keputusan-keputusan politik, merupakan pendorong khas bagi anggota-anggota dari suatu sistem untuk 22
Ibid, hal 11
17
mendukung sistem tersebut. Karena output-output khas dari suatu sistem adalah keputusan-keputusan mengenai kebijaksanaan, maka pada pemerintahan terletak tanggungjawab tertinggi untuk menyesuaikan atau menyeimbangkan output berupa keputusan dengan input berupa tuntutan.23Agar suatu sistem politik tetap berfungsi dengan tertib, dan tidak hancur, anggota-anggota sistem tersebut harus memiliki harapan, dasar yang sama dalam hal patokan-patokan atau ukuranukurannyang harus diterapkan untuk membuat penilaian politik, cara seseorang berpikir tentang berbagai masalah politik, dan cara anggota-anggota sistem memandang dan menafsirkan gejala politik.24 Dengan demikian
diambilnya kebijakan Pemerintah Uni Eropa untuk
mengadakan perjanjian multilateral dalam isu lingkungan global adalah sebagai akibat dari semakin meluasnya efek dari global warming yang melanda dunia ini. Oleh karenanya, Pemerintah Uni Eropa berkeinginan untuk mencegah dan menanggulangi dampak dari krisis lingkungan global tersebut. Sebagai input, tuntutan-tuntutan yang berasal dari masyarakat Uni Eropa sendiri yang memang sudah mempunyai kesadaran terhadap lingkungan yang sedang mengalami krisis ini. Selain itu tuntutan itu muncul dari kelompok di Uni Eropa agar segera menyelamatkan bumi dengan salah satu cara menjalankan komitmen yang telah ditandatangani sesegera mungkin. Demikian juga tuntutan dari negara-negara berkembang, NGO yang menginginkan untuk negara maju seperti Uni Eropa agar aktif untuk ikut serta dalam mencegah dan menanggulangi efek dari pencemaran lingkungan secara global karena negara-negara maju dengan tingkat industrialisasi 23 24
Ibid, hal 16-17 Ibid, hal 19
18
yang tinggi yang banyak menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Isu lingkungan yang semakin gencar beredar pun menjadi tuntutan Uni Eropa untuk mencegah dan menanggulangi efek pencemaran lingkungan secara Global. Input yang diterima pemerintah dan masuk ke dalam sistem politik akhirnya menghasilkan output yang berupa kebijakan dari pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan dengan menjalin perjanjian multilateral dengan negara-negara lain yang berkaitan dengan isu lingkungan global diantaranya Protokol Kyoto, Cop 13, Cop 15, ANMC21. D. Hipotesis Komitmen Negara Maju terhadap negara sedang berkembang dalam pemberian dana bantuan perubahan iklim dan alih teknologi didorong oleh Pertama, kerjasama internasional yang menempatkan isu lingkungan sebagai isu sentral. Kedua, adanya tekanan baik dari internal maupun ekternal yang mendorong pemberian dana dan alih teknologi. E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Ingin mendeskripsikan isu-isu perubahan iklim dalam CoP- 13 di Bali 2. Ingin memeberikan penjelasan tentang kerjasama internasional yang dilakukan oleh Negara Maju. 3. Ingin menjelaskan eksplanasi tentang komitmen Negara Maju yang sudah disepakati
19
4. Aplikasi teori-teori yang pernah penulis pelajari selama mengikuti perkuliahan 5. Melengkapi persyaratan menyelesaikan jenjang studi Strata 1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, khususnya Program Studi Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
F. Jangkauan Penelitian Penelitian ini memiliki ruang lingkup dari tahun 1997 khususnya pada pelaksanaan CoP ke-3 di Kyoto yang menghasilkan dokumen penting Protokol Kyoto. Sampai pada pasca CoP ke-13 di Bali menindak lanjuti komitmen Uni Eropa terhadap kesepakatan yang terdapat dalam Protokol Kyoto. Namun tidak menutup kemungkinan untuk memasukan data-data diluar jangka waktu tersebut untuk mendukung penelitian ini. G. Metode Pengumpulan Data Analisa terhadap permasalahan ini dilakukan melalui studi pustaka dengan cara mengumpulkan, pemilihan dan mengkajidata-data, pendapat serta informasi yang diperoleh dari buku-buku, jurnal, majalah, surat kabar dan juga internet.
20
H. Sistematika Penulisan BAB I
Menjelaskan tentang pendahuluan yang memuat tentang latar belakang masalah, pokok permasalahan, kerangka dasar
teori,
hipotesa,
tujuan
penulisan,
jangkauan
penelitian, teknik pengumpulan data, dan sistematika penulisan. BAB II
Mendeskripsikan tentang isu-isu perubahan iklim dalam CoP- 13 di Bali
BAB III
Menjelaskan tekanan-tekanan yang mendorong Negara Maju menjalankan komitmennya
BAB IV
Menjelaskan kerjasama internasional antara Negara Maju dengan negara sedang berkembang
BAB V
Kesimpulan,
merupakan
rangkuman
sebelumnya,
juga
penegasan
berisi
pada
bab-bab
argument
yang
digunakan
21