BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang pesat khususnya di kota-kota besar, telah mendorong peningkatan kebutuhan akan perumahan. Hal tersebut mengakibatkan timbulnya permasalahan dengan lingkungan air. Meningkatnya jumlah air limbah domestik yang tidak diimbangi dengan peningkatan badan air penerima baik dari aspek kapasitas maupun kualitasnya, menyebabkan jumlah air limbah yang masuk ke dalam badan air tersebut dapat melebihi daya tampung maupun daya dukungnya. Pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya aktivitas manusia dapat diperkirakan akan semakin bertambah pula jumlah limbah yang dihasilkan (Supradata, 2005). Air limbah domestik merupakan hasil buangan dari berbagai aktivitas rumah tangga serta hasil buangan dari perkantoran, rumah makan. Sebagian besar masyarakat kita masih beranggapan bahwa lingkungan perairan merupakan tempat pembuangan yang mudah dan murah sehingga hasil pembuangan dari aktivitas rumah tangga lebih memilih untuk dibuang ke sungai atau selokan (Mulyadi dan Dewi, 1991). Sumber utama air limbah domestik berasal dari rumah tangga yang membuang ratusan ribu deterjen yang mengandung fosfor serta bahan organik seperti sisa makanan, dan sabagainya ke saluran air, yang mengakibatkan pencemaran air. Limbah yang mengandung bahan organik dapat membusuk atau
1
terdegradasi oleh mikroorganisme sehingga bila dibuang ke badan air akan meningkatkan populasi mikroorganisme, sehingga akan menaikan kadar BOD sedangkan sabun akan mengakibatkan naiknya pH air (Wim, 2011). Salah satu upaya mengurangi pembuangan limbah yang dicanangkan oleh pemerintah yaitu dengan adanya instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang secara khusus mengolah air limbah domestik hasil buangan yang berasal dari limbah rumah tangga (domestik) akan diolah terlebih dahulu dan masuk ke badan air melalui sistem perpipaan. Air limbah domestik tersebut diolah dalam IPAL dengan proses fisika dan biologi. Proses meliputi beberapa tahapan kolam stabilisasi yaitu kolam anaerob, fakultatif dan maturasi (Mangunwardoyo dkk., 2013). Kualitas air limbah domestik IPAL Bojongsoang masih dibawah standar baku mutu yang ditetapkan. Kualitas kolam IPAL Bojongsoang Bandung kandungan BOD5 yang terdapat pada air limbah domestik pada kolam anaerob (318,50 mg/L), fakultatif (113,00 mg/L), dan maturasi (381,00 mg/L), sehingga dapat diketahui bahwa kolam tersebut berstatus tercemar sedang, sehingga jika dibiarkan akan berakibat pada kehidupan biota didalamnya dan dapat berakibat pada tumbuhan dan manusia (Mangunwardoyo dkk., 2013). Tanaman air merupakan bagian dari vegetasi penghuni bumi, yang media tumbuhnya adalah perairan. Salah satunya adalah eceng gondok merupakan tanaman yang kebanyakan orang menyebutnya sebagai tanaman pengganggu atau gulma yang merugikan. Namun tanaman tersebut memiliki manfaat yang banyak bagi kehidupan. Selain dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan ekonomi, eceng gondok mempunyai kemampuan dalam menyerap bahan organik, anorganik serta bahan pencemar lainnya. Tingkat pertumbuhannya yang sangat cepat dapat dimanfaatkan sebagai biomonitoring dan pembersih perairan dari polutan berbahaya seperti logam berat (Kholidiyah, 2010).
2
Tanaman air sangat membantu proses pengolahan air limbah pada kolam oksidasi, terutama tanaman eceng gondok dalam menyerap senyawa nitrogen dan fosfor dari air tercemar (Wim, 2011). Eceng gondok memiliki manfaat yang banyak terutama untuk keseimbangan ekosistem. Sesungguhnya apa yang diciptakan dibumi ini memilki manfaat dan hanya kepunyaan Allah-lah yang Maha Besar sesuai dengan surat An-Nisa ayat 26:
ً ش أيءٍ ُم َحي َ َو َ ه طا َ اّلِلُ َب ُك َل َ س َم َاوا ض ۚ َو َكانَ ه ّلِل َما فَي ال ه َ ت َو َما فَي أاْل َ أر Artinya: “Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang ada di bumi, dan adalah (pengetahuan) Allah Maha Meliputi segala sesuatu” (Qs. Al Hijr:20).
Kemampuan eceng gondok tersebut menurut Hardiyanti (2007), eceng gondok mampu menyerap fosfat dari limbah deterjen terutama bagian akar, batang dan daun. Pertumbuhan tanaman akan dipengaruhi oleh keadaan lingkungan tempat tanaman tersebut untuk bisa bertahan hidup. Adaptasi tanaman terhadap lingkungan merupakan sifat-sifat karakteristik anatomi dan fisiologi untuk memberikan peluang keberhasilan dengan menyesuaikan kehidupan di habitat tertentu. Jenis tanaman yang berbeda menunjukan sensitifitas yang berbeda pula terhadap lingkungan bahkan terhadap bahan pencemar (Haryanti dkk., 2009) Respon fisiologis tanaman eceng gondok terhadap perairan tercemar ditunjukkan pada pertumbuhan jumlah anakan, kecepatan transpirasi dan jumlah stomata. Variasi anatomi tangkai daun dan daun eceng gondok tahan /beradaptasi pada perairan tercemar limbah (Haryanti dkk., 2009). Kemampuan eceng gondok ini dapat menyerap senyawasenyawa anorganik seperti fosfat, amoniak dan lainya yang akan menimbulkan pengaruh terhadap eceng gondok tersebut. Menurut Mulyadi (1999) bahwa air limbah domestik akan menjadi senyawa anorganik yang membantu atas zat hijau daun (klorofil). 3
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pertumbuhan eceng gondok (E. crassipes) selama hidup pada air limbah domestik IPAL Bojongsoang, Bandung 2. Bagaimana pengaruh air limbah domestik IPAL Bojongsoang, Bandung terhadap relative growth rate (RGR) dan doubling time (DT) eceng gondok (E. crassipes) 3. Bagaimana pengaruh air limbah domestik IPAL Bojongsoang, Bandung terhadap klorofil eceng gondok (E. crassipes).
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui pertumbuhan eceng gondok (E. crassipes) selama hidup pada air limbah domestik IPAL Bojongsoang, Bandung. 2. Mengetahui pengaruh air limbah domestik IPAL Bojongsoang, Bandung terhadap relative growth rate (RGR) dan doubling time (DT) eceng gondok (E. crassipes). 3. Mengetahui pengaruh air limbah domestik IPAL Bojongsoang, Bandung terhadap klorofil eceng gondok (E. crassipes).
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk: 1. Memberikan informasi tentang pertumbuhan eceng gondok (E. crassipes) selama hidup pada air limbah domestik IPAL Bojongsoang, Bandung. Aspek fisiologi tersebut merupakan bagian penting adaptasi eceng gondok di dalam habitatnya.
4
(E. crassipes)
2. Dijadikan bahan kajian oleh pemerintah dan praktisi lingkungan untuk manajemen biomonitoring eceng gondok (E. crassipes) di perairan air tawar.
1.5 Kerangka Pemikiran Eceng gondok (E. crassipes) merupakan tanaman air yang dapat tumbuh dengan cepat. Perkembangan eceng gondok pada umumnya secara vegetatif yaitu dengan menggunakan stolon. Eceng gondok dapat tumbuh pada perairan tercemar dan dapat mengakumulasi nitrat dan posfat. Apabila konsentrasi nitrat dan fosfat dalam air banyak, maka eceng gondok semakin banyak (Budihardjo dan Haryono, 2007). Pertumbuhan tanaman dapat diketahui dari kemampuan keberhasilan tanaman tersebut hidup dalam habitatnya. Respon jangka pendek dapat dilihat pada perubahan morfologi maupaun fisiologi. Adaptasi yang dilakukan oleh tanaman dapat dijadikan indikator terhadap perubahan lingkungan hidup tanaman (Haryanti dkk., 2007). Struktur tumbuhan air dipengaruhi oleh habitatnya. Tumbuhan air mempunyai batang dan daun berongga udara besar antara lapisan jaringan internal. Tumbuhan air banyak yang memiliki gelembung untuk mengapung dan septa tipis seperti pada E. crassipes mempunyai kemampuan dalam menyerap konsentrasi amoniak paling tinggi hingga 1,568 mg/L (78%) pada panjang tumbuhan 10 cm. Hal tersebut menunjukan bahwa semakin lama waktu tinggal, maka konsentrasi amoniak yang terserap oleh akar semakin kecil. Amoniak diserap oleh akar, maka sebagian amoniak ditarik oleh akar untuk ditranslokasikan ke bagian tumbuhan lain sehingga semakin lama umur tanam maka proses biosorpsi semakin besar. Akar yang terus tumbuh dan memanjang untuk memperpendek jarak yang ditempuh amoniak untuk mendekati akar tumbuhan (Suhendrayatna dkk., 2009).
5
Panjang akar dan kandungan klorofil yang ditunjukan oleh eceng gondok dipengaruhi oleh jenis perairan terutama jenis limbah yang mengandung logam, memungkinkan panjang akar dan kandungan klorofil semakin meningkat, karena dalam limbah logam mengandung banyak unsur Fe sehingga meningkatkan metabolisme dalam proses fotosintesis. Namun adaptasi secara anatomi menunjukan bahwa limbah logam mengakibatkan pengeringan pada tepi daun (Haryanti dkk., 2007). Selain itu komponen hara yang memberikan pengaruh terhadap biomassa khlorofil adalah NO3 (Krismono, 2010). Pada limbah amoniak eceng gondok mampu tumbuh dengan baik karena pemanfaatan nitrit yang terkandung dalam limbah yang mempengaruhi bobot basah tumbuhan. Eceng gondok mempunyai kemampuan menyerap unsur hara, senyawa organik dan unsur kimia lain dari air limbah dalam jumlah yang besar (Zaman dkk, 2006).
1.6 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran yang diungkapkan, diajukan hipotesis: 1. Pertumbuhan eceng gondok selama hidup pada air limbah domestik IPAL Bojongsoang, Bandung diketahui variasinya. 2. Air limbah domestik IPAL Bojongsoang, Bandung meningkatkan relative growth rate (RGR) dan menurunkan doubling time (DT) eceng gondok. 3. Air limbah domestik IPAL Bojongsoang, Bandung menurunkan kandungan klorofil eceng gondok.
6