BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan sunatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan maupun tumbuhantumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak, dan melestarikan hidupnya. Pernikahan akan berperan setelah masing-masing pasangan siap melakukan perannya yang positif dalam mewujudkan tujuan dan pernikahan itu sendiri.1 Allah SWT berfirman dalam Surat An-Nisaa: 1 yang berbunyi sebagai berikut: .... Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanyalah Allah menciptakan
isterinya,
memperkembang
dan
biakkan
dari
laki-laki
pada
keduanya
Allah
dan
perempuan
yang
2
banyak.(Q.S. An-Nisaa: 1)
Allah SWT tidak menjadikan manusia seperti makhluk lainnya, yang hidup bebas mengikuti nalurinya dalam berhubungan dengan antara jantan
1
Slamet Abidin, Fiqh Munakahat 1, ( Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), h. 9. Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Bandung: CV Diponegoro, 20008), h. 77. 2
dan betina yang tidak ada aturan. Akan tetapi, untuk menjaga martabat dan kehormatan manusia, maka Allah SWT mengadakan hukum sesuai dengan martabat tersebut. Dengan demikian, hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dalam suatu ikatan berupa pernikahan. Dalam Undang-Undang Pernikahan No.1 tahun 1974 dinyatakan bahwa “pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Menurut H. Abdurrahman dalam bukunya “Kompilasi hukum Islam” menyebutkan bahwa tujuan perkawinan dinyatakan dalam pasal 2 yaitu: “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah dan rahmah”. Dengan
demikian
jelas
bahwa
pernikahan
bertujuan
untuk
mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahma.3 Pernikahan di syariatkan oleh Allah adalah untuk menghindari seseorang agar tidak terjerumus ke lembah kehinaan, disamping itu pernikahan juga dapat menjaga dan memelihara keturunan. Dengan ikatan pernikahan maka dapatlah terbentuk sebuah rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Surat Ar-Ruum: 21 yang berbunyi sebagai berikut:
3
H. Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: CV. Akademika Pressindo, 1995), cet ke-2, h.114.
Artinya:“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk mu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.(Q.S. Ar-Ruum: 21)
Pernikahan bukan saja merupakan satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai salah satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu kaum dengan kaum lainnya, dan perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antara satu dengan yang lainnya.4 Mendirikan rumah tangga adalah keinginan setiap orang, karena itu akan terjalinnya rasa kasih sayang, cinta mencintai dan tanggung jawab individu terhadap keluarganya. Setiap orang selalu mendambakan rumah tangga yang dibinanya tetap harmonis penuh kasih sayang memperoleh kedamaian dan ketentraman, akan tetapi dalam mengurangi bahtera rumah tangga akan banyak mengalami rintangan dan ujian hingga tidak jarang pula setiap pasangan mengalami guncangan dalam rumah tangganya. Kenyataan
yang ada
dalam
kehidupan
menunjukkan
bahwa
membangun keluarga itu mudah, namun untuk memelihara dan membina keluarga hingga mencapai taraf kebahagiaan dan kesejahteraan yang selalu di dambakan oleh setiap pasangan suami istri sangatlah sukar. Hal ini 4
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009), h. 374.
disebabkan adanya persoalan yang sering muncul dalam suatu pernikahan, yakni menyatukan dua pribadi yang berlainan jenis, sifat, watak, pendidikan, pandangan hidup, sehingga adanya perbedaan-perbedaan tersebut sering menimbulkan kerenggangan dan perselisihan dalam rumah tangga. Pada dasarnya, setiap pasangan calon suami-istri yang akan melangsungkan pernikahan bertujuan ingin menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah warahma serta kekal. Namun, ada beberapa masalah yang dihadapi calon pasangan suami istri, yaitu tidak lancarnya proses untuk melangsungkan pernikahan, bahkan ada masalah setelah berumah tangga, pasangan suami istri mengalami masalah keuangan, adanya kesenjangan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam rumah tangga dimana istri ikut bekerja dan memiliki pendapatan yang lebih besar dari suami, sehingga istri merasa suaminya tidak giat dalam mencari nafkah, istri sering menyalahkan dan kurang menghargai suami, permasalahan seperti ini menimbulkan pertengkaran yang kadangkala tidak ada jalan penyelesaian yang baik dan akhirnya terjadi pisah rumah bahkan berakhir dengan perceraian.5 Calon suami istri yang akan menikah perlu persiapan yang baik agar pernikahannya dapat berjalan dengan baik dan dapat menjalani kehidupan berkeluarga yang bahagia. Persiapan tersebut dapat berupa pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang hakekat pernikahan, tujuan pernikahan, dan segala syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk melangsungkan pernikahan 5
Istiwidayanti dan Soedjarno, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlangga,1992), h. 289.
untuk mewujudkan keluarga bahagia yaitu keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah. Keluarga bahagia merupakan cita-cita setiap pasangan pengantin baru, dan impian bagi yang sudah berkeluarga, hanya saja dalam realita hidup sehari-hari tidak semua pasangan yang mendapatkannya, karena memang membutuhkan kiat-kiat tertentu, karena itu setiap calon pasangan suami istri yang akan menikah diharapkan mempunyai bekal yang cukup dan memadai dalam menjalani bahtera rumah tangga. Agar calon pasangan suami istri dapat memiliki pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang pernikahan dan mampu untuk mempertahankan keutuhan keluarganya dengan baik nantinya, oleh karena itu perlu diberikan bimbingan sebelum memasuki kehidupan rumah tangga, bimbingan ini disebut dengan bimbingan pranikah. Bimbingan pranikah dimaksudkan untuk pembekalan utama bagi calon pengantin dalam membangun keluarganya kelak, sebab ternyata banyak pengantin yang mengalami kecemasan dalam menghadapi detik-detik pernikahannya,banyak pula hal yang menjadi penyebab kecemasan-kecemasan yang dialami oleh calon pengantin.6 Bimbingan pranikah ini sangat penting karena dapat memberi panduan cara berumah tangga yang baik dan mengikuti apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada kedua pasangan tersebut. Jika bimbingan pranikah ini dilaksanakan dengan baik, maka perselisihan antara suami istri dapat dihindari.
6
Bakhtiar, Menuju Keluarga Sakinah, (Pekanbaru: CV Realita Utama, 2014), h. 1.
Melihat keadaan masyarakat Kecamatan Kuatan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi saat ini masih banyak yang kurang memahami hal-hal yang terkait dengan pernikahan, sehingga dalam kehidupan rumah tangganya mengalami keguncangan. Terdapat tingkah laku yang menyimpang dalam suatu keluarga baik yang dilakukan oleh pihak suami maupun istri, sehingga mereka meninggal kewajiban yang harus dipenuhi. Pada realitanya kehidupan rumah tangga tidak sepi dan adanya konflik yang muncul karena perbedaan pendapat antara pasangan suami istri, namun yang paling penting adalah bagaimana mempertahankan keluarga agar tetap utuh. Hal semacam ini dapat dilihat pada masyarakat Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi, bahwa pada akhir-akhir ini banyak keluarga yang mengalami keguncangan dalam berumah tangga yang mengakibatkan percekcokan dan pertengkaran karena masalah yang ditimbulkan oleh salah satu pihak, walaupun pada awalnya pernikahan mereka dilandasi dengan rasa saling mencintai. Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi dapat diketahui bahwa Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah telah melaksanakan bimbingan pranikah bagi calon pengantin yang akan melaksanakan pernikahan. Materi yang diberikan pada bimbingan pranikah ini, yaitu materi dalam ruang lingkup pernikahan. Pasangan yang mendapatkan bimbingan pranikah jumlahnya menyesuaikkan calon pengantin yang sebelumnya telah mendaftarkan diri ke Kantor Urusan Agama setempat.
Dan keberhasilan yang telah dicapai dari program ini adalah adanya kesadaran dari pasangan, akan hak dan tanggung jawab sebagai seorang suami dan istri. Sehingga dalam kehidupan berumah tangga terbentuk sikap saling pengertian, serta saling menghargai. Berdasarkan observasi penulis di Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi ditemukan permasalahan dalam rumah tangga, seperti tanggung jawab pemberian nafkah, adanya wanita lain, sikap yang kurang baik dari salah satu pasangan, kemudian poligami tidak sehat dan masalah ekonomi. Melihat kondisi masyarakat Kecamatan Kuantan Tengah seperti ini, seharusnya dengan adanya bimbingan yang diberikan kepada calon pengantin yang akan melaksanakan pernikahan permasalahan tersebut tidak lagi terjadi. Namun apa yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi dilapangan. Oleh karena itu merasa perlu masalah ini diteliti lebih lanjut dalam bentuk kajian ilmiah yang berjudul “Bimbingan Pranikah Bagi Calon Pengantin Dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah (Studi Tentang Kegiatan BP-4 Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi)”.
B. Alasan Pemilihan Judul
1. Penelitian ini dilaksanakan karena banyak ditemukan masalah-masalah yang berkaitan dengan pernikahan yang harus diatasi, sehingga permasalahan ini sangat penting untuk diteliti oleh penulis. 2. Untuk mengetahui pelaksanaan bimbingan pranikah bagi calon pengantin yang dilaksanakan BP-4 (Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan) Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi. 3. Penelitian tentang pelaksanaan bimbingan pranikah ini relevan dengan Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
C. Penegasan Istilah Untuk menghindari kesalahpahaman dan penyimpangan dalam memahami judul penelitian ini, maka penulis memberikan penegasan dan penjelasan tentang: 1.
Bimbingan Pranikah adalah proses pemberian bantuan terhadap individu, sebelum melangsungkan kehidupan berumah tangga dan memberikan petunjuk untuk dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat
2.
Calon Pengantin adalah pasangan yang belum mempunyai ikatan baik secara resmi menurut hukum agama ataupun negara. Dan pasangan tersebut sedang berproses menuju pernikahan.
3.
Keluarga Sakinah adalah keluarga yang dibina atas pernikahan yang sah, mampu memenuhi hajat spiritual dan material secara layak dan seimbang, diliputi suasana kasih sayang antara anggota keluarga dan lingkungannya dengan selaras, serasi, serta mampu mengamalkan, menghayati dan memperdalam nilai-nilai keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia.7
4.
BP-4 (Badan Penasehat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan) adalah suatu badan atau lembaga yang berfungsi untuk memberikan nasehat mendamaikan suami-istri yang berselisih, dalam hal ini juga memberikan nasehat kepada calon pengantin yang akan melangsungkan pernikahan.
D. Permasalahan 1.
Identifikasi Masalah Adapun masalah yang muncul terkait dengan pelaksanaan bimbingan pranikah adalah: a.
Kurangnya pengetahuan serta wawasan tentang pernikahan dan berumah tangga pada suami istri.
b.
Rendahnya pendidikan untuk menjalankan pernikahan pada suami istri.
7
c.
Kurangnya pemahaman tentang hakikat pernikahan.
d.
Kurangnya kesiapan mental dalam melangsungkan pernikahan.
Kanwil Departemen Agama Propinsi Riau, Pedoman Gerakan Keluarga Sakinah, (Pekanbaru, 2003), h. 4
e.
Kurangnya keseimbangan dalam agama, usia dan pendidikan dalam menjalankan pernikahan.
f.
Menurunnya kemampuan dalam menemukan penyelesaian ketika menghadapi masalah yang tidak dikehendaki pada pasangan suami istri.
g.
Bentuk
pelaksanaan bimbingan pranikah yang diberikan kepada
calon pengantin. h.
Faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksanaan bimbingan pranikah.
2.
Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, mengingat keterbatasan waktu, tenaga dan biaya. Maka penulis membatasi pembahasan penelitian ini pada: a.
Pelaksanaan bimbingan pranikah bagi calon pengantin dalam mewujudkan keluarga sakinah yang dilaksanakan BP-4 (Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan) Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi.
b.
Faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksanaan bimbingan prnikah di Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi.
3.
Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
a.
Bagaimana pelaksanaan bimbingan pranikah bagi calon pengantin dalam mewujudkan keluarga sakinah yang dilaksanakan BP-4 (Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan) Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi?
b.
Apa saja faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksanaan bimbingan pranikah di Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.
Tujuan Penelitian a.
Untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan bimbingan pranikah bagi calon pengantin dalam mewujudkan keluarga sakinah yang dilaksanakan BP-4 (Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan) Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi.
b.
Untuk mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat proses pelaksanaan bimbingan pranikah yang dilaksanakan BP-4 (Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan) Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi.
2.
Manfaat Penelitian a.
Diharapkan hasil penelitian ini bisa memberikan sumbangan pemikiran berupa wawasan mengenai bimbingan dan konseling
pranikah bagi Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Khususnya Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam. b.
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pemahaman tentang bimbingan konseling pranikah bagi calon pengantin dengan berbagai bentuk alternatif, yang bisa diterapkan dalam membentuk keluarga sakinah, serta merangsang kepekaan antar pasangan mengenai pentingnya kebersamaan dan kesetaraan dalam berbagai peran untuk membina
keluarga
yang
sakinah.
Sehingga,
tidak
terjadi
ketimpangan antar pasangan pada kelangsungan hidup berkeluarga.
F. Kerangka Teoritis dan Konsep Operasional 1.
Kerangka Teoritis a.
Bimbingan Pranikah Secara etimologis, kata bimbingan merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu “guidance” yang berasal dari kata kerja “to guide”
yang
mempunyai
arti
“menunjukkan,
membimbing,
menuntun ataupun membantu”. Sesuai dengan istilahnya, secara umum bimbingan dapat diartikan sebagai suatu bantuan atau tuntunan.8
8
Suhertina, Pengantar Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Pekanbaru: Suska Press, 2008), h. 11.
Menurut Arthur J. Bimbingan adalah “The help by one person to another in making choises and adjusment and in solving problem”. Dalam proses bimbingan ada dua orang yakni pembimbing dan yang dibimbing, dimana pembimbing membantu si terbimbing sehingga
si
terbimbing
mampu
membuat
pilihan-pilihan,
menyesuaikan diri, dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.9 Menurut Crow & Crow, bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang, baik pria maupun wanita yang memiliki pribadi yang baik dan berpendidikan yang memadai kepada seseorang individu dari setiap usia dalam mengembangkan kegiatankegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan arah pandangannya sendiri, membuat pilihan sendiri, dan memikul bebannya sendiri. 10 Menurut W.S. Winkel bimbingan adalah pemberian bantuan kepada seseorang/kepada sekelompok orang dalam membuat pilihan-pilihan secara bijaksana dan dalam mengadakan penyesuaian diri terhadap tuntutan hidup, bantuan itu bersifat psikologis dan tidak berupa pertolongan finansial, medis dan sebagainya.11. Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa bimbingan adalah bantuan
9
Nurul Ramadhani Makarao, NLP (Neuro Linguistic Programing) Komunikasi Konseling (Aplikasi dalam Pelayanan Kesehatan), (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 85. 10 Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: AMZAH, 2010), h. 4. 11 W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta : Gramedia, 1989), h. 17.
yang diberikan secara sistematis kepada seseorang atau masyarakat agar mereka memperkembangkan potensi-potensi yang dimilikinya sendiri dalam upaya mengatasi berbagai permasalahan, sehingga mereka dapat menentukan sendiri jalan hidupnya secara bertanggung jawab tanpa harus bergantung pada orang lain. Oleh sebab itu maka seorang pembimbing diharapkan dapat memberikan bantuan pada orang yang memerlukan bantuannya, terutama penyesuaian diri di masyarakat atau sosial, sehingga orang yang bermasalah itu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Menurut
bahasa,
nikah
berarti
penggambaran
dan
pencampuran. Sedangkan menurut istilah syariat. Nikah berarti akad antara pihak laki-laki dan wali perempuan yang karenanya hubungan menjadi halal. Nikah berarti akad dalam arti yang sebenarnya dan hubungan badan dalam arti majazi.12 Pranikah adalah masa sebelum adanya perjanjian antara lakilaki dan perempuan, tujuannya untuk bersuami istri dengan resmi berdasarkan
undang-undang
perkawinan,
agama
maupun
pemerintah. Menurut Syubandono, bimbingan
pranikah ialah suatu
proses pelayanan social berupa suatu bimbingan penasehatan, pertolongan yang diberikan kepada calon suami istri, sebelum
12
Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh Keluarga, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), h. 29.
melaksanakan pernikahan, agar mereka memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan dalam perkawinan dan kehidupan kekeluargaan.13 Dari pengertian tersebut, maka dapat dimaklumi bahwa penasehatan perkawinan merupakan suatu proses, ini berarti bahwa, bimbingan pranikah (Penasehatan perkawinan) ini merupakan kegiatan yang bertahap, yaitu tahap awal atau permulaan, tahap berlangsung dan tahap berakhirnya suatu kegiatan penasehatan perkawinan. Di dalam menghadapi masalah, bagaimana cara individu mencari pemecahannya, masing-masing individu juga mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada yang memecahkan masalah dengan cepat, tetapi yang lain dengan lambat, sedangkan yang lain lagi mungkin tidak dapat memecahkan masalah tersebut. Bagi individu yang tidak dapat memecahkan masalah yang dihadapinya, maka ia membutuhkan bantuan orang lain untuk ikut memikirkan dan memecahkan masalah tersebut. Dengan kata lain bagi individu yang tidak dapat memecahkan masalah yang dihadapinya, perlu bantuan orang lain.14 Konsep bimbingan pernikahan Islam telah kita ketahui yaitu sebagai proses pemberi bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah. 13
Syubandono, Pokok-Pokok Pengertian Dan Metode Penasehatan Perkawinan “Marriage Counseling”, 1981, h. 3. 14 Walgito, Bimbingan Dan Konseling Perkawinan, (Yogyakarta: Andi Offse 2004), h.7.
Menurut Prof. Dr. Bimo Walgito dalam bukunya “Bimbingan dan Konseling Perkawinan” dijelaskan bahwa ada beberapa hal yang
melatarbelakangi
mengapa
diperlukan
bimbingan
dan
konseling perkawinan, yaitu : 1) Masalah Perbedaan Individu Seperti telah diketahui bahwa masing-masing individu berbeda satu dengan lainnya. Akan sulit didapatkan dua individu yang benar-benar sama. Sekalipun mereka merupakan saudara kembar. Masing-masing individu mempunyai sifat-sifat yang berbeda satu dengan yang lain, baik dalam segi fisiologik maupun dalam segi psikologik. Masing-masing individu mempunyai perasaan, tetapi perasaan satu dengan yang lainnya akan berbeda. Demikian pula masing-masing individu mempunyai kemampuan
untuk
berfikir,
namun
bagaimana
kualitas
berfikirnya satu dengan yang lain akan berbeda-beda. Perbedaan individual merupakn kehendak allah dan ditentukan melalui pembawaan hereditas dan pengaruh lingkungan.15 2) Masalah Perkembangan Individu Individu merupakan makhluk yang berkembang dari masa ke masa. Akibat perkembangan yang ada pada individu
15
Puwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami (Menyingkap Rentang Kehidupan Manusia Dari Prakelahiran Hingga Pascakematian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 42.
maka individu akan mengalami perubahan-perubahan. Dengan adanya perubahan-perubahan itu, ini menunjukan adanya unsurunsur dinamika dalam diri individu itu. Dalam mengarungi perkembangan ini, kadang-kadang individu mengalami hal-hal yang tidak dapat dimengerti oleh individu yang bersangkutan khususnya dalam hubungan antara pria dan wanita. Akibat dari keadaan ini dapat menimbulkan berbagi macam kesulitan yang menimpa diri individu yang bersangkutan. Karena itu untuk menghindari diri dari hal-hal yang tidak diinginkan itu diperlukan banttuan orang lain untuk pengarahannya, atau dengan kata lain dibutuhkan bimbingan dan konseling. 3) Masalah latar belakang Sosio-Kultural Perkembangan keadaan menimbulkan banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat, seperti perubahan dalam aspek social, politik, ekonomi, industry, sikap, nilai dan sebagainya. Keadaan ini akan mempengaruhi pula kehidupan seseorang baik sebagi individu maupun sebagai anggota masyarakat. Keadaan yang demikian menuntut individu untuk dapat lebih mampu untuk menghadapi berbagai macam keadaan yang ditimbulkan oleh keadaan jaman ini. Misalnya : dengan masuknya budaya dari luar, membutuhkan kemampun individu untuk dapat menyaringnya. Berkaitan dengan ini maka pada
individu tertentu membutuhkan bantuan orang lain dalam usaha mengatasi tantangan atau tuntutan yang ditimbulkan oleh perkembangan bimbingan dan konseling.16 Bimbingan pranikah adalah sebuah kegiatan yang dilakukan oleh pembimbing kepada calon suami istri agar memiliki pengetahuan tentang pernikahan dan mampu membina sebuah keluarga tentram dan bahagia. Pelaksanaan bimbingan pranikah meliputi beberapa unsur yaitu: 1) Pembimbing, yaitu orang yang mempunyai keahlian profesional dibidang pernikahan. Dengan kata lain, yang bersangkutan harus memiliki kemampuan profesional sebagai berikut: a.
Memahami ketentuan dan peraturan agama Islam mengenai pernikahan dan kehidupan berumah tangga.
b.
Menguasai ilmu bimbingan dan konseling Islami. Menurut Aunur Rahim Faqih seorang pembimbing
dalam bimbingan pernikahan selain memiliki keahlian dalam bimbingan dan konseling harus memiliki keahlian lain seperti kemampuan kemasyarakatan (mampu bergaul, berkomunikasi, bersilaturahmi dengan baik dan sebagainya), dan kemampuan pribadi (beragama Islam dan menjalankan dan memiliki akhlak
16
Walgito, Bimbingan Dan Konseling Perkawinan, (Yogyakarta: Andi Offse2004), h. 8
mulia).17 Selain itu kemampuan profesional yang harus dimiliki pembimbing Islam adalah: a) Menguasai bidang permasalahan yang dihadapi, bidang yang dimaksudkan disini adalah bidang pernikahan dan keluarga, bidang sosial, bidang pendidikan dan sebagainya. b) Menguasai metode dan teknik bimbingan dan konseling. c) Menguasai hukum Islam yang sesuai dengan bidang bimbingan tentang permasalahan yang dihadapi. d) Memahami landasan-landasan keilmuan bimbingan dan konseling Islam yang relevan. e) Mampu
mengorganisasikan
dan
mengadministrasikan
layanan bimbingan dan konseling Islam. f)
Mampu menghimpun dan memanfaatkan hasil data penelitian yang berkaitan dengan bimbingan dan konseling Islami. Pembimbing adalah pihak yang membantu untuk
tercapainya tujuan bimbingan, yang memiliki keterampilan tertentu sehubungan dengan masalah yang dihadapi. Sifat kepribadian yang baik (akhlak yang mulia) dari seorang pembimbing
diperlukan
dalam
menunjang
keberhasilan
melakukan bimbingan pranikah kepada calon pengantin.
17
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: UII Press, 2001), h. 93
2) Subjek bimbingan pranikah (klien yang dibimbing) Menurut Aunur Rahim Faqih, subjek bimbingan (klien yang dibimbing) yaitu remaja (pemuda/pemudi) atau calon pengantin yang akan atau sedang mempersiapkan diri untuk memasuki jenjang pernikahan atau kehidupan berumah tangga. Sifatnya preventif, karena bimbingan pranikah memegang peranan lebih besar, maka bimbingan pranikah dilakukan secara individual dan kelompok.18 3) Materi bimbingan pranikah Menurut
Aunur
Rahim
Faqih,
segala
liku-liku
pernikahan dan kehidupan berkeluarga pada dasarnya menjadi objek bimbingan pranikah dan keluarga Islami, oleh sebab itu calon pengantin yang akan menikah diberi penjelasan oleh pembimbing mengenai:
18
a.
Pengertian pernikahan
b.
Tujuan pernikahan
c.
Hikmah pernikahan
d.
Pelaksanaan pernikahan
e.
Hubungan suami dan istri
f.
Hubungan antar anggota keluarga
g.
Harta dan warisan
h.
Pemaduan (Polygami)
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam, h. 93
i.
Perceraian, talak dan rujuk
j.
pengetahuan agama
k.
Pembinaan sikap saling menghormati antara suami dan istri
l.
Pembinaan kemauan berusaha mencari nafkah yang halal.19
4) Tujuan Bimbingan Pranikah Menurut Aunur Rahim Faqih, tujuan bimbingan pranikah adalah sebagai berikut: a.
Membantu individu mencegah timbulnya problem-problem yang berkaitan dengan pernikahan dengan jalan: a) Membantu individu memahami tujuan pernikahan menurut Islam. b) Membantu individu memahami hakikat pernikahan dalam Islam. c) Membantu individu memahami persyaratan-persyaratan pernikahan menurut Islam. d) Membantu individu memahami kesiapan dirinya untuk menjalankan pernikahan. e) Membantu individu melaksanakan pernikahan sesuai dengan ketentuan (syariat) Islam.
b.
Membantu individu mencegah timbulnya problem-problem yang berkaitan dengan dengan kehidupan rumah tangganya, antara lain:
19
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam, h. 94.
a) Membantu
individu
memahami
melaksanakan
pembinaan kehidupan berumah tangga sesuai dengan ajaran Islam. b) Membantu individu memahami cara-cara membina kehidupan berkeluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah menurut ajaran Islam. c.
Membantu individu memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan pernikahan dan kehidupan berumah tangga, antara lain dengan jalan: a) Membantu
individu
memahami
problem
yang
dihadapinya. b) Membantu individu memahami dan menghayati caracara mengatasi masalah pernikahan dan rumah tangga menurut ajaran Islam. c) Membantu individu memahami kondisi dirinya dan keluarga serta lingkungannya. d.
Membantu individu memelihara situasi dan kondisi pernikahan dan rumah tangga agar tetap baik dan mengembangkannya agar jauh lebih baik, yaitu: a) Memelihara situasi dan kondisi pernikahan dan kehidupan berumah tangga yang semula pernah terkena problem dan telah teratasi agar tidak menjadi permasalahan kembali.
b) Mengembangkan situasi dan kondisi pernikahan dan berumah tangga menjadi lebih baik. Dikarenakan keluarga rumah tangga, oleh siapapun dibentuk pada dasarnya mempunyai banyak tujuan yang ingin dicapai yaitu:
pertama,
kesejahteraan
memperoleh
hidup.
Kedua,
kebahagiaan menyalurkan
dan nafsu
sexsual, karena tanpa tersalurkan orang bisa merasa tidak bahagia. Ketiga, memadukan rasa kasih sayang di antara dua makhluk berlainan jenis, yang berlanjut untuk menyebarkan rasa kasih sayang ibu dan ayah terhadap keluarga yaitu anak. Seluruhnya jelas-jelas bermuara pada keinginan manusia uantuk hidup lebih bahagia dan lebih sejahtera.20 b.
Keluarga Sakinah Keluarga adalah basis pertama yang akan menentukan langkah pertama arah pembangunan. Ibarat bangunan, keluarga adalah pondasinya. Jika pondasi itu kuat, maka bangunan pun kokoh. Keluarga adalah suatu ikatan persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah
20
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam, h. 94. h. 87-88.
sendirian dengan atau tanpa anak-anak, baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.21 Keluarga menurut konsep Islam adalah kesatuan hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang dilakukan dengan melalui akad nikah sesuia menurut ajaran Islam. Dengan kata lain, ikatan apapun antaraa seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang tidak dilakukan dengan melalui akad nikah secara Islam, tidak di akui sebagai suatu keluarga (rumah tangga) Islam. Dengan
adanya
akad
nikah,
maka
anak
keturunan
yang
dihasilkandari ikatan tersebut menjadi sah secara hukum agama sebagai anak dam terikat dengan nrma-norma yang berkaitan dengan pernikahan dan kekeluargaan. 22 Keluarga yang dibayangkan oleh Rasulullah SAW bagaikan bayangan kehidupan surga, dimana suami, istri, dan anak mampu menjalankan tugas dan kewajiban masing-masing dengan baik dan sepenuh hati. Istilah “sakinah” digunakan Al-Quran untuk menggambarkan kenyamanan keluarga. Istilah ini memiliki akar kata yang sama dengan “sakanun” yang berarti tempat tinggal. Jadi, mudah dipahami jika istilah itu digunakan Al-Quran untuk menyebut tempat setiap anggota keluarga dalam suasana yang nyaman dan tenang, sehingga
21
Pujosuwarno, Bimbingan Dan Konseling Keluarga (Yogyakarta :Menara mas Offset, 1994), h. 17. 22 Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam, h. 70-71.
menjadi tempat untuk tumbuhnya cinta kasih (mawaddah wa rahmah) di antara sesama anggotanya. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al-Fath: 4 yang berbunyi sebagai berikut:
Artinya:”Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada), dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S. AlFath:4)23 Dari ayat diatas, kata sakinah diterjemahkan sebagai ketenangan yang sengaja Allah turunkan ke dalam hati orang-orang mukmin. Ketenangan ini merupakan suasana psikologis yang melekat
pada setiap
individu
yang mampu melakukannya.
Ketenangan adalah suasana batin yang hanya bisa diciptakan sendiri. Tidak ada jaminan seseorang dapat menciptakan suasana tenang bagi orang lain. Jadi, kata “sakinah” yang digunakan untuk menyifati kata “keluarga” merupakan tata nilai yang seharusnya menjadi kekuatan
23
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 511.
penggerak dalam membangun tatanan keluarga yang dapat memberikan kenyamanan dunia sekaligus memberikan jaminan keselamatan akhirat. Rumah tangga seharusnya menjadi tempat yang tenang bagi setiap anggota keluarga. Keluarga menjadi tempat kembali ke mana pun anggotanya pergi. Mereka merasa nyaman di dalamnya, dan penuh percaya diri ketika berinteraksi dengan keluarga yang lainnya dalam masyarakat. Menurut M.Quraish Shihab, kaluarga sakinah tidak datang begitu saja, tetapi ada syarat bagi kehadirannya. Jadi, keluarga sakinah adalah suatu ikatan persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama dan tinggal dalam sebuah rumah tanggga dengan kekuatan penggerak dalam membangun tatanan keluarga yang dapat memberikan kenyamanan dunia sekaligus memberikan jaminan keselamatan akhirat.24 Membangun sakinah dalam keluarga, memang tidak mudah. Ia merupakan bentangan proses yang sering menemui badai. Untuk menemukan formulanya pun bukan hal yang sederhana. Kasus-kasus keluarga yang terjadi di sekitar kita dapat menjadi pelajaran penting dan menjadi motif bagi kita untuk berusaha keras mewujudkan indahnya keluarga sakinah di rumah kita. Antara suami dan istri dalam membina rumah tangganya agar terjalin cinta yang lestari,
24
Shihab, M. Quraish, Menabur Pesan Islami (Jakarta: Lentera, 2006), h. 141
maka antara keduanya itu perlu menerapkan sistem keseimbangan peranan, maksudnya disamping peranannya sebagai suami dan peranan sebagai istri juga menjalankan peranan lain seperti tugas hidup sehari-hari.25 Allah sengaja menumbuhkan rasa kasih dan sayang ke dalam hati masing-masing pasangan, agar terjadi keharmonisan dan ketentraman
dalam
membina
suatu
rumah
tangga.
Allah
menciptakan makhluk-Nya bukan tanpa tujuan, tetapi di dalamnya terkandung rahasia yang amat dalam, supaya hidup hamba-hambaNya di dunia ini menjadi tentram.26 Dalam buku Pedoman Gerakan Geluarga Sakinah yang diterbitkan oleh Kanwil Departemen Agama Propinsi Riau menjelaskan bahwa ada beberapa kriteria dari keluarga sakinah adalah sebagai berikut: 1) Keluarga Pra Sakinah yaitu keluarga yang dibentuk bukan melalui ketentuan pernikahan yang sah, tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar spiritual dan material secara maksimal, seperti keimanan, sholat, zakat fitrah, puasa, sandang, pangan, papan, dan kesehatan. 2) Keluarga Sakinah I yaitu keluarga yang dibangun atas pernikahan yang sah dan telah dapat memenuhi kebutuhan
25 26
1-3.
Rasyid, Mahligai Perkawinan (Batang Pekalongan: CV.Bahagia, 1989), h. 75. Hasan , Ali, Pedoman Hidup Berumah Tangga, (Jakarta: Prenada Media Group, 2006), h.
spiritual dan material secara minimal tetapi masih belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya seperti kebutuhan akan pendidikan, bimbingan keagamaan dalam keluarganya, mengikuti interaksi sosial keagamaan dengan lingkungannya. 3) Keluarga Sakinah II yaitu keluarga-keluarga yang dibangun atas pernikahan yang sah dan disamping telah dapat memenuhi kebutuhan
kehidupannya
juga
pentingnya
pelaksanaan
ajaran
telah
mampu
agama
serta
memahami bimbingan
keagamaan dalam keluarga serta mampu mengadakan interaksi soaial keagamaan dengan lingkungannya, tetapi belum mampu menghayati
serta
mengembangkan
nilai-nilai
keimanan,
ketakwaan, dan akhlakul karimah, infak, zakat, menabung dan sebagainya. 4) Keluarga Sakinah III yaitu keluarga yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan keimanan, ketakwaan, akhlakul karimah, sosial psikologis, dan pengembangan keluarganya, tetapi belum mampu menjadi suri teladan bagi keluarganya. 5) Keluarga Sakinah III Plus Yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan keimanan, ketakwaan, akhlakul karimah secara sempurna, kebutuhan sosial psikologis, dan pengembangannya serta dapat menjadi suri teladan bagi lingkungannya.27
27
Kanwil Departemen Agama Propinsi Riau, Pedoman Gerakan Keluarga Sakinah, h. 4-5.
Setelah suami-istri memahami hak dan kewajibannya. Kedua belah pihak masih harus melakukan berbagai upaya yang dapat mendorong ke arah tercapainya cita-cita mewujudkan keluarga sakinah. Upaya tersebut antara lain: 1) Mewujudkan harmonisasi hubugan antara suami istri Upaya mewujudkan harmonisasi hubungan suami-istri dapat dicapai antara lain melalui: a) Adanya saling pengertian antara suami istri Diantara suami istri hendaknya saling mememahami dan mengerti tentang keadaan masing-masing, baik fisik maupun secara mental. b) Saling menerima kenyataan Suami istri hendaknya sadar bahwa jodoh, rezki dan mati itu dalam kekuasaan Allah, tidak dirumuskan secara sistematis. Namun kepada kita manusia diperintahkan ikhtiar. Hasilnya barulah merupakan sesuatu kenyataan yang harus kita terima, termasuk keadaan suami atau istri masing-masing, kita terima secara tulus ikhlas. c) Saling melakukan penyesuaian diri Penyesuaian diri dalam keluarga berarti setiap anggota keluarga berusaha untuk dapat saling mengisi kekurangan yang ada pada diri masing-masing serta mau
menerima dan mengakui kelebihan yang ada pada orang lain dalam lingkungan keluarga. d) Memupuk rasa cinta Setiap pasangan suami istri menginginkan hidup bahagia. Kebahagiaan hidup adalah bersifat relatif sesuai dengan cita rasa dan keperluannya. Untuk itu dapat mencapai kebahagiaan keluarga, hendaknya antara suami istri senantiasa berupaya memupuk rasa cinta dengan rasa saling menyayangi, kasih-mengasihi, hormat-menghormati serta saling menghargai dan penuh keterbukaan. e) Melaksanakan asas musyawarah Dalam kehidupan berkeluarga sikap bermusyawarah dapat menumbuhkan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab diantara para anggota keluarga dalam menyelesaikan dan
memecahkan
masalah-masalah
yang
timbul.
Membudayakan musyawarah dalam sebuah keluarga akan menjadikan keluarga lebih dekat dengan kebenaan dan jauh dari kesalahan.28 f)
Suka memaafkan Di antara suami istri harus ada sikap kesediaan untuk saling memaafkan atas kesalahan masing-masing. Hal ini penting karena jarang soal yang kecil dan sepele dapat
28
Abdul Lathif Al-Brigawi, Fiqh Keluarga Muslim, (Jakarta: AMZAH, 2012), h. 42.
menjadi sebab terganggunya hubungan suami istri yang tidak jarang dapat menjurus kepada perselisihan yang berkepanjangan. g) Berperan serta untuk kemampuan bersama Masing-masing suami-istri harus berusaha saling membantu pada setiap usaha untuk peningkatan dan kemajuan
bersama
yang
pada
gilirannya
menjadi
kebahagiaan keluarga. 2) Membina hubungan antara anggota keluarga dan lingkungan. Hubungan antara keluarga besar harus terjalin dengan baik antara keluarga dari kedua belah pihak. Suami harus baik dengan pihak keluarga istri. Demikian juga istri harus baik juga dengan pihak keluarga suami. Saling kunjung-mengunjungi dan saling mengirimi adalah perbuatan terpuji lainnya terhadap tetangga. Perbuatan tersebut akan menimbulkan rasa kasih sayang antara yang satu dengan yang lainnya. Karena pada dasarnya manusia itu saling membutuhkan dan kebutuhan seseorang merupakan tingkatan dan mata rantai yang semakin memanjang. 3) Melaksanakan pembinaan kesejahteraan keluarga. Dalam membina kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga ada beberapa upaya yang dapat ditempuh, antara lain dengan melaksanakan:
a) Keluarga Berencana (KB) Keluarga Berencana merupakan salah satu upaya mewujudkan kebahagiaan dan kesejateraan keluarga. Tujuan utama dari KB adalah untuk lebih menikkatkan kesateraan ibu dan anak. Dengan mengatur kelahiran, istri banyak mendapat kesempatan untuk memperhatikan dan mendidik anak di samping memiliki waktu yang cukup untuk melakukan tugas-tugas sebagai ibu rumah tangga. b) Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) Dalam
upaya
mewujudkan
kebahagiaan
dan
kesejahteraan keluarga, gizi memang peranan yang sangat penting. Sehubungan dengan itu, Islam mengajarkan kepada umatnya agar dapat mewariskan keturunan yang baik dan menjaga kesehatan tubuh dengan memekan makanan yang halal lagi baik. c) Imunisasi Imunisasi pemberian kekebalan tubuh terhadap penyakit dengan cara menyuntikan/memberikan kuman yang telah kedalam tubuh. Manfaatnya adalah agar badan atau tubuh yang diimunisasi akan semakin kaya dengan zat penolak (anti bodi) yang mampu mencegah penyakitpenyakit tertentu. d) Bina keluarga balita
e) Air Susu Ibu (ASI) 4) Membina kehidupan beragama dalam keluarga. Dalam upaya membentuk keluarga sakinah, peranan agama menjadi sangat penting. Ajaran agama tidak cukup hanya diketahui dan dipahami, akan tetapi harus dapat dihayati dan di amalkan oleh setiap anggota keluarga, sehingga kehidupan dalam keluarga tersebut dapat mencerminkan suatu kehidupan yang penuh dengan ketentraman, keamanan dan kedamaian yang dijiwai oleh ajaran dan tuntutan agama.29 2.
Konsep Operasional Untuk mempermudah dalam memahami teori yang telah dipaparkan dalam kerangka teoritis diatas, maka untuk melihat pelaksanaan bimbingan pranikah tersebut dapat dilihat dari indikator sebagai berikut: a.
Pembimbing, yaitu seseorang yang bertugas memberikan bimbingan pranikah di Kantor Urusan Agama.
b.
Subjek, yaitu calon pengantin yang akan menikah di Kantor Urusan Agama.
29
32-42.
c.
Materi bimbingan pranikah di Kantor Urusan Agama.
d.
Tujuan bimbingan pranikah di Kantor Urusan Agama.
Kanwil Departemen Agama Propinsi Riau, Pedoman Gerakan Keluaraga Sakinah,h.
G. Motode Penelitian 1.
Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah Kubupaten Kuantan Singingi yang beralamat di Jl. Simpang Barangan, Desa Beringin Taluk.
2.
Subjek dan Objek Penelitian a.
Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah pembimbing pranikah di Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi.
b.
Objek Penelitian Sedangkan objek dalam penelitian ini adalah bimbingan pranikah bagi calon pengantin dalam mewujudkan keluarga sakinah yang dilaksanakan BP-4 (Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan) di Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi.
3.
Populasi Populasi adalah suatu kumpulan menyeluruh dari suatu objek penelitian.30 Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah pembimbing pranikah yang berjumlah 3 orang di Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi.
30
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Pedoman Penulisan Skripsi, 2010, h. 34.
4.
Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah: a.
Observasi, yaitu penulis melakukan pengamatan secara langsung ke lokasi penelitian yaitu di Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi yang beralamat di Jl. Simpang Barangan, Desa Beringin Taluk.
b.
Wawancara, yaitu penulis mengadakan tanya jawab secara langsung dengan pembimbing pranikah di Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi.
c.
Dokumentasi, yaitu menjadikan segala sesuatu yang mendukung kajian ini untuk menjadi penguat penelitian, seperti dokumendokumen yang ada di Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi.
5.
Teknik Anilis Data Adapun teknik yang penulis gunakan dalam menganalisis data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik analisis data deskriptif kualitatif yakni data yang di peroleh disajikan dengan apa adanya kemudian data tersebut dianalisa dengan menggunakan kalimatkalimat.
H. Sistematika Penulisan Untuk lebih terarahnya penulisan penelitian ini, maka penulis membagi penulisan ini kepada beberapa bab yaitu: BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, alasan pemilihan judul, penegasan istilah, permasalahan, kerangka teoritis
dan
konsep
operasional,
metode
penelitian,
dan
sistematika penulisan. BAB II
: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan tentang kondisi sosial-religius masyarakat Kecamatan Kuantan Tengah, sejarah Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah, visi dan misi Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah, kode etik pegawai Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah, panca prasetia pegawai Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah, nama-nama Pegawai Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah, uraian tugas Pegawai Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah, kegiatan Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah, struktur organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah, fasilitas Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah.
BAB III : PENYAJIAN DATA
Bab ini berisikan tentang pelaksanaan bimbingan pranikah bagi calon pengantin yang dilaksanakan BP-4 (Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan) Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi, dan faktor pendukung dan fakor penghambat pelaksanaan bimbingan pranikah di Kantor Uurusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi. BAB IV
: ANALISIS DATA Bab ini berisikan analisis tentang pelaksanaan bimbingan pranikah bagi calon pengantin yang dilaksanakan BP-4 (Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan) Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi, dan faktor pendukung dan faktor penghambat pelaksanaan bimbingan pranikah di Kantor Urusan Agama Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi.
BAB V
: PENUTUP Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari penelitian dan saransaran.