BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan salah satu fungsi utama
dalam penyelenggaraan pemerintah yang menjadi kewajiban aparatur pemerintah. Berdasarkan Keputusan Menpan No. 63/Kep/M.PAN/7/2003 tertanggal 10 Juli 2003 pada paragraph 1 butir c menyebutkan pengertian pelayanan umum adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah sebagai upaya pemenuhan kebutuhan orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum maupun sebagai pelaksananan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelayanan yang positif dan berkualitas, secara empirik pada satu sisi akan menciptakan kepuasan, kebahagian dan kesejahteraan masyarakat, yang pada gilirannya akan dapat mewujudkan tujuan pembangunan masyarakat. Pada sisi lain, merupakan ukuran tingkat kinerja birokrasi pemerintahan. Supriatna (2000 : 139) mengemukakan bahwa : “Isu peningkatan mutu pelayanan publik merupakan isu hangat dalam era pembangunan dewasa ini”. Pelayanan umum merupakan isu sentral yang menentukan keberhasilan setiap lembaga pemberi pelayanan, hal ini sebagaimana dikemukan oleh Thoha (1998 : 114) : ”Pelayanan publik menjadi salah satu indikator penilaian kualitas administrasi pemerintahan dalam melakukan tugas dan fungsinya. Baik tidaknya administrasi publik atau pemerintah itu dilihat seberapa jauh pelayanan publiknya itu sesuai dengan tuntutan, kebutuhan dan harapan masyarakat”.
1
UNIVERSITAS MEDAN AREA
Jika ditelusuri secara yuridis, hukum positif Indonesia yang memberikan landasan formal untuk memperbaiki kinerja lembaga terutama untuk lembaga atau instansi penyelenggaraan pelayanan publik yang didasarkan pada asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang baik sudah cukup memadai, antara lain: 1) UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Pada peraturan ini menyebutkan bahwa asas-asas yang menjadi landasan penyelenggaraan pelayanan publik terdiri dari asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas dan akuntabilitas, 2) Instruksi Presiden No. 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, 3) Instruksi Presiden No. 1 tahun 1995 tentang Perbaikan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintahan Kepada Masyarakat, 4) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63/Kep/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik,
5) Keputusan MenPAN No.
Kep/26/M.PAN/2/2004 tentang petunjuk Tehnis Transparansi dan Akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pelayanan Publik. Namun demikian, belum ada landasan hukum sistem untuk pengelolaan dan penyampaian keluhan publik. Publik merupakan evaluator dan pengontrol instansi/para aparatur sebagai pelaksanaan regulasi. Pelayanan publik (Mwita : 2000) menjadi persoalan yang senantiasa mewarnai keseharian masyarakat. Dalam berbagai media massa seperti radio, televisi, koran, dan sebagainya. Citra negatif tentang birokrasi publik maupun rendahnya kualitas pelayanan publik tercermin pada maraknya tanggapan, keluhan
2
UNIVERSITAS MEDAN AREA
dan cibiran di koran misalnya, dapat disimak pada kolom surat pembaca atau pembaca menulis. Masyarakat mengeluhkan kualitas pelayanan, adanya korupsi, pungli atau tarikan dana di luar ketentuan yang ditetapkan, lamban kinerja petugas, banyaknya meja yang harus dilalui ketika mengurus surat IMB, Akta Nikah, Sertifikat Tanah, Bukti Kepemilikan, ketidakpastian dan lamanya tempo penyelesaian urusan dan sebagainya. Berdasarkan penelitian situasi terakhir untuk pelayanan publik dari Good Development Service (GDS) tahun 2002-2004, ada beberapa hal permasalahan yang dihadapi yakni pertama, ketidakpastian pelayanan publik, waktu, biaya, cara pelayanan. Kedua, diskriminasi pelayanan publik menurut pertemanan, intansi, etnis agama. Ketiga, rentetan birokrasi, suap pungli menjadi dianggap wajar dan bisa diterima. Keempat, orientasi tidak pada pengguna tetapi pada kepentingan pelayanan untuk pejabat. Selama ini ada rahasia umum yang berkembang dalam tubuh birokrasi dan para penyelenggara pelayanan publik yakni; “kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah” salah satunya juga dimotivasi oleh prilaku mencari keuntungan sesaat di kalangan aparatur pemerintah yang bertugas memberikan pelayanan publik. Masih ada citra di kalangan petugas, bahwa yang membutuhkan sebenarnya adalah masyarakat bukan negara, sehingga yang perlu dilayani justru petugasnya. Diantara protes dan keluhan yang kerap muncul di masyarakat terkait dengan complain atau protes menyikapi buruknya pelayanan umum yakni tidak
3
UNIVERSITAS MEDAN AREA
adanya undang-undang yang mengatur pelayanan publik. Sebab peraturan yang dijadikan referensi dasar yakni SK Menpan No. 63 Tahun 2003. SK Menpan No. 63 Tahun 2003 berisi pedoman yang harus diikuti instansi penyelenggara pelayanan publik dengan memberi pelayanan prima (efektif dan memuaskan). Dalam SK Menpan No. 63 Tahun 2003 ditentukan adanya standar pelayanan publik yang meliputi kesederhanaan prosedur, ketepatan waktu, biaya serta sarana dan prasarana. Tetapi tidak termuat adanya sanksi jika pemberian pelayanan publik tidak sesuai dengan standar pelayanan. Akibatnya, masyarakat sulit untuk melakukan pengaduan atau menindaklanjuti protes ke dalam suatu bentuk timbal balik yang konsekuensial. Penyelenggaraan pemerintahan ditujukan kepada terciptanya fungsi pelayanan publik (public service). Pemerintahan yang baik cenderung menciptakan terselenggaranya fungsi pelayanan publik (Kim : 2006) dengan baik pula. Sebaliknya, pemerintahan yang buruk mengakibatkan fungsi pelayanan publik tidak akan terselenggara dengan baik. Dalam hal ini pelayanan publik merupakan masalah serius terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan dan akuntabilitas birokrasi dalam menjalankan kinerja dan fungsi-fungsi administrasi yang diartikan sebagai penyediaan barangbarang dan jasa-jasa publik yang pada hakekatnya menjadi tanggung jawab pemerintah. Karena pelayanan publik terkait erat dengan jasa dan barang dipertukarkan maka penting pula untuk memasukkan definisi dari public utilities sebagai
4
UNIVERSITAS MEDAN AREA
pelayanan atas komoditi berupa barang atau jasa dengan mempergunakan sarana milik umum yang dapat dilakukan oleh orang/badan keperdataan. Menurut Henry Campbell Black (1979) perwujudan public interest itu muncul dalam kaitannya dengan sumber daya dan alokasinya. Proses pengalokasian itu terwujud dalam jasa pelayanan publik demi terciptanya pemenuhan kebutuhan masyarakat sehingga public service didefinisikan sebagai berikut : Enterprises of certain kinds of corporations, which specially serve the needs of the general public or conduce to comfort and convenience of an entire community… A public service or quasi-public corporation is one private in its ownership, but which has an appropriate franchise from the state toprovide necessity or convenience of the general public…owe a duty to the public which they may becomplled to perform. Penerapan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia diyakini akan mampu mendekatkan pelayanan masyarakat, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan memupuk demokrasi. Dengan adanya otonomi daerah tersebut, kewenangan pemerintah daerah menjadi lebih luas dari sebelum adanya desentralisasi. Akan tetapi dalam pelaksanaan otonomi daerah ini, diharapkan pemerintah daerah melaksanakannya dengan tanggung jawab berdasarkan tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. Secara teoritik, Birokrasi Pemerintahan memiliki tiga fungsi utama, yaitu; fungsi pelayanan, fungsi pembangunan dan fungsi pemerintahan umum (LAN, 2007). a.
Fungsi pelayanan, berhubungan dengan unit organisasi pemerintahan yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Fungsi utamanya, memberikan pelayanan (service) langsung kepada masyarakat.
5
UNIVERSITAS MEDAN AREA
b.
Fungsi pembangunan, berhubungan dengan unit oganisasi pemerintahan yang menjalankan salah satu bidang tugas tertentu disektor pembangunan. Fungsi pokoknya adalah development function/fungsi pembangunan dan adaptive function/fungsi adaptasi.
c.
Fungsi pemerintahan umum, berhubungan dengan rangkaian kegiatan organisasi pemerintahan yang menjalankan tugas-tugas pemerintahan umum (regulasi), temasuk di dalamnya menciptakan dan memelihara ketentraman dan ketertiban. Fungsinya lebih dekat pada fungsi pengaturan (regulation function). Ketiga fungsi birokrasi pemerintahan tersebut, menunjukan bahwa
pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah, cakupannya sangat luas yaitu pelayanan yang menghasilkan public goods/barang publik, seperti jalan, jembatan, pasar dan lain-lain, dan pelayanan yang menghasilkan peraturan perundang-undangan atau kebijakan yang harus dipatuhi oleh masyarakat (fungsi regulasi), seperti perizinan, KTP, SIM, Akte Nikah dan kebutuhan lainnya. Persepsi masyarakat terhadap kualitas pelayanan pemerintah umumnya kinerjanya masih belum seperti yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat antara lain dari banyaknya pengaduan atau keluhan dari masyarakat kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) seperti menyangkut prosedur dan mekanisme kerja pelayanan yang berbelit-belit, tidak transparan, kurang informatif, kurang akomodatif, kurang konsisten, terbatasnya fasilitas, sarana dan prasarana pelayanan, sehingga tidak menjamin kepastian (hukum, waktu, dan
6
UNIVERSITAS MEDAN AREA
biaya) serta masih banyak dijumpai praktek pungutan liar serta tindakan-tindakan yang berindikasi penyimpangan dan KKN. Buruknya kinerja pelayanan publik ini antara lain dikarenakan belum dilaksanakannya transparansi dan akuntabilitas (prinsip good governance) dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Oleh karena itu, pelayanan publik harus dilaksanakan secara transparan dan akuntabel oleh setiap unit pelayanan instansi pemerintah karena kualitas kinerja birokrasi pelayanan publik memiliki implikasi yang luas dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Mengacu pada fungsi pelayanan, Pemerintah Kabupaten Bireuen sebagai salah satu pemerintah daerah di Indonesia wajib untuk memberikan pelayanan publik yang maksimal kepada masyarakat Bireuen. Pelayanan publik yang diberikan Pemerintah Kabupaten Bireuen harus secara menyeluruh pada struktur pemerintahan baik di dinas, badan, maupun kantor. Pelayanan publik (Pidd : 2005) oleh aparatur pemerintah pada Kantor Urusan Agama (KUA) Kabupaten Bireuen khususnya Kecamatan Peusangan masih banyak dijumpai kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas seperti yang diharapkan oleh masyarakat Kabupaten Bireuen, khususnya dalam hal pengurusan penerbitan Akta Nikah. Dalam hal ini penulis tertarik meneliti tentang pengurusan penerbitan Akta Nikah, selain masih banyaknya keluhan masyarakat terhadap birokrasi penerbitan akta nikah juga karena ingin menegaskan kembali bahwa Akta Nikah adalah hal yang berbeda dengan Buku Nikah. Seperti kita ketahui bahwa periode semester dua tahun 2013, sempat menjadi wacana nasional tentang raibnya buku nikah
7
UNIVERSITAS MEDAN AREA
pada KUA di beberapa daerah di Indonesia. Masih banyak masyarakat merasa mereka belum mendapatkan legalitas hukum atas pernikahan mereka sebelum mereka menerima Buku Nikah. Buku nikah hanyalah kutipan dari akta nikah, sehingga apabila buku nikahnya belum diterima oleh pasangan pengantin, mereka tidak perlu khawatir karena peristiwa pernikahan telah dicatat pada Dokumen Negara dalam Akta Nikah di setiap kantor KUA masing-masing sesuai PMA Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah. Apabila buku nikah terlambat diterima karena alasan tertentu, pasangan pengantin tidak perlu khawatir karena buku nikah pada waktunya pasti akan diberikan. Sebagaimana disampaikan diatas, ketertarikan penulis untuk meneliti tentang pengurusan penerbitan akta nikah juga disebabkan karena ingin mencari solusi atas keluhan masyarakat terhadap penerbitan akta nikah. Beberapa keluhan masyarakat yang dapat dirangkum adalah antara lain : 1.
Prosedur pelayanan pengurusan akta nikah pada KUA masih dianggap berbelit, birokrasi yang masih panjang. Banyak data yang tidak sesuai antara satu dengan yang lainnya, artinya antara data yang satu dengan data yang lain tidak sama (nama, tanggal lahir dan lainnya). Masyarakat harus terlebih dahulu mengurus berkas lainnya sebagai pendukung dalam pengurusan Akta nikah.
2.
Kepastian biaya pelayanan pengurusan akta nikah. Biaya yang cukup besar untuk mengurus Akta Nikah, sehingga bagi masyarakat khususnya golongan ekonomi menengah ke bawah merasa sangat terbebani
8
UNIVERSITAS MEDAN AREA
3.
Kurang tanggapnya petugas dalam memberikan solusi kepada masyarakat karena kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki terbatas, sehingga akan menghambat administrasi penerbitan akta nikah.
4.
Petugas yang menandatangani berkas tidak ada di tempat, sehingga masyarakat menjadi jengkel atau merasa pelayanan yang diberikan petugas seolah-olah menghambat pengurusan akta nikah.
5.
Masih seringnya dijumpai petugas yang bekerja sambil berbincangbincang dengan teman lainnya sehingga pelayanan menjadi lambat. Administrasi Penerbitan Akta Nikah yang merupakan salah satu hak yang
harus dimiliki oleh seluruh masyarakat yang telah melakukan pernikahan sebagai identitas diri (jati diri) oleh karena itu perlu adanya data dan informasi kepada masyarakat yang jelas, sehingga masyarakat tidak merasa kecewa. Kebutuhan masyarakat akan penerbitan akta nikah sebagai salah satu identitas diri merupakan kebutuhan sosial yang harus diberikan oleh aparat pemerintah dalam hal ini adalah KUA. Jika keluhan-keluhan tersebut diatas terus dibiarkan, maka akan dapat menimbulkan citra yang kurang baik terhadap aparatur pemerintah dalam hal ini Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bireuan yang membawahi seluruh Kantor Urusan Agama (KUA) dalam lingkup Kabupaten Bireuen. Dengan memberikan pelayanan publik yang baik oleh aparatur pemerintah dalam hal ini Kantor Urusan Agama (KUA) maka akan berimbas pada penilaian dan persepsi publik terhadap kinerja Pemerintahan Kabupaten Bireuen secara keseluruhan dan memberikan dampak positif dalam proses administrasi penerbitan Akta Nikah tersebut.
9
UNIVERSITAS MEDAN AREA
Kualitas pelayanan publik mengenai bagian administrasi penerbitan akta nikah di Kabupaten Bireuen sendiri masih belum diketahui. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian untuk membahas kualitas pelayanan publik dalam penerbitan akta nikah pada Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik dalam membuat sebuah penelitian
sebagai tesis yang berjudul: “Analisa Kualitas Pelayanan
Publik dalam Penerbitan Akta Nikah Pada Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen”.
1.2
Batasan dan Perumusan Masalah
1.2.1
Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas serta
banyaknya aspek-aspek yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik dalam penerbitan akta nikah pada Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen maka penulisan penelitian ini dibatasi, hanya membahas mengenai aspek kualitas pelayanan publik, kepuasan masyarakat terhadap pelayanan dan tata cara administrasi penerbitan akta nikah pada Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen. Tujuan pembatasan masalah agar penulisan di penelitian ini tidak menyimpang dan lebih fokus terhadap permasalahannya.
10
UNIVERSITAS MEDAN AREA
1.2.2
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah yang dapat diambil
dalam penulisan tesis ini adalah : 1.
Bagaimana Kualitas Pelayanan Publik dalam Penerbitan Akta Nikah pada Kantar Urusan Agama (KUA) Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen.
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Pelayanan Publik dalam Penerbitan Akta Nikah pada Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen.
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui kualitas pelayanan publik Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen sebagai unit pelayanan instansi pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan penerbitan akta nikah. 2. Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik dalam penerbitan akta nikah pada Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bireuen Kabupaten Bireuen.
1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ide bagi
Pemerintah Kabupaten Bireuen khususnya Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Peusangan sebagai bentuk kepedulian penulis sebagai civitas
11
UNIVERSITAS MEDAN AREA
akademik sekaligus sebagai aparatur pemerintah yang bertugas di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bireuen tentang konsep peningkatan kualitas pelayanan publik khususnya dalam hal penerbitan akta nikah yang sesuai dengan harapan kondisi masyarakat dan pemerintah daerah di Kabupaten Bireuen. Kegunaan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu kebijakan publik terutama perumusan implementasi peningkatan kualitas kinerja instansi publik khususnya dalam hal penerbitan akta nikah. Selanjutnya manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain adalah : 1.
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai kerangka acuan dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat dalam hal penerbitan akta nikah dalam menyusun dan membuat kebijakan yang berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas pelayanan pengurusan akta nikah.
2.
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai masukan untuk bahan kajian atau referensi bagi peneliti berikutnya dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik pada kantor pelayanan publik lainnya lingkup Kabupaten Bireuen maupun pada pemerintahan daerah lainnya.
12
UNIVERSITAS MEDAN AREA