BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak seluruh dunia, yang menyebabkan 1 miliyar kejadian sakit dan 3-5 juta kematian setiap tahunnya (Assiddiqi, 2009). Hasil Survei Nasional tentang Morbiditas Diare dan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku (2000), terdapat 91,2 % masyarakat mengetahui tentang rehidrasi penderita saat diare, 90 % mengetahui tentang tanda bahaya diare, sebagian tahu tentang manfaat oralit (94,6 %) akan tetapi sebagian (49,3 %) tidak mau menggunakan oralit sebagai cairan rehidrasi di rumah tangga. Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, dengan konsisten feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah. Hal ini karena secara fisiologis sistem pencernaan pada balita belum cukup matur (organ-organnya belum matang), sehingga rentan sekali terkena penyakit saluran pencernaan. Penyakit saluran pencernaan ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri dan amoeba atau parasit melalui makanan yang masuk ke dalam tubuh dan juga mal absorbsi serta alergi zat makanan tertentu (Sari, 2009). Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama. Hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan diare yang menimbulkan banyak kematian terutama pada balita. Angka kesakitan diare di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
1
2
Bahaya utama diare adalah dehidrasi karena tubuh banyak kehilangan air dan garam yang terlarut, sehingga bisa menyebabkan kematian. Karena bahaya diare terletak pada dehidrasi maka penanggulangannya dengan cara mencegah dehidrasi dan rehidrasi intensif. Rehidrasi adalah upaya menggantikan cairan tubuh yang keluar bersama tinja dan cairan yang memadai melalui oral dan parenteral (Sari, 2009). Berdasarkan Profil Kesehatan RI Tahun 2010, CFR (Case Fatality Rate) diare pada tahun 2006 sebesar 2,16%, pada tahun 2007 sebesar 1,79% dan pada tahun 2008 meningkat sebesar 2,94%. CFR diare pada tahun 2009 menurun menjadi 1,74% dan angka CFR itu tetap pada tahun 2010 dimana Kejadian Luar Biasa (KLB). Diare terjadi di 11 propinsi dengan jumlah penderita diare sebanyak 4.204 ibu dan jumlah kematian 73 ibu. Kelompok umur yang paling rawan terkena diare adalah 2-3 tahun, walaupun banyak juga ditemukan penderita yang usianya relatif muda yaitu antara 6 bulan– 12 bulan. Pada usia ini anak mulai mendapat makanan tambahan seperti makanan pendamping air susu ibu, sehingga kemungkinan termakan makanan yang sudah terkontaminasi dengan agent penyebab penyakit diare menjadi lebih besar. Selain itu anak juga sudah mampu bergerak kesana kemari sehingga pada usia ini anak senang sekali memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya (Purbasari, 2009). Pemerintah Indonesia telah berusaha meningkatkan program pengawasan diare dengan melakukan berbagai upaya penanggulangan, diantaranya dengan mengembangkan larutan rehidrasi oral sesuai dengan anjuran World Health
3
Organization (WHO) yang terdiri dari elektrolit, glukosa, yang lebih murah dan efektif untuk mengatasi dehidrasi non kholera (Depkes RI, 2000). Untuk itu peran ibu menjadi sangat penting karena di dalam merawat anaknya ibu seringkali berperan sebagai pelaksana dan pembuat keputusan dalam pengasuhan anak, yaitu dalam hal memberi makan, memberi perawatan kesehatan dan penyakit, memberi stimulasi mental. Dengan demikian bila ibu berperilaku baik mengenai diare, ibu sebagai pelaksana dan pembuat keputusan dalam pengasuhan, diharapkan dapat memberikan pencegahan dan pertolongan pertama pada diare dengan baik (Sari, 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Sari, 2009) dengan judul “Pengaruh Persepsi Ibu Balita Tentang Penyakit Diare Terhadap Tindakan Pencegahan Diare” terdapat ibu yang tidak mengetahui cara pembuatan oralit maupun larutan gula garam. Hal ini di karenakan kurangnya pengetahuan ibu dalam melakukan tinadakan pencegahan terhadap penyakit diare itu sendiri. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan ibu. Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan ibu mengenai diare meliputi pengertian, penyebab, gejala klinis, pencegahan, dan cara penanganan yang tepat dari penyakit diare pada balita berperan penting dalam penurunan angka kematian dan pencegahan kejadian diare serta malnutrisi pada anak. Pada penelitian sebelumnya oleh Pujiastuti (2003) di Karanganyar didapati adanya hubungan yang bermakna antara
4
pengetahuan ibu dengan sikap ibu, dan juga antara pengetahuan ibu dengan tindakan ibu terhadap pencegahan diare pada balita. Berdasarkan data di Dinas Kesehatan Propinsi Gorontalo pada tahun 2010 tercatat angka prevalensi balita yang menderita diare sebesar yaitu 23,2%, pada tahun 2011 tercatat angka prevalensi balita yang menderita diare sebesar 18,5% dan pada tahun 2012 tercatat angka prevalensi
balita yang menderita diare
sebesar 13,8%. Di dinas kesehatan Bonebolango pada tahun 2010 tercatat angka prevalensi balita yang menderita diare yaitu sebesar 20,4%, pada tahun 2011 tercatat angka prevalensi balita yang menderita diare sebesar yaitu 8,7%, dan pada tahun 2012 tercatat angka prevalensi balita yang menderita diare yaitu sebesar 11,5%. Untuk survei awal yang didapatkan di Puskesmas Bonepantai didapatkan bahwa angka prevalensi balita yang menderita penyakit diare pada tahun 2010 yaitu sebesar 8,9% dan angka insiden 11,6%, tahun 2011 yaitu angka prevalensi balita yang menderita diare yaitu sebesar 7,3 % dengan insiden 10,9% dan pada tahun 2012 angka prevalensi balita yang menderita penyakit diare yaitu sebesar 10,6% dengan insiden 14,3%. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada beberapa ibu yang datang ke Puskesmas Bonepantai mengenai penyakit diare itu sendiri pada anaknya mereka tidak mengetahui penanganan awal penyakit diare seperti penatalaksanaan rehidrasi oral, mereka hanya langsung membawa anak mereka ke Puskesmas Bonepantai jika anaknya sudah BAB lebih dari 3 kali. Hal ini dikarenakan mereka tidak mengetahui sepenuhnya penanganan diare itu sendiri. Dan mereka juga
5
mengatakan sering menggunakan botol susu yang digunakan oleh anaknya untuk minum yang hanya sekali cuci dalam sehari. Seringkali anak juga sering jajan sembarang misalnya sering makan snack (makanan ringan) yang terlalu banyak sementara anak mereka belum cocok mengkonsumsinya, selain itu ibu jarang memperhatikan anak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan. Berdasarkan data yang diperoleh di Puskesmas Bonepantai, penyakit Diare merupakan salah satu 10 penyakit tertinggi di wilayah kerja Puskesmas Bonepantai dan menempati urutan ke dua. Hal ini perlu kesadaran dari ibu untuk mengontrol anaknya dan petugas kesehatan setempat untuk memperhatikan penanganan penyakit diare khususnya dalam penatalaksanaan rehidrasi oral. Inilah yang menjadikan alasan peneliti untuk melakukan penelitian yang berjudul “Gambaran Perilaku Ibu Dalam Penatalaksanaan Rehidrasi Oral Penyakit Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Bonepantai”. 1.2 Identifikasi masalah 1. Berdasarkan data di Dinas Kesehatan Propinsi Gorontalo pada tahun 2010 tercatat angka prevalensi balita yang menderita diare sebesar yaitu 23,2%, pada tahun 2011 tercatat angka prevalensi balita yang menderita diare sebesar 18,5% dan pada tahun 2012 tercatat angka prevalensi balita yang menderita diare sebesar 13,8%. 2. Di dinas kesehatan Bonebolango pada tahun 2010 tercatat angka prevalensi balita yang menderita diare yaitu sebesar 20,4%, pada tahun 2011 tercatat angka prevalensi balita yang menderita diare sebesar yaitu
6
8,7%,
dan pada tahun 2012 tercatat angka prevalensi balita yang
menderita diare yaitu sebesar 11,5%. 3. Untuk survei awal yang didapatkan di Puskesmas Bonepantai didapatkan bahwa angka prevalensi balita yang menderita penyakit diare pada tahun 2010 yaitu sebesar 8,9% dan angka insiden 11,6%, tahun 2011 yaitu angka prevalensi balita yang menderita diare yaitu sebesar 7,3 % dengan insiden 10,9% dan pada tahun 2012 angka prevalensi balita yang menderita penyakit diare yaitu sebesar 10,6% dengan insiden 14,3%. 1.3 Rumusan masalah Berdasarkan data diperoleh, maka rumusan masalah penelitian adalah Bagaimana Perilaku Ibu Dalam Penatalaksanaan Rehidrasi Oral Penyakit Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Bonepantai? 1.4 Tujuan penelitian 1.4.1
Tujuan Umum Untuk mengetahui Gambaran Perilaku Ibu Dalam Penatalaksanaan
Rehidrasi Oral Penyakit Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Bonepantai. 1.4.2
Tujuan Khusus
1) Untuk
menggambarkan/mendeskripsikan
Pengetahuan
Ibu
Dalam
Penatalaksanaan Rehidrasi Oral Penyakit Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Bonepantai
7
2) Untuk
menggambarkan/mendeskripsikan
Sikap
Ibu
Dalam
Penatalaksanaan Rehidrasi Oral Penyakit Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Bonepantai 3) Untuk
menggambarkan/mendeskripsikan
Tindakan
Ibu
Dalam
Penatalaksanaan Rehidrasi Oral Penyakit Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Bonepantai 1.5.
Manfaat penelitian
1.5.1. Manfaat Teoritis 1. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan ilmu Keperawatan khususnya ilmu keperawatan komunitas, keperawatan anak dan keperawatan keluarga, agar para mahasiswa ilmu keperawatan dapat mengetahui penatalaksanaan rehidrasi oral pada balita diare, serta perannya sebagai seibu perawat yaitu memberikan pendidikan kesehatan, mempromosikan dan pencegahan (preventif) dehidrasi pada anak. 2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu Keperawatan dalam menurunkan angka kesakitan diare pada balita. 1.5.2. Manfaat Praktis 1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk instansi terkait seperti di dinas kesehatan Bonebolango, Puskesmas Bonepantai. Dan Dapat memberikan informasi tentang permasalahan terkait sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk mengambil keputusan dalam
8
menentukan kebijakan untuk pencegahan dan penanganan kejadian diare. 2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk masyarakat khususnya para ibu untuk lebih meningkatkan pengetahuan mengenai diare agar dapat melakukan rehidrasi oral jika terjadi diare.
9