BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sasaran pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Peningkatan derajat kesehatan yang optimal tersebut diselenggarakan
melalui
pendekatan,
pemeliharaan,
peningkatan
kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Dalam upaya mencapai sasaran ini, yang utama dilaksanakan sesuai paradigma sehat yaitu upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif guna membangun partisipasi masyarakat dalam peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Indonesia masih menghadapi pelbagai masalah yang salah satu di antaranya adalah masalah sanitasi. Masalah sanitasi ini berkaitan dengan masalah kesehatan lingkungan yang belum memadai di Indonesia. Menurut Blum (1974), faktor yang paling dominan memengaruhi status kesehatan adalah faktor lingkungan manusia itu sendiri. Salah satu dari faktor lingkungan tersebut adalah penggunaan jamban, apabila penggunaan jamban tidak memenuhi syarat kesehatan akan mencemari lingkungan dan berdampak terhadap peningkatkan risiko penularan penyakit di masyarakat. Peran lingkungan secara spesifik menggambarkan pengaruh pada terjadinya penyakit (Notoatmodjo, 2003).
1 Universitas Sumatera Utara
2
Di Indonesia terdapat empat dampak kesehatan besar yang disebabkan oleh sanitasi yang buruk salah satu di antaranya adalah diare. Diare adalah gejala infeksi yang terjadi pada sistem pencernaan oleh mikroorganisme yang menyebar melalui fecal oral antara lain lewat makanan/minuman yang tercemar oleh tinja. Diare merupakan masalah kesehatan berbasis lingkungan yang masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang. Diare juga dipengaruhi berbagai faktor misalnya keadaan gizi, kebiasaan atau perilaku tidak bersih, dan sanitasi lingkungan yang belum memadai (Depkes RI, 2008). Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki angka kejadian diare yang cukup tinggi. Survei tahun 2010 menunjukkan bahwa kejadian diare pada semua usia di Indonesia adalah 423 per 1000 penduduk dan menduduki posisi ke 5 sebagai penyebab kematian pada semua umur dalam kelompok penyakit menular (Riskesdas, 2010). Tingginya angka kejadian diare tersebut berdampak besar terhadap buruknya derajat kesehatan suatu bangsa. Di sisi lain menurut UU RI No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi. Upaya kesehatan yang dilakukan di masyarakat adalah penyediaan sanitasi dasar. Salah satu dari beberapa fasilitas sanitasi dasar yang ada di masyarakat adalah jamban. Jamban berguna untuk tempat pembuangan kotoran manusia sehingga
Universitas Sumatera Utara
3
bakteri yang ada dalam kotoran tersebut tidak mencemari lingkungan, serta lingkungan akan terlihat bersih dan indah (Soeparmin, 2003). Sanitasi lingkungan yang buruk terutama rendahnya penggunaan jamban pada masyarakat merupakan salah satu faktor penyebab banyaknya kontaminasi bakteri E.coli yang mengakibatkan sebagian besar tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare. E.coli merupakan bakteri patogen yang dapat mencemari makanan dan minuman juga dalam sarana air bersih yang dikonsumsi maupun digunakan masyarakat untuk kebersihan (Chandra, 2007). Diare disebabkan sanitasi lingkungan yang buruk masih merupakan tantangan pembangunan sanitasi di Indonesia. Besarnya tantangan tersebut disebabkan masalah sosial budaya dan perilaku kebiasaan masyarakat yang Buang Air Besar (BAB) di sembarang tempat, khususnya ke badan air yang juga digunakan untuk mencuci, mandi dan kebutuhan higiene lainnya (Depkes RI, 2008) Lingkungan yang buruk dapat diidentifikasi dengan melihat aspek-aspek yang berpengaruh seperti jaringan air bersih, fasilitas Mandi Cuci Kakus (MCK), tingkat kepadatan dan kemiskinan. Berdasarkan pelbagai aspek di atas keberadaan MCK merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam penciptaan kualitas lingkungan perumahan yang sehat. Hal ini karena limbah yang ditimbulkan dari manusia tersebut apabila tidak dibuang pada tempat yang disediakan maka dapat menurunkan kualitas dari lingkungan serta menimbulkan pelbagai macam penyakit yang berpengaruh pada kesehatan (Depkes RI, 2008).
Universitas Sumatera Utara
4
Untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan dari kualitas lingkungan tersebut
Menteri
Kesehatan
RI
mengeluarkan
Keputusan
No.
1193/MENKES/SK/X/2004 tentang program pemerintah terkait Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Pada program ini pemerintah membuat sebuah pendekatan yaitu promosi kesehatan untuk pemberdayaan perilaku sehat di masyarakat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat seperti beberapa program PHBS yang berkaitan dengan terjadinya diare yaitu penggunaan jamban sehat di masyarakat, penggunaan air bersih di masyarakat, rumah tangga sehat dengan perilaku bersih dan sehat dan mencuci tangan dengan air bersih dan sabun (Depkes RI, 2009). Penerapan hidup sehat dalam Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas dasar kesadaran sehingga mereka dapat menolong dirinya sendiri maupun orang-orang di sekitarnya. Salah satu contoh perilaku sehat dalam PHBS adalah menggunakan jamban keluarga untuk membuang kotoran atau tinja manusia (Depkes RI, 2009). Program lain yang sejalan dengan pemberdayaan masyarakat dalam penggunaan
jamban
terdapat
pada
Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.
852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Program ini merupakan program pemerintah dalam rangka memperkuat upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan pengetahuan masyarakat, serta mengimplementasikan komitmen
pemerintah
untuk
meningkatkan
akses
sanitasi
dasar
yang
Universitas Sumatera Utara
5
berkesinambungan yang salah satu di antaranya adalah penghapusan buang air besar di tempat terbuka. Pencapaian Indonesia Sehat (2010), salah satunya adalah perwujudan kondisi sanitasi dasar yang kuat. Salah satu dari perwujudan tersebut adalah akses terhadap jamban untuk daerah perkotaan 88,50% sedangkan daerah pedesaan 64,11%. Berdasarkan Profil Kesehatan Di Indonesia (2011), sebanyak 40% rumah tangga belum memiliki akses terhadap jamban sehat. Sumatera Utara merupakan salah satu Provinsi di Indonesia dan berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2012), sebanyak 67,49% rumah tangga memiliki jamban sehingga dapat dikatakan bahwa cakupan rumah tangga yang tidak memiliki jamban sebanyak 32,51%. Padahal cakupan jamban harus mencapai 100% atau semua masyarakat harus memiliki jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan di rumah. Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal (2011), hanya 34,5% rumah tangga yang memiliki jamban sehingga dapat dikatakan sebanyak 65,5% rumah tangga tidak memiliki jamban. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan beberapa ibu di Mandailing Natal, mereka mengatakan bahwa rumah tangga yang memiliki jamban sudah menggunakan jamban dan tidak menggunakan sungai sebagai tempat membuang hajat. Sebaliknya rumah tangga yang tidak memiliki jamban masih menggunakan sungai sebagai tempat membuang hajat dan tidak menggunakan jamban umum disebabkan kebiasaan masyarakat dari dulu masih menggunakan sungai sebagai tempat membuang hajat.
Universitas Sumatera Utara
6
Desa Gunungtua merupakan salah satu desa di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal di mana sebagian besar rumah tangga tidak memiliki jamban. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan beberapa ibu di Desa Gunungtua, mereka mengatakan bahwa rumah tangga yang memiliki jamban sudah menggunakan jamban sebagai tempat membuang hajat dan sebaliknya rumah tangga yang tidak memiliki jamban masih menggunakan sungai sebagai tempat membuang hajat dan tidak menggunakan jamban umum disebabkan kebiasaan masyarakat dari dulu masih menggunakan sungai sebagai tempat membuang hajat dan kurangnya penyediaan sarana jamban di masyarakat. Berikut gambaran kepemilikan jamban Desa Gunungtua tahun 2014 antara lain sebagai berikut:
Tabel 1.1 Jumlah Kepemilikan Jamban Desa Gunungtua Tahun 2014 No. Nama desa Jumlah Jumlah yang tidak Jumlah yang penduduk memiliki memiliki 1 Panggorengan 184 RT 120 RT (65,2%) 64 RT (34,8%) 2 Iparbondar 438 RT 372 RT (84,9%) 66 RT (15,1%) 3 Gunungtua Jae 472 RT 377 RT (79,8%) 95 RT (20,2%) 4 Gunungtua Tonga 356 RT 249 RT (69,9%) 107 RT (30,1%) 5 Gunungtua Julu 400 RT 360 RT (90%) 40 RT (10%) 6 Lumban Pasir 385 RT 269 RT (69,8%) 116 RT (30,2%) Jumlah 2235 RT 1747 RT (78,2%) 488 RT (21,8%) Sumber data: Kantor Kepala Desa, 2013.
Untuk sarana sanitasi yang disediakan oleh pemerintah daerah masih kurang mencukupi untuk seluruh masyarakat Desa Gunungtua. Berikut gambaran penyedian sarana sanitasi Mandi Cuci Kakus (MCK) Desa Gunungtua tahun 2014 antara lain sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
7
Tabel 1.2 Penyediaan Sarana Sanitasi Mandi Cuci Kakus (MCK) Desa Gunungtua Tahun 2013 No. Nama desa Jumlah Jumlah Sarana MCK yang disediakan penduduk 1 Panggorengan 184 RT 2 unit (1 untuk laki-laki, 1 untuk perempuan) 2 Iparbondar 438 RT 2 unit (1 untuk laki-laki, 1 untuk perempuan) 3 Gunungtua Jae 472 RT 1 unit (untuk laki-laki) 4 Gunungtua Tonga 356 RT 1 unit (untuk laki-laki) 5 Gunungtua Julu 400 RT 1 unit (untuk laki-laki) 6 Lumban Pasir 385 RT 2 unit (1 untuk laki-laki, 1 untuk perempuan) Jumlah 2235 RT 9 unit Sumber data: Kantor Kepala Desa, 2013. Rendahnya penggunaan jamban di Desa Gunungtua disebabkan masih banyak masyarakat yang belum memiliki jamban dan kurangnya penyediaan sarana sanitasi MCK di Desa Gunungtua. Rendahnya penggunaan jamban serta kurangnya penyediaan sarana sanitasi MCK di masyarakat menyebabkan masyarakat menjadikan sungai sebagai tempat mandi, cuci, dan kakus sehingga berdampak buruk terhadap tingginya kasus diare pada masyarakat Mandailing Natal khususnya Desa Gunungtua. Diare menempati urutan ke 4 dalam 10 penyakit terbesar di Kabupaten Mandailing Natal (Profil Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal 2011). Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan penulis di desa ini, diperoleh gambaran bahwa rendahnya penggunaan jamban pada masyarakat Desa Gunungtua disebabkan kebiasaan masyarakat dari dulu sampai sekarang masih menggunakan sungai, persawahan atau kebun sebagai tempat membuang hajat, sehingga sulit menerima perubahan untuk menggunakan jamban. Faktor lain yang juga sangat berpengaruh terhadap rendahnya penggunaan jamban di masyarakat Desa
Universitas Sumatera Utara
8
Gunungtua adalah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penggunaan jamban serta rendahnya kesadaran masyarakat untuk buang air besar di jamban. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan beberapa ibu di desa ini, mereka menyatakan bahwa jamban bukan suatu kebutuhan yang harus dimiliki, hal ini menyebabkan banyak rumah tangga yang belum memiliki sarana fasilitas jamban dan rendahnya penggunakan jamban di masyarakat sebagai tempat membuang hajat. Faktor lain yang juga sangat berpengaruh terhadap rendahnya penggunaan jamban di Desa Gunungtua adalah kurangnya dukungan tenaga kesehatan dan para pemerintah daerah untuk memberikan informasi berupa aturan maupun pengetahuan kepada masyarakat tentang penggunaan jamban kepada masyarakat. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya sikap dan perilaku seseorang. Penerimaan sikap dan perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut bersifat langgeng. Faktor lain juga berpengaruh terhadap rendahnya penggunaan jamban di Desa Gunungtua adalah kurangnya upaya pemerintah daerah dalam kebijakan masalah rendahnya penggunaan jamban di masyarakat sehingga menyebabkan rendahnya tingkat kepemilikan dan penggunaan jamban di masyarakat. Tidak tersedianya secara merata sarana sanitasi berupa jamban pada setiap Desa yang terdapat di Gunungtua juga diduga memengaruhi penggunaan jamban di masayarakat Desa Gunungtua. Menurut Soeparmin (2003), penyediaan sarana pembuangan kotoran manusia (jamban) adalah bagian dari usaha sanitasi yang cukup penting peranannya,
Universitas Sumatera Utara
9
khususnya dalam usaha pencegahan penularan penyakit. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan, maka pembuangan kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan, terutama dalam mencemari tanah dan sumber air. Selain tidak tersedianya secara merata sarana fasilitas jamban, menurut observasi yang dilakukan oleh penulis faktor jarak antara tempat pemukiman masyarakat dengan tempat sarana fasilitas jamban juga diduga memengaruhi penggunaan jamban di masyarakat. Menurut Soenarto (2000), untuk memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat dalam penggunaan fasilitas sanitasi seperti sarana jamban maka harus mempertimbangkan jarak fasilitas yang tidak terlalu jauh dengan tempat pemukiman masyarakat. Keterjangkauan sarana fasilitas juga diduga memengaruhi penggunaan jamban Desa Gunungtua. Hasil penelitian Tarigan (2008), menunjukkan bahwa pengetahuan dan sikap masyarakat sangat memengaruhi penggunaan jamban. Penelitian lain juga dilakukan oleh Dunggio (2012), menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap, dan informasi yang cukup dari petugas kesehatan kepada masyarakat memengaruhi perilaku masyarakat tentang penggunaan jamban. Penelitian lain juga dilakukan oleh Harahap (2012), menunjukkan bahwa pengetahuan, dan sikap masyarakat sangat memengaruhi terhadap pengadaan jamban keluarga. Menurut teori Lawrence Green bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor dari luar perilaku (non behavior causes). Selanjutnya perilaku itu terbentuk dari 3 faktor. Pertama, faktor-faktor presdiposisi (presdiposing factor) yang
Universitas Sumatera Utara
10
terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. Kedua, faktor-faktor pendukung (enabling factor) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, dan sebagainya. Ketiga, faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap atau perilaku petugas kesehatan, tokoh agama, tokoh masyarakat serta para petugas pemerintah. Berdasarkan dari permasalahan dan asumsi yang ditemukan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang pengaruh pengaruh predisposing factor (pengetahuan dan kebiasaan), enabling factor (ketersediaan, keterjangkauan, dan kebijakan daerah), dan reinforcing factor (dukungan tenaga kesehatan dan dukungan tokoh masyarakat) terhadap penggunaan jamban di Desa Gunungtua Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah ada pengaruh predisposing factor (pengetahuan dan kebiasaan), enabling factor (ketersediaan, keterjangkauan, dan kebijakan daerah), dan reinforcing factor (dukungan tenaga kesehatan dan dukungan tokoh masyarakat) terhadap penggunaan jamban di Desa Gunungtua Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal ?
Universitas Sumatera Utara
11
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh predisposing factor (pengetahuan dan kebiasaan), enabling factor (ketersediaan, keterjangkauan, dan kebijakan daerah), dan reinforcing factor (dukungan tenaga kesehatan dan dukungan tokoh masyarakat) terhadap penggunaan jamban di Desa Gunungtua Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah : 1. Menjadi dasar pertimbangan untuk membuat kebijakan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal dalam peningkatan sanitasi dasar khususnya dalam penggunaan jamban di masyarakat. 2. Sebagai sumber informasi kepada masyarakat Desa Gunungtua agar memperoleh pemahaman yang jelas tentang penggunaan jamban sehingga masyarakat Desa Gunungtua dapat meningkatkan penggunakan jamban. 3. Sebagai pengembangan khasanah ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu administrasi dan kebijakan kesehatan serta dalam penemuan metodologi baru dalam lingkup ilmu kesehatan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara