1
BAB I PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian Pendidikan menentukan kualitas membentuk,
memegang suatu
membina dan
peranan
bangsa.
yang
Karena
mengembangkan
sangat proses manusia,
strategis
dalam
pendidikan
adalah
sehingga
secara
kualitatif memiliki kemampuan untuk membangun rakyat dan negara. Tujuan pendidikan yang dicanangkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak lepas dari tujuan pendidikan Islam. Tobroni mengemukakan bahwa dalam aktivitas pendidikan, tujuan atau cita-cita dirumuskan dalam tujuan akhir (the ultimate aims of education) secara padat dan singkat. Tujuan pendidikan Islam biasanya digambarkan dalam dua perspektif, yaitu manusia (pribadi) ideal dan masyarakat (makhluk sosial) ideal. Perspektif manusia ideal seperti “Insan Kamil”, “Insan Cita”, “Muslim Paripurna”, ”Manusia yang Berimtaq dan Beriptek” dan lain sebagainya. Sedangkan bentuk masyarakat ideal seperti “Masyarakat Madani”, “Masyarakat Utama” dan sebagainya.1 Sementara itu para pakar pendidikan Islam dalam Kongres Sedunia tentang Pendidikan Islam telah merumuskan tujuan pendidikan Islam yaitu: “Education should aim at the balance growth of total personality of man through the training of man’s spirit, intellect the rational self, feeling and bodily sense. Education should therefore cater for the growth of man in all its aspects, spiritual, intellectual, imaginative, physical, scientific, linguistic, 1
Tobroni, Pendidikan Islam; Paradigma Teologis, Filosofis dan Spritualitas (Cet. I; Malang: UMM Press, 2008), 50.
1
2
both individually and collectively, and motivate all these aspects toward goodness and attainment of perfection. The ultimate aim of education lies in the realization of complete submission to Allah on the level of individual, the community and humanity at large.”2 Rumusan tersebut menunjukkan bahwa pendidikan Islam memiliki tujuan yang luas dan dalam sesuai kebutuhan manusia sebagai makhluk individual dan sosial yang dijiwai oleh ajaran agama. Karenanya pendidikan harus melayani pertumbuhan manusia dari semua aspeknya baik spiritual, intelektual, imajinasi, jasmaniah, ilmiah maupun bahasanya. Pada akhirnya tujuan itu adalah realisasi penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah SWT baik perorangan, masyarakat ataupun umat manusia. Firman Allah dalam QS. Adz Dzariyat ayat 56 berikut:
ۡ َ ۡ ُ َۡ َ ََ ۡ ُ ُ َ َ ٥٦ ون ِ ۡلن وٱ ِۡلنس إَِّل ِِلعبد ِ وما خلقت ٱ
Artiya : ”Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku3 Ayat tersebut menunjukkan bahwa tujuan manusia diciptakan adalah agar manusia mengabdi kepada Allah SWT. Salah satu media untuk dapat mengetahui cara mengabdi kepada Allah SWT yaitu melalui pendidikan. Dewasa ini pendidikan agama menjadi sorotan tajam masyarakat. Banyaknya perilaku menyimpang peserta didik dan remaja pada umumnya yang tidak sesuai dengan norma agama akhir-akhir ini mendorong berbagai pihak
2
Second World Conference on Muslim Education, International Seminar on Islamic Concepts and Curriculla, Recommendations, 15 th to 20th , March 1980, Islamabad, sebagaimana dikutip oleh H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam; Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner (Ed. 1., Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 1993), 40. 3 Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Depag RI, 2005), 756.
3
mempertanyakan efektivitas pelaksanaan pendidikan agama di sekolah.4 Seringnya media cetak dan elektronik menayangkan perilaku amoral peserta didik di sekolah, mulai dari penyalahgunaan narkoba, miras, seks bebas hingga tawuran yang sangat mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat, seakan menjadikan urgensi peranan pendidik sebagai salah satu unsur yang berpengaruh dalam proses pendidikan untuk ditinjau ulang. Fenomena tersebut seakan menunjukkan rendahnya kualitas Pendidikan Agama Islam di sekolah sebagai mata pelajaran yang mengedepankan pendidikan di bidang akhlak dan perilaku. Walaupun rendahnya kualitas Pendidikan Agama Islam di sekolah bukan merupakan satu-satunya faktor penyebab terjadinya penyimpangan perilaku peserta didik sebagaimana dijelaskan di atas, namun peran PAI harus menjadi agen perubahan (agent of change) dalam merubah perilaku peserta didik ke arah yang lebih baik. Hal ini karena dalam PAI terdapat pesan moral yang didasarkan pada ajaran luhur Ilahiah. Memang tidak adil menimpakan tanggungjawab munculnya kesenjangan antara harapan dan kenyataan itu kepada pendidikan agama di sekolah, sebab pendidikan agama di sekolah bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan dalam pembentukan watak dan kepribadian peserta didik. Fakta menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan pendidikan agama masih terdapat kelemahankelemahan yang mendorong dilakukannva inovasi pembelajaran terus menerus. Setidaknya pelaksanaan PAI di sekolah saat ini dihadapkan pada dua tantangan besar baik secara eksternal maupun internal. Tantangan eksternal lebih 4 Mas’oed Abidin, Hidupkan Energi Ruhani: Akhlak Remaja Hari Ini dan Prospeknya di Masa Depan dalam http://buyamasoedabidin.wordpress.com/2008/05/24/pembinaan-akhlakremaja/ (03 Januari 2015).
4
merupakan perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat karena kemajuan iptek yang begitu cepat. Adapun tantangan internal diantaranya adalah perbedaan pandangan masyarakat terhadap keberadaan PAI. Ada yang memandang bahwa PAI hanyalah sebagai mata pelajaran biasa dan tidak perlu memiliki tujuan yang jelas, bahkan dikatakan landasan filosofis pelaksanaan PAI dan perencanaan program pelaksanaan PAI kurang jelas.5 Pada persoalan keagamaan, tentu perlu mendapatkan perhatian lebih bagi semua komponen pendidikan, mengingat waktu penerapan secara khusus untuk pendidikan agama Islam (PAI) di sekolah relatif sempit, yaitu hanya dua jam pelajaran dalam seminggu. Sebagian pihak memang tidak mempersoalkan keterbatasan alokasi waktu tersebut. Namun, setidaknya memberikan isyarat kepada pihak yang bertanggungjawab untuk memikirkan secara ekstra pola pembelajaran agama di luar kegiatan formal di sekolah. Jusuf Amir Feisal mengemukakan bahwa salah satu langkah konkrit yang mungkin dilaksanakan untuk mengatasi atau memperbaiki pengaruh buruk terhadap kaum remaja adalah kegiatan keagamaan seperti pengajian, usaha pengumpulan dan pembagian zakat atau sedekah, serta kerja bakti untuk masyarakat dengan sarana dari masyarakat dan pemerintah ditingkatkan.6 Peran aktif dan kreatif guru sangat dituntut untuk menyelenggarakan kegiatan ekstrakurikuler yang dapat menunjang pembelajaran PAI terutama pembinaan akhlak peserta didik, melalui keteladanan dan praktek nyata di lingkungannya. Tanggungjawab dalam menyiapkan generasi yang akan datang 5 6
Syahidin, dkk., Moral dan Kognisi Islam (Cet. III; Bandung: Alfabeta, 2009), 4-8. Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 234.
5
harus dipikirkan dan direncanakan secara matang. Islam sebagai ajaran yang komplit memberikan gambaran sebagaimana tercantum dalam Q.S. An-Nisa’ ayat 4 : 9:
ٗ ُ ۡ ۡ َ ۡ ْ ُ ََ َۡ َ َ ۡ ََۡ َض َع َٰ ًفا َخافُوا ْ َعلَ ۡيه ۡم فَلۡ َيت ُقوا ْ ٱّلل ِ وِلخش ٱَّلِين لو تركوا مِن خلفِ ِهم ذرِية ِ َٗۡ ْ ُ ََُۡ ً َ ٩ وِلقولوا قوَّل س ِديدا
Artiya : ”Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”7 Keberhasilan peserta didik dalam memahami dan mengaplikasikan nilainilai agama Islam melalui pembelajaran PAI di sekolah perlu didukung keterlibatan orang tua dalam membina anaknya di rumah, termasuk memotivasi untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler PAI di luar jam pelajaran sekolah. Hal ini karena sebagian besar kehidupan peserta didik berlangsung di luar sekolah. Dalam satu minggu peserta didik menerima pembelajaran PAI selama 2 jam pelajaran atau 2 x 45 menit = 90 menit. Jika dipersentase, maka hanya 0,90 % pembinaan agama Islam di sekolah, dan 99,10% pembinaan agama Islam berlangsung di luar sekolah baik dalam keluarga maupun masyarakat.8 Dalam menyikapi fakta tersebut, meskipun ada juga yang tidak mempersoalkan alokasi waktu PAI di sekolah, namun eksistensi PAI selayaknya mendapatkan alokasi waktu yang proporsional. Langkah inovatif dan kreativitas guru PAI, partisipasi aktif unsur-unsur sekolah hingga dukungan orang tua dalam
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan ...., 101. Penghitungan ini didasarkan pada pembelajaran PAI di SMA selama 90 menit setiap minggunya. 1 jam = 60 menit, 1 hari = 24 jam, 1 minggu = 7 x 24 x 60 = 10.080 menit. Jadi persentase pembelajaran PAI di sekolah = 90/10.080 x 100 % = 0, 90 %. 7 8
6
program kegiatan ekstrakurikuler PAI, semuanya memberi andil yang besar dalam upaya mengembangkan kreativitas, pemahaman nilai keagamaan dan pembinaan akhlak peserta didik. Demikian juga dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, PAI harus dijadikan tolak ukur dalam membentuk watak dan pribadi peserta didik, serta membangun moral bangsa (nation character building).9 Bagi penulis, proses membangun karakter bangsa ini perlu dilakukan dengan berbagai langkah dan upaya yang sistemik. Akhlak sebagai salah satu bagian terpenting dalam pendidikan hendaknya menjadi fokus utama dalam upaya pembentukan menjadi manusia dewasa yang siap untuk mengembangkan potensi yang dibawa sejak lahir. Pendidikan akhlak diharapkan akan mampu mengembangkan nilai-nilai yang dimiliki peserta didik menuju manusia dewasa yang berkepribadian sesuai dengan nilai-nilai Islam dan menyadari posisinya dalam melakukan hubunganhubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan dirinya sendiri serta manusia dengan lingkungan di mana ia berada. Data yang ada dari hasil survey Badan Narkotika Nasional Jawa Timur menunjukkan di kalangan remaja, sangat banyak kasus tentang penyalahgunaan narkoba. Berdasarkan hasil survei Badan Narkoba Nasional (BNN) Tahun 2014 terhadap 13.710 responden di kalangan pelajar dan mahasiswa menunjukkan penyalahgunaan narkoba usia termuda 7 tahun dan rata-rata pada usia 10 tahun. Survai dari BNN ini memperkuat hasil penelitian Dadang Hawari pada tahun 1991 9
Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam; Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim (Cet. I; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), 8.
7
yang menyatakan bahwa 97% pemakai narkoba yang ada selama tahun 2005, 28% pelakunya adalah remaja usia 17-24 tahun. Di Jawa Timur kasus penyalahgunaan narkoba dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun 2004 sebanyak 930 kasus dengan 1.282 tersangka. Tahun 2005 meningkat menjadi 1.492 kasus dengan 2.009 tersangka, dan tahun 2006 sebanyak 1.772 kasus dengan 2.407 tersangka. Sementara tahun 2007 sebanyak 2.255 kasus dengan 2.789 tersangka, tahun 2008 sebanyak 2.525 kasus dengan 3.287 tersangka. Hingga September 2009 lalu, terdapat 2.048 kasus dengan 2.650 tersangka. Tahun 2007 misalnya, tersangka kasus narkoba yang dilakukan oleh PNS/TNI/Polri sebanyak 49 kasus, swasta sebanyak 2.142, mahasiswa 52 kasus dan pelajar 17 kasus. Jumlah tersebut meningkat tajam pada tahun 2008, di mana tersangka kasus narkoba yang menyangkut PNS/TNI/Polri sebanyak 216 kasus, swasta sebanyak 2.517 kasus, mahasiswa 44 kasus dan pelajar 31 kasus. Berdasarkan jenjang pendidikan, pengguna narkoba yang terbanyak adalah remaja dengan jenjang pendidikan SMA sebanyak 2.586 kasus, SLTP 555 kasus, SD 85 kasus dan Perguruan Tinggi 61 kasus.10 Gambaran tersebut hanya dari satu sisi yaitu eksploitasi moralitas masa pubertas remaja usia sekolah. Hal tersebut seperti memberikan "warning" kepada berbagai pihak untuk lebih waspada terhadap pergaulan generasi muda di sekitar kita terutama orang tua dan para pendidik di sekolah. Sehingga menurut penulis, implementasi
10
16:30
kegiatan
ekstrakurikuler
keagamaan
sebagaimana
paparan
http://ajinurfadillah.blogspot.com/2013_04_01_archive.html diakses 05 Januari 2015,
8
sebelumnya, sangat dibutuhkan implementasinya dalam peningkatan kegiataan keagamaan siswa dalam masyarakat, khususnya aspek akhlak mental remaja kita. SMKN 1 Watulimo merupakan salah satu sekolah di bawah naungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Trenggalek. Sekolah ini bergerak dibidang perikanan, mengampu jurusan NKPI, TKPI, dan TPHPi ini penulis amati telah melaksanakan proses kegiatan pembinaan eksrakuriler keagamaan yang dengan corak khasnya berada di masayarakat nelayan tepi pantai, kultur cenderung abangan dengan multi kultur dan budaya heterogen. Sedangkan pada SMA Islam Watulimo dengan jurusan IPA dan IPS berada di daerah pegunungan, juga mengadakaan pembinaan kegiatan ekstrakurikuler keagaaman dengan corak masyarakat agamis tradisionalis. Berdasarkan observasi awal yang penulis lakukan di SMKN 1 Watulimo terlihat bahwa tingkat intensitas kegiatan ekstrakurikuler keagamaan di sekolah ini cukup tinggi dan beragam. Data umum yang penulis peroleh menunjukkan meskipun siswa di sekolah ini berasal dari lintas kabupaten di Jawa Timur, dan model pemahaman keagaamaan yang beragam, tetapi uniknya pola sikap, akhlak dalam beragama serta kemampuan pada kegiatan keislaman sangat menonjol di masyarakat. Selain itu masih banyak lagi keunggulan taruna-taruni SMKN 1 Watulimo diantaranya penanaman sikap kejujuran dan kedisiplinan serta keberanian yang kuat sejak awal masuk SMK. Taruna-taruni baru begitu masuk wajib mengikuti Pendidikan dan Latihan Disiplin Taruna Baru. Mereka dididik dan dilatih oleh para pembina dan pelatih dari Pol Air Polda Jatim. Taruna dan taruni diberi bekal dan ditanamkan sikap jujur dan disiplin serta keberanian dalam
9
segala ucapan dan perbuatan. Sehingga diharapkan mereka bisa dan mampu untuk selalu jujur dan disiplin serta bersikap berani baik di sekolah, lingkungan keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu tidak heran jika pada acara-acara di masyarakat mereka selalu berani tampil apalagi ditunjang dengan pengetahuan agama melalui kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Berbeda dengan SMA Islam Watulimo yang berada di bawah naungan LP Ma’arif Trenggalek ini, yang mestinya didominasi oleh satu pemahaman agama saja, akan tetapi kenyataannya terdiri dari beberapa pemahaman agama atau beberapa organisasi aliran keagamaan.11 Namun demikian uniknya dari beberapa pemahaman agama atau aliran keagamaan yang berbeda, siswa-siswi SMA Islam Watulimo bisa menyatu dalam kegiatan keagamaan baik di sekolah maupun di masyarakat. Mereka selalu guyup rukun, sikap kebersamaan selalu muncul bila kegiatan keagamaan berlangsung, seakan tidak ada yang menampakkan adanya beberapa pemahaman agama di sekolah. Itulah sikap yang dimiliki oleh siswasiswi SMA Islam Watulimo yang patut mendapat acungan jempol atau aprisiasi dari masyarakat. Apalagi dengan dimantapkannya kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang tentunya dapat menambah wawasan mereka dalam hal agama. Hal ini yang memperkuat alasan penulis untuk menjadikan SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo sebagai obyek yang layak diteliti. Selain itu, indikasi adanya perilaku peserta didik yang mengarah pada budaya relegius dan kontras dengan deskripsi remaja umumnya di kota-kota besar di Jawa Timur sebagaimana tergambar sebelumnya, semakin memperkuat alasan penulis. Dengan keunikan itu 11
Sukardi, S.Pd. Wawancara Kegiatan Ekstrakurikuler PAI di SMA Islam Watulimo, tanggal 12 Juni 2015.
10
penulis identifikasi antara lain: adanya daya budaya religius yang unik, alumni di masyarakat, tipologi aliran pemahaman masyarakat yang multikultural, dan disiplin keilmuan atau jurusan yang notabene bukan keagaamaan tetapi masih eksis mengimplementasikan ekstrakurikuler keagaamaan, maka mendorong penulis untuk mengungkap lebih jauh tentang upaya dan strategi yang dilakukan pembina kegiatan ekstrakurikuler keagamaan di kedua lembaga tersebut yang berujung pada peningkatan kegiatan keislaman siswa di masyarakat secara komprehensif. Bertolak dari pemikiran tentang keberadaan SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo dengan keunggulan masing-masing, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian di kedua lembaga tersebut. Selanjutnya penulis akan memfokuskan penelitian ini pada permasalahan tentang “Implementasi Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan dalam Meningkatkan Kemampuan Siswa pada Kegiatan Keislaman di Masyarakat (Studi Multi Situs di SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo Trenggalek).” Hal ini sangat menarik dan unik, mengingat eksistensi lembaga jenjang sekolah menengah atas akan menjadi lembaga pendidikan alternatif pada masa mendatang, apabila ia berusaha mengadakan inovasi dengan mentransformasi institusi, kurikulum, metode pengajaran pada lembaga pendidikan yang lebih maju, sejalan dengan budaya religius masyarakat kita dewasa ini, utamanya dalam mempersiapkan Generasi Emas 2045 yang digalakkan pemerintah kita.
11
B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian Untuk memahami dengan lebih mendalam dan komprehensif terhadap fenomena yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini memusatkan perhatian pada peningkatan kemampuan siswa dalam kegiatan keislaman di masyarakat. Adapun pertanyaan penelitiannya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana
program
kegiatan
ekstrakurikuler
keagamaan
yang
dikembangkan di SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo Trenggalek? 2. Mengapa kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dapat meningkatkan kemampuan siswa pada kegiatan keislaman di masyarakat di SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo Trenggalek?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada fokus dan pertanyaan penelitian di atas, maka penelitian ini bertujuan: 1. Untuk mengetahui dan menjelaskan program kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang dikembangkan di SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo Trenggalek. 2. Untuk
mengetahui
dan
menjelaskan
pengembangan
kegiatan
ekstrakurikuler keagamaan dapat meningkatkan kemampuan siswa pada kegiatan keislaman di masyarakat di SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo Trenggalek.
12
D. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagi Sekolah a. Sebagai bahan dokumentasi yang dapat menambah dan melengkapi referensi dan pertimbangan kepada kepala sekolah dalam menerapkan implementasi kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dalam meningkatkan kemampuan siswa pada kegiatan keislaman masyarakat di SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo Trenggalek. b. Sebagai bahan masukan yang bermanfaat bagi SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo Trenggalek dalam upaya meningkatkan pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan di sekolah. 2. Bagi Kepala Sekolah dan Guru PAI Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan studi informasi guru PAI dan kepala sekolah sebagai pemimpin dan manajer tentang implementasi kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dalam meningkatkan kemampuan siswa pada kegiatan keislaman masyarakat di SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo Trenggalek. 3. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi semua pihak yang berkompeten terkait terutama dengan implementasi kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dalam meningkatkan kemampuan siswa pada kegiatan keislaman di masyarakat,
sebagai dasar masyarakat dapat
memilih dan mengambil kebijakan untuk pendidikan anaknya. Serta
13
sebagai rujukan pemahaman masyarakat tentang urgensi budaya akhlak keberagamaan yang baik (budaya religious). 4. Bagi Peneliti dan Instansi a. Sebagai bahan referensi, bacaan, dan pembanding untuk memperkaya wawasan pengetahuan dalam melakukan penelitian lanjutan mengenai implementasi kegiatan ekstrakurikuler keagamaan pada sekolah. b. Sebagai informasi dan dasar kebijakan Kementerian Agama dan Dinas lainnya dalam upaya revitalisasi program implementasi kegiatan ekstrakurikuler keagamaan pada sekolah.
E. Penegasan Istilah Untuk menghindari persepsi yang salah dalam memahami judul tesis “Implementasi Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan dalam Meningkatkan Kemampuan Siswa pada Kegiatan Keislaman di Masyarakat (Studi Multi Situs di SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo Trenggalek)” yang berimplikasi pada pemahaman terhadap isi tesis ini, maka peneliti memberikan penegasan istilah sebagai berikut: 1. Penegasan istilah secara konseptual a. Implementasi Ekstrakurikuler Implementasi berarti pelaksanaan; penerapan.12 Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya dilakukan setelah 12
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1986), 735.
14
perencanaaan sudah dianggap fix.
Menurut Moh. Uzer Usman
mengemukakan ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran (tatap muka) baik dilaksanakan di sekolah maupun di luar sekolah dengan maksud untuk lebih memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki oleh peserta didik dari berbagai bidang studi.13 Ekstrakurikuler di sekolah merupakan kegiatan yang bernilai tambah yang diberikan sebagai pendamping pelajaran yang diberikan secara intrakurikuler. Bahkan menurut Suharsimi Arikunto,
kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan tambahan di luar
struktur program yang pada umumnya merupakan kegiatan pilihan.14 Sedangkan secara etimologi, ekstrakurikuler yang dalam bahasa Inggris disebut extracurricular berarti di luar rencana pelajaran.15 Secara terminologi ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar jam pelajaran biasa dan pada waktu libur sekolah yang dilakukan baik di sekolah ataupun di luar sekolah. Tujuan program ekstrakurikuler adalah untuk memperdalam pengetahuan peserta didik, mengenal hubungan antar berbagai mata pelajaran, menyalurkan bakat dan minat, serta melengkapi upaya pembinaan manusia seutuhnya.16 Dalam penelitian ini, implementasi berarti pelaksanaan oleh pembina atau guru yang bertugas mendampingi dan membina setiap kali kegiatan 13
Uzer Usman dan Lilis Setyowati, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), 22. 14 Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas dan Siswa, (Jakarta: CV. Rajawali,1988), 57. 15 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia; An English-Indonesian Dictionary (Cet. XX; Jakarta: PT. Gramedia, 1992), 227. 16 Departemen Agama R.I., Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum dan Madrasah; Panduan Untuk Guru dan Siswa (Jakarta: Depag RI, 2004), 10.
15
ekstrakurikuler dilaksanakan yaitu guru PAI atau guru mata pelajaran lain yang mendapatkan tugas tambahan pembina kegiatan ekstrakurikuler PAI. b. Kemampuan Kemampuan merupakan hal telah ada dalam diri kita sejak lahir. Kemampuan yang ada pada diri manusia juga bisa disebut dengan potensi. Potensi yang ada pada manusia pada dasarnya bisa diasah. Dalam hal ini banyak para ahli mengartikan kemampuan secara bervariasi akan tetapi pada dasarnya masih memiliki konteks yang sama. Salah satunya ialah Mohammad Zain, ia berpendapat bahwa kemampuan merupakan potensi yang ada berupa kesanggupan, kecakapan, kakuatan kita berusaha dengan diri sendiri.17 Anggiat M. Sinaga dan Sri Hadiati lebih mendefinisikan kemampuan lebih pada keefektifan orang tersebut dalam melakukan segala macam pekerjaan. Yang artinya kemampuan merupakan dasar dari seseorang tersebut melakukan sebuah pekerjaan secara efektif dan tentunya efisien. Hal tersebut didukung oleh pendapat Robbin yang mengartikan bahwa kemampuan merupakan sebuah kapasitas yang dimiliki oleh tap-tiap individu untuk melkasanakan tugasnya.18 Kemampuan sendiri terbagi menjadi beberapa kelompok antara lainnya: 1) Kemampuan intelektual, yaitu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk melakukan aktivitas yang membutuhkan kemampuan berfikir.
17
Atmosudirdjo, Organisasi dan Manajemen. (Jakarta: Kaunika, 1996), 32. Balss, C. dan Bruno, E. Sikap Manusia, Teori Dan Pengukurannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), 17. 18
16
2) Kemampuan fisik merupakan kemampuan melakukan tugas-tugas yang menuntut tenaga atau stamina berupa keterampilan, kekuatan, atau karakteristik serupa. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan merupakan suatu penilaian atau ukuran dari apa yang dilakukan oleh orang tersebut. Dari pengertian di atas disimpulkan bahwa kemampuan merupakan kecakapan setiap individu untuk menyelesaikan pekerjaannya atau menguasai hal-hal yang ingin dikerjakan dalam suatu pekerjaan, dan kemampuan juga dapat dilihat dari tindakan tiap-tiap individu. c. Keislaman/keagamaan Kata keagamaan berasal dari kata dasar agama dan mendapat awalan “ke” dan akhiran “an” yang mengandung arti dan pengertian banyak sekali. Menurut J. G. Frazer, mengatakan agama adalah suatu ketundukan atau penyerahan diri kepada kekuatan yang lebih tinggi dari pada manusia yang dipercayai mengatur dan mengendalikan jalannya alam dan kehidupan manusia.19
Menurut
Webster
New
20th
Century
Dictionary
mengungkapkan bahwa definisi “religion” adalah “the system of rules of conduct and law of action based upon the recognition of belief in, and reverence for human power of supreme authority”. Batasan itu menggambarkan bahwa “religionr” adalah suatu sistem peraturan-peraturan dari kegiatan yang semuanya itu didasarkan pada adanya kepercayaan dan pegangan pada kekuatan yang Maha Kuasa dan norma perilaku manusia
19
Aslan Hadi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: Rajawali, 1996), 6.
17
yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Tuhan.20 Taib Tohir Abdul Mui berpendapat agama adalah suatu peraturan Tuhan yang mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal, memgang peraturan Tuhan itu dengan kehendaknya sendiri untuk mencapai kebaikan hidup dan kebahagiaan kelak di akhirat.21 Jadi keagamaan adalah suatu keadaan yang ada pada diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan ketaatannya terhadap agama atau dengan kata lain sikap keagamaan merupakan sesuatu keadaan yang ada pada diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku dengan agama. Dalam hal ini karena konteks fokus peneletian pada disiplin agama Islam, maka secara subtansial identik dengan keislaman. d. Masyarakat Dalam Bahasa Inggris disebut Society, asal katanya Socius yang berarti “kawan”. Kata “Masyarakat” berasal dari bahasa Arab, yaitu Syiek, artinya “bergaul”. Adanya saling bergaul ini tentu karena ada bentuk-bentuk akhiran
hidup, yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai pribadi
melainkan oleh unsur-unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan.22 Menurut Roucek dan Warren, masyarakat adalah sekelompok manusia yang memiliki rasa dan kesadaran bersama, di mana mereka berdiam (bertempat tinggal) dalam daerah yang sama yang sebagian besar atau seluruh warganya memperlihatkan adanya adat istiadat serta
20
Humaedi Tata Pangarsa, Kuliah Akidah Lengkap, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1981), 36. Jalaludin dan ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 199), 131. 22 Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar. (Jakarta: Rineke Cipta, 2003), 24. 21
18
aktivitas yang sama pula. Koentjaraningrat mendefinisikan masyarakat adalah kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia yang terikat oleh suatu sistem adat istiadat tertentu.23 Jadi dapat disimpulkan masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), di mana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
2. Penegasan secara operasional Penegasan secara operasional dari judul “Implementasi Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan dalam Meningkatkan Kemampuan Siswa pada Kegiatan Keislaman di Masyarakat (Studi Multi Situs di SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo Trenggalek)” adalah meliputi program kegiatan ekstra kurikuler keagamaan yang dikembangkan, upaya pengembangan terkait kemampuan siswa dalam kemampuan kegiatan keagamaan di masyarakat dan sejauhmana keberhasilan impementasi yang ada di dua lembaga tersebut. Dari komponen ini peneliti hanya memfokuskan pada aspek implemetasi program, upaya peningkatan kemampuan siswa dan pengembangan ekstrakurikuler
23
Kosim, Ilmu Budaya Dasar, (Bandung: Sekolah Tinggi Bahasa Asing Yapari, 1996), 43.
19
keagamaan yang hanya mengarah pada kemampuan siswa dalam kegiatan keislaman di masyarakat saja, yang dianggap unik, baru dan menarik untuk riset lanjutan.
20
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan 1. Pengertian dan Ruang Lingkup a. Pengertian Ekstrakurikuler Setiap sekolah biasanya ada sederet daftar kegiatan tambahan yang biasa disebut dengan kegiatan ekstrakurikuler atau yang disingkat dengan sebutan
ekskul. Pengertian
ekstrakurikuler secara umum
mengandung pengertian segala sesuatu yang mempunyai makna berbeda dan mempunyai nilai lebih dari yang biasa. Searah dengan pengertian tersebut, ekstrakurikuler di sekolah merupakan kegiatan yang bernilai tambah yang diberikan sebagai pendamping pelajaran kurikuler. Dengan adanya kegiatan yang dilakukan di luar sekolah maka siswa dapat menyalurkan, memaksimalkan, mengembangkan kemampuan dan bakatnya yang terpendam
dalam
diri
masing masing. Melalui
ekstrakurikuler siswa dapat benar-benar menjadi manusia yang intensif, dapat belajar menghormati keberhasilan orang lain, bersikap sportif, dan berjuang untuk mencapai prestasi yang terbaik. Ekstrakurikuler adalah serngkaian kegiatan yang diselenggarakan di luar jam pelajaran yang tercantum dalam susunan program sesuai dengan keadaan dan kebutuhan sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler dapat berupa kegiatan pengayaan ataupun perbaikan yang berkaitan dengan program kurikuler. 20
21
Ekstrakurikuler menurut Hadari Nawawi adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan di luar pelajaran (kegiatan kurikulum) sifat kegiatan pendidikan non formal digunakan untuk membantu siswa mengisi waktu senggang secara terarah disamping memberikan berbagai pengetahuan dan keterampilan melalui pengalaman langsung yang bersifat praktis.24 Adapula yang mendefnisikan bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar jam pelajaran biasa (termasuk kegiatan pada waktu libur) yang dilakukan di sekolah/ madrasah ataupun di luar dengan tujuan antara lain untuk memperluas pengetahuan dan ketrampilan siswa serta melengkapi upaya pembinaan manusia Indonesia seutuhnya.25 Menurut Suryosubroto, ekstrakurikuler adalah kegiatan tambahan di luar struktur program, dilaksanakan di luar jam pelajaran biasa agar memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan siswa.26 Dalam buku Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum
dan
Madrasah, dijelaskan
bahwa kegiatan
ekstrakurikuler
merupakan kegiatan yang dilakukan di luar kelas dan di luar jam pelajaran (kurikulum) untuk menumbuhkembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki peserta didik baik berkaitan dengan aplikasi ilmu pengetahuan yang didapatkannya maupun dalam pengertian khusus untuk membimbing siswa dalam mengembangkan potensi dan
24
Endang Suhendar. Belajar Siswa MIN Kampung Tengah Kramat Jati. (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Jakarta, tidak diterbitkan), 16. 25 Departemen Agama RI. Panduan Pengembangan: UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) di Madrasah. (Jakarta: Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, 2005), 45. 26 B. Suryo Subroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah ed. Rev. 2 (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 287.
22
bakat yang ada dalam dirinya melalui kegiatan-kegiatan yang wajib maupun pilihan.27 Dalam buku Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar di Madrasah Ibtidaiyah, kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan belajar yang dilakukan di luar jam pelajaran tatap
muka, dilaksanakan di
madrasah atau di luar madrasah untuk lebih memperluas wawasan atau kemampuan, peningkatan dan penerapan nilai
pengetahuan
serta
kemampuan yang telah dipelajari dari berbagai mata pelajaran.28 Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa ekstrakurikuler adalah kegiatan pengayaan yang diselenggarakan di luar jam pelajaran agar
dapat
memperkaya dan memperluas
wawasan
pengetahuan dan kemampuan yang telah dipelajari siswa dari berbagai mata pelajaran. Kegiatan ekstrakurikuler ini dimaksudkan untuk mengembangkan salah satu atau beberapa bidang pelajaran yang diminati oleh sekelompok siswa sesuai dengan minat, bakat, serta kreativitasnya masing-masing,
misalnya
olah
raga,
kesenian,
berbagai
macam
keterampilan dan kepramukaan. Karena kebutuhan peserta didik bukan hanya pada kegiatan belajar saja, melainkan kegiatan-kegiatan yang ada di luar jam pelajaran seperti kegiatan ekstrakurikuler, agar minat, bakat serta kreativitasnya dapat berkembang dan tersalurkan dengan
27
Departemen Agama RI, Ekstra Kurikuler Pendidikan Agamaa Islam pada Sekolah Umum dan Madrasah (Jakarta: Ditjen Kelembagaan Agama Islam, 2004), 13-14. 28 Departemen Agama RI, Petunjuk PelaksanaanProses Belajar Mengajar di Madrasah Ibtidaiyah (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, 1995), 6.
23
baik sesuai dengan potensinya masing-masing. Karena fungsi sekolah bukan hanya sebagai pelengkap suatu proses belajar mengajar saja, melainkan sebagai sarana agar siswa memiliki nilai plus selain dari pelajaran akademis maupun non akademis yang bermanfaat bagi kehidupannya bermasyarakat.
b. Ruang Lingkup Ekstrakurikuler Ruang
lingkup
ekstrakurikuler adalah
kegiatan seluruh
pembinaan
kesiswaan
kegiatan yang direncanakan
jalur dan
dilaksanakan di luar program kurikuler untuk menunjang pencapaian tujuan pendidikan. Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan, ruang lingkup kegiatan ekstrakurikuler harus mencakup semua kegiatan yang dapat menunjang serta mendukung program dan kegiatan kurikuler, dengan ciri: 1) Lebih memperluas wawasan 2) Mengandung penerapan berbagai mata pelajaran yang pernah dipelajari, 3) Memerlukan pengorganisasian tersendiri mengingat tugas dan kegiatan yang kompleks, 4) Dilakukan di luar jam pelajaran.29 Jadi,
ruang lingkup
kegiatan
ekstrakurikuler
adalah
berupa
kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang dan mendukung program intrakurikuler, yaitu mengembangkan keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan penalaran siswa melalui penyaluran hobi, minat, serta pengembangan sikap. Contohnya dalam kegiatan pramuka. Dalam 29
Departemen Agama RI, Petunjuk Pelaksanaan ..., .6
24
kegiatan pramuka, siswa dilatih agar mempunyai rasa disiplin, tanggung jawab, sopan, dan santun. Kegiatan olahraga, dengan mengikuti kegiatan ini diharapkan memberikan dampak bagi fisik dan kesehatan bagi siswa, sehingga mampu menyerap pelajaran dengan baik tanpa adanya gangguan kesehatan.
2. Tujuan dan Fungsi Kegiatan a. Tujuan Kegiatan Kegiatan ekstrakurikuler sekolah sebagai wadah untuk pengembangan potensi diri dan memperluas wawasan, sehingga dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berbagai aspek, guna menghantarkan para pesertanya mencapai prestasi pembelajaran yang optimal. Hal ini sejalan dengan
tujuan
pelaksanaan
kegiatan
ekstrakurikuler di
sekolah
menurut Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan adalah: a) Kegiatan ekstrakurikuler harus dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik; b) Mengembangkan bakat dan minat siswa dalam upaya pembinaan pribadi menuju pembinaan manusia seutuhnya yang positif; c) Dapat mengetahui, mengenal, serta membedakan antara hubungan suatu pelajaran dengan pelajaran lainnya30
Adapun tujuan ekstrakurikuler di sekolah umum dan madrasah adalah sebagai berikut: a) Meningkatkan pemahaman terhadap agama sehingga mampu mengembangkan dirinya sejalan dengan norma-norma agama dan mampu mengamalkan dalam perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya; 30
B. Suryosubroto, Studi Ekstra Kurikuler..., 288
25
b) Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam semesta; c) Menyalurkan da mengembangkan potensi dan bakat siswa agar dapat menjadi manusia yang berkreativitas tinggi dan penuh karya; d) Melatih sikap disiplin, kejujuran, kepercayaan dan tanggungjawab dalam menjalankan tugas; e) Menumbuh kembangkan akhlak Islami yang mengintegrasikan hubungan dengan Allah, Rasul manusia alam semesta, bahkan diri sendiri; f) Mengembangkan sensitifitas siswa dalam melihat persoalanpersoalan sosial keagamaan sehingga menjadi insan yang proaktif terhadap permasalahan-permasalahan sosial dan dakwah; g) Memberikan bimbingan dan arahan serta pelatihan kepada siswa agar memiliki fisik yang sehat, bugar, kuat, cekatan dan terampil; h) Memberi peluang siswa agar memiliki kemampuan untuk berkomunikasi (human relation) dengan baik, secara verbal dan non verbal; i) Melatih kemampuan siswa untuk bekerja dengan sebaik-baiknya, secara mandiri maupun dalam kelompok, menumbuh kembangkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah sehari-hari.31 Dari tujuan ekstrakurikuler di atas diambil kesimpulan bahwa ekstrakurikuler erat hubungannya dengan prestasi belajar siswa, karena selain ditujukan mengembangkan bakat, minat dan ketrampilan siswa, kegiatan esktrakurikuler harus mampu meningkatkan dan memantapkan pengetahuan siswa baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
b. Fungsi Kegiatan Dalam melaksanakan atau menyelenggarakan suatu kegiatan, urgensi fungsi dari suatu kegiatan adalah sebuah keniscayaan, karena jika suatu kegiatan tidak mempunyai fungsi, maka kegiatan tersebut akan sia-sia. Seperti halnya dengan kegiatan ekstrakurikuler, sekolah sebagai lembaga 31
Departemen Agama RI, Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam pada Sekolah dan Madrasah ..., 15-16.
26
penyelenggara kegiatan tersebut harus menyadari bahwa betapa besar fungsi dari kegiatan ekstrakurikuler. Adapun fungsi dari kegiatan ekstrakurikuler adalah: 1) Pengembangan, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan kreativitas murid sesuai dengan potensi, bakat dan minat mereka; 2) Sosial, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan rasa tanggungjawab sosial murid; 3) Rekreatif, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan suasana rileks, menggembirakan dan menyenangkan bagi murid yang menunjang proses perkembangan; 4) Persiapan karier, yaitu fungsi ekstrakurikuler untuk mengembangakn kesiapan karir murid.32 Menurut Milier, Mayer dan Patrick seperti dikutip Siti Memah dalam buku Administrasi Pendidikan, menunjukkan berbagai macam fungsi kegiatan ekstra kelas, yang di dalamnya ialah kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan ko-kurikuler. Secara rinci mereka menyebutkan: 1) Sumbangan terhadap murid/siswa a) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan minat dan menemukan minat-minat baru. b) Menanamkan rasa tanggungjawab warga negara melalui pengalaman-pengalaman dan pandangan-pandangan, terutama pengaman kepemimpinan, kesetiakawanan, kerjasama, dan kegiatan-kegiatan mandiri. c) Dam kegiata ekstra kelas dapat dikembangkan semangat dan moral sekolah. d) Memberi kesempatan kepada anak-anak dan remaja untuk memperoleh kepuasan kerjasama dalam kelompok. e) Meningkatkan kekuatan mental dan jasmani. f) Mengenal lingkungan secara lebih baik. g) Memperluas hubungan dan pergaulan. h) Memberi kesempatan kepada mereka untuk berlatih mengembangkan kemampuan kreatifitasnya secara lebih baik. 2) Sumbangan terhadap kurikulum 32
Deparemen Agama RI, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah (Jakarta: PT. Binatama Raya, 2007), 18.
27
a) Untuk melengkapi dan memperkaya pengalaman kelas. b) Untuk menggali pengalaman-pengalaman belajar baru yang mungkin dapat dipadukan secara tepat dalam kurikulum. c) Untuk memberikan kesempatan tambahan bagi bimbingan individu at bimbingan kelompok. d) Untuk memotivasi pengajaran kelas. 3) Sumbangan terhadap efektifitas penyelenggaraan sekolah a) Untuk meningkatkan efektivitas kerjasama antara para siswa, guruguru (faculty), staf administrasi dan supervisi. b) Untuk lebih mempersatupadukan berbagai bagian dalam sekolah. c) Untuk memberikan sedikit pengetahuan dalam rangka membantu para remaja dalam menggunakan waktu senggangnya. d) Untuk memberi kesempatan yang lebih baik kepada para guru agar lebih memahami kekuatan-kekuatan yang dapat memotivasi para siswa dalam memberikan respon terhadap berbagai situasi problematik yang mereka hadapi. 4) Sumbangan terhadap masyarakat a) Untuk meningkatkan hubungan sekolah dengan masyarakat secara lebih baik. b) Untuk mendorong perhatian yang lebih besar dari masyarakat dalam membantu sekolah.33 Begitu banyak fungsi dan makna kegiatan ekstrakurikuler dalam menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Terutama manfaat ekstrakurikuler bagi siswa yang seyogyanya dapat memberikan berbagai pengalaman dalam segala hal, yang memperluas hubungan dan pergaulan, menguatkan kesehatan mental dan jasmani, dan terutama memberikan kesempatan mereka untuk berlatih mengembangkan kemampuan kreatifitasnya secara baik sehingga memberikan dampak positif bagi prestasinya di dalam kelas. Kegiatan ekstrakurikuler secara umum dapat diartikan sebagai satu kegiatan di luar kelas dan di luar jam pelajaran yang bertujuan memperluas wawasan siswa, sehingga dapat meningkatkan kemampuan dalam berbagai aspek. Untuk mencapai
33 Siti Memah, Minat Siswa terhadap Kegiatan Ekstrakurikuler di MTS al-Jauharatun Naqiyyah Jerang Barat Cilegon Banten (Skripsi S1 FakultaS Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Jakarta, tidak diterbitkan), 25.
28
suatu tujuan kegiatan yang baik perlu didukung oleh pinsip-prinsip kegiatan yang mendasarinya. Yang dimaksud prinsip ekstrakurikuler di sini adalah aturan-aturan dalam kegiatan ekstrakurikuler, adapaun prinsip-prinsip kegiatan esktrakurikuler tersebut adalah: 1) Individual, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan potensi, bakat dan minat peserta didik secara individual. 2) Pilihan, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan keinginan dan diikuti secara sukarela oleh peserta didik. 3) Keterlibatan aktif, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang menuntut keikutsertaan peserta didik secara penuh. 4) Menyenangkan, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler dalam suasana yang menggembirakan dan menimbulkan kepuasan peserta didik. 5) Kemanfaatan sosial, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat.34 Berdasarkan ekstrakurikuler
prinsip-prinsip harus
membuat
tersebut pesertanya
jelaslah memiliki
bahwa
kegiatan
rasa
gembira,
menimbulkan kepuasan dan keaktifan secara penuh, sehingga mampu mengembangkan bakat, minat, dan ketrampilan siswa yang akan memberikan manfaat bagi dirinya, masyarakat dan negara.
3. Materi dan Jenis-jenis Kegiatan Banyak kegiatan di luar kelas yang termasuk dalam kegiatan ekstrakurikuler, adapun materi dan jenis-jenis ekstrakurikuler adalah: a. Kegiatan pembiasaan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Jenis kegiatannya adalah: 1) melaksanakan peribadatan sesuai dengan agamanya masing-masing, 2) memperingati hari-hari besar agama, 3)
34 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah (Jakarta: PT. Binatama Raya, 2007), 18.
29
membina kegiatan toleransi antar umat beragama, 4) mengadakan lomba yang bersifat keagamaan, 5) menyelenggarakan kegiatan seni yang bernafaskan keagamaan. b. Kegiatan pembinaan kehidupan berbangsa dan bernegara Jenis kegiatannnya adalah: 1) melaksanakan upacara bendera pada hari senin, serta hari-hari besar nasional, 2) melaksanakan bakti sosial, 3) melaksanakan lomba karya tulis, 4) melaksanakan pertukaran pelajar, 5) menghayati dan mampu menyanyikan lagu-lagu nasional. c. Kegiatan pembinaan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara Jenis kegiatannya adalah: 1) melaksanakan tata tertib sekolah, 2) melaksanakan baris-berbaris, 3) mempelajari dan menghayati
sejarah
perjuangan bangsa, 4) melaksanakan wisata siswa dan kelestarian lingkungan alam, 5) mempelajari dan menghayati semangat perjuangan para pahlawan. d. Kegiatan pembinaan kepribadian dan budi pekerti luhur Jenis kegiatannya adalah: 1) melaksanakan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, 2) melakasanakan tata krama pergaulan, 3) menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran rela berkorban dengan perbuatan amal, 4) meningkatkan sikap hormat siswa terhadap orang tua, guru, dan sesama teman di lingkungan masyarakat. e. Kegiatan pembnaan berorganisasi, pendidikan politik dan kepemimpinan Jenis kegiatannya adalah: 1) mengembangkan peran siswa dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), 2) melaksanakan latihan
30
kepemimpinan siswa, 3) mengadakan forum diskusi ilmiah, 4) mengadakan media komunikasi OSIS, 5) mengorganisir suatu pementasan atau bazar. f. Kegiatan pembinaan ketrampilan dan kewiraswastaan Jenis kegiatannya adalah: 1) meningkatkan ketrampilan dalam menciptakan sesuatu lebih berguna, 2) meningkatkan ketrampilan di bidang teknik, elektronik, pertanian dan peternakan, 3) meningkatkan usaha-usaha ketrampilan tangan, 4) meningkatkan usaha koperasi sekolah, 5) meningkatkan penyelengaaraan perpustakaan sekolah. g. Kegiatan pembinaan kesegaran jasmani dan daya kreasi Jenis kegiatannya adalah: 1) meningkatkan usaha kesehatan sekolah, 2) meningkatkan kesehatan mental, 3) menyelengarakan kantin sehat, 4) menyelenggarakan lomba berbagai macam olahraga. h. Kegiatan pembinaan persepsi, apersepsi dankreasi seni Jenis kegiatannya adalah: 1) meningkatkan wawasan dan ketrampilan siswa di bdang seni, 2) menyelenggarakan sanggar belajar semacam seni, 3) meningkatkan daya cipta seni, 4) mementaskan, memamerkan hasil berbagai cabang seni. Menurut pendapat Rahmat Mulyana bahwa kegiatan ekstrakurikuler bagi peserta didik dapat berbentuk kegiatan pada seni, olahraga, pengembangan kepribadian, dan kegiatan lain yang bertujuan positif untuk kemajuan dari
31
peserta didik itu sendiri.35 Sedangkan Dewa ketut Sukardi dan Desak Made Sumiati mengemukakan bahwa jenis kegiatan ekstrakurikuler ada yang bersifat sesaat seperti karya wisata atau bakti sosial, ada pula yang sifatnya berkelanjutan seperti Pramuka, Palang Merah Remaja (PMR) dan sebagainya.36 Perluasan jenis dan ragam kegiatan ekstrakurikuler hendaklah melalui berbagai pertimbangan dan pemikiran yang didasarkan pada aspek pengembangan wawasan dan skill serta bakat dan minat peserta didik. Konsekuensinya akan mengarah pada pencapaian prestasi peserta didik dan berimbas pada prestise sekolah. Setidaknya ada 13 jenis kegiatan ekstrakurikuler yang dapat dipilih sekolah untuk mengembangkannya, yaitu: Pramuka, Palang Merah Remaja (PMR), Patroli Keamanan Sekolah (PKS), Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR), Sanggar Sekolah, Koperasi Sekolah, Olahraga Prestasi dan Rekreasi, Kesenian Tradisional atau Modern, Cinta Alam dan Lingkungan Hidup, Kegiatan Bakti Sosial, Peringatan Hari-hari Besar, Jurnalistik.37 Secara yuridis, pengembangan kegiatan ekstrakurikuler memiliki landasan hukum yang kuat. Selain Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang telah dikemukakan sebelumnya, dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional R.I. Nomor 125/U/2002 tentang Kalender
35
Rohmat Mulyana, Mengartikan Pendidikan Nilai (Cet. I). (Bandung: Alfabeta, 2004),
214. 36 Dewa Ketut Sukardi dan Desak Made Sumiati, Pedoman Praktis Bimbingan Penyuluhan di Sekolah, Cet. 1. (Jakarta: CV. Rineka Cipta, 1990), 98. 37 Dewa Ketut Sukardi dan Desak Made Sumiati, Pedoman ..., 100.
32
Pendidikan dan Jumlah Jam Belajar Efektif di Sekolah, Bab V pasal 9 ayat (2) dicantumkan: Pada tengah semester 1 dan 2 sekolah melakukan kegiatan olahraga dan seni (Porseni), karyawisata, lomba kreativitas siswa dalam rangka mengembangkan pendidikan anak seutuhnya.38 Pada bagian lampiran Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 125/U/2002 tanggal 31 Juli 2002 dicantumkan bahwa liburan sekolah atau madrasah selama bulan Ramadhan diisi dan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang diarahkan pada peningkatan akhlak mulia, pemahaman, pendalaman dan amaliah agama termasuk kegiatan ekstrakurikuler lainnya yang bermuatan moral dan nilai-nilai akhlak mulia. Jadi kegiatan ekstrakurikuler meliputi kegiatan rutin mingguan dan kegiatan sewaktu-waktu termasuk pada waktu liburan sekolah yang terangkum dalam berbagai kegiatan berupa olahraga, kesenian dan kerohanian atau keagamaan. Kegiatan tersebut diprogramkan sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing dan pelaksanaannya dapat diselenggarakan di sekolah ataupun di luar sekolah sesuai dengan bentuk dan jenis kegiatan yang akan dilakukan. Perencanaan program kegiatan dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak sangat diperlukan dalam proses pembinaan peserta didik melalui kegiatan ekstrakurikuler.
38 Departemen Pendidikan Nasional, Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 125/U/2002 tentang kalender Pendidikan dan Jumlah Jam Belajar Efektif di di Sekolah tanggal 31 Juli 2002.
33
Ranah konteks pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah, kegiatan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam merupakan kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran tatap muka, baik dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah. Hal ini agar lebih memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan yang telah dipelajari oleh peserta didik dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Dengan demikian, kegiatankegiatan ekstrakurikuler PAI yang diselenggarakan sekolah bertujuan untuk mencapai tujuan-tujuan kurikuler Pendidikan Agama Islam yang mencakup lima aspek bahan pelajaran, yaitu: Al-Qur’an Hadits, Aqidah, Akhlak, Fiqih dan Tarikh dan Kebudayaan Islam. Luasnya bidang sasaran ekstrakurikuler PAI dapat melahirkan berbagai program/kegiatan yang dapat dikembangkan. Kementrian Agama RI melalui Subdit Kesiswaan Direktorat Pendidikan Agama Islam pada Sekolah (Dit. PAIS) dalam buku panduan tupoksinya menjabarkan ke dalam 8 (delapan) program/kegiatan ekstrakurikuler sebagai berikut: 1. Program/kegiatan Rohani Islam (Rohis); 2. Program/kegiatan Pekan Ketrampilan dan Seni (Pentas) PAI; 3. Program/kegiatan Pesantren Kilat (Sanlat); 4. Program/kegiatan Tuntas Baca Tulis al Qur’an (TBTQ); 5. Program/kegiatan Pembiasaan Akhlak Mulia; 6. Program/kegiatan Peringatan Hari Besar Islam (PHBI); 7. Program/kegiatan Ibadah Ramadhan (Irama); 8. Program/kegiatan Wisata Rohani (Wisroh)39 Pengembangan program tersebut tentu disesuaikan dengan kondisi daerah dan sekolah tempat berlangsungnya kegiatan. Hal ini mengingat
39
Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam; Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim. Cet. I. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), 8.
34
bahwa kondisi umat Islam tidak bisa disamaratakan di setiap daerah baik itu kuantitas maupun kualitas. Demikian juga perbedaan tiap jenjang satuan pendidikan. Pada bagian lampiran Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 125/U/2002 tanggal 31 Juli 2002 dicantumkan bahwa liburan sekolah atau madrasah selama bulan Ramadhan diisi dan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang diarahkan pada peningkatan akhlak mulia, pemahaman, pendalaman dan amaliah agama termasuk kegiatan ekstrakurikuler lainnya yang bermuatan moral. Ada beberapa contoh kegiatan ekstrakurikuler keagamaan untuk peserta didik yang beragama Islam dan beragama lain yang dicantumkan dalam lampiran Surat Keputusan Mendiknas tersebut. Untuk kegiatan Ramadhan misalnya, peserta didik yang beragama Islam dapat mengikuti kegiatan pesantren kilat, tadarus, salat berjamaah, salat tarawih, latihan dakwah, bakti sosial, latihan dakwah, baca-tulis Al-Qur’an, pengumpulan zakat fitrah serta kegiatan lain yang bernuansa penyadaran moral peserta didik.40 Kegiatan tersebut hanya dikhususkan untuk mengisi bulan Ramadhan dengan program peningkatan Iman dan Taqwa (Imtaq). Sesungguhnya masih banyak kegiatan ekstrakurikuler PAI lainnya yang bisa dikembangkan di luar bulan Ramadhan. Semua tergantung pada kreatifitas guru dan kesanggupan untuk melaksanakan kegiatan. Pada skala yang lebih besar, tidak hanya tergantung pada tingkat satuan pendidikan masing-masing (SD, SMP, 40 Lihat Tim Penyusun Departemen Agama R.I., Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum dan Madrasah; Panduan Untuk Guru dan Siswa (Jakarta: Depag RI, 2004), 10.
35
SMA/SMK) saja namun bisa dikembangkan pada tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota bahkan tingkat provinsi dengan melibatkan Kelompok Kerja Guru (KKG) atau Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau lembaga lain yang peduli dengan pembinaan moral peserta didik.
B. Sikap Keberagamaan 1. Pengertian Sikap Keberagamaan Para ahli memberikan definisi sikap dalam berbagai sudut pandang yang berbeda-beda. Menurut M. Ngalim Purwanto, sikap atau attiude adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang, atau suatu kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap suatu perangsang atau situasi yang terjadi.41 Sedangkan menurut kamus Chaplin bahwa sikap adalah suatu predisposisi atau kecenderungan yang relatif stabil dan berlangsung terus menerus untuk bertingkah laku atau untuk bereaksi dengan satu cara tertentu terhadap pribadi lain, objek atau lembaga atau persoalan tertentu.42 Rokeach memberikan definisi sikap sebagai berikut: “An attiude is a relatively enduring organization of beliefs around an object or situation predisposing one to respond in some prefential manner.”43 Dari batasan di atas dapat dikemukakan bahwa dalam pengertian sikap telah terkandung komponen kognitif dan juga komponen konatif, yaitu sikap merupakan predisposing untuk merespon, untuk berperilaku. Ini berarti 41
M. Ngalim Purwanto. MP., Psikologi Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1990), 141. 42 J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), 43. 43 Rokeach, Belief Attitude and Values, A Theory of Organization and Change (San Fransisco: Jossey-Bass Inc, Publisher, 1986), 19.
36
bahwa sikap berkaitan dengan perilaku, sikap merupakan predisposisi untuk berbuat atau berperilaku.44 Attitude dapat juga diterjemahkan dengan sikap terhadap obyek tertentu yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan tetapi sikap tersebut disertai dengan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan obyek itu. Jadi attitude bisa diterjemahkan dengan tepat sebagai sikap dan kesediaan beraksi terhadap suatu hal. Attitude mungkin terarahkan pada benda-benda, orang-orang, tetapi juga peristiwa-peristiwa, pemandangan-pemandangan, lembaga-lembaga, norma-norma, nilai-nilai dan lainnya.45 Secara umum sikap sebagai salah satu dimensi atau ukuran yang dapat dijadikan dalam penilaian pelaksanaan daya keberagaman seseorang. Berkaitan dengan ini agama menjadi tiang kehidupan yang harus ditegakkan. Hanya dengan agama yang menganjurkan pemeliharaan keseimbangan antara dunia dan akhirat, manusia yang mempunyai dua dimensi akan mampu menetapkan pilihannya dan melaksanakan tanggungjawabnya di dunia ini dan di akhirat kelak.46 Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap manusia adalah suatu bentuk reaksi perasaan seseorang terhadap suatu obyek. Sikap itu berupaya mendukung (favorable) maupun perasaan tidak mendukung (unfavorable) yang mempunyai tiga komponen yaitu kognitif, afektif, dan behavioral.
44
Bimo Walgito, Psikologi Sosial (Yogyakarta: Andi Offset, 1994), 108. Gerungan, Psikologi Sosial (Bandung: Refika Ditama, 2004), 160. 46 Mohamad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), 27. 45
37
Sedangkan keberagamaan berasal dari kata dasar agama. Menurut Harun Nasution yang dikutip Jalaludin, istilah agama atau religion dalam bahasa Inggris, berasal dari bahasa Latin “religio” yang berarti agama, kesucian, kesalehan, ketelitian batin. Agama mempunyai arti: Percaya kepada Tuhan atau kekuatan super human atau kekuatan yang di atas dan disembah sebagai pencipta dan pemelihara alam semesta. Ekspresi dari kepercayaan di atas berupa amal ibadah, dan suatu keadaan jiwa atau cara hidup yang mencerminkan kecintaan atau kepercayaan terhadap Tuhan, kehendak dan perilakunya sesuai dengan aturan Tuhan seperti tampak dalam kehidupan kebiaraan.47 Agama bersumber pada wahyu Allah SWT. Oleh karena itu keberagamaan pun merupakan perilaku yang bersumber langsung atau tidak langsung kepada wahyu Tuhan juga. Keberagamaan memiliki beberapa dimensi. Dimensi tersebut mencakup dimensi aspek kognitif keberagamaan, aspek behavioral
keberagamaan dan aspek
afektif keberagamaan.48
Sedangkan menurut Durkheim agama harus mempunyai fungsi karena agama bukan ilusi tetapi fakta sosial yang dapat diidentifikasi dan mempunyai kepentingan sosial.49 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap keberagamaan adalah suatu keadaan diri seseorang di mana setiap melakukan aktivitasnya selalu
47
Jajaludin, Psikologi Agama Memahami Perilaku Keagamaan dengan Mengaplikasikan Prinspi-prinsip Psikologi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), 25. 48 Taufik Abdullah dan M. Rsuli Karim, ed. Metodologi Penelitian Agama, Sebuah Pengantar (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997), 93. 49 Syamsudin Abdullah, Agama dan Masyarakat, Pendekatan Sosiologi Agama (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1997), 31.
38
bertautan dengan agamanya. Semua aktivitas yang dilakukan berdasarkan keyakinan hatinya yang dilandasi dengan keilmuan.
2. Pembentukan dan Indikator Sikap Seseorang akan menampakkan sikapnya karena adanya pengaruh dari luar atau lingkungan. Manusia tidak dilahirkan dengan kelengkapan sikap, akan tetapi sikap-sikap itu lahir dan berkembang bersama dengan pengalaman yang diperolehnya. Jadi sikap bisa berkembang sebagaimana terjadi pada pola tingkah laku yang bersifat mental dan emosi lainnya, sebagai bentuk reaksi individu terhadap lingkungannya. Terbentuknya sikap melalui bermacammacam cara, antara lain: a. Melalui pengalaman yang berulang-ulang, atau dapat melalui suatu pengalaman yang disertai perasaan yang mendalam (pengalaman traumatik). b. Melalui Imitasi. Peniruan dapat terjadi tanpa disengaja, dapat pula dengan sengaja. Individu harus mempunyai minat dan rasa kagum terhadap mode, disamping itu diperlukan pula pemahaman dan kemampuan untuk mengenal model yang hendak ditiru. c. Melalui Sugesti. Sesorang membentuk suatu sikap terhadap objek tapa suatu alasan dan pemikiran yang jelas, tapi semata-mata karena pengaruh yang datang dari seseorang atau sesuatu yang mempunyai wibawa dalam pandangannya. d. Melalui Indentifikasi. Seseorang meniru orang lain atau suatu organisasi tertentu didasari suatu keterikatan emosional sifatnya, meniru dalam hal ini lebih banyak dalam arti berusaha menyamai, identifikasi seperti siswa dengan guru.50 Dari uraian di atas jelaslah bahwa aspek afektif pada diri siswa besar peranannya dalam pendidikan, oleh karena itu tidak dapat kita abaikan begitu saja. Pengukuran terhadap aspek ini amat berguna dan lebih dari itu kita harus
50
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995), 189.
39
memanfaatkan pengetahuan mengenai karakteristik-karakteristik afektif siswa untuk mencapai tujuan pengajaran. Adapun metode kognitif dipergunakan untuk mengubah sikap: a. Dengan mengubah komponen kognitif dari sikap yang bersangkutan. Caranya dengan memberi informasi baru mengenai obyek sikap, sehingga komponen kognitif menjadi luas. b. Dengan cara mengadakan kontak langsung dengan obyek sikap. Cara ini akan merangsang orang-orang yang bersikap anti untuk berpikir lebih jauh tentang objek sikap yang tidak mereka senangi. c. Dengan memaksa orang menampilkan tingkah laku baru yang tidak konsisten dengan sikap-sikap yang sudah ada.51 Sikap memberikan kemungkinan yang besar untuk suksesnya usaha seseorang dan juga menentukan bagaimana gagalnya suatu kehidupan. Sikap merupakan kondisi intern dalam subyek yang berperan terhadap tindakan yang diambilnya, dan aspek yang paling penting dalam kerelaan untuk bertindak. Pembentukan sikap dan perasaan merupakan faktor non intelektual, khususnya berpengaruh terhadap semangat belajar. Melalui perasaannya, siswa mengadakan penilaian yang agak spontan terhadap pengalaman belajar di sekolah. Penilaian yang positif akan tertangkap dalam perasaan senang yaitu rasa puas, gembira, simpati dan sebagainya. Sedangkan penilaian negatif akan tertangkap dalam perasaan tidak senang yaitu rasa segan, benci, takut dan sebagainya. Penilaian yang agak spontan dan tanpa banyak refleksi, melalui perasaan ini dapat diperkuat dengan menemukan alasan-alasan rasional yang mendukung. Penilain dan memainkan perasaan sebagai unsur atau aspek kogitif dalam pembentukan suatu sikap.52
51 52
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor ..., 91. WS. Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar (Jakarta: Gramedia, 1984), 31.
40
3.
Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Pembentukan sikap keberagamaan dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor pendukung dan penghambat. Untuk lebih jelasnya penulis akan menguraikannya sebagai berikut: a. Faktor pendukung terbentuknya sikap keberagamaan 1) Faktor yang berasal dari dalam diri (internal) meliputi: a) Kebutuhan manusia terhadap agama. Secara kejiwaan manusia memeluk kepercayaan terhdap sesuatu yang menguasai dirinya. Menurt Robert Nuttin, dorongan beragama merupakan salah satau dorongan yang ada dalam diri manusia, yang menuntut untuk dipenuhi sehingga pribadi manusia mendapat kepuasan dan ketenangan, selain itu dorongan beragama juga merupakan kebutuhan insaniyah yang tumbuhnya dari gabungan berbagai faktor penyebab yang bersumber dari rasa keagamaan.53 b) Adanya dorongan dalam diri manusia untuk taat, patuh dan mengabdi kepada Allah SWT. Manusia memiliki unsur batin yang cenderung mendorongnya kepada zat yang ghaib, selain itu manusia memiliki potensi beragama yaitu berupa kecenderungan untuk bertauhid. Faktor ini disebut sebagai fitrah beragama yang dimiliki oleh semua manusia yang merupakan pemberian Tuhan ntuk hamba-Nya agar mempunyai tujuan hidup yang jelas yaitu hidup sesuai dengan
53
Jalaludin, Psikologi Agama (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), 97-98.
41
tujuan penciptaan manusia itu sendiri yakni menyembah (beribadah) kepada Allah. Melalui fitrah dan tujuan inilah manusia menganut agama yang kemudian diaktualisasikan dalam kehidupan dalam bentuk sikap keberagamaan. 2) Faktor yang berasal dari luar diri (eksternal) meliputi: a) Lingkungan keluarga Kehidupan keluarga menjadi fase sosialisasi pertama bagi pembentukan sikap keberagamaan seseorang karena merupakan gambaran kehidupan sebelum mengenal kehidupan luar. b) Lingkungan sekolah Sekolah menjadi lanjutan dari pendidikan keluarga dan turut serta memberi pengaruh dalam perkembangan dan pembentukan sikap keberagamaan seseorang. Pengaruh itu terjadi antara lain: (1) Kurikulum dan anak, yaitu hubungan (interaksi) yang terjadi antara kurikulum dengan materi yang dipelajari murid. (2) Hubungan guru dengan murid, yaitu bagaimana seorang gru bersikap terhadap muridnya atau sebaliknya yang terjadi selama di sekolah baik di dalam kelas maupun di luar kelas. (3) Hubungan antara anak, yaitu hubungan murid degan sesama temannya. Melalui kurikulum yang berisi materi pelajaran, sikap keteladanan guru sebagai pendidik serta pergulatan antar teman sekolah dinilai berperan dalam menanamkan kebiasaan yang baik
42
yang merupakan bagian dari pembentukan moral yang erat kaitannya
dengan
perkembangan
jiwa
keagamaan
dan
pembentukan sikap keberagamaan siswa. b. Faktor penghambat terbentuknya sikap keberagamaan (1) Faktor internal Dalam bukunya, Jalaludin menjelaskan bahwa penyebab terhambatnya perkembangan sikap keberagamaan yang berasal dari dalam diri (faktor internal) adalah: (a) Temperamen adalah salah satu unsur yang mebentuk kepribadian manusia dan dapat tercermin dari kehidupan kejiwaannya. (b) Gangguan jiwa. Orang yang mengalami gangguan jiwa akan menunjukkan kelainan dalam sikap dan tingkah lakunya. (c) Konflik dan keraguan. Konflik kejiwaan pada diri seseorang dalam hal keberagamaan akan mempengaruhi sikap seseorang akan agama seperti taat, fanatik atau agnostik samapa pada atheis. (d) Jauh dari Tuhan. Orang yang hidupnya jauh dari agama, dirinya adak merasa lemah dan kehilangan pegangan ketika mendapatkan cobaan dan hal ini dapat berpengaruh terhadap perubahan sikap keberagamaan pada dirinya.54 Keadaan jiwa seseorang dapat sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap. Jiwa yang resah, penuh dengan konflik, keraguan bahkan kehilangan kepercayaan terhadap Tuhan sangat terhambat untuk terbentuknya sebuah sikap keberagamaan.
54
Jalaludin, Psikologi ..., 120-121.
43
(2) Faktor eksternal Faktor eksternal yang dapat menghambat pembentukan sikap keberagamaan diantaranya adalah: (a) Lingkungan keluarga Lingkungan keluarga dapat menghambat yaitu lingkungan keluarga yang di dalamnya tidak terdapat pendidikan agama dari orang
tua.
Hal
ini
menghambat
perkembangan
sikap
keberagamaan karena pendidikan keluarga terutama pendidikan agama sangat berperan untuk perkembangan selanjutnya. (b) Lingkungan sekolah Seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah juga dapat menghambat pembentukan sikap keberagamaan sesorang. Misalnya: siswa yang salah memilih teman di sekolah sehingga mereka terjerumus dalam pergaulan bebas. (c) Lingkungan masyarakat Lingkungan
masyarakat
sangat
besar
pengaruhnya
terhadap pembentukan sikap keberagamaan seseorang. Karena sebagian besar waktunya banyak dihabiskan dalam masyarakat sehingga segala sesuatu yang ada dalam masyarakat, baik yang langsung terlihat ataupun yang disajikan melalui media, koran, televisi ataupun media lain yang dapat mempengaruhi seseorang.55
55
Zakiyah Darajat, Remaja, Harapan dan Tantangan (Jakarta: CV. Ruhma, 1994), 84.
44
4. Manfaat Sikap Keberagamaan Sikap keberagamaan mempunyai manfaat dalam aspek kehidupan, yaitu: a. Aspek aqidah Manfaat sikap keberagamaan dalam aspek aqidah sangat krusial, yaitu menambah kuatnya aqidah atau sebuah pemahaman. Dengan adanya sikap keberagamaan yang merupakan realisasi dari sebuah pemahaman maka akan terjadi keseimbangan yang baik antara ranah teoritis dengan ranah empiris. Menurut Imam Al Ghazali ada tiga cara untuk memantapkan aqidah yaitu: (1) Membaca Al Qur’an dengan mempelajari arti dan tafsirnya (2) Membaca hadits dengan memahami maknanya (3) Konsekuensi menegakkan segala tugas ibadah.56 Dengan tekun mempelajari tiga macam ibadah tersebut aqidah akan semakin mantab dan hal ini memang bisa kita rasakan sendiri, asal kita melakukannya dengan hati yang ikhlas, bukan karena ingi dipuji. Ciri aqidah yang benar berdasarkan keterangan dalam Al Qur’an dan Hadits bahwa diantara ciri-ciri aqidah yang benar terhadap Allah SWT itu adalah sebagai berikut:
56
28.
Abu Bakar Muhammad, Pembinaan Manusia dalam Islam, (Surabaya: Al Ikhlas, 1994),
45
(1) Yakin akan keesaan Allah SWT, Tuhan yang sebenarnya dan tidak mempersekutukannya dengan sesuatu. Allah SWT memerintahkan umat manusia untuk menyembah-Nya dan melarang manusia mempersekutukan-Nya dengan sesuatu. Kita harus yakin bahwa Allah SWT itu Esa, tidak ada duanya. (2) Tidak ada rasa takut kepada selain Allah SWT, karena patuh kepada perintah dan larangan Allah SWT. (3) Berani menegakkan kebenaran dan keadilan sesuai dengan ajaran agama Islam, karena yakin bahwa barangsiapa yang membela kebenaran dan keadilan sesuai dengan agama Allah itu pasti akan ditolong oleh Allah SWT. (4) Orang yang betul-betul beriman kepada Allah SWT pasti tidak akan tunduk begitu saja kepada kehendak orang-orang kafir dan munafik maupun sesama Islamnya bial berententangan dengan aqidahnya. Mereka lebih mengutamakan kepatuhannya kepada Allah dan Rasul-Nya daripada kepada manusia. Memang Allah SWT melarang orang-orang yang beriman tunduk kepada mereka. (5) Orang yang beriman kepada Allah SWT itu tidak akan berani angkuh dan sombong di kala ia kuat, baik kuat dalam arti fisik maupun kuat dalam arti mempunyai kekuasaan. (6) Orang yang benar dan baik imannya kepada Allah SWT tidak akan berani bersikap pura-pura baik di hadapan orang, karena yakin bahwa niat kuat hatinya pasti diketahui Allah SWT.57 b. Aspek diri pribadi Manfaat
sikap
keberagamaan
dalam
kehidupan
seseorag
berpengaruh biasanya pada saat ia sudah mengerti atau dewasa. Dalam hal ini secara pribadi atau individual diri paham akan kesehatan sebagai anugerah dari Tuhan dan harus dijaga, dengan adanya sikap keberagamaan ia akan berpikir untuk tidak merusak kesehatan atau tubuhnya
dengan
melakukan
hal-hal
yang
buruk
sehingga
mengakibatkan kerusakan atas tubuhnya, meningkatkan kualitas psikologi subtansi psikologisnya (kejiwaan atau rohaniah).
57
Abu Bakar Muhammad, Pembinaan ...., 536-542.
46
Kualitas jasmaniah berhubungan dengan bidang kesehatan dipengaruhi oleh jenis dan kualitas makanan sejak dilahirkan, pada masa kanak-kanak, remaja, dan bahkan setelah dewasa. Kualitas jasmaniah ini sejak masa konsepsi dalam kandungan, lahir hingga dewasa sangat ditentukan oleh orang tua, yang pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas diri atau individu secara keseluruhan setelah dewasa.58 Kualitas kejiwaan atau rohaniah bersifat abstrak yag hanya berfungsi dalam kesatuannya dengan jasmani (tubuh). Perwujudan fungsinya itu dikonkritkan dalam perktaan yang menggambarkan sikap, hasil berpikir dan berupa perilaku dalam merespon perangsang (stimulus) dari dalam dan luar diri manusia. Kualitas
psikologis
diukur
dari
tingkat
pengembangan
dan
pendayagunaan potensi-potensi yang terdapat di dalamnya seperti kemampuan berpikir, pengendalian emosi, kepedulian sosial, dan lainlain.59 c. Aspek rasa tanggungjawab sosial Dalam Al Qur’an dan Sunah sudah terdapat prinsip-prinsip tentang pembinaan masyarakat yang harus kita jadikan landasan. Ada beberapa kaidah sosial atau prinsip-prinsip kemasyarakatan yang perlu diperhatikan oleh manusia dalam menyusun konsepsi bagi masyarakat, bangsa dan negara. Prinsip-prinsip sosial itu adalah sebagai berikut: 58 Hadari Nawawi dan Mimi Martini, Manusia Berkualitas (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada press, 1994), 49. 59 Hadari Nawawi dan Mimi Martini. Manusia ...., 52.
47
(1) Baik dan buruknya masyarakat tergantung kepada baik dan buruknya akhlak individu masyarakat. (2) Rusaknya masyarakat banyak disebabkan oleh rusaknya moral para pemimpin dan tokoh-tokoh masyarakat. Kaidah sosial yang kedua ini
menegaskan
bahwa
penyebab
utama
kerusakan
moral
masyarakat adalah karena meniru pemimpin dan tokohnya yang sudah rusak. (3) Hanya kepada orang-orang shaleh yang bisa dipercayakan untuk memperbaiki keadaan dunia. Kaidah sosial yang ketiga ini penting diperhatikan dan direnungkan oleh generasi sekarang untuk dijadikan landasan dalam usaha pembinaan kualitas generasi muda yang nantinya memegang estafet kepemimpinan bangsa dan negara.60
Pembinaan kualitas manusia tidak hanya dinilai dari segi intelektual, ketrampilan dan kesehatan jasmaninya, akan tetapi yang paling penting adalah kualitas rohaninya, kualitas akhlaknya atau dengan kata lain harus mengusahakan generasi penerus ini menjadi manusia-manusia yang shaleh. Dalam pemeliharaan lingkungan hidup, alam lingkungan di sekitar kita adalah ciptaan Allah SWT untuk menjadi sumber kebahagiaan hidup manusia di dunia.
60
Abu Bakar Muhammad, Pembinaan ...., 266-276.
48
Dia akan dapat dijadikan alat untuk mencapai kebahagiaan hidup di akhirat bilamana kita dapat memanfaatkannya sesuai dengan petunjuk Allah SWT dan Rasul-Nya. Oleh karena itu kita harus memelihara lingkungan hidup kita sendiri. Untuk memelihara lingkungan hidup kita harus memelihara keseimbangannya dan memperbaiki yang rusak.61 Dalam artian harus ada keseimbangan pola hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan makhluk ciptaan Allah lainnya.
C.
Peran Guru dan Pembina Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan Literatur
kependidikan
Islam,
menyatakan
bahwa
seorang
guru/pendidik biasa disebut sebagai ustadz, mu’allim, murabbiy, mursyid, mudarris, dan mu’addib. Kata ustadz biasa digunakan untuk memanggil sorang professor. Ini
mengandung
makna
bahwa
seorang
guru
dituntut komitmen terhadap profesionalisme dalam mengemban tugasnya. Seseorang dikatakan profesional, bilamana pada dirinya melekat sikap dedikatif yang tinggi terhadap tugasnya, sikap komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap continous improvement, yakni selalu berusaha
memperbaiki
dan memperbaharui
model-model
atau
cara
kerjanya sesuai dengan tuntutan zamannya. 62 Beberapa peran guru PAI dalam kegiatan ekstrakurikuler dapat kita tinjau dari definisi awal guru itu sendiri. Yang pertama menyatakan kata 61
Ibid, 561. Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), 44. 62
49
mu’allim berasal dari kata dasar ‘ilm yang berarti menangkap hakikat sesuatu. Ini mengandung makna bahwa seorang guru dituntut untuk mampu
menjelaskan
serta menjelaskan
hakikat
dimensi
ilmu teoritis
pengetahuan dan
yang
praktisnya,
membangkitkan peserta didik untuk mengamalkannya.
diajarkannya, dan
berusaha
Kata murabbiy
berasal dari kata dasar Rabb. Tuhan adalah sebagai Rabb al-‘alamin, yakni yang menciptakan, mengatur, dan memelihahara alam seisinya termasuk manusia. Dilihat dari pengertian ini, maka tugas guru adalah mendidik
dan
menyiapkan
peserta
didik
agar
mampu
berkreasi,
sekaligus mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya. Kata
mursyid
(tasawuf). Artinya
biasa
seorang
digunakan guru
untuk
berusaha
guru
dalam
menularkan
thariqah
penghayatan
(transinternalisasi) akhlak dan kepribadian kepada peserta didiknya, baik yang berupa etos ibadahnya, etos kerjanya, etos belajarnya, maupun dedikasinya
yang serba Lillahi Ta’ala (karena mengharap ridha Allah
semata). Kata madarris berasal dari kata darasa-yadrusu -darsan wa durusan wa dirasatan, yang berarti: terhapus, hilang berkasnya, menghapus, menjadikan uang, melatih, mempelajari. Dilihat dari pengertian ini, maka tugas guru adalah berusaha mencerdaskan peserta didiknya, menghilangkan ketidaktahuan
atau
memberantas
kebodohan
mereka,
serta
keterampilan mereka sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.
melatih
50
Kata mu’addib bersal dari kata adab, yang berarti moral, etika, dan adab atau kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir batin. Kata peradaban (Indonesia) juga berasal dari kata adab, sehingga guru adalah orang yang beradab sekaligus memiliki peran dan fungsi untuk membangun peradaban (civilization) yang berkualitas di masa depan.63 Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan. Proses pendidikan di sekolah, guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila
yang cakap, aktif, kreatif,
dan mandiri. Kunandar
berpendapat bahwa baik mengajar maupun mendidik merupakan tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga profesional.64 Oleh sebab itu, tugas yang berat dari seorang guru pada dasarnya hanya dapat dilaksanakan oleh guru yang memiliki kompetensi profesional yang tinggi. Guru memegang peranan yang sentral dalam proses belajar mengajar, untuk
itu
mutu
pendidikan
di
sekolah
sangat
ditentukan
oleh
kemampuan yang dimiliki seorang guru dalam menjalankan tugasnya. Guru adalah faktor penentu bagi keberhasilan pendidikan di sekolah, karena guru merupakan
sentral serta sumber kegiatan belajar mengajar. Eksistensi
guru merupakan komponen yang berpengaruh dalam peningkatan mutu pendidikan 63 64
di
sekolah.
Hal
ini menunjukkan bahwa kemampuan atau
Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 2005), 26. Kunandar, Guru Profesional (Jakarta: Rajawali Pers, 2007), 45.
51
kompetensi professional dari seorang guru sangat menentukan mutu pendidikan. Tugas guru
yang menuntut
kemampuan
profesional, selain
memerlukan cara kerja diperlukan juga penguasaan atas dasar-dasar pengetahuan yang kuat, relasi dasar pengetahuan dengan praktek pekerjaan dan dukungan cara berpikir yang imaginatif dan kreatif.65 Tugas guru dalam mengelola proses pembelajaran akan berhasil, pada hakikatnya karena manejemen dan koordinasi dan telah dikuasainya berbagai pengetahuan dasar dan teori serta pemahaman yang mendalam tentang hakikat belajar, tentang sumber dan media belajar dan mengenal situasi kondusif terjadinya proses pembelajaran.66 Pendidik
(guru)
dalam
Islam
ialah
siapa
saja
yang
bertanggungjawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam Islam, orang yang bertanggung jawab terhadap pendidikan adalah orang tua (ayah dan ibu) anak didik. Tanggung jawab itu sekurang-kurangnya oleh dua hal pertama karena kodrat, yaitu karena orang tua ditakdirkan menjadi orang tua anaknya, dan karena itu ia ditakdirkan menjadi orang tua anaknya; kedua karena kepentingan kedua orang tua, yaitu orang tua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya, sukses anaknya adalah sukses orang tua juga. Pengaruh pendidikan di dalam rumah tangga terhadap perkembangan anak memang amat besar, mendasar, mendalam. Akan tetapi pada zaman 65 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak Bangsa (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), 277. 66 Ibid, 278.
52
modern ini pengaruh itu boleh dikatakan terbatas pada perkembangan aspek apektif, yaitu perkembangan sikap. Pengaruh pendidikan di sekolah juga besar dan luas tetapi hampir-hampir hanya pada segi perkembangan kognitif (pengetahuan) dan psikomotor (keterampilan). Pengaruh yang diperoleh di sekolah hampir seluruhnya berasal dari guru yang mengajar di kelas. Jadi guru yang dimaksud disini ialah pendidik yang memberikan pelajaran pada murid; biasanya guru adalah pendidik yang memegang mata pelajaran di sekolah. Jadi guru adalah pendidik profesional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggungjawab pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua. Karena mereka ini tatkala menyerahkan anaknya ke sekolah, sekaligus berarti pelimpahan sebagian tanggungjawab pendidikan anaknya kepada guru. Salah satu hal yang amat menarik penghargaan yang
sangat
tinggi
pada ajaran Islam ialah
kepada guru. Islam menempatkan
kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan nabi dan rasul, karena guru selalu terkait dengan ilmu pengetahuan, sedangkan Islam amat menghargai ilmu pengetahuan. Jadi kedudukan orang alim dalam Islam itu dihargai tinggi bila orang itu mengamalkan ilmunya,. Mengamalkan ilmu dengan cara mengajarkan ilmu itu kepada orang lain adalah suatu pengalaman yang paling dihargai oleh Islam. Asma Hasan Fahmi mengutip kitab Ihya’Al-Ghazali yang mengatakan bahwa siapa yang memilih pekerjaan mengajar maka ia sesungguhnya telah
53
memilih pekerjaan besar dan penting. Tingginya kedudukan guru dalam Islam merupakan realisasi ajaran Islam itu sendiri. Islam memuliakan ilmu pengetahuan; pengetahuan itu didapat dari belajar dan mengajar; yang belajar adalah calon guru dan
yang mengajar adalah guru. Maka,
disitulah letak Islam sangat memuliakan kedudukan guru.67 Guru adalah pendidik profesional, karenanya telah merelakan
secara
implisit ia
dirinya menerima dan memikul sebagian tanggungjawab
pendidikan yang terpikul pundak para orang tua. Mereka ini ketika menyerahkan anaknya ke sekolah, sekaligus berarti pelimpahan sebagian tanggungjawab pendidikan anaknya kepada guru. Hal itupun menunjukan pula bahwa orang tua tidak mungkin
menyerahkan
anaknya
kepada
sembarang guru sekolah karena tidak sembarang orang dapat menjabat guru. Secara umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggungjawab untuk mendidik.68 Sementara secara khusus, pendidik dalam presfektif pendidikan
Islam
adalah
orang-orang
yang
bertanggungjawab
terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.69 Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa pendidik dalam perspektif Pendidikan Agama Islam 67 68
ialah
orang
yang
Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 1999), 36. Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Al-Ma’arif, 1989),
37. 69
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), 74-75
54
bertanggungjawab terhadap upaya perkembangan jasmani peserta didik agar
dan
rohani
mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia mampu
menunaikan tugas-tugas kemanusiaannya (baik sebagai khalifah fi al-ardh maupun ‘abd) sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Syarat guru dalam pendidikan Islam, menurut Soejono (1) tentang umur, harus sudah dewasa, (2) tentang kesehatan, dan
harus
sehat
jasmani
rohani, (3) tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli, (4) harus
berkesusilaan dan berdedikasi tinggi.70 Uraian ini hampir sama seperti yang diungkapkan
Munir
Mursi, tatkala membicarakan syarat guru kuttab
(semacam sekolah dasar di Indonesia), menyatakan syarat terpenting bagi guru dalam Islam adalah syarat
keagamaan.
Dengan
demikian
syarat
guru dalam Islam dalam pandangan beliau: (1) umur, harus sudah dewasa, (2) kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani, (3) keahlian, harus menguasai bidang yang diajarkannya dan menguasai ilmu mendidik (termasuk ilmu mengajar), dan (4) harus berkepribadian muslim.71 Sementara dalam kriteria yang sama, Al-Abrasyi memberikan batasan tentang karakteristik pendidik. Diantara karakteristik pendidik itu adalah: 1. Seorang pendidik hendaknya memiliki sifat zuhud, yaitu melaksanakan tugasnya bukan semata-mata karena materi, akan tetapi lebih dari itu adalah karena mencari keridhaan Allah. 2. Seorang pendidik hendaknya bersih fisiknya dari segala macam kotoran dan bersih jiwanya dari segala macam sifat tercela. 3. Seorang pendidik hendaknya ikhlas dan tidak riya’ dalam melaksanakan tugasnya.
70 71
Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Kalimah, 1999), 63. Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 2005), 14.
55
4. Seorang pendidik hendaknya bersikap pemaaf dan memaafkan kesalahan orang lain (terutama terhadap peserta didiknya), sabar dan sanggup menahan amarah, senantiasa membuka diri dan menjaga kehormatannya. 5. Seorang pendidik hendaknya mampu mencintai peserta didiknya sebagaimana ia mencintai anaknya sendiri (bersifat keibuan atau kebapakan). 6. Seorang pendidik hendaknya mengetahui karakter peserta didiknya, seperti; pembawaan, kebiasaan, perasaan, dan berbagai potensi yang dimilikinya. 7. Seorang pendidik hendaknya menguasai pelajaran yang diajarkan dengan baik dan profesional.72 Berkaitan dengan hal tersebut, maka tugas pokok dan fungsi guru PAI di sekolah, yaitu: (1) melaksanakan pendidikan agama sebagai bagian integral dari keseluruhan proses pendidikan di sekolah, (2) menyelenggarakan pendidikan agama di sekolah dengan mengintegrasikan aspek pengajaran, pengalaman bahwa kegiatan belajar mengajar di depan kelas dan diikuti dengan pembiasaan pengalaman ibadah bersama di sekolah, kunjungan dan memperhatikan lingkungan sekitar, serta penerapan nilai dan norma akhlak dalam perilaku sehari-hari, (3) melakukan upaya bersama antara guru agama dengan kepala sekolah serta seluruh unsur pendukung di sekolah untuk mewujudkan budaya sekolah (school culture) yang dijiwai oleh suasana
dan
disiplin
keagamaan
yang
tinggi
yang tercermin dari
aktualisasi nilai dan norma keagamaan dalam keseluruhan interaksi antar unsur pendidik di sekolah dan di luar sekolah, (4) melakukan penguatan posisi dan peran guru agama di sekolah secara terus menerus, baik sebagai pendidik, maupun sebagai pembimbing dan penasehat, komunikator
72
Al-Abrasy, Muhamad Athiyyah, Dasar-dasar pokok Pendidikan Islam, Terjemahan Bustanil Abdul Ghani dan Djohar Bahy (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1987), 42.
56
serta penggerak bagi terciptanya
sauasana
dan disiplin keagamaan di
sekolah.73 Jadi keberadaan guru bagi suatu bangsa amatlah penting, apalagi bagi suatu bangsa yang sedang membangun, terlebih-lebih bagi keberlangsungan hidup bangsa di tengah-tengah lintasan perjalanan zaman dengan teknologi yang
kian
canggih
dan
segala
perubahan
serta
pergeseran
nilai.
Dalam hal ini menurut penulis tugas dan peranan guru PAI dalam pembelajaran secara formal dalam kegiatan belajar mengajar dan dalam implementasi kegiatan ekstrakurikuler keagamaan adalah identik dan bagian yang tidak bisa dipisahkan. Semakin akurat para guru melaksanakan fungsinya, semakin terjamin tercipta dan terbinanya kesiapan dan keandalan seseorang sebagai manusia pembangunan. Dengan kata lain, potret dan wajah diri bangsa di masa depan tercermin dari potret diri para guru masa kini, dan gerak maju dinamika kehidupan bangsa berbanding lurus dengan citra para guru di tengah-tengah masyarakat. Dan tentunya hal ini akan terintegrasi antara pelajaran formal dan ekstrakurikuler keagamaan secara berkesinambungan.
D. Kegiatan Keislaman di Masyarakat 1. Perilaku Keislaman di Masyarakat Masyarakat Islami adalah masyarakat terbuka yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan kehidupan secara universal, tanpa memandang 73
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, cet, ke-14 (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), 7.
57
asal-usul suku bangsa dan perbedaan agama.74 Masyarakat Islami dinaungi dan dituntun oleh norma-norma Islam, satu-satunya agama Allah. Masyarakat yang secara kolektif atau orang perorangan bertekad untuk bersungguh-sungguh dalam meniti shirathal mustaqim. Karakteristik masyarakat Islami memiliki sifat-sifat positif dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebajikan yang diajarkan oleh Islam, termasuk dalam kegiatan keislaman masyarakatnya. Kedamaian dan kerukunan menjadi corak dan karakeristik utama masyarakat Islami, artinya dalam kehidupan selalu mengimplementasikan nilai keislaman. Keragaman perilaku individu dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor bawaan yang diperoleh dari keturunan berupa potensi-potensi yang dikembangkan selama proses perkembangan menjadi berbagai bentuk kecakapan dan sifat-sifat. Dan memperoleh sejumlah kecakapan melalui pengalaman dalam interaksi dengan lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomis, politis, keamanan, keagamaan dan lain-lain. Bagi orang-orang yang beragama, lingkungan keagamaan mempunyai pengaruh yang lebih kuat dibandingkan dengan lingkungan social, budaya,serta lingkungan lainnya. Hal itu disebabkan karena kepatuhan akan ketentuan agama, bukan hanya dilatarbelakangi oleh kebiasaan, peniruan dan penyamanan diri, rasa senang dan bangga seperti pada lingkungan social dan budaya, tetapi juga karena adanya keharusan dan kewajiban. Oleh karena itu pemahaman perilaku dan pemahaman individu perlu dilengkapi dengan
74
Endang Syaefudin, Wawasan Islam (Bandung: Mizan, 1986), 72.
58
pemahaman akan kehidupan dan lingkungan keagamaan dan individu yang bersangkutan. Istilah keislaman telah sedikit banyak dijelaskan pada bagian sebelumnya. Seperti halnya kata keislaman yang berasal dari kata Islam dan mendapatkan imbuhan ke dan an, kata keislaman pun berasal dari kata Islam yang mendapatkan imbuhan ke, ber dan an. Islam dan keislaman adalah dua istilah yang dapat dipahami secara terpisah, meskipun keduanya mempunyai makna yang sangat erat. Islam adalah sebuah konsep yang terpisah dari penganutnya, dan setelah mendapat awalan ber diartikan menganut (memeluk Islam dan beribadah, taat pada agama Islam). Sedangkan ”keislaman adalah perihal beragama Islam.”75 Keberagaman berarti pembicaraan mengenai pengalaman atau fenomena yang menyangkut hubungan antara agama dan penganutnya. Atau suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang (penganut agama) yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan agamanya. Dengan demikian, maka dapat dipahami bahwa perilaku keberagamaan adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap suatu yang dianutnya, yakni sesuatu yang mengatur dan memberi petunjuk bagi kehidupannya yang terwujud dalam gerakan (sikap) batinnya serta tampak dalam ibadah yang dilakukan dan tercermin pula dalam sikap kesehariannya baik hubungannya dengan sesama atau makhluk lainnya. Dalam ajaran Islam, keislaman seseorang tidak hanya dapat diwujudkan melalui aktivitas ritual saja, tetapi
75
Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Besar...., 12.
59
juga dapat dilihat dari beberapa hal atau dimensi yang lain. Menurut Zuhairini “secara umum dasar-dasar ajaran Islam itu meliputi aqidah, syariah dan akhlak.76 Secara umum berdasarkan beberapa literatur yang ada maka dimensi atau pokok-pokok ajaran Islam dibagi menjadi tiga bagian77, yaitu: a. Aqidah Aqidah sering disamakan dengan keimanan yang menunjukkan pada seberapa besar tingkat keyakinan seseorang terhadap kebenaran ajaran agamanya yang bersifat fundamental dan dogmatis. Aqidah dalam Islam meliputi keyakinan dalam hati tentang Allah sebagai Tuhan yang wajib disembah, ucapan dengan lisan dalam bentuk dua kalimat syahadat, dan perbuatan dengan amal shaleh.78 Sebenarnya unsur dasar aqidah adalah keimanan
kepada Allah,
keimanan kepada kenabian dan keimanan kepada akhirat. Dan mungkin dapat diglobalkan menjadi keimanan kepada eksistensi-Nya, keimanan kepada keesaan-Nya, dan keimanan kepada kesempurnaan-Nya. Dalam Al Qur’an telah dijelaskan tentang aqidah yaitu dalam Surat Luqman ayat 13:
ۡ َُ ۡ ۡ ۡ ۡ ُ َ َ ُ َٰ َ ُ ُ َ َ ُ َ ِۡإَوذ قَ َال لُ ۡق َم َٰ ُن ِلب لۡش َك لظل ٌم ٱ ن إ ّلل ٱ ب ك ۡش ت َّل َن ب ي ۥ ه ظ ع ي و ه و ۦ ه ن ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ه ٞ َع ِظ ١٣ يم
76
Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam. Cet. 2 (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 48. Abudin Nata, Metodologi Studi Islam ...., 84. 78 Ibid. 77
60
Artinya : “Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".79
b. Ibadah Yaitu peraturan yang mengatur hubungan langsung seseorang muslim dengan khaliknya dan dengan sesama manusia, yang menunjukkan seberapa patuh tingkat ketaatan seorang msulim dalam mengerjakan ritual keagamaan yang diperintahkan dan dianjurkan baik yang menyangkut ibadah dalam arti khusus maupun dalam arti luas. Pelaksanaan ibadah merupakan pengaturan hidup seorang muslim, baik itu melalui pelaksanaan sholat, pengatran pola makan tahunan melalui puasa, pengaturan kehidupan sosial ekonomi muslim melalui zakat, pengaturan atau penghidupan integritas seluruh umat Islam dalam ikatan perasaan sosial melalui haji. Pelaksanaan ibadah telah menyatukan umat Islam dalam satu tujuan, yaitu menhambakan kepada Allah semata serta penerimaan berbagai ajaran Allah baik untuk urusan duniawi maupun ukhrawi. Dalam Al Qur’an Allah berfirman dalm Surat Al Anfal ayat 63:
َۡ ۡ َ َ َۡ ۡ ُ ُ َ َۡ َ ََ ٗ ۡرض ََج َ ۡ ت َب َ َ ِيعا ما ٓ َأل ۡف َ ۡۡي قُلُوبهم ِ وألف بۡي قلوب ِ ِه ۚۡم لو أنفقت ما ِِف ٱۡل ِِ َ َ َ َ َ ۡ َ َ ُ َ ُ ۡ ٞ ٌ ٦٣ كن ٱّلل ألف بينه ۚۡم إِنهۥ ع ِزيز حكِيم ِ َٰ َول
Artinya : “Dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah Telah mempersatukan hati
79
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya ..., 581.
61
mereka. Sesungguhnya Bijaksana.”80
dia
Maha
gagah
lagi
Maha
Tujuan ibadah dalam Islam bukanlah menyembah, tetapi mendekatkan diri kepada Tuhan, agar roh manusia selalu bersih dan suci. Roh yang suci membawa kepada budi pekerti yang baik dan luhur, oleh karena itu ibadah di samping merupakan latihan spiritual juga merupakan latihan moral. c. Akhlak Dilihat dari sudut bahasa perkataan akhlak adalah bentuk jamak dari perkataan khulk yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.81 Khulk atau akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbulah berbagai macam perbautan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran.82 Akhlak merupakan pokok esensi ajaran Islam di samping aqidah dan syariah, karena dengan akhlak akan terbina mental dan jiwa seseorang untuk memiliki hakikat kemanusiaan yang tinggi. Dengan akhlak dapat dilihat corak dan hakikat manusia yang sebenarnya. Sehingga sebenarnya inti yang hakiki misi Muhammad SAW adalah pada pembiasaan akhlak manusia. Akhlak atau etika menurut ajaran Islam meliputi hubungan dengan Allah (Khaliq) dan hubungan dengan sesama makhluk. Sehingga dikatakan oleh Zuhairini bahwa “akhlak dalam Islam adalah suatu ilmu yang dipelajari di
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya ..., 992. Luis Ma’luf, Kamus Al Munjid (Beirut: Al Maktabah Al Katulikiyah, t.t), 194. 82 Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak ..., 3. 80 81
62
dalamnya tingkah laku manusia, atau sikap hidup manusia (the human conduct) dalam pergaulan hidup.”83 Praktik pelaksanaan akhlak adalah berpedoman pada nash Al Qur’an dan Hadits. Akhlak merupakan alat pembeda antara manusia dengan hewan. Tenga penggerak akhlak adalah perasaan (emosi) atau hati nurani, dari sini terpancar perbuatan-perbuatan yang baik dan buruk. Daya keberagamaan masyarakat setidaknya terbentuk dalam sebuah kerangak konsep budaya setempat. Sebagaimana Glock & Stark berpendapat bahwa untuk mengetahui tingkat religius (keberagamaan) seseorang dapat dipakai kerangka konsep sebaga berikut: a. Keterlibatan ritual (ritual involvement) yaitu sejauhmana seseorang mengerjakan kewajiban ritual dalam agama. b. Keterlibatan ideologis (ideological involvement) yaitu sejauhmana seseorang menerima hal-hal yang dogmatik dalam agama. c. Keterlibatan intelektual (intelectual involvement) yang menggambarkan seberapa jauh seseorang mengetahui ajaran agamanya dan aktivitasnya untuk menambah pengetahuan agama. d. Keterlibatan pengalaman (eksperimental involvement), apakah seseorang pernah mengalami pengalaman yang merupakan keajaiban yang datang dari Tuhan. e. Keterlibatan konsekuen (consequetial involvement) yaitu sejauhmana perilaku seseorang konsekuen dengan ajaran agamanya. f. Keterlibatan ritual (ritual involvement) yaitu sejauhmana seseorang mengerjakan kewajiban ritual dalam agama. g. Keterlibatan ideologis (ideological involvement) yaitu sejauhmana seseorang menerima hal-hal yang dogmatik dalam agama. h. Keterlibatan intelektual (intelectual involvement) yang menggambarkan seberapa jauh seseorang mengetahui ajaran agamanya dan aktivitasnya untuk menambah pengetahuan agama. i. Keterlibatan pengalaman (eksperimental involvement), apakah seseorang pernah mengalami pengalaman yang merupakan keajaiban yang datang dari Tuhan. j. Keterlibatan konsekuen (consequetial involvement) yaitu sejauhmana perilaku seseorang konsekuen dengan ajaran agamanya.84 83
Zuhairini dkk., Filsafat Pendidikan Islam ..., 50-51.
63
Ditinjau dari perkembangan usianya, maka sikap keberagamaan dan keislaman pada orang dewasa memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan. b. Cenderung bersifat realistis, sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku. c. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama, dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan. d. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggungjawab diri sehingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup. e. Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agaa sehingga kemampuan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani. f. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadin masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
84
Masri Singarimbun dan Sopian Efendi, Metodologi Penelitian Survei. (Jakarta: LP3S, 1987), 126-127.
64
g. Terlihat adanya hubungan antar sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang. 85 Berdasarkan hal di atas dapat diketahui bahwa sikap kesilaman itu merupakan keadaan di dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama. Sikap keislaman ini merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan agama serta tindak keagamaan dalam diri seseorang.
2. Kaitan Antara Program Ekstrakurikuler dengan Perilaku Keislaman Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengembangkan aspek-aspek tertentu dari apa yang ditemukan pada kurikulum yang sedang dijalankan, termasuk yang berhubungan dengan bagaimana penerapan sesungguhnya dari ilmu pengetahuan yang dipelajari peserta didik sesuai dengan tuntutan kebutuhan hidup maupun lingkungan sekitar. Dalam hal-hal tertentu, terutama berkaitan dengan aspek
pendalaman
spiritual
dan
moral
peserta
didik,
kegiatan
ekstrakurikuler harus dikembangkan sedemikia rupa sehingga terjadi proses conseling (bimbingan dan pembinaan) dalam kegiatan-kegiatan yang dikembangkan oleh peserta didik.
85
Jalaludin, Psikologi ...,107-108.
65
Perilaku merupakan kegiatan individu yang menyangkut hal-hal yang disadari dan juga tidak disadari. Perilaku manusia dalam kehidupan seharihari sangat bermacam-macam. Kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dapat memberikan kontribusi tetang perilaku keberagamaan seseorang, terlebih ketika terjuan di masyarakat. Karena nilai-nilai yang terkandung dalam ekstrakurikuler seperti kedisiplinan, persatuan, sosialisasi dan silaturahim banyak memberikan sumbangan terhadap perilaku keberagaman siswa dalam konteks hidup masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat, manusia membutuhkan peraturan, tanpa peraturan hidup manusia akan menjadi kacau. Seperti dalam menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dapat terjadi karena adanya kedisiplinan atau ketaatan terhadap peraturan. Hal ini dapat
membuat
seseorang
dapat
bertanggungjawab
atas
segala
perbuatannya terhadap Sang Pencipta. Kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dalam dunia sekolah menengah ditujukan untuk menggali dan memotivasi siswa dalam bidang tertentu. Dalam hal ini kegiatan ekstrakurikuler keagamaan bertujuan untuk membantu dan meningkatkan pengembangan wawasan anak didik khusus dalam bidang Pendidikan Agama Islam.86
86
Ahmad Zaini, Ekstrakurikuler sebagai Pembentuk Karakter Khas. Jurnal Berkala Hayati: 3E (37-40). 01 Desember 2005.
66
Dengan adanya pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler sebagai kegiatan tambahan, maka siswa mempunyai bekal yang cukup untuk membentengi dirinya dari berbagai pengaruh negatif. Kekurangan jam pelajaran serta terbatasnya materi Pendidikan Agam Islam yang diberikan dianggap sebagai penyebab utama timbulnya para pelajar sulit dalam memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama islam.
E. Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelusuran yang penulis lakukan, ada beberapa hasil penelitian yang hampir semakna dengan penelitian yang akan penulis lakukan yaitu: Pertama, hasil penelitian Eko Surahmad di SMUN 1 Trenggalek Judul penelitian “Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Pembentukan Akhlak Siswa di SMU Negeri 1 Trenggalek”. Penelitian tersebut secara substantif memiliki hubungan dengan penelitian ini karena pembentukan akhlak adalah juga bagian dari kegiatan yang akan diteliti di SMU Negeri 1 Trenggalek. Fokus penelitian Eko Surahmad di SMU Negeri 1 Trenggalek adalah pendidikan Islam dalam pembentukan akhlak sedangkan penelitian ini difokuskan pada kegiatan ekstrakurikuler PAI.87 Kedua, buku literaratur berjudul ”Mengartikulasikan Pendidikan Nilai” karya Rohmat Mulyana. Buku ini berisi gagasan dan bahan diskusi ahli pendidikan nilai yang sering memikirkan diskursus nilai dan para guru yang
87
http;//gurutrenggalek.com/artikel/html diakses 09 Januari 2015 : 07:32
67
berkewajiban untuk melakukan penyadaran nilai di lembaga pendidikan formal. Sekalipun belum menguraikan pendidikan nilai secara komprehensif namun setidaknya mampu memberikan gambaran betapa urgennya pendidikan nilai khususnya etika –tanpa melupakan logika dan estetika. Demikian juga fokus buku ini yang cenderung pada pendidikan formal bukan berarti mengabaikan pendidikan nilai dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Buku ini juga mengungkapkan tentang pengelolaan PAI dalam intrakurikuler, ekstrakurikuler dan kultur sekolah.88 Ketiga, ”Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat” karya Abdurrahman An Nahlawi yang membahas perbandingan antara karakter pendidikan Barat dan pendidikan Islam. Buku ini juga memaparkan keistimewaan pendidikan Islam yang menjadikan keluarga, sekolah serta masyarakat sebagai mitra dalam pembinaan dan pendidikan manusia dan mewaspadai
dampak
negatif
pendidikan
Barat.
Dampak
kegiatan
ekstrakurikuler juga disinggung dalam buku ini.89 Keempat, Implementasi Nilai-Nilai Tasawuf dalam Pendidikan Islam; Solusi Mengantisipasi Krisis Spiritual di Era Globalisasi karya Muh. Room yang diterbitkan oleh Yapma Makassar. Buku ini menjelaskan bahwa implementasi nilai tasawuf dalam pendidikan Islam memiliki arti penting, karena dengannya mampu memperkuat spiritualisme keagamaan di era globalisasi dewasa ini. Di sisi lain, implementasi nilai tasawuf dalam 88
Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai (Cet. I; Bandung: Alfabeta, 2004), 262-276. 89 Abdurrahman An Nahlawi, Ushu>lut Tarbiyah Isla>miyah wa Asa>libiha fil Baiti wal Madrasati wal Mujtama’ diterjemahkan oleh Shihabuddin dengan judul Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 187-203.
68
pendidikan Islam akan mampu mengantisipasi berbagai problem sosial di era globalisasi ini. Berkaitan dengan hal itulah maka langkah-langkah strategis yang harus diupayakan adalah menerapkan nilai-nilai tasawuf dalam berbagai jalur pendidikan seperti keluarga, masyarakat dan sekolah.90 Kelima, ”Panduan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam”.91 Buku panduan Departemen Agama Derektorat Jendral Kelembagaan Agama Islam ini berisikan panduan teknis global pengelolaan dan batasan kegiatan ekstrakurikuler agama di sekolah. Keenam, ”Kesehatan Mental dan Terapi Islam” karya Sattu Alang yang membahas tentang beberapa teori kesehatan mental dengan kondisi lingkungan anak sejak pertumbuhan sampai pada usia sekolah dan remaja. Buku ini juga membahas tentang upaya menanamkan nilai-nilai agama kepada anak serta membentuknya menjadi pribadi yang ideal. Ulasan tentang integritas pribadi berkaitan dengan emosi dan akhlak dipaparkan oleh penulisnya sebagai bagian dari pembinaan mental bagi anak.92 Dari beberapa buku dan hasil penelitian yang dideskripsikan di atas, penulis belum menemukan kajian secara khusus yang berkaitan dengan implementasi kegiatan ekstra kurikuler keagamaan dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam kegiatan keagamaan di masyarakat sebagaimana yang akan penulis bahas dalam penelitian ini. Terlebih lagi berhubungan 90
Muh. Room, Implementasi Nilai-nilai Tasawuf dalam Pendidikan Islam: Solusi Mengantisipasi Krisis Spiritual di Era Globalisasi (Cet. I; Makassar: YAPMA Makassar, 2006), 189-199. 91 Departemen Agama Derektorat Jendral Kelembagaan Agama Islam. 2005. Panduan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Rajawali Press, 2005), 34. 92 Sattu Alang, Kesehatan Mental dan Terapi Islam (Cet. II; Makassar: CV. Berkah Utami, 2005), 52-57, 98-106.
69
dengan lokasi penelitian yang ditentukan dalam penelitian ini yaitu di SMKN Watulimo dan SMA Islam Watulimo. Mengingat kegiatan ekstra kurikuler keagamaam dan kaitannya dengan Pendidikan Agama Islam ini sangat lazim, tentu saja banyak karya ilmiah yang mengupas tentang keberadaannya. Oleh karena itu pertama-tama penulis melakukan eksplorasi terhadap berbagai sumber yang berkaitan dengan tesis ini. Penelitian tentang eksstrakurikuler keagamaan dan PAI yang penulis ketahui sampai saat ini antara lain: Tesis tentang Peranan Pembinaan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan Akhlak Peserta Didik di SMAN 7 Manado yang ditulis oleh Supriadi, Pascasarjana Program Studi Pendidikan Islam Konsentrasi Manajemen Pendidikan Islam UIN Alaudin Makasar tahun 201193, yang berfokus berbagai bentuk kegiatan ekstrakurikuler PAI yang dilaksanakan di SMA Negeri 7 Manado, upaya yang dilakukan oleh pembina kegiatan ekstrakurikuler PAI dalam membina akhlak mulia peserta didik di SMA Negeri 7
Manado
dan
faktor-faktor
pendukung
dan
penghambat
kegiatan
ekstrakurikuler PAI di SMA Negeri 7 Manado. Studi ini menunjukkan bahwa terdapat 11 bentuk kegiatan ekstrakurikuler PAI yang dikembangkan di SMA Negeri 7 Manado dan semuanya mengarah pada upaya pembinaan akhlak peserta didik. Adapun upaya yang dilakukan pembina kegiatan ekstrakurikuler dalam
pembinaan
peserta
didik
meliputi
upaya
menanamkan
dan
93 Supriadi, Peranan Pembina Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan Akhlak Peserta Didik di SMAN 7 Manado. (Makasar: Tesis Pascasarjana Program Studi Pendidikan Islam Konsentrasi Manajemen Pendidikan Islam UIN Alaudin Makasar, tidak diterbitkan, 2011)
70
membangkitkan keyakinan beragama, menanamkan etika pergaulan baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah serta menanamkan kebiasaan yang baik berupa kedisiplinan, tanggungjawab, melakukan hubungan sosial dan melaksanakan ibadah ritual. Tesis tentang Pengaruh Kegiatan Ekstrakurikuler Terhadap Prestasi Belajar Siswa MA Negeri Arafah Tangerang yang ditulis oleh Nasehuddin, Pascasarjana Program Studi Pendidikan Islam Konsentrasi Pendidikan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 201094 mempunyai rumusan masalah untuk
mengetahui
terhadap
prestasi
Tangerang.
Uji
bagaimana belajar
analisis
siswa data
pengaruh
kegiatan
ekstrakurikuler
MA
Negeri
Arafah Kabupaten
dengan
korelasi
product
moment
menghasilkan “r” hitung sebesar 0,59. Harga “r” hitung lebih besar dari pada “r” tabel pada taraf signifikan 5 % sebesar 0,250, maupun pada taraf signifikansi 1% yaitu sebesar 0,325. Sehingga pengajuan hipotesis hipotesis diterima. Berdasarkan uji analisis data di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
ada hubungan yang bersifat positif antara kegiatan ekstrakurikuler
dengan prestasi
belajar siswa MA Negeri Arafah Kabupaten Tangerang.
Karena kegiatan ekstrakurikuler mempunyai peranan dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di kelas, disarankan kepara siswa untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolah. Kepada seluruh pihak yang berkecimpung dalam kegiatan ekstrakurikuler diharapkan untuk terus
melakukan inovasi
dalam
memberikan
materi
dan
dalam
94 Nasehuddin, Pengaruh Kegiatan Ekstrakurikuler Terhadap Prestasi Belajar Siswa MA Negeri Arafah Tangerang. (Jakarta: Tesis Pascasarjana Program Studi Pendidikan Islam Konsentrasi Pendidikan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tdak diterbitkan, 2010)
71
melaksanakan
latihan
agar
dapat
meningkatkan
minat
dan
untuk
mengurangi kebosanan dalam berlatih siswa. Sekolah harus memberi perhatian yang lebih dan memberi dukungan untuk terselenggaranya kegiatan ekstrakurikuler. Tesis tentang Peranan Pembina Kegiatan Ekstrakurikuler Rohani Islam (Rohis) dalam Meningkatkan Sikap Keberagamaan Siswa di SMK Salatiga yang ditulis oleh Mushbihah Rdodliyatun, Pascasarjana STAIN Salatiga tahun 201395, permasalahan yang dibahas meliputi berbagai bentuk kegiatan ekstrakurikuler Rohis, dinamika aktivitas dan peran pembina Rohis serta hubungan sosiologis pengaruh pembina kegiatan ekstrakurikuler Rohis terhadap
peningkatan
sikap
keberagamaan
siswa.
Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa pembina kegiatan ekstarkurikuler Rohis mempunyai peranan besar dalam peningkatan sikap keberagamaan siswa di SMK Salatiga yaitu sebagi motivator, creator, dan inovator, integrator serta sublimator. Hal ini terbukti adanya kesadaran siswa untuk beribadah dan berakhlak mulia terhadap Allah SWT, orang tua, guru, sesama teman dan lingkunga sekitar. Tesis tentang Peningkatan Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam dalam Upaya Optimalisasi Pembinaa Akhlak Peserta Didik (Penelitian terhadap Guru Pendidikan Agama Islam SMA Negeri di Kecamatan Maja) yang ditulis oleh Endang Suhendar, Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon
95 Mushbihah Rodliyatun, Peranan Pembina Kegiatan Ekstrakurikuler Rohani Islam (Rohis) dalam Meningkatkan Sikap Keberagamaan Siswa di SMK Salatiga. (Salatiga: Tesis Pascasarjana STAIN Salatiga, tidak diterbitkan, 2013)
72
tahun 2012,
96
berkaitan dengan peningkatan profesionalisme guru Pendidikan
Agama Islam dalam optimalisasi pembinaan akhlak peserta didik. Apakah profesionalisme guru Pendidikan Agama Islam
mampu meningkatkan
optimalisasi pembinaan akhlak peserta didik di SMA Negeri Kecamatan Maja Kabupaten Majalengka. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1) Landasan Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam SMA Negeri di Kecamatan Maja yaitu undang-undang atau peraturan pemerintah (PP). UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, PP Nomor 19/2005 dimana seluruh guru pendidkan Agama Islam telah memiliki 4 kompetensi. yaitu: (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi Kepribadian, (3) kompetensi profesional dan (4) kompetensi sosial serta kualifikasi pendidikan
Guru
Pendidikan Agama Islam. 2) Upaya-upaya meningkatkan Profesionalisme Guru
Pendidikan
Peningkatan dan
Kualifikasi
pelatihan
pembinaan
Agama
akhlak
guru
Islam Guru,
di
melalui Sertifikasi
dan mengikuti
professional.
siswa yang
SMA
3)
dilakukan
Adapun
guru,
berbagai pendidikan langkah-langkah
guru Pendidikan
Agama
Islam professional SMA adalah (1) melalui Sistem Manajemen Organisasi Sekolah, (2) Melalui Pengembangan Kurikulum Terpadu (Integral ) dan; (3) Melalui Program Ekstrakurikuler dan Pengembangan Diri Pendidikan Agama Islam Top of Form.
96 Endang Suhenar, Peningkatan Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam dalam Upaya Optimalisasi Pembinaa Akhlak Peserta Didik (Penelitian terhadap Guru Pendidikan Agama Islam SMP Negeri di Kecamatan Maja). (Cirebon: Tesis Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon, tidak diterbitkan, 2012)
73
Tesis
tentang
Hubungan
Pelaksanaan
Program
Ekstrakurikuler
Keagamaan dengan Pembentukan Perilaku Keberagamaan Siswa SMA Dua Mei Ciputat yang ditulis oleh Jami’ah, Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2008, hubungan
97
berisi informassi objektif mengenai bagaiamanakah
pelaksanaan
program
ekstrakurikuler
keagamaan
dengan
pembentukan perilaku keberagamaan siswa SMA Dua Mei Ciputat. Dari hasil perhitungan dengan angka korelasi sebesar 0,675 dan dengan df sebesar 60 diperoleh r tabel pada taraf 5% signifikan sebesar 0,250; sedangkan pada taraf 1% diperoleh r tabel sebesar 0,325. ternyata r atau r (0,675) adalah xy o lebih besar daripada r tabel (yang besarnya 0,250 dan 0,325). Karena r atau r xy o lebih besar dari r , maka hipotesa alternatif (Ha) diterima dan hipotesa nihil (Ho) t ditolak. Berarti terdapat kolerasi yang positif antara variabel X dan
variabel
Y.
Dan
korelasi
tersebut
tergolong
korelasi
yang
sedang/cukup kuat. kemudian berdasarkan tingkat keeratan hubungan antara
kedua
variabel
maka
diketahui bahwa variabel X memberikan
kontribusi yang cukup besar terhadap variabel Y. Hal ini dapat dilihat dari koefisien determinasinya sebesar yaitu 45,56%. Tesis tentang Pelaksanaan Kegiatan Ekstra Kurikuler Keagamaan dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam di R-SMA-BI Negeri 1 Batu yang ditulis oleh Wildani F, Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang tahun 2011. Berisi tentang kegiatan ekstra kurikuler yang sangat membantu dalam meningkatkan kemampuan siswa khususnya dalam bidang Pendidikan 97 Jami’ah, Hubungan Pelaksanaan Program Ekstrakurikuler Keagamaan dengan Pembentukan Perilaku Keberagamaan Siswa SMS Dua Mei Ciputat. (Jakarta: Tesis Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tidak diterbitkan, 2008)
74
Agama
Islam.
Dengan
adanya
pelaksanaan
kegiatan
ekstrakurikuler
keagamaan, maka siswa mempunyai bekal yang cukup untuk menjauhkan dirinya dari berbagai pengaruh negatif. Kurang efektifnya jam pelajaran untuk Pendidikan Agama Islam yang disediakan di sekolah-sekolah umum dianggap sebagai penyebab utama timbulnya kekurangan para pelajar dalam memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Agama Islam. Sebagai akibat dari kekurangan ini, para pelajar tidak memilki bekal yang memadahi untuk membentengi dirinya dari berbagai pengaruh negatif akibat globalisasi yang menerpa kehidupan sekarang ini. Banyak pelajar yang terlibat tawuran, pencurian, penodongan, penyalah-gunaan obat terlarang dan sebagainya. Secara deskriptif berikut peneliti paparkan letak persamaan dan perbedaan tesis ini dengan penelitian terdahulu:
75
Tabel 2.1 Deskripsi Persamaan & Perbedaan Penelitian Terdahulu No 1.
Penelitian Terdahulu Peranan Pembinaan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan Akhlak Peserta Didik di SMAN 7 Manado
Persamaan
Perbedaan
Supriadi
Penulis
Fokusnya sama-sama tentang bentuk ekstrakurikuler PAI
Nasehuddin
Meneliti tentang kegiatan kestrakurikuler PAI
Mushbihah Rdodliyatun
Sama-sama mengangkat peran pembina eksrtakurikuler PAI dalam implementasi kegiatan di sekolah
Endang Suhendar
Ada kesamaan mengkaji peran pembina PAI dalam kegiatan siswa di sekolah dalam hal ini PAI
Penelitian ini hanya memfokuskan pada bentuk pengembangan dan upaya yang dilakukan sekolah dalam implementasi ekstrakurikuler dari segi etika, sikap pergaulan dan hubungan sosial ritual Mempunyai rumusan masalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh kegiatan ekstrakurikuler terhadap prestasi belajar siswa di madrasah dalam konteks Pendidikan Agama Islam secara mendalam Pembahasan meliputi berbagai bentuk kegiatan ekstrakurikuler Rohis, dinamika aktivitas dan peran pembina Rohis serta hubungan sosiologis pengaruh pembina kegiatan ekstrakurikuler Rohis terhadap peningkatan sikap keberagamaan siswa Arah analisis berkaitan peningkatan profesionalisme guru PAI dalam optimalisasi pembinaan akhlak peserta didik
Jami’ah
Kesamaan sub pembahasan dalam aspek perilaku keberagamaan siswa di sekolah dalam ranah PAI
Wildani F
Mengkaji aspek pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler dari segi realisasi di sekolah dalam kaitan peningkatan mutu
(Tesis, UIN Alaudin Makasar, 2011)
2.
Pengaruh Kegiatan Ekstrakurikuler Terhadap Prestasi Belajar Siswa MA Negeri Arafah Tangerang (Tesis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010)
3.
Peranan Pembina Kegiatan Ekstrakurikuler Rohani Islam (Rohis) dalam Meningkatkan Sikap Keberagamaan Siswa di SMK Salatiga (Tesis, STAIN Salatiga, 2013)
4.
Peningkatan Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam dalam Upaya Optimalisasi Pembinaa Akhlak Peserta Didik (Tesis, IAIN Syekh Nurjati Cirebon, 2012)
5.
Hubungan Pelaksanaan Program Ekstrakurikuler Keagamaan dengan Pembentukan Perilaku Keberagamaan Siswa SMA Dua Mei Ciputat (Tesis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008)
6.
Pelaksanaan Kegiatan Ekstra Kurikuler Keagamaan dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam di R-SMA-BI Negeri 1 Batu (Tesis, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2011)
Berisi informassi objektif mengenai bagaiamanakah hubungan pelaksanaan program ekstrakurikuler keagamaan dengan pembentukan perilaku keberagamaan siswa di sekolah menengah Berisi tentang kegiatan ekstra kurikuler yang sangat membantu dalam meningkatkan kemampuan siswa khususnya dalam bidang Pendidikan Agama Islam
76
Dari beberapa telaah pustaka dan penelitian sebelumnya, penulis belum menemukan pembahasan yang menitikberatkan implementasi kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dalam meningkatan kemampuan siswa pada kegiatan keislaman di masyarakat. Dari penelitian sebelumnya rata-rata memunculkan bentuk inovasi dan terobosan kebijakan, terkait hubungan ekstrakurikuler dengan pengaruh akhlak, perilaku keberagamaan, prestasi belajar dan profesionalisme guru PAI saja. Implementasi kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dalam kaitannya dengan peningkatan kemampuan siswa pada kegiatan keislaman di masyarakat, secara umum terlihat khas dan unik, yang menurut analisa penulis perlu dikaji secara mendalam dan merupakan tindak lanjut dari penelitian sebelumnya. Hal ini sangat mendasar dan urgen untuk diteliti, mengingat degradasi moralitas keberagamaan justru berada pada titik yang rendah dan mengkhawatirkan, karena tingkat kenakalan, miss konsep, salah pergaulan dan pengaruh negatif luar sangat berdampak fatal pada usia remaja menjelang pubertas ini. Menurut penulis bidang kajian di SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo Trenggalek menarik, karena satu sisi berada di pesisir pantai, acapkali mudah masuk pengaruh luar, dan satu sisi lembaga satunya berada di pegunungan dengan kultur tradisionalistiknya.
F. Paradigma Penelitian Kegiatan ekstrakurikuler perlu mendapat perhatian lebih dari berbagai komponen pendidikan, seperti pihak sekolah, orang tua, dan masyarakat. Bentuk ekstrakurikuler PAI yang dikembangkan bisa menjadi sarana dalam
77
membina akhlak mulia dan pada tujuan akhir akan meingkatkan mutu Pendidikan Agama Islam di sebuah lembaga sekolah. Gambaran yang jelas tentang arah penelitian ini secara skematis penulis gambarkan dalam kerangka pikir sebagai berikut:
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen PP Nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan PMA Nomor 03 Tahun 2012 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan
Perana Guru PAI dalam Pelaksanaan Ekstrakurikuler Keagamaan - Tujuan - Jenis Kegiatan - Sarana - Dana
SMKN 1Watulimo SMA Islam Watulimo
Kualitas Kemampuan Siswa dalam Kegiatan Keislaman Disiplin Tanggungjawab Hubungan Sosial Pelaksanaan ibadah ritual
Implementasi Ekstrakurikuler PAI Tazkir (Pengajian) Bakti Sosial Pesantren Kilat PHBI Kreatifitas Remaja Muslim dll
Pengumpulan Data
Analisis Data
Implementasi Kegiatan Ekstra Kurikuler Keagamaan dalam Meingkatkan Kemampuan Siswa pada Kegaiatan Keislaman Masyarakat Bagan 2.1 Paradigma Penelitian
Berdasarkan pada kerangka di atas, penulis jabarkan lagi bahwa landasan yuridis dari penelitian ini mengacu pada Undang Undang Republik
78
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat (1) dan Bab II Pasal 3, Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 35 ayat (1), Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) serta Peraturan Menteri Agama Nomor 03 Tahun 2012 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Secara teori, pelaksanaan ekstrakurikuler di sekolah dapat ditinjau dari beberapa hal, seperti: 1) Tujuan kegiatan ekstrakurikuler, 2) Jenis Kegiatan ekstrakurikuler, 3) Partisipasi siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler, 4) Pembinaan Ekstrakurikuler, 5) Tersedianya Sarana, 6) Tersedianya Dana.98 Pembinaan akhlak mulia yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah berkaitan
dengan
empat
aspek
dimensi
sosial
dengan
indikator
keberagamaannya. Pembinaan akhlak mulia juga dapat ditempuh dengan berbagai bentuk, model dan cara. Guna mengoptimalkan fungsi pembina ekstrakurikuler dalam melaksanakan tugasnya, dibutuhkan inovasi dan kreatifitas agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Upaya dan strategi pembina ekstrakurikuler memegang peranan penting dalam proses pembinaan akhlak. Pembina ekstrakurikuler adalah panutan para peserta didik dalam segala aspek kehidupannya. Oleh karena itu, pembina ekstrakurikuler harus mampu mengelola kegiatan dan sumber daya yang ada dengan baik, termasuk pemberdayaan orang tua peserta didik dan masyarakat sekitar. Perpaduan 98
Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah; Wawasan Baru, Beberapa Metode Pendukung, dan Beberapa Komponen Layanan Khusus (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 270294. Lihat juga Departemen Pendidikan Nasional, Model Pengembangan Diri SD/MI/SDLB SMP/MTs/SMPLB – SMA/MA/SMALB/SMK (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Nasional, Pusat Kurikulum, 2006), 24-25.
79
antara kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam (PAI) yang disesuaikan dengan unsur-unsur dalam akhlak mulia akan menghasilkan sebuah proses pembinaan peserta didik di SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo yang nantinya akan mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan, yakni kemampuan siswa dalam kegiatan keislaman di masyaakat yang berdampak peningkatan mutu Pendidikan Agama Islam, baik itu institusional (visi sekolah) bahkan menjangkau tujuan pendidikan nasional.
80
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam melakukan penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, ini dapat dilihat dari prosedur yang diterapkan, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif; ucapan atau tulisan dan perilaku yang diamati dari orang-orang (subyek) itu sendiri.99 Sedangkan Bogdan dan Tailor seperti yang dikutip oleh Moleong mendefinisikannya sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati.100 Penulis berusaha mengungkapkan gejala secara menyeluruh dan sesuai dengan konteks (holistic-kontekstual) melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci.101 Penelitian ini adalah jenis penelitian field research yang bersifat kualitatif, dimana dalam proses perolehan data yang sesuai dengan sasaran atau masalah penelitian, diperlukan informasi yang selengkap-lengkapnya (sedalam-dalamnya mengenai gejalagejala yang ada dalam ruang lingkup obyek penelitian), dan gejala-gejala itu dilihat bukan sebagai satuan-satuan yang berdiri sendiri tetapi saling berkaitan sebagai suatu kesatuan yang bulat dan menyeluruh, atau yang biasa dikenal 99
Arif Furchan, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, (Surabaya: Usaha Nasional, 1992),
21-23. 100
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2000), 3. 101 Ali Syaukah, Pedoman Pcnulisan Karya llmiah Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Laporan Penelitian, (Surabaya-Malang: Biro Adrninistrasi Akedemik, Perencanaan dan Sistem Informasi bekerjasama dengan Penerbit Universitas Negeri Malang, 2000), 20.
80
81
dengan pendekatan holistik.102 Penelitian ini merupakan penelitian langsung di SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo Trenggalek, yaitu mempelajari suatu proses atau penemuan yang terjadi secara alami, mencatat, menganalisa, menafsirkan dan melaporkan serta menarik kesimpulan dari proses tersebut.103 Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian multi situs, merupakan satu bentuk pendekatan penelitian kualitatif yang dilakukan pada dua subyek atau lebih, atau dua latar penelitian atau lebih, atau pada dua kumpulan atau lebih dan diasumsikan memiliki latar yang sama. Sebagaimana dikemukakan oleh Bodan dan Biklen yang dikutip Ahmad Tanzeh bahwa rancangan studi multi situs merupakan salah satu bentuk rancangan penelitian kualitatif yang memang dapat digunakan terutama untuk mengembangkan teori yang diangkat dari beberapa latar penelitian yang serupa sehingga dapat dihasilkan teori yang dapat ditransfer ke situasi yang lebih luas dan lebih umum cakupannya.104 Atas dasar pengertian di atas, karena peneliti meneliti situs pada dua lembaga pendidikan yang berbeda ini, yakni di SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo Trenggalek,, maka penelitian ini disebut dengan penelitian multi situs. Penelitian ini mempergunakan pendekatan ilmu manajemen, pendekatan ini dipergunakan mengingat penelitian ini membahas tentang manajemen 102
Dudung Abdurahman, Pengantar Metode Penelitian, (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2003), 51. 103 Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian pendidikan, (Bandung: Sinar Baru, 1989), 199. 104 Ahmad Tanzeh & Suyitno, Dasar-dasar Penelitian, (Surabaya: elKAF, 2006), 67.
82
implementasi kegiatan ekstrakurikuler keagamaan, sedangkan sumber data penelitian ini berupa manusia atau biasa disebut informan. Teknik ini dipilih berdasarkan pertimbangkan rasional peneliti bahwa informanlah yang memiliki otoritas dan kompetensi untuk memberikan informasi/ data sebagaimana diharapkan peneliti. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data adalah, Ketua Komite, Kepala Sekolah, Guru PAI, Pembina Ekstrakurikuler, dan Stakeholder lainnya.105 Di samping sumber data tersebut, ada sumber data yang berupa dokumen.
B. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang pertama dilakukan peneliti di di SMKN 1 Watulimo Trenggalek berada di desa Prigi Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek. Adapun lingkungan yang melingkupi SMKN 1 Watulimo Trenggalek ini cukup strategis. Sekolah berada di pesisir pantai selatan kota Trenggalek yang bersuasana tentang dan kondusif, serta merupakan salah satu ikon wisata alam Trenggalek. Serta didukung oleh kepedulian yang signifikan dari jajaran eksekutif, legislatif dan unsur-unsurnya terhadap keberadaan SMKN 1 Watulimo Trenggalek. Lokasi penelitian yang kedua adalah di SMA Islam Watulimo Trenggalek yang terletak di desa Slawe, kecamatan
105
Dalam penelitian ini tidak menggunakan populasi, karena dalam penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak akan diberlakukan ke populasi, tetapi ditransferkan ke tempat lain pada situasi sosial yang memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang dipelajari. Lihat Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Cet. III., (Bandung: Alfabeta, 2007), 298.
83
Watulimo, kabupaten Trenggalek, yang jauh dari jantung kota Trenggalek, topopgrafi berada di pegungungan dan jaraknya dengan SMKN 1 Watulimo sekitar 12 km.106 Alasan peneliti mengambil kedua lokasi tersebut bahwa SMKN 1 Watulimo Trenggalek merupakan SMK yang pertama ada di kabupaten Trenggalek,khusus jurusan pelayaran dan perikanan sehingga dalam sejarahnya lebih komplek dan kaya akan data. Selain itu jumlah siswanya lumayan banyak, dan termasuk menjadi pilihan bagi masyarakat dalam kota maupun luar kota Trenggalek. Dari tahun ke tahun prestasi secara akademik dan non akademik selalu mendominasi dibanding yang lain. Hal ini ditunjang pula oleh mutu lulusannya, rata-rata secara fisik dan psikologis dapat diterima keberadaannya di tengah-tengah komunitas masyarakat. Termasuk dalam hal keterpakaian di masyarakat untuk mejadi pioner keberagamaan masyarakat kentara, dan menjadi penggerak giat Islamisasi kultru masyarakat sekitarnya. Sedangkan pemilihan lokasi kedua di SMA Islam Watulimo Trenggalek, adalah sebagai pembanding. Satu sisi SMKN 1 Watulimo yang berada pada jalur dan lokasi strategis di jantung wisata kabupaten, nota bene sekolah negeri, sementara SMA Islam Watulimo berada di lokasi pegunungan, notabene sekolah swasta. Hal ini akan menjadi sebuah pemikiran peneliti seberapa besar perbedaan yang muncul dari hasil penelitian mendatang. Tetapi secara faktual dalam hal prestasi dan output yang telah dijalankan, rata-rata juga diterima secara baik di tengah masyarakat dalam implementasi kualitas
106
www.kesekolah.com dan www.slbkemalabhayangkari.blogspot.com
84
keberagamaan di masyarakat, bahkan menurut informasi justru lulusan SMKN 1 Watulimo dalam dunia kegiatan kultur agama masyarakat telah berkecimpung dan telah berkarya nyata dan sangat mewarnai budaya religius masyarakat sekitar. Hal ini menurut peneliti sangat unik dan menarik dikaji, yang dimungkinkan sebagai implementasi atas kegiatan esktrakurikuler keagamaan dalam meningkatkan kemampuan siswa pada kegiatan keislaman masyarakat yang dijalankan di lembaga tersebut.
C. Kehadiran Peneliti Instrumen utama penelitian ini adalah manusia, yaitu peneliti sendiri. Sedangkan penggunaan peneliti sebagai instrumen mempunyai keuntungan dan kekurangan. Adapun keuntungan peneliti sebagai instrumen adalah subyek lebih tanggap dengan maksud kedatangannya, peneliti dapat menyesuaikan diri terhadap
setting penelitian. Sehingga peneliti dapat
menjelajah ke seluruh bagian setting penelitian untuk mengumpulkan data, keputusan dapat secara cepat, terarah.107 Dalam penelitian ini akan dilakukan kunjungan untuk sekolah yang diteliti sekurang-kurangnya 2-3 kali dalam setiap minggunya, yang realisasinya menyesuaikan dengan kesibukan peneliti, sekaligus mencari celah-celah kesibukan dari subyek yang dikehendaki tanpa menggangu aktifitas mereka. Pertama kali peneliti akan mendatangi kedua lembaga tersebut untuk mengurus masalah prosedur dan administrasi penelitian yang akan diperlukan dalam penelitian. Kemudian peneliti akan 107
Imron Arifin. (Ed), Penelitian Kualitatif dalam Bidang Ilmu-ilmu Sosial dan Keagamaan, (Malang: Kalimasada Press, 1994), 4.
85
melakukan wawancara dengan informan yang terkait dengan penelitian ini, antara lain kiai sebagai informan utama, ketua yayaysan, ketua komite, kepala sekolah, guru dan pembina ekstrakurikuler yang dapat menunjang validitas data penelitian, serta sebagian masyarakat yang peneliti anggap dapat menambah informasi guna selesainya penelitian ini. Selain para informan di atas, peneliti juga menambah data penelitian dari dokumen-dokumen sekolah serta hal lain yang dapat menunjang kelancaran penelitian ini. Kelemahan peneliti sebagai instrumen adalah menginterprestasikan data dan fakta, peneliti dipengaruhi oleh persepsi atau kesan yang dimiliknya sebelum data dan fakta itu ditemukan. Demikian pula dalam memberikan informasi, responden sangat dipengaruhi oleh persepsi dan kesan terhadap penelitian. Sedangkan instrumen pengumpul data yang lain selain manusia, yang berbentuk alat-alat bantu dan dokumen-dokumen lainnya dapat pula digunakan, namun fungsinya hanya sebagai instrumen pendukung. Oleh karena itu, kehadiran peneliti di lapangan, dalam penelitian ini sebagai tolak ukur keberhasilan untuk memahami kasus yang diteliti, sehingga keterlibatan secara langsung dan aktif antara peneliti dengan informan atau sumber data di sini mutlak diperlukan. Peran sebagai instrumen sekaligus pengumpul data peneliti realisasikan dengan mendatangi SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo Trenggalek. Ciri khas penelitian kualitatif tidak bisa dipisahkan dari pengamatan berperan serta, namun peranan penelitilah yang menentukan
86
keseluruhan skenarionya. Pengamatan berperan serta menceritakan kepada peneliti apa yang dilakukan orang-orang dalam situasi peneliti memperoleh kesempatan mengadakan pengamatan, dalam rangka ingin mengetahui suatu peristiwa, apakah yang sering terjadi dan apa yang dikatakan orang tentang hal itu.108 Pelaksanaan penelitian ini melibatkan penulis secara langsung di SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo dalam rangka mengumpulkan data. Kehadiran peneliti di lapangan berfungsi sebagai pengamat berperan serta secara lengkap. Di mana peneliti menjadi anggota penuh dari kelompok yang diamatinya. Dengan demikian peneliti dapat memperoleh informasi apa saja yang dibutuhkan. Untuk memperoleh data sebanyak mungkin dan mendalam selama penelitian di lapangan, dalam pendekatan kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama.109 Sejalan dengan pendapat ini, selama pengumpulan data dari obyek penelitian di lapangan, peneliti menempatkan diri sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Untuk mendukung pengumpulan data di lapangan, peneliti memanfaatkan buku tulis, tape recorder, kamera, bolpoin, sebagai alat pencatat data.
108
Tanzeh dan Suyitno, Dasar-Dasar Penelitian, (Surabaya: eLKAF, 2006), l36. Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Tata Langkah dan Teknik-teknik Teoritisasi Data, terj. Muhammad Shodiq dkk, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), 4. 109
87
D. Sumber Data Sumber data menurut Arikunto adalah subyek dari mana data diperoleh.110 Sedangkan menurut Lofland yang dikutip Moleong sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.111 Dalam hal ini terdapat dua macam data, yaitu kata-kata dan hasil observasi juga hasil wawancara atau interview merupakan data utama, sementara itu dokumen, foto-foto merupakan data tambahan. Data-data yang dapat dikumpulkan dari sumber data, antara lain: data tentang proses peningkatan kemampuan siswa pada kegiatan keislaman di masyarakat diambil dari observasi dan interview, sedangkan data yang mendukung seperti dokumen lokasi penelitian, data guru dan lain sebagainya diambil dari dokumentasi. Selanjutnya peneliti secara detail mengklasifikasikan sumber data menjadi tiga kelompok berikut: 1. Manusia (Person) Sumber data person ini berasal dari kepala sekolah, ketua yayasan, guru PAI, karyawan dan siswa. Dalam pengumpulan datanya menggunakan teknik wawancara mendalam. Dalam penelitian ini pemilihan informan dilakukan, pertama, dengan teknik sampling purposive. Teknik ini digunakan untuk menseleksi dan memilih informan yang benar-benar menguasai informasi dan permasalahan 110 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Cet.13, (Jakarta: Rineka Citra, 2006), 129. 111 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian…., 176.
88
secara mendalam serta dapat dipercaya menjadi sumber data yang mantap. Penggunaan teknik purposive ini, peneliti dapat menentukan sampling sesuai dengan tujuan penelitian. Sampling yang dimaksud di sini bukanlah sampling yang mewakili populasi, melainkan didasarkan pada relevansi dan kedalaman informasi, namun demikian tidak hanya berdasar subjektif peneliti, melainkan berdasarkan tema yang muncul di lapangan. Kedua, snowball sampling, adalah teknik bola salju yang digunakan untuk mencari infonnasi secara terus menerus dari informan satu ke informan yang lainnya, sehingga data yang diperoleh semakin banyak, lengkap dan mendalam. Penggunaan teknik bola salju ini baru akan dihentikan apabila data yang diperoleh dianggap telah jenuh (saturation data). Ketiga, internal sampling, yaitu pemilihan sampling secara internal dengan mengambil keputusan berdasarkan gagasan umum mengenai apa yang diteliti, dengan siapa akan berbicara, kapan melakukan pengamatan, dan berapa banyak dokumen yang direview. Intinya internal sampling digunakan untuk mempersempit atau mempertajam fokus.112 Teknik ini tidak digunakan untuk mempertajam studi melainkan untuk memperoleh ke dalam studi dan fokus penelitian secara integratif. 2. Tempat (Place) Sumber data tempat atau lokasi penelitian berada di SMKN 1 112
Bogdan and Biklen, Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods, (Boston: Aliyn and Bacon, Inc., 1998), 145.
89
Watulimo dan SMA Islam Watulimo Trenggalek. Sedangkan teknik pengumpulan datanya dengan observasi yang dilakukan peneliti secara bertahap dan berkesinambungan. 3. Dokumen (Paper) Paper atau dokumen merupakan bahan tertulis atau benda yang berhubungan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Dokumen dalam penelitian ini bisa berupa catatan tertulis, rekaman, gambar atau benda yang berkaitan dengan segala hal yang berhubungan dengan implementasi
kegiatan
ekstrakurikuler
keagamaan
dalam
meningkatankan kemampuan siswa pada kegiatan keislaman di masyarakat di SMKN 1
Watulimo dan SMA Islam Watulimo
Trenggalek. Selanjutnya, semua hasil temuan penelitian dari sumber data pada kedua lembaga tersebut dibandingkan dan dipadukan dalam suatu analisis lintas situs untuk menyusun sebuah kerangka konseptual yang dikembangkan dalam abstraksi temuan di lapangan.
E. Tehnik Pengumpulan Data Sesuai dengan jenis penelitian di atas, yaitu jenis penelitian kualitatif, maka cara pengumpulan data dilakukan dengan 3 (tiga) teknik, yaitu: wawancara mendalam, observasi partisipan dan dokumentasi. Instrumen utama pengumpulan data dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan alat bantu tape recorder, alat kamera, pedoman wawancara dan alat-
90
alat lain yang diperlukan secara insidental. Untuk lebih jelasnya, penjelasan teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah sebagai berikut: 1. Wawancara Mendalam (Indepth Interview) Dalam penelitian kualitatif, biasanya digunakan teknik wawancara sebagai cara untuk mengumpulkan data/ informasi. Ada 2 (dua) alasan peneliti menggunakan teknik wawancara, yaitu;
pertama, dengan
wawancara peneliti dapat menggali tidak saja apa yang diketahui dan di alami seseorang/ subyek yang diteliti, tetapi juga apa yang tersembunyi jauh di dalam diri subyek penelitian. Kedua, apa yang ditanyakan pada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu yang berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang dan juga masa yang akan datang. Wawancara yang peneliti lakukan adalah wawancara secara mendalam, yang dilakukan karena penelitian ini bersifat eksploratif yang diharapkan banyak mempunyai data dari dialog dengan kepala seolah, ketua yayasan, guru, dan semua elemen sekolah yang bisa dijadikan sumber wawancara yang berguna untuk memperoleh gambaran tentang implementasi kegiatan ekstrakurikuler keagamaan. Wawancara mendalam mempunyai arti sama terhadap interview, tetapi kelebihannya interview hanya menjawab pertanyaan. Wawancara mendalam suatu percakapan yang mendalam untuk mendalami
91
pengalaman orang lain dan makna dari pengalaman tersebut.113 Penulis mengadakan pertemuan dengan sejumlah informan dari SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo Trenggalek untuk menggali data yang berhubungan dengan fokus penelitian. Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data yang terjadi pada masa lalu, yang terjadi sekarang dan proyeksi masa depan, selain itu juga ditujukan untuk pengecekan dan pengembangan informasi. Metode ini digunakan peneliti untuk mengeksplorasi, mencatat pernyataan atau pendapat yang penting dan sesuai dengan fokus penelitian dari informan (yakni kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang humas, kesiswaan, serta dewan guru), melalui wawancara secara bebas menuju fokus penelitian sekaligus hasil wawancara kemudian disusun secara sistematis dalam bentuk ringkasan data untuk keperluan analisis data. 2. Observasi Partisipan Observasi partisipan dilakukan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat, benda, serta rekaman dan gambar. Observasi dalam penelitian ini dilaksanakan dengan cara peneliti melibatkan diri atau partisipan yaitu berinteraksi pada kegiatan yang dilakukan oleh subyek dalam lingkungannya, mengumpulkan data secara sistematik dalam bentuk catatan lapangan. Teknik inilah yang disebut teknik observasi partisipan. Pada 113
penelitian
ini,
metode
observasi
dilakukan
untuk
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Bina Aksara, 1997), 16.
92
memperoleh data tentang lokasi sekolah, kegiatan-kegiatan, aktivitas guru pada saat berinteraksi dengan elemen sekolah. Penulis melakukan observasi langsung ke obyek penelitian yakni di SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo Trenggalek untuk merekam dan mengambil data yang diperlukan. Ini sesuai dengan pemaknaan observasi yang diartikan proses pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut.114 Supaya metode ini lebih efektif peneliti melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrumen. Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi.115 Terkait dengan hal tersebut, peneliti menggunakan teknik ini karena memungkinkan bagi peneliti untuk melihat dan mengamati sendiri fenomena-fenomena yang terjadi di lapangan. Dengan metode observasi ini, peneliti ingin mengetahui lebih detail
dan
secara
langsung
bentuk
impelementasi
kegiatan
esktrakurikuler keagamaan dalam meningkatkan kemampuan siswa pada kegiatan kislaman di masyarakat yang berlangsung di SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo Trenggalek. Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan berperan. Pengamatan berperan serta berasumsi adalah cara terbaik untuk dapat memahami beberapa bidang kehidupan sosial yakni dengan jalan membaurkan diri ke dalam diri orang lain dalam susunan Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian…., 166. Arikunto, Prosedur Penelitian …., 229.
114 115
93
sosialnya. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut: a. Program kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang dikembangkan di SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo Trenggalek b. Mengapa kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dapat meningkatkan kemampuan siswa pada kegiatan keislaman masyarakat di SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo Trenggalek Dalam observasi partisipan, peneliti menggunakan buku catatan kecil dan alat perekam. Buku catatan kecil diperlukan untuk mencatat hal-hal penting yang ditemui selama pengamatan. Sedangkan alat perekam (tape recorder) digunakan untuk mengabadikan beberapa momen yang relevan dengan fokus penelitian. Ada tiga tahap observasi yang dilakukan dalam penelitian, yaitu observasi deskriptif (untuk mengetahui gambaran umum), observasi terfokus (untuk menemukan kategori-kategori), dan observasi selektif (mencari perbedaan diantara kategori-kategori).116 Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi partisipan tahap pertama, yaitu dimulai dari observasi deskriptif (descriptive observation) secara luas dengan melukiskan secara umum situasi sosial yang terjadi pada dua lembaga yang menjadi subjek penelitian, yaitu di SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo Trenggalek. Tahap berikutnya dilakukan observasi terfokus (focused observations) untuk 116
James P. Spradley, Participant Observation, (New York: Holt, Rinehard and Winston, 1980), 26.
94
menemukan kategori-kategori, seperti bentuk program ekstrakurikuler keagamaan, upaya peningkatan kemampuan siswa pada kegiatan keislaman masyarakat, serta keberhasilan implementasinya, kemudian diadakan penyempitan lagi dengan melakukan observasi selektif (selective observation) dengan mencari perbedaan diantara kategorikategori. Semua hasil pengamatan selanjutnya dicatat dan direkam sebagai pegamatan lapangan (field note), yang selanjutnya dilakukan refleksi. Dengan metode ini, peneliti ingin mengetahui lebih detail dan secara langsung implementasi kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dalam meningkatkan kemampuan siswa pada kegiatan keislaman di masyarakat di kedua situs lembaga tersebut.
3. Dokumentasi Dokumentasi adalah setiap bahan tertulis ataupun film lain dari record, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik. Arti dari record adalah setiap pertanyaan tertulis yang disusun oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau menyajikan akunting.117 Dalam teknik dokumentasi, sumber terdiri dari dokumen dan rekaman. Menurut Lincoln dan Guba yang dikutip Ahmad Sonhadji rekaman adalah setiap tulisan atau pertanyaan yang dipersiapkan oleh atau untuk individual atau organisasi dengan tujuan membuktikan adanya suatu peristiwa atau memenuhi accounting. 117
Ibid, 216.
95
Sedangkan dokumen digunakan untuk mengacu setiap tulisan atau bukan selain rekaman.118 Cara menganalisis dokumen adalah dengan memeriksa dokumen secara sistematik bentuk-bentuk komunikasi yang dituangkan secara tertulis dalam bentuk dokumen secara obyektif. Untuk melengkapi data yang diperoleh, yang terakhir peneliti menggunakan teknik dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan data yang berupa catatan, transkrip, buku, foto, surat kabar, majalah, prasasti notulen, rapat, agenda yang didapatkan dari SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo Trenggalek. Hal ini sesuai pendapatnya Arikunto yarng mendefinisikan metode dokumentasi sebagai suatu cara mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, agenda dan sebagainya.119 Sesuai dengan pandangan tersebut, peneliti menggunakan metode dokumentasi untuk dijadikan alat pengumpul data dari sumber bahan tertulis yang terdiri dari dokumen resmi. Peneliti mencatat dan menyalin dokumen yang berkaitan dengan data yang diperlukan, yang kemudian peneliti
menyusunnya
untuk
keperluan
analisis
data.
Peneliti
mengumpulkan data-data tentang kondisi sosio kultur sekolah, guru, siswa, denah lokasi penelitian untuk keperluan penyajian dan analisis data.
118 Ahmad Sonhaji, Penelitian Kualitatif dalam Ilmu-ilmu Sosial dan Keagamaan, (Malang: Lembaga Penelitian Universitas Islam Malang dan Lembaga Pengkajian Agama dan Masyarakat, 1996), 69. 119 Arikunto, Prosedur Penelitian…., 231.
96
Dengan teknik studi dokumentasi, peneliti berusaha mendapatkan data-data yang dilakukan berkenaan dengan hal-hal sebagai berikut: a. Sejarah berdirinya SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo Trenggalek b. Struktur organisasi c. Daftar guru dan siswa d. Peraturan dan tata tertib siswa e. Sarana dan prasarana f. Kurikulum PAI dan kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan. Untuk menghemat dan menghindari hilangnya data yang telah terkumpul, maka perlu dilakukan pencatatan secara lengkap dan secepat mungkin dalam setiap selesai pengumpulan data di lapangan. Pengumpulan data jenis kualitatif ini biasanya memerlukan waktu yang panjang, dilakukan dalam waktu panjang, dilakukan secara simultan dalam masa yang sama antara aktivitas merumuskan hipotesis dan meng analisis data lapangan. Data dokumentasi diperlukan untuk melengkapi data yang diperoleh dari wawancara dan observasi. Dokumen yang dimaksud bisa berupa photo-photo, dokumen sekolah, transkip wawancara, dan dokumen tentang sejarah sekolah serta perkembangannya. Kesemua dokumentasi ini akan dikumpulkan untuk dianalisis demi kelengkapan data penelitian. Pengumpulan data dilakukan secara terus-menerus dan berakhir
97
pada saat peneliti sudah memperoleh data yang lengkap tentang obyek yang diteliti. Dengan demikian, dianggap sudah diperoleh pemahaman terhadap bidang kajian.
F. Analisis Data Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mancari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memustuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Bogdan dan Biklen sebagaimana dikutip oleh Tanzeh bahwa analisis data adalah proses pencarian dan pengaturan secara sistematik hasil wawancara, catatancatatan
dan
bahan-bahan
yang dikumpulkan untuk meningkatkan
pemahaman terhadap semua hal yang dikumpulkan dan memungkinkan penyajian apa yang ditemukan.120 Analisis data dilakukan sepanjang penelitian dan dilakukan secara terus menerus dari awal sampai akhir penelitian. Pengamatan tidak mungkin tanpa analisis dan tafsiran untuk mengetahui apa maknanya. Yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah logika induktif abstraktif. Suatu logika yang bertitik tolak dari khusus ke umum bukan umum ke khusus. Karena penelitian ini bersifat multi situs, maka penelitian ini menggunakan dua macam analisis, yaitu analisis situs tunggal dan 120
Jonathan Sarwono, Metode Penelitian…., 226. Lebih lanjut Lihat Tanzeh dan Suyitno, Dasar-dasar …, 169.
98
analisis multi situs. 1. Analisis Situs Tunggal Analisis situs tunggal dimulai dengan menelaah seluruh data yang telah terkumpul dari berbagai teknik yang telah dilaksanakan, yaitu wawancara, observasi dan studi dokumen yang telah dicatat peneliti dalam catatan lapangan. Analisis situs tunggal memakai analisis induktif abstraktif.
Mengacu pada pendapat Miles dan Huberman, bahwa
penelitian ini dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sehingga datanya sampai pada titik jenuh. Proses penelitian ini berbentuk siklus meliputi pengumpulan data, display data, reduksi data, dan penarikan kesimpulan. Berikut adalah “model interaktif” yang digambarkan oleh Miles dan Huberman121: Pengumpulan Data
Penyajian Data
Reduksi Data
Verifikasi dan Penarikan Kesimmpulan
Gambar 3.1: Analisis Data Model Interaktif
a. Reduksi Data Langkah ini adalah proses ilmiah, mencari fokus, mencari abstraksi, menambah dan mengurangi data kasar yang diperoleh dari lapangan, kemudian data direduksi dan penyajian data terbaik ditarik sebuah kesimpulan. Menurut Milles dan Hubberman, reduksi data 121
Milles, M.B. and Huberman, M.A. Qualitative Data Analysis. (London: Sage Publication, 1984), 56.
99
merupakan suatu kegiatan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data mentah didapat dari catatan-catatan yang tertulis di lapangan.
Dalam
mereduksi data, semua data lapangan sekaligus dianalisis, direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema polanya, sehingga disusun secara sistematis dan lebih mudah dikendalikan. Reduksi data berlangsung terus menerus sclama penelitian berlangsung bahkan sebelum data benar-benar terkumpul sudah mengantisipasi akan adanya reduksi data sudah tampak sewaktu memutuskan kerangka konseptual, wilayah penelitian, permasalahan penelitian, dan penentuan metode pengumpulan data. Dalam mereduksi data, semua data lapangan ditulis sekaligus dianalisis, direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema polanya, sehingga disusun secara sistematis dan lebih mudah dikendalikan. Selama pengumpulan data berlangsung sudah terjadi tahapan reduksi, selanjutnya (membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema, membuat gugus-gugus, menulis memo). Proses ini berlanjut sampai pasca pengumpulan data di lapangan, bahkan pada akhir pembuatan laporan sehingga tersusun lengkap. Langkah selanjutnya mengembangkan sistem pengkodean. Semua data yang telah dituangkan dalam catatan lapangan (transkrip)
100
dibuat ringkasan kontak berdasarkan fokus penelitian. Setiap topik liputan dibuat kode yang menggambarkan topik tersebut. Kode-kode tersebut dipakai untuk mengorganisasi satuan-satuan data yaitu: potongan-potongan kalimat yang diambil dari transkrip sesuai dengan urutan paragrap menggunakan komputer. b. Penyajian Data Sebagaimana ditegaskan oleh Miles dan Huberman, bahwa penyajian data dimaksudkan untuk menemukan pola-pola yang bermakna serta memberikan kemungkinan
adanya penarikan
kesimpulan dan pcngambilan tindakan. Penyajian data dalam penelitian ini juga dimaksudkan untuk menemukan suatu makna dari data-data yang telah diperoleh, kemudian disusun secara sistematis, dari bentuk informasi yang kompleks menjadi sederhana namun selektif. Data yang disajikan dalam penelitian adalah data yang sebelumnya sudah dianalisis yang dilakukan masih berupa catatan untuk kepentingan peneliti sebelum disusun dalam bentuk laporan. Di dalam penelitian ini, data yang didapat berupa kalimat, kata-kata yang berhubungan dengan fokus penelitian, sehingga sajian data merupakan sekumpulan informasi yang tersususn secara sistematis yang memberikan kemungkinan untuk ditarik kesimpulan. Dengan kata lain, proses penyajian data ini merupakan proses penyusunan informasi secara sistematis dalam rangka memperoleh kesimpulan-
101
kesimpulan sebagai temuan penelitian. c. Penarikan Kesimpulan Sejak permulaan pengumpulan data, penarikan kesimpulan sudah dilakukan untuk mempertimbangkan apa ini informasi dan apa pula maksudnya. Teknik analisis terakhir yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode komparatif, yaitu metode yang digunakan untuk membandingkan data-data dari keterangan yang berkaitan dengan permasalahan kemudian ditarik suatu kesimpulan. Maka dan penarikan kesimpulan ini secara tidak langsung peneliti juga menggunakan teknik analisis induktif, yakni proses generalisasi dari data-data khusus hasil penelitian baik melalui observasi, interview maupun dokumentasi. Metode induktif adalah suatu cara menguraikan masalah dan hal-hal yang khusus kemudian menarik kesimpulan yang umum. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sutrisno Hadi yakni berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa yang konkrit kemudian dari fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa yang khusus konkrit itu ditarik generalisasi-generalisasi yang mempunyai sifat umum. pelaksanaannya,
penulis
menyimpulkan
data-data
Dalam
yang
ada
hubungannya dengan masalah yang dibahas kemudian ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum.
2. Analisis Lintas Situs Analisis data lintas situs bertujuan untuk membandingkan dan
102
memadukan temuan yang diperoleh dari masing-masing situs penelitian. Secara umum proses analisis data lintas situs mencakup kegiatan sebagai berikut: a) merumuskan proposisi berdasarkan temuan situs pertama dan kemudian dilanjutkan situs kedua; b) membandingkan dan memadukan temuan teoritik sementara dari kedua situs penelitian; c) merumuskan kesimpulan teoritik berdasarkan analisis lintas situs sebagai temuan akhir dari kedua situs penelitian.122
G. Pengecekan Keabsahan Data Untuk menjamin kepercayaan atau validitas data yang diperoleh melalui penelitian, maka diperlukan adanya uji keabsahan dan kelayakan data, yang dilakukan dengan berbagai cara, yakni: 1. Pemeriksaan sejawat melalui diskusi Diskusi sejawat yaitu dengan mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan sejawat yang memiliki keahlian di bidang Pendidikan Agama Islam dan khususnya kegiatan ekstrakurikuler keagamaan. Diskusi teman sejawat dilakukan dengan cara membaca data dan temuan-temuan penelitian selama peneliti berada di lapangan peneliti akan mendiskusikan kembali data dengan guru-guru, pembina ekstrakurikuler keagamaan dan kepala sekolah. Melalui diskusi teman sejawat diharapkan banyak memberikan kritikan
dan
menjadikan 122
Ibid, 124.
masukan
demi
bahan informasi
penyempurnaan bagi
peneliti
pembahasan
untuk
dan
keperluan di
103
kemudian hari. 2. Triangulasi Triangulasi ini merupakan cara yang paling umum digunakan bagi peningkatan validitas data dalam penelitian kualitatif. Dalam pandangan Moleong, triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding keabsahan data.123 Dengan cara ini peneliti bisa menarik kesimpulan yang mantap tidak hanya dari satu cara pandang sehingga bisa diterima kebenarannya. Penerapannya peneliti membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara serta data dari dokumentasi yang berkaitan. Dengan demikian apa yang diperoleh dari sumber yang bisa teruji kebenarannya bilamana dibandingkan data yang sejenis yang diperoleh dari sumber lain yang berbeda. Triangulasi sumber data digunakan untuk pengecekan data yang diperoleh di SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo Trenggalek. Dalam teknik triangulasi ada empat macam sebagai teknik pemeriksaan yang menggunakan beberapa sumber, metode, peneliti, dan teori.124 Sedangkan peneliti menggunakan dua triangulasi, meliputi: a. Triangulasi Data Triangulasi adalah teknik pemeriksaan validitas data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu. Triangulasi Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian…., 178. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian…., 324 & 330.
123 124
104
dilakukan untuk keperluan pengecekan atau pembanding data.125 Kegiatan triangulasi data digunakan untuk mencari informasi baru guna membuktikan bahwa data yang telah diperoleh adalah data yang terpercaya. Pencarian informasi tentang data yang sama, digali dari beberapa informasi yang berbeda dan pada tempat yang berbeda pula. b. Triangulasi Sumber Data Untuk menguji keabsahan data digunakan pula triangulasi sumber, yaitu dengan cara membandingkan suatu fenomena berdasarkan data yang diperoleh oleh peneliti dari dimensi waktu maupun sumber lain, misalnya dengan membandingkan data yang diperoleh melalui wawancara terhadap kepala sekolah dengan data yang diperoleh dari guru, karyawan, tokoh masyarakat. Triangulasi sumber digunakan untuk pengecekan data tentang implementasi kegiatan ekstrakurikuler siswa terhadap kegiatan keislaman di masyarakat. Triangulasi ini dipakai untuk menyingkat keterbatasan ruang, waktu dan membatasi orang sebagai sumber data.
H. Tahap-tahap Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti melalui tahapan-tahapan sebagaimana yang ditulis oleh Moleong, yaitu tahap pra-lapangan, tahap pekerja,
125
Ibid, 178.
105
lapangan, dan tahap analisis data,126 hingga sampai pada laporan hasil penelitian. Adapun secara detail dirinci sebagai berikut: 1. Tahap Pra Lapangan Pada tahap pra-lapangan ini, peneliti mulai dari mengajukan judul kepada Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam, kemudian peneliti membuat proposal penelitian yang judulnya sudah disetujui yakni “Implementassi Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan dalam Meningkatkan Kemampuan Siswa pada Kegiatan Keislaman di Masyarakat (Studi Multi Situs di SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo Trenggalek)”.
Peneliti mempersiapkan surat-surat dan
kebutuhan lainnya sebelum memasuki lokasi penelitian dan juga peneliti selalu memantau perkembangan yang terjadi di lokasi penelitian. Adapun tahapannya sebagai berikut: a. Menyusun rancangan atau desain penelitian. b. Memilih lapangan penelitian. Yang berlokasi di SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo Trenggalek. c. Memproses persiapan perizinan penelitian. Yang dipersiapkan meliputi: surat tugas, surat izin instansi di atasnya, identitas diri, perlengkapan penelitian seperti foto, tape recorder, video recorder dan lainnya, peneliti memaparkan tujuan penelitian terhadap orang yang berwenang di wilayah penelitian. d. Menjajaki dan menilai lapangan. Peneliti sudah mempunyai orientasi
126
Ibid, 127.
106
terhadap lapangan penelitian. e. Memilih dan memanfaatkan informan. Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar dan subyek penelitian. 2. Tahap Pekerjaan Lapangan Setelah mendapat ijin dari masing-masing kepala sekolah di SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo Trenggalek, peneliti kemudian mempersiapkan diri untuk memasuki sekolah tersebut demi mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dalam pengumpulan data. Peneliti terlebih dahulu menjalin keakraban dengan responden dalam berbagai aktivitas, agar peneliti diterima dengan baik dan lebih lebih leluasa dalam memperoleh data yang diharapkan. Adapun tahapannya sebagai berikut: a. Memahami latar penelitian dan persiapan diri. b. Memasuki lapangan. Dalam hal ini hubungan peneliti dengan subyek penelitian harus benar-benar akrab sehingga tidak ada lagi dinding pemisah diantara keduanya. c. Berperan serta sambil mengumpulkan data. 3. Tahap Analisis Data Setelah peneliti mendapatkan data yang cukup dari lapangan, di SMKN 1 Watulimo dan SMA Islam Watulimo Trenggalek, peneliti melakukan analisis terhadap data yang telah diperoleh dengan teknik analisis yang telah peneliti uraikan di atas, kemudian menelaahnya,
107
membagi dan menemukan makna dari apa yang telah diteliti. Untuk selanjutnya, hasil penelitian dilaporkan dan disusun secara sistematis.