BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Alasan Pemilihan Judul Indonesia sebagai salah satu negara berkembang memiliki beberapa
program yang harus dijalankan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat terutama dalam bidang kesehatan. Pemerintah telah mengeluarkan beberapa upaya seperti jamsostek, jamkesmas, dan sebagainya. Saat ini, pemerintah sedang mengembangkan sistem jaminan kesehatan nasional yang dikelola sebuah badan bernama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS). BPJS merupakan bentuk transformasi sistem asuransi kesehatan (PT Askes) yang disediakan pemerintah dalam upaya pemenuhan kebutuhan kesehatan yang diberikan kepada seluruh warga negara. Adanya sistem pelayanan kesehatan yang baru tersebut diharapkan dapat memberikan fasilitas yang baik untuk warga negara. Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti bermaksud untuk meneliti efektivitas sistem pelayanan kesehatan melalui BPJS Kesehatan yang berjalan sejak 1 januari 2014 hingga sekarang. Penelitian ini menjadi hal yang menarik karena konflik yang ada dalam pelaksanaan BPJS Kesehatan ini sudah banyak terjadi. Seperti yang terjadi dalam pelayanan rumah sakit di daerah Lampung, salah satu pasien mengalami pelayanan yang tidak baik, yaitu dengan kasus pembuangan pasien. Saat menyampaikan laporan tahunan, Direktur Advokasi YLBHI, Bahrain, menyindir kasus ini sebagai potret orientasi dokter dan fasilitas kesehatan pada uang sehingga melupakan sisi kemanusiaan. Tak lupa, Bahrain meminta petinggi Kementerian Kesehatan memberikan sanksi tegas kepada dokter, perawat dan petugas rumah sakit lainnya
1
2
yang terlibat. “Pembuangan pasien tak bisa dibenarkan,” tegas Bahrain. Dapat dilihat bahwa kasus ini menjadi salah satu alasan peneliti dalam melakukan penelitian. Kasus ini dimuat dalam HukumOnline.com pada 25 Februari 2014. 1.1.1. Orisinalitas Penelitian ini merupakan penelitian yang masih orisinal. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan tidak ditemukannya penelitian yang membahas mengenai efektivitas pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial di kawasan Kecataman Selopampang, Temanggung, Jawa Tengah. Namun, sebagai komparasi telah ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan program-program bantuan jaminan sosial di wilayah lain. Penelitian sebelumnya telah dilakukan sebagaimana dibahas berikut ini. Penelitian yang berjudul ‘Pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas Melalui Kepuasan Pasien Pengguna BPJS di Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi’ (Fitriani, 2014) menunjukkan hasil bahwa pihak rumah sakit dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang diwujudkan dengan lima dimensi, yaitu kualitas pelayanan dan perlakuan yang sama terhadap pasienya, memberikan kepercayaan dalam pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga medis maupun non medis serta mendukung ketersediaan sumber daya yang memadai.Selain itu kualitas pelayanan juga dapat ditingkatkan dengan memberikan perhatian dan kepedulian yang tulus dari petugas kesehatan terhadap pasien. Dari penelitian ini, dapat terlihat bahwa BPJS dilihat dari pelayanan rumah sakitnya. Penelitian tentang ‘Formulasi Kebijakan Integrasi Jaminan Kesehatan Daerah ke Sistem Jaminan Kesehatan Nasional Menuju Universal Health Coverage’ (Supriyanto, 2014). Hasil dari penelitian ini adalah terdapat 2.558.490
2
3
peserta usulan daerah (2,96% dari 86.400.000 penerima Jamkesmas/PBI – Penerima Bantuan Iuran) dari 251 kabupaten/kota dari 31 provinsi yang tidak tepat sasaran. Hal ini terutama karena penetapan peserta dilakukan sentralistik dan kurang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menetapkan masyarakat di daerahnya yang memenuhi syarat sebagai PBI. Dalam penelitian ini, peneliti hanya meneliti berapa jumlah penerima yang menjadi peserta PBI dan non PBI. Penelitian yang berjudul ‘Pelayanan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Pekerja/Buruh Oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan’ (Wijoyo, 2014). Penelitian ini menemukan bahwa hambatan-hambatan pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) dalam upaya pelayanan kesehatan adalah: (1) Berupa keterlambatan regulasi dari pemerintah dalam membuat peraturan yang dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang akan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden. (2) Pelaksanaan jaminan kesehatan yang menjadi salah satu hambatan upaya dalam pelayanan kesehatan pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dimana hambatan ini karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan. (3) Kurangnya fasilitas dan tenaga kesehatan masih minim, terutama pada unit layanan tingkat I seperti klinik dan puskesmas. Dalam penelitian ini dapat diketahui kelemahan dari BPJS kesehatan, peneliti lebih menonjolkan kelebihan serta kekurangan yang didapatkan dalam proses penelitian. Penelitian yang berjudul ‘Analisis Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang’ (Putra, 2014). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyelenggaraan JKN sudah menuhi syarat strandar yang
3
4
diberikan pemerintah, terrlihat pula dari respon masyarakat. Tetapi ada pula kendalanya yaitu, pencairan klaim yang lambat, teknologi yang kurang memadai dalam mengakses informasi tentang JKN, kurangnya SDM di bagian pelayanan JKN pada rumah sakit.Dari beberapa penelitian tersebut terlihat bahwa fokus dari penelitian ini belum pernah dilakukan oleh peneliti lain. Relevansi dengan PSDK 1.1.2. Relevansi Dengan PSdK Studi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan merupakan studi terapan yang mengkaji masalah-masalah sosial dan cara mengatasinya dalam upaya untuk menciptakan hubungan yang serasi antara kebutuhan hidup dan sumber-sumber pemenuhan kebutuhan yang tersedia. Kebijakan sosial sendiri merupakan salah satu kajian dalam Studi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan karena melalui kebijakan sosial, pemerintah berusaha menyelaraskan antara berbagai kebutuhan sosial dengan sumber daya yang ada. Pada pembahasan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa atau sering disebut pula PKMD, terungkap adanya permasalahan yang perlu dipecahkan berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Permasalahan tersebut muncul akibat adanya penyakit menular, serta keadaan sanitasi dengan lingkungan yang kurang baik. Pembahasan yang telah dilakukan dalam PKMD memberikan pengertian akan pentingnya kesehatan bagi masyarakat, khususnya masyarakat desa. Kesehatan menjadi bagian penting karena merupakan hal yang paling utama dalam menjalankan segala aktifitas baik diluar maupun di dalam rumah. Sehingga, kebutuhan kesehatan akan sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam proses pembangunan desa maupun dalam proses pembangunan sebuah negara berkembang.
4
5
Program BPJS Kesehatan merupakan salah satu wujud konkret kebijakan sosial di bidang kesehatan yang telah diimplementasikan oleh Pemerintah. Kebijakan ini bertujuan untuk membantu masyarakat yang kurang mampu secara ekonomi agar dapat memperoleh sarana kesehatan yang layak dengan mudah. Terpenuhinya kebutuhan masyarakat terhadap sarana kesehatan melalui program ini diharapkan dapat mencegah serta mengurangi timbulnya berbagai permasalahan kesehatan yang diakibatkan oleh rendahnya tingkat kesehatan masyarakat dan sulitnya memperoleh pelayanan kesehatan yang layak bagi masyarakat yang kurang mampu secara ekonomi. Selain itu, Program BPJS Kesehatan ini juga bertujuan untuk mendorong peningkatan kualitas pembangunan sosial dan tingkat kesejahteraan masayarakat kurang mampu khususnya di wilayah-wilayah yang terpencil jauh dari pusat kota dan pusat kesehatan. Dengan demikian, isu mengenai pengimplementasian Program BPJS Kesehatan memiliki
relevansi yang jelas
dengan Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan.
1.1.3. Aktualitas Jaminan sosial yang sudah ada sejak tahun 1960 ini menjadi pertanyaan berbagai kalangan karena sistem penyelenggaraannya yang berubah-ubah. Berbagai pihak mempertanyakan perbedaan apa yang muncul antara program jaminan sosial yang satu dengan yang lainnya. Perubahan nama yang terjadi sejak tahun 1960 sampai pada tahun 2014 lalu yaitu BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) ini adalah salah satu kebijakan yang masih simpang-siur penggunaannya dengan KIS (Kartu Indonesia Sehat) yang diluncurkan oleh presiden yang baru yaitu Presiden Jokowi pada tahun 2015. Bagaimana dengan BPJS yang sampai saat ini masih banyak permasalahan khususnya dalam masyarakat? Dinamika yang
5
6
terjadi dalam proses implementasi BPJS merupakan isu yang aktual untuk dijadikan pembahasan dalam suatu penelitian. Hal tersebut disebabkan karena implementasi Program BPJS baru berlangsung selama satu tahun semenjak diberlakukan mulai tanggal 1 Januari 2014. Selama proses implementasi BPJS berlangsung, timbul berbagai macam dinamika baik pada level struktural maupun aktor. Pada level struktural, dinamika yang terjadi adalah masih banyaknya kelalaian sistem yang ada dalam pengawasan proses administrasi hingga pelaksanaan program BPJS Kesehatan. Pada level aktor, dinamika yang terjadi adalah berkaitan dengan bagaimana masyarakat menggunakan fasilitas jaminan sosial tersebut. Pasalnya, pelayanan yang diberikan serta sosialisasi dari pemerintah pun kurang memadai dan dapat menimbulkan penyalahgunaan fasilitas dari program BPJS diberikan dan digunakan tidak sebagaimana mestinya. 1.2.
Latar Belakang Pembangunan sebuah negara tidak terlepas dari hal yang disebut dengan
jaminan sosial, yang salah satunya berbentuk. Asuransi ini meliputi beberapa hal seperti assuransi kecelakaan kerja, asuransi pensiun, asuransi jiwa, dan sebagainya. Jaminan sosial ini sudah diterapkan oleh banyak negara, baik negara maju seperti Amerika, Inggris, Jerman, Australia dan negara-negara Skandinavia; maupun negara berkembang seperti Thailand, Malaysia, dan Philippina. Di Amerika, penduduk kewarganegaraan Amerika harus mempunyai asuransi jiwa, terutama untuk asuransi kesehatan. Seluruh warga negara mendapatkanya, tidak terkecuali, termasuk pula warga negara yang tidak bekerja atau pengangguran. Sistem pembayaranya serta cara mengaksesnya pun terbilang mudah dan tidak membebani
6
7
warga negara sebagai pengguna jaminan sosial negara. Hal ini saat ini juga berlaku di Indonesia, yang sebenarnya sudah dikembangkan sejak tahun 1960. Jaminan sosial di Indonesia sudah sejak ada dari tahun 1960 dengan adanya Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No 865 tahun 1960 yang memperkenalkan program pemeliharaan kesehatan yang disebut "Jakarta Pilot Project" di Jakarta. Menteri Kesehatan Prof. Dr. G.A Siwabessy membentuk Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK) yang berada di Departemen Kesehatan untuk mengelola asuransi kesehatan pegawai negeri. Menteri Tenaga Kerja Awaloedin Djamin membentuk Tim Kerja Kesejahteraan Pegawai Negeri (TKKPN). Keppres No 122 tahun 1968 menetapkan potongan gaji pegawai negeri sebesar 5% untuk membiayai pemeliharaan kesehatan. Pada tahun 1971 Perpres No 8 tahun 1977 menetapkan iuran sebesar 2% gaji pokok berlaku kepada pegawai aktif dan pensiunan. Sistem kapitasi mulai diperkenalkan di puskesmas Jakarta. BPDPK membatasi jumlah anak yang ditanggung sebanyak 3 orang. Jaminan sosial ini berjalan hingga tahun 1980. Pada tahun 1981 jaminan sosial yang diberikan PP No 22 dan 23 tahun 1984 menetapkan pengelolaan asuransi kesehatan PNS dipisahkan dari Departemen Kesehatan. BPDBPK berubah menjadi perusahaan umum Husada Bahakti atau disingkat Perum PHB. Dan sistem ini berlaku hingga 1990. Pada tahun 1991 hingga tahun 2000 Perum PHB ditingkatkan keleluasaannya menjadi PT Asuransi Kesehatan Persero atau PT Askes melalui PP No 6 tahun 1992. UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan mewajibkan Pemerintah menyelenggarakan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM). Permenkes No 571 Tahun 1993 mengatur agar Pemerintah
7
8
menyelenggarakan JPKM. Kepmenkes No 1122 Tahun 1994 mengatur pemberian tanda pengenal bagi keluarga miskin dalam bentuk kartu Sehat untuk berobat ke Puskesmas. Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dapat digunakan untuk pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah. Pengembangan dokter keluarga dalam penyelenggaraan Program JPKM Berdasarkan KepMenkes No 56 Tahun 1996. Pemerintah mengembangkan program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK) (Hadi Setia 2015). Pada tahun 2000 hingga 2014 sistem jaminan sosial berganti-ganti nama dari JAMSOSTEK hingga menjadi BPJS Kesehatan. Berdasarkan Kepmenkes No 781 tahun 2003, No 1099 tahun 2003 dan No 1141 tahun 2003 pemerintah melaksanakan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Keluarga Miskin (JPK Gakin) di 3 provinsi dan 13 kabupaten. Pemerintah mengesahkan UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Pemerintah membentuk UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS). Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional melalui UU SJSN PT Askes dibubarkan diganti dengan BPJS Kesehatan mulai beroperasi mulai 1 Januari 2014. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang melakukan proses pemenuhan kebutuhan serta peningkatan kesejahteraan warga negaranya. Pembangunan negara merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan oleh setiap negara. Beberapa cara yang dilakukan antara lain berupa pengentasan kemiskinan. Kemiskinan dipahami sebagai keadaaan kekurangan untuk menjamin kelangsungan hidup. Kemiskinan adalah apabila pendapatan suatu komunitas berada dibawah satu garis kemiskinan tertentu. Kemiskinan juga berarti kekurangan kebutuhan
sosial,
termasuk
keterkucilan
8
sosial,
ketergantungan,
dan
9
ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat yang layak (Kurniawan 2004:40). Hidup miskin bukan hanya kekurangan uang, serta tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal seperti : tingkat pendidikan rendah, tingkat kesehatan rendah, perlakukan tidak adil dalam hukum, ketentraman terhadap ancaman kriminal maupun ketidak berdayaan dalam menemukan jalan hidupnya.Kemiskinan telah membatasi warga negara dalam mengkases beberapa fasilitas negara seperti memperoleh perlindungan hukum, memperoleh rasa aman, memperoleh akses kebutuhan hidup, mengakses fasilitas pendidikan, mengakses fasilitas kesehatan, dan sebagainya. Berdasarkan Badan Pusat Satistik (BPS) pada bulan Maret 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,59 juta orang (11,22 persen), bertambah sebesar 0,86 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2014 yang sebesar 27,73 juta orang (10,96 persen). Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2014 sebesar 8,16 persen, naik menjadi 8,29 persen pada Maret 2015. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan naik dari 13,76 persen pada September 2014 menjadi 14,21 persen pada Maret 2015. Angka-angka tersebut mengindikasikan bahwa program-program yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan belum berhasil. Beberapa pihak membuat indikator-indikator kemiskinan,salah satunya adalah BKKBN. Penentuan indikator kemiskinan, BKKBN lebih melihat dari sisi kesejahteraanya. Unit survey yang digunakan pun adalah keluarga bukan rumah tangga seperti yang dilakukan oleh BPS. Dalam BKKBN pertahapan keluarga sejahtera dibagi menjadi lima tahap yaitu, keluarga pra-sejahtera, keluarta sejahtera
9
10
I (miskin), keluarga pra-sejahteran II, Keluarga pra-sejahtera III, dan tahapan keluarga pra-sejahtera III plus. Indikator yang dikeluarkan oleh BKKBN belumlah mencangkup tentang pemenuhan nutrisi atau gizi anak. Pada saat ini pemerintah Indonesia sedang menjalankan proses pembangunan agar mencapai standar internasional dalam pemenuhan kebutuhan masyarakatnya melalui standar MDGs. Dalam Millenieum Developemnt Goals (MDGs) 2000, para pemimpin dunia sepakat bahwa proporsi anak balita kurang gizi atau berberat badan rendah merupakan salah satu indikator kemiskinan (Khomsa, 2006). MDGs membahas beberapa hal yang harus dipenuhi dalam pengentasan kemiskinan di dunia, dan terutama di negara Indonesia, yaitu : menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk semua, serta mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan., Selain itu, MDGs mendorong adanya upaya untuk menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainya, memastikan kelestarian hidup, serta mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. Konsep MDGs yang berlaku pada saat ini telah digantikan oleh SDGs yaitu Sustainable Development Goals. Indonesia sekarang sedang menjalankan hal-hal tersebut. Terbukti dengan adanya kebijakan-kebijakan sosial yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup warga negaranya terutama untuk warga negara yang berada di garis kemiskinan. Salah satu hal yang mendasari dari segala kebijakan adalah pemenuhan kebutuhan kesehatan bagi warga negara. Pada SDGs, melanjutkan konsep pembangunan Millenium Development Goals (MDGs) dimana konsep itu sudah berakhir pada tahun 2015. Jadi, kerangka pembangunan yang
10
11
berkaitan dengan perubahan situasi dunia yang semula menggunakan konsep MGDs sekarang diganti SDGs. Berbeda dengan MDGs, SDGs menyajikan tujuh belas standar kebutuhan manusia dalam proses pemenuhan kesejahteraanya dengan salah satunya dalah pemenuhan akan kesehatan bagi masyarakat. Dalam perjalanannya, Indonesia telah membuat kebijakan mengenai kesehatan yang dilakukan pada tahun 1960. Pemerintah mengeluarkan sistem jaminan sosial kesehatan bagi warga negaranya. BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan merupakan transformasi dari 4 BUMN penyelenggara jaminan sosial yaitu, PT ASKES, PT JAMSOSTEK, PT TASPEN, dan PT ASABRI. Transformasi formasi BPJS tersebut kelembagaan harus sudah selesai pada 1 April 2014 dan operasionalnya harus sudah mulai pada bulan April 2014, sedangkan untuk BPJS ketenagakerjaan mulai beroperasi pada bulan Juli 2015. Transformasi BPJS harus dilakukan dengan prinsip sebagai berikut: tidak boleh ada pemutusan hubungan kerja dan tidak boleh ada penghilangan hak-hak normatif dari karyawan ke-4 BUMN, tidak boleh merugikan peserta lama yang mengikuti program di 4 BUMN, tidak boleh ada program terhadap peserta lama yang stagnan atau terhenti, satu peserta hanya membayar sekali untuk setiap program. Selain itu ada kepastian investasi dalam 4 BUMN yang saat ini sedang berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, proses pengalihan aset dari 4 BUMN kepada aset BPJS dan aset dana jaminan sosial dilakukan dengan prinsip kehati-hatian. Pelaksanaan program BPJS menjadi isu yang sedang hangat untuk dibicarakan terutama pada BPJS Kesehatan. Sistem yang diberlakukan oleh pemerintah dalam sistem BPJS kesehatan adalah isu yang sangat penting untuk
11
12
dibahas. Penerapan program BPJS ini menjadikan permasalahan baru dalam upaya pembangunan negara Indonesia. Data yang didapatkan menunjukkan bahwa angka kemiskinan di pedesaan tidaklah berkurang secara signifikan, salah satu indikatornya pun menunjukkan bahwa kebutuhan akan kesehatan juga penting untuk diperhatikan. Jaminan sosial yang dirumuskan dalam UU SJSN adalah jaminan kesehatan yang diselenggarakan secara nasional berdasar prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas atau kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis. Masyarakat pun tidak terikat pada besar iuran yang diambil dari satu sumber, tanpa harus memperhatikan besaran iuran atau besaran upah masing-masing pengiur tanpa memperhatikan tempat tinggal pengiur, sebagaimana diatur dalam pasal 19 ayat 1 UU SJSN. Keberadaan jaminan sosial sudah diatur pada UU negara, maka jaminan sosial merupakan hal yang penting pula untuk diperhatikan. Sebagaimana telah disebutkan di awal, penerapan BPJS Kesehatan ini tidak sedikit menimbulkan konflik, terutama di daerah-daerah yang terbilang jauh dari pusat pemerintahan atau kota. Selain terjadi di daerah Lampung sebagaimana dibahas di depan, konflik implementasi BPJS juga terjadi di daerah Ngawi. Seorang wanita berniat untuk menjual salah satu ginjalnya dalam memenuhi kebutuhan berobat suaminya yang menderita stroke. Kasus tersebut, tiga rumah sakit menolak untuk memberikan pengobatan terhadap suaminya tersebut, padahal mereka merupakan salah satu peserta BPJS Kesehatan. Wanita yang bekerja sebagai petani ini, sudah mencoba meminta bantuan kepada rumah sakit untuk mendapatkan fasilitas kesehatan dari program BPJS Kesehatan tersebut, tetapi Ia tidak dilayani sebagaimana mestinya, berita ini dimuat dalam SindoNews.com pada 19 September
12
13
2015. Kasus lain yang terjadi di daerah pedesaan pula, penduduk menganggap bahwa pemberian bantuan berupa BPJS belum merata sampai ke penduduk desa, serta persyaratan yang terbilang memberatkan calon peserta pula yang membuat penduduk desa tidak memiliki kartu BPJS, yang dimuat pada SinduNews.com tanggal 9 Oktober 2015. Kasus tersebut dapat menunjukkan bagaimana program BPJS Kesehatan ini belum berjalan dengan baik dan menimbulkan konflik yang sangat patut untuk diperhatikan. Kasus lainya yaitu tentang sosialisasi program yang kurang menyebar dan kurang dimengerti oleh masyarakat khususnya penduduk di daerah pedesaan. Sosialisasi yang dilaksanakan hanya kepada tokoh atau pemuka desa saja, karena melalui cara tersebut belum tentu efektif untuk masyarakat lainya. Pemberian informasi akan lebih jelas ketika dari pihak BPJS yang menjelaskan langsung kepada masyarakat sehingga, masyarakat pun akan dapat menanyakan apa yang belum dimengerti. Pernah Disinggung apakah BPJS Kesehatan melakukan sosialisasi terutama di daerah atau desa-desa melalui spanduk ataupun baliho, pihak BPJS menjawab belum adanya kegiatan tersebut dan akan dilihat dengan anggaran yang diberikan pada tahun 2016, berita ini dimuat dalam PojokPitu.com tanggal 24 Juni 2015. Hal ini menjadikan pusat perhatian bagi pemerintah dalam rangka untuk memperbaiki sistem dari kebijakan sosial terutama dalam program BPJS Kesehatan. Kasus lain pun terjadi di Semarang, dalam BeritaJateng.net yang diunggah pada tanggal 30 Maret 2016, anggota Komisi E DPRD Jateng, dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jateng, Rusman menyebutkan bahwa pelayanan BPJS Kesehatan di Jawa Tengah, masih banyak kesalahan serta kendala yang
13
14
mengakibatkan rakyat kecil tidak mendapat pelayanan yang maksimal. Salah satu contoh, ada satu pasien di RS Moewardi yang terindikasi tumor ganas, namun dipulangkan paksa. Padahal kondisinya sangat memprihatinkan, sebab harus ada selang melalui hidungnya untuk memasukkan makanan. Bahkan setelahnya, pasien tidak diperbolehkan menghubungi pihak RS Moewardi, dan hanya disuruh menunggu telepon dari pihak RS. Pelayanan kesehatan yang kurang baik menyebabkan program BPJS Kesehatan ini mejadi tidak efektif. 1.3.
Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka permasalahan dalam
penelitian ini adalah bagaimana efektivitas pelayanan BPJS Kesehatan dalam pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat ? 1.4.
Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Substansial Untuk mengetahui efektivitas pelayanan Badan penyelenggara jaminan
sosial kesehatan dalam mewujudkan pemenuhan kebutuhan kesehatan sebagai upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat. 1.4.2 Tujuan Operasional
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan studi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, khususnya pada konsentrasi Kebijakan Sosial yang menangani permasalahan di bidang kesehatan.
Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan di Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan
14
15
Penelitian ini diharapkan juga menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya.
1.5.
Manfaat Penelitian
Secara substansial, penelitian ini dapat menjadi referensi untuk mengetahui
efektivitas
pelayanan
BPJS
Kesehatan
dalam
mewujudkan pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat di kecamatan selopampang, temanggung, jawa tengah.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk sumbangsih pemikiran dan referensi yang bisa digunakan bagi penelitian selanjutnya.
Penelitian ini bermanfaat menambah pengetahuan tentang efektivitas pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
Penelitian ini bermanfaat sebagai data yang dapat digunakan sebagai referensi dalam mempertimbangkan perumusan kebijakan sosial di bidang kesehatan.
1.6.
Landasan Teori Fokus penelitian ini mengenai efektivitas pelayanan BPJS Kesehatan dalam
mewujudkan pemenuhan kesehatan masyarakat. Abdurahmat dalam Othenk (2008: 7), efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya. Dapat disimpulkan bahwa efektivitas berkaitan dengan terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan, ketepatan waktu, dan partisipasi aktif dari anggota serta merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan 15
16
dengan hasil yang dicapai. Pengertian efektifitas menurut Susanto: “Efektivitas merupakan daya pesan untuk mempengaruhi atau tingkat kemampuan pesan-pesan untuk mempengaruhi” (Susanto dalam Othenk : 2008). Menurut pengertian Susanto tersebut, efektivitas bisa diartikan sebagai suatu pengukuran akan tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya secara matang agar hasil yang diharapkan dapat berjalan dengan baik. Menurut Edi (2012:86) pengertian efektifitas adalah sebagai berikut: “Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya”. Jadi, efektivitas implementasi yaitu ketercapaian tujuan dari suatu kebijakan yang telah direncanakan dan telah dilaksanakan. Suatu implementasi kebijakan dinyatakan efektif ketika tujuan dari kebijakan itu bisa diwujudkan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka efektivitas adalah menggambarkan seluruh siklus input, proses dan output yang mengacu pada hasil guna daripada suatu program yang menyatakan sejauh mana tujuan telah dicapai, serta ukuran berhasil tidaknya suatu program mencapai tujuannya dan mencapai target-targetnya. Penelitian ini menggunakan teori Steers yang menyatakan bahwa efektivitas merupakan jangkauan usaha suatu program sebagai suatu sistem dengan sumber daya dan sarana tertentu untuk memennuhi tujuan dan sasaranya tanpa melumpuhkan cara dan sumber daya itu serta tanpa memberi tekanan yang tidak wajar terhadap pelaksananya. Tangkilisan (2005:64) Steers mengemukakan lima kriteria dalam pengukuran efektivitas organisasi, yaitu:
16
17
1. Produktivitas 2. Kemampuan adaptasi atau fleksibilitas 3. Kepuasan kerja 4. Kemampuan berlaba 5. Pencarian sumber daya Penelitian ini menggunakan pengukur produktivitas serta kepuasan kerja yang akan diukur melalui tanggapan informan serta permasalahan-permasalahan yang ada pada saat proses penelitian berlangsung. Upaya dapat dikatakan efektif, tepat tujuan dan berhasil guna jika sasaran/tujuan yang direncanakan ingin dicapai dapat berhasil dengan target/rencana yang telah ditetapkan sebelum program diberlakukan. Pendekatan efektivitas dibagi menjadi dua yaitu (Tangkilisan, 2005 ) : 1. Pendekatan dari segi tujuan (the goal approach) Pendekatan tujuan untuk menentukan dan mengevaluasi efektivitas didasarkan pada gagasan bahwa organisai diciptakan sabagai alat untuk mencapai tujuan. Organisasi dibentuk dengan maksud mencapai tujuan. Efektivitas disini sebagai pencapaian sasaran yang telah disepakati. Menurut Kerr dan Slocum (Tangkilisan, 2005) beberapa hal yang perlu diketahui seseorang khususnya yang berhubungan dengan pencapaian suatu tujuan adalah : a) Sifat-sifat tugas yaitu tentang tugas apa yang harus dilakukan, b) Metode kerja yaitu cara tugas itu dilakukan termasuk prosedur kerjanya,
17
18
c) Kegagalan dan keberhasilan yaitu sejauhmana seseorang mengetahui bahwa hasil kerjanya salah atau benar. Organisasi pun menjadi hal penting dalam pembangunan negara. Keberadaan BPJS dalam upaya pembangunan negara menjadi organisasi yang penting di bidang pemenuhan kebutuhan kesehatan. Pelayanan BPJS kesehatan merupakan salah satu cara yang diberikan oleh BPJS dalam upaya pencapaian tujuan yang sudah direncanakan sejak awal. 2. Pendekatan dari teori sistem a) Menurut teori sistem, efektivitas organisasi dapat diukur melalui tiga tahapan, yaitu :Jangka pendek 1) Produksi
:
menggambarkan
kemampuan
untuk
mempengaruhi jumlah dan mutu otput yang sesuai. 2) Efisien : konsep definisi sebagai angka perbandingan antara output dan input. 3) Kepuasan : kepuasan dan semangat kerja menunjukkan sampai seberapa jauh organisasi memenuhi kebutuhan masyarakat/anggotanya. b) Jangka panjang 1) Adaptasi
:
kemampuan
adaptasi,
seberapa
jauh
organisasi dapat menanggapi perubahan internal dan eksternal.
18
19
2) Pengembangan : usaha pengembangan yang biasanya dilakukan adalah program pendekatan logis maupun sosiologis. c) Jangka panjang, maksud dari tahapan ini adalah, bagaimana sebuah organisasi dapat bertahan dengan mengedepankan kepentingan orang banyak terutama masyarakat atau anggota yang ikut terlibat dalam setiap program yang diberikan oleh organsisasi tersebut. Melalui tahapan-tahapan yang telah disebutkan, BPJS dapat memberikan efek yang lebih bagi masyarakat dalam upaya pemenuhan kebutuhan kesehatan melalui layanan BPJS Kesehatan. Richard M. Steers menyatakan bahwa efektivitas dinilai menurut ukuran sebagaimana sebuah organisasi berhasil mencapai tujuan yang layak dicapai dan optimal. BPJS Kesehatan merupakan salah satu solusi pemerintah dalam menangani masalah sosial dalam bidang kesehatan. Ketidak berdayaan masyarakat tingkat desa dalam mengakses fasilitas kesehatan menjadi hal yang sangat diperhatikan oleh pemerintah dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera. BPJS Kesehatan menjadi alat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat yang berada di tingkat desa. Terpenuhi kebutuhan kesehatan bagi seluruh warga negara menjadi bagian penting dalam sebuah pembangunan negara, maka pemerintah pun seharusnya memperhatikan kelangsungan hidup masyarakat terutama yang berada di daerah terpencil. Peneliti menggunakan teori efektivitas yang dikemukakan oleh Steers, karena teori yang dikeluarkan sangat mendukung dengan judul penelitian. Kriteria pengukur efektivitas dari teori Steers ini menjadikan penelitian lebih terlihat
19
20
bagaimana peneliti memberi ukuran pelayanan yang efektif serta pelayanan yang belum efektif. Efektivitas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan diukur melalui: 1.
Akses informasi kepersertaan BPJS Kesehatan Berdasarkan Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, mengisyratkan bahwa setiap individu, keluarga dan mesyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatan, dan Negara bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Upaya mewujudkan hak tersebut pemerintah harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang merata, adil, dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Salah satunya melalui BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). Kepersertaan ini menjadi langkah awal masyarakat dapat mengikuti program pelayanan kesehatan pemerintah. Tanpa adanya proses kepersertaan ini, masyarakat tidak dapat ikut berpartisipasi dalam program BPJS Kesehatan. Informasi mengenai kepersertaan ini menjadi hal penting untuk disampaikan oleh pihak pihak yang berwenang yaitu BPJS itu sendiri, Puskesmas ataupun melalui perangkat desa. Penyampaian informasi ini pula dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat pula terhadap program BPJS Kesehatan. Kepersertaan ini menjadi salah satu bentuk pelayanan awal yang akan dirasakan oleh masyarakat terutama pasa masyarakat yang ingin menjadi peserta BPJS Kesehatan baik PBI maupun non PBI.
2.
Pelayanan adiministrasi
20
21
Pelayanan administrasi mempengaruhi minat dari masyarakat untuk mejadi peserta dalam program BPJS Kesehatan. Pelayanan administrasi ini pun menunjukkan fokus pada aktor. Sesuai yang disebutkan oleh Steers bahwa efektivitas program dapat dilihat dari aktor maka, dalam BPJS Kesehatan peneliti pun juga akan melihat bagaimana pelayanan administrasi yang dilakukan oleh aktor yang berada di puskesmas maupun di rumah sakit daerah. Pelayanan ini merupakan pelayanan awal kepada masyarakat dalam mengakses program BPJS Kesehatan dengan mudah. Kegiatan administratif menjadi bagian penting sesuai dengan yang telah tertulis dalam pasal 17 yang menjelaskan tentang tata cara pengenaan sanksi administratif bagi pemberi kerja yang terlambat atau tidak membayar iuran. Pasal 17 ayat 2 menjelaskan bahwa sanksi administratif dapat berupa teguran tertulis; Denda; dan/atau; tidak mendapat pelayanan publik teretentu. Kegiatan administratif yang dimaksud pada hal ini meliputi pembayaran iuran, pelayanan puskesmas serta rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan, serta pelayanan yang diberikan BPJS Kesehatan secara langsung kepada peserta PBI maupun non PBI. Pelayanan administrasi menjadi salah satu standar untuk melihat efektivitas pelayanan yang diberikan oleh BPJS Kesehatan terhadap pasien yang merupakan anggota atau peserta dari BPJS itu sendiri. Melalui pelayanan administrasi ini pun dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam mengikuti program BPJS Kesehatan.
3.
Pelayanan kesehatan
21
22
Pelayanan kesehatan merupakan salah satu hal yang mendasar dalam pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan ini berkaitan dengan aktor-aktor pelaksanaan program yang berada di puskesmas atau rumah sakit daerah. Pelayanan kesehatan yang baik merupakan pemicu bagi BPJS dalam mencapai tujuanya. Program BPJS Kesehatan dapat memberikan pengaruh yang baik bagi pemenuhan kebutuhan kesehatan pada masyarakat khususnya masyarakat yang menengah kebawah. Pelayanan kesehatan ini merupakan hal yang harus di perhatikan oleh pemerintah maupun para aktor yang bergerak di bidangnya. Sesuai dengan konsep yang diberikan oleh Steers yaitu penekanan pada aktor maka pelayanan ini menjadi salah satu tolak ukur peneliti dalam meneliti efektivitas program BPJS Kesehatan. Pelaksanaan pelayanan kesehatan dalam hal ini puskesmas maupun pihak rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan mempunyai peraturan-peraturan sendiri yang khusus mengatur sistem pelayanan kesehatan yang wajib diberikan oleh pasien sehingga pasien mendapatkan pelayanan yang baik dan benar dari tenaga kesehatan yang ada di puskesmas maupun yang berada di rumah sakit. Seperti yang ada dalam peraturan Permenkes 75 yang menjelaskan berbagai hal mengenai pelayanan kesehatan yang baik dan benar dan wajib dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bekerja. Adanya pelayanan kesehatan menjadikan salah satu indikator dalam penentuan efektivitas dari BPJS Kesehatan. 4.
Ketersediaan sarana dan prasarana Keseluruhan proses menggambarkan bagaimana program berjalan guna mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Ketersediaan sarana dan prasarana menjadi hal utama dalam pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat.
22
23
Pengelolaan sarana dan prasarana yang benar berarti telah satu langkah lebih dekat untuk mencapai tujuan yang diharapkan dan secara tidak langsung akan mempengaruhi efektivitas suatu program. Ketersediaan sarana dan prasarana yang ada dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan merupakan hal yang perlu diperhatikan. Ketersediaan kebutuhan alat serta obat yang ada di puskesmas atau RSUD pun ikut andil dalam efektivitas kebijakan sosial yang betujuan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat, terutama masyarakat yang bertempat tinggal di daerah yang terpencil. Akses pun juga perlu diperhatikan dalam pemenuhan kebutuhan kesehatan. Akses masyarakat dalam memenuhi kebutuhan kesehatanya merupakan hal yang tak kalah pentingnya untuk diperhatikan. Walaupun sekarang sudah memasuki jaman modern tetapi masih ada pula wilayah yang tidak dapat mengakses sarana kesehatan dengan mudah. Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor seperti, jarak yang cukup jauh dari tempat tinggal, keterbatasan kendaraan, dan sebagainya. Pemenuhan sarana dan prasarana menjadi pelengkap adanya pelayanan kesehatan serta pelayanan adminitrasi yang dilakukan. Sarana dan prasarana yang baik serta memuaskan akan menjadikan pasien yang berobat merasakan kepuasan dengan adanya sarana dan prasana yang tersedia di puskesmas maupun di rumah sakit. Keadaan sarana dan prasarana yang baik dan dapat digunakan oleh pasien atau konsumen yang ada di puskesmas maupun rumah sakit pun dapat memberikan rasa puas bagi para pasien itu sendiri terutama bagi pasien yang merupakan peserta BPJS Kesehatan baik PBI maupun non PBI. Dalam Permenkes 75 pun dibahas pula bagaimana fasilitas kesehatan harus menyediakan sarana dan prasarana yang baik serta tersedia sehingga pasien
23
24
dapat menggunakannya dengan baik pula sesuai kebutuhanya. Pemenuhan sarana dan prasarana ini menjadi pemicu adanya partisipasi masyarakat dalam mengakses pelayanan kesehatan di tingkat puskesmas maupun rumah sakit. Partisipasi yang ada pun akan berdampak pada efektivitas pelayanan BPJS Kesehatan baik di puskesmas maupun di rumah sakit. Rasa kepuasan pasien terhadap ketersediaan sarana dan prasana menjadikan program ini salah satu program yang dapat mendukung proses pembangunan negara. 5.
Ketepatan pencapaian Efektivitas suatu program dapat dilihat pada sejauh mana pencapaian hasil terhadap rumusan tujuan program yang telah disepakati. Output yang dihasilkan kepuasan masyarakat dalam mengakses fasilitas kesehatan negara serta pencapaian tujuan utama dalam pembangunan negara terutama dalam bidang kesehatan. Upaya pencapaian tujuan yang dilakukan oleh BPJS merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah dan masyarakat. Pencapaian tujuan BPJS akan dilihat bagaimana masyarakat merespon kebijakan tersebut dan bagaimana masyarakat memberikan apresiasinya dalam kebijakan pemerintah terutama dalam pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat. Semakin dekat hasil pencapaian program dengan rumusan tujuan maka semakin tinggi pula tingkat efektivitasnya. Output yang diberikan oleh BPJS pun dapat dirasakan oleh seluruh warga negara, terutama warga yang tergolong menengah kebawah. Ketepatan pencapaian yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan mengacu kepada tujuan awal terbentuknya jaminan sosial BPJS Kesehatan. Tujuan tersebut pun tidak hanya berlaku untuk masyarakat saja, tetapi juga untuk
24
25
fasilitas kesehatan yang menjadi mitra dalam pelaksanaan program ini. Pencapaian tujuan ini dibahas dalam buku undang-undang SJSN yang telah menyebutkan beberapa ketentuan pencapaian tujuan sesuai dengan peraturan yang ada. Adanya undang-undang yang mengatur berjalannya pelayanan BPJS Kesehatan, efektivitas pelayanan dalam mencapai tujuan dapat menjadi hal yang saling mendukung dalam proses berjalanya pelayanan program BPJS Kesehatan ini. 6.
Kebermanfaatan Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata manfaat diartikan sebagai “guna, faedah, laba, untung”. Dengan demikian manfaat berdasarkan pengertiannya masing-masing adalah guna faedah laba untung yang didapat dari hasil mempraktikkan atau hasil kerja menerapkan apa yang sedang atau sudah dikerjakan. Manfaat ini menunjukkan bagaimana program dapat berjalan dengan baik sebagaimana mestinya terhadap masyarakat. Kebermanfaatan ini sesuai dengan konsep yang disampaikan oleh Steers bahwa sistem berkaitan dengan lingkungan luar. Lingkungan luar yang dimaksudkan adalah masyarakat penerima program BPJS Kesehatan. Melalui kebermanfaatan efektivitas program BPJS Kesehatan dapat dinilai atau dilihat dari persepktif masyarakat maupun aktor dari organisasi tersebut, yaitu BPJS. Menurut visi dan misi yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan, pelayanan yang diberikan ini tidak hanya semata untuk tenaga kesehatan saja tetapi untuk kembali pada masyarakat dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan kesehatannya dalam upaya pencapaian kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Keberadaan visi dan misis yang sudah dikeluarkan melalui website serta
25
26
sosialisasi terhadap masyarakat menunjukkan bahwa BPJS Kesehatan berusaha memberikan manfaat yang lebih terhadap pasien yang sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan baik PBI maupun non PBI. Dalam hal ini efektivitas program dapat dilihat melalui respon masyarakat dengan adanya BPJS Kesehatan di dalam kehidupannya terutama dalam memenuhi standar kesejahteraan dari masyarakat itu sendiri. Kebutuhan masyarakat akan pemenuhan kesejahteraanya melalui bidang kesehatan memberikan peluang bagi pemerintah saat ini untuk memperbaiki sistem jaminan sosial yang ada sebelumnya sehingga dapat berjalan lebih baik lagi. Pelaksanaan BPJS Kesehatan menjadi hal penting dalam upaya pembangunan negara Indonesia. Keberadaan jaminan sosial kesehatan ini memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan dengan biaya yang tidak besar serta dapat mengakses segala bentuk pelayanan kesehatan baik di puskesmas maupun rumah sakit. Efektivitas BPJS Kesehatan dapat dilihat melalui pelayanan administrasi, pelayanan kesehatan, sarana dan prasarana, ketepatan tujuan serta kebermanfaatan yang dirasakan oleh peserta BPJS Kesehatan baik peserta PBI maupun non PBI. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif deskriptif-analisis yang akan dibahas dalam bab II, untuk melihat efektivitas BPJS Kesehatan di wilayah Kecamatan Selopampang, Temanggung.
26