1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia dijadikan Allah SWT sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia harus berusaha mencari karunia Allah yang ada dimuka bumi ini sebagai sumber ekonomi. Suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup atau hidupnya dengan cara mengelola sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien. Jika sumber daya itu langsung berhubungan dengan pihak yang menguasainya, maka perlu adanya kerjasama dengan pihak-pihak lain yang terlibat didalamnya. Kegiatan ekonomi dapat dilakukan pada berbagai sektor, yaitu sektor pertanian, sektor industri, sektor jasa atau perdagangan yang dibutuhkan oleh manusia atau masyarakat. (Muslich, 2007: 11). Kegiatan ekonomi dalam pandangan Islam merupakan tuntutan kehidupan, dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia selalu melakukan aktifitas berupa pekerjaan yang nantinya akan memperoleh hasil (harta). Harta adalah alat untuk mencapai kebahagiaan hidup didunia dan di akhirat, yang harus digunakan dengan mempertimbangkan kepentingan masyarakat banyak, bukan untuk kepentingan pribadi semata. (Buchari Alma dan Donni Juni Priansa, 2009: 80).
2
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa para pemikir ekonomi Islam melihat persoalan ekonomi tidak hanya berkaitan dengan faktor produksi, konsumsi, dan distribusi berupa pengelolaan sumber daya yang ada untuk kepentingan yang bernilai ekonomis. Akan tetapi, lebih dari itu mereka melihat persolan ekonomi sangat terkait dengan persoalan moral, ketidak adilan, ketauhidan dan sebagainya. Allah Swt telah menetapkan batas-batas tertentu terhadap prilaku manusia sehingga menguntungkan satu individu tanpa mengorbankan hak-hak individu lainnya. Perilaku mereka yang ditetapkan dalam hukum Allah Swt (syari’ah) harus diawasi oleh masyarakat secara keseluruhan, berdasarakan aturan Islam. (Mustapa Edwin Nasution, 2007: 3). Islam mendorong pemeluknya untuk bekerja, hal tersebut disertai jaminan Allah bahwa ia telah menetapkan rezeki setiap makhluk yang diciptakannya. Salah satu bentuk usaha untuk mencari rizki yang telah disediakan oleh Allah Swt adalah dengan cara berdagang atau dengan kata lain yaitu jual beli. (Muhammad Syafi’i Antonio, 2009: 12). Perdagangan atau jual beli mempunyai berbagai permasalahan dan liku-liku yang apabila dilaksanakan tanpa aturan yang berlaku dan melanggar nash yang telah ditentukan Allah dan Rasul-Nya akan menimbulkan bencana dan kerusakan dalam kehidupan masyarakat. (Hamzah Ya’kub, 1999: 14). Oleh karena itu orang-orang yang terjun kedunia usaha (jual beli), berkewajiban mengetahui hal-hal yang dapat mengakibatkan jual beli itu sah atau tidak. Ini dimaksud agar masalah perjalanan sah dan segala tindakan jauh dari suatu kerusakan yang tidak dibenarkan oleh ajaran Islam. Jual beli termasuk aktivitas perdagangan yang dalam istilah ekonomi termasuk
3
juga tukar menukar barang. Di antara syarat sahnya jual beli adanya ijab dan qabul yang dilakukan dengan prinsip antaradhin atau suka sama suka, pembeli suka terhadap barang yang dibelinya demikian sebaliknya penjual suka melepaskan barang yang dijualnya dengan pengganti barang yang lain (berupa uang). Jual beli sudah menjadi kegiatan sehari-hari yang sering dilakukan oleh berbagai macam kalangan dalam memenuhi kebutuhan hidup, dengan berbeda-beda objek yang diperjual belikan. Salah satunya adalah jual beli Jual beli pisang dengan cara tangkalan di Desa Cicau Kecamatan Cikarang Pusat Kabupaten Bekasi. Berdasarkan hasil observasi penulis, desa ini sesuai namanya Cicau, memang dikenal dengan mata pencaharian dimana masyarakatnya menanam cau (sunda). Cau dalam bahasa Indonesia adalah pisang. Rata-rata petani di Desa Cicau memiliki luas tanah 100 M2 dengan jumlah pohon pisang rata-rata 25-30 pohon pisang. Pisang merupakan tanaman yang mudah tumbuh dan berkembang, dengan cara vegetatif berupa tunas-tunas (anakan). Tinggi anak yang dijadikan bibit adalah 1 – 1,5 M. dengan lebar potongan umbi 15 – 20 cm. Anak diambil dari pohon yang berbuah dengan baik dan sehat. Pohon pisang yang sudah berbuah dengan mempunyai ciri-ciri: kulit buah menjadi lebih cerah dan bentuk buah lebih membulat tidak bersiku. Pisang yang sudah mempunyai ciri-ciri diatas berarti telah memasuki masa panen, dan bandarpun berdatangan untuk melihat kondisi pisang, setelah itu dilakukan penawaran pada petani sehingga terbentuklah kesepakatan mengenai harga pisang. Tinggi rendahnya harga pisang, ditentukan berdasarkan besarnya pisang dan
4
banyaknya sikatan pada pohon pisang.
Pisang yang dibeli menggunakan cara
tangkalan, menurut bahasa indonesia tangkal adalah pohon. Jadi jual beli pisang dengan cara tangkalan adalah membeli buah pisang dengan pohonnya. Misalnya Penjual berkata “Saya jual buah pisang ini beserta pohonnya kepadamu dengan harga Rp 40.000,-“. Lalu bandar berkata “Saya beli buah pisang ini darimu beserta pohonnnya dengan harga Rp 40. Jual beli pisang sudah menjadi kebiasaan masyarakat desa Cicau. Karena mayoritas masyarakat di sana bertani, hampir setiap kebun yang dimiliki mempunyai pisang yang produktif. Setiap hari ada pisang yang berbuah dengan masa panen yang berbeda-beda. Dari sanalah timbul keinginan sebagian masyarakat untuk menjual pisangnya ke bandar atau pembeli meski terkadang pohon pisangnya belum matang atau siap panen dengan cara taksiran. Tradisi jual beli dengan sistem taksiran ini diawali dengan melihat berapa banyak sikat pisang yang ada di setiap pohon. Cara ini disebut dengan taksiran, yaitu menaksir atau mengkira-kira. Tidak pasti hitungan berapa banyaknya sikat pisang, karena hanya hitungan taksiran. Taksiran ini dilakukan antara penjual dan pembeli. Bila keduanya telah sepakat dengan taksiran tersebut, maka pembeli pun mengeluarkan uang sesuai harga yang telah disepakati. Tradisi jual beli tersebut dilakukan karena berbagai faktor yang mendorong terjadinya sistem jual beli tersebut. Misalnya faktor ekonomi yang mendesak karena berbagai kebutuhan yang urgen seperti biaya pendidikan, kebutuhan dapur dan lain sebagainya.
5
Dalam hal ini, para petani tidak melihat untung ruginya jual beli tersebut bahkan sering terjadi perbedaan dalam menentukan jumlah sikat pisang antara bandar dan petani mengakibatkan nilai harga berbeda. Hal itu terjadi apabila pohon pisang banyak. Biasanya para petani menyerahkan ke bandar karena sudah percaya dari tahun ke tahun. Memang tidak semua para petani menjual dengan sistem taksiran tersebut, ada sebagian pula yang menjual dengan sistem kilo ketika pohon pisang sudah matang. Akan tetapi, karena faktor ekonomi yang mendesak, jual beli pisang dengan taksiran pun dilakukan, meskipun mereka menyadari bahwa hal itu rugi. Atas dasar temuan-temuan diatas penulis merasa tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang “JUAL BELI PISANG DENGAN TANGKAL DI DESA CICAU KECAMATAN CIKARANG KABUPATEN BEKASI”, dengan cara mengkaji dan menganalisis jual beli tersebut dengan konsep teori jual beli menurut fiqh muamalah.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, masalah penelitian ini adalah cara tangkal dalam jual beli pisang dengan sistem taksiran, untuk memudahkan penelitian dibuatlah pertanyaan pokok sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep islam tentang Jual Beli ? 2. Bagaimana akad jual beli pisang dengan cara tangkal di Desa Cicau Kecamatan Cikarang Pusat Kabupaten Bekasi?
6
3. Bagaimana menentukan barang pada jual beli pisang dengan cara tangkal di Desa Cicau Kecamatan Cikarang Pusat Kabupaten Bekasi? 4. Bagaimana menentukan harga pada jual beli pisang dengan cara tangkal di Desa Cicau Kecamatan Cikarang Pusat Kabupaten Bekasi? 5. Bagaimana tinjauan fiqh muamalah terhadap jual beli pisang dengan cara tangkal di Desa Cicau Kecamatan Cikarang Pusat Kabupaten Bekasi?
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui konsep islam tentang jual beli. 2. Untuk mengetahui akad jual beli pisang dengan cara tangkal di Desa Cicau Kecamatan Cikarang Pusat Kabupaten Bekasi. 3. Untuk mengetahui menentukan barang pada jual beli pisang dengan cara tangkal di Desa Cicau Kecamatan Cikarang Pusat Kabupaten Bekasi. 4. Untuk mengetahui menentukan harga pada jual beli pisang dengan cara tangkal di Desa Cicau Kecamatan Cikarang Pusat Kabupaten Bekasi. 5. Untuk mengetahui tinjauan fiqh muamalah terhadap jual beli pisang dengan cara tangkal di Desa Cicau Kecamatan Cikarang Pusat Kabupaten Bekasi.
D. Kerangka Pemikiran Jual beli menurut istilah fiqih muamalah berarti al-bai’, al-tijarah dan almabadalah. (Hendi Suhendi, 2008: 67). Secara bahasa al-bai (menjual) berarti mempertukarkan sesuatu dengan sesuatu,
ia merupakan sebuah pengertian yang
7
mencakup nama terhadap kebalikannya al-syira (membeli) demikian al-bai sering diterjemahkan dengan jual beli. (Ghufran A. Mas’adi, 2002: 119). Jual beli menurut istilah adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai, secara sukarela diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerima sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati. (Hendi Suhendi, 2008: 68). Dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1457 dijelaskan mengenai pengertian jual beli adalah suatu perjanjian diantara dua belah pihak yang satu mengikat dirinya untuk menyerahkan suatu benda, pihak lain membayar dengan harga yang telah disepakati sebelumnya (Subekti dan Tjitrosudibio, 2006: 366). Jual beli ada dua macam, jual beli yang sah menurut hukum dan batal menurut hukum (Hendi Suhendi, 2008: 75). 1. Jual beli yang sah adalah jual beli yang disyariatkan baik hakikatnya maupun sifatnya dan tidak ada kaitannya dengan orang lain, juga tidak adak hak khiyar di dalamnya. Hukum jual beli ini dapat berpengaruh secara langsung. Maksudnya, adanya pertukaran hak kepemilikan barang dan harga. Barang menjadi milik pembeli sedang harga menjadi milik penjual, seusai terjadinya ijab dan Kabul tidak ada hak pilih untuk melanjutkan transaki atau membatalkannya. 2. Jual beli batal adalah jual beli yang tidak terpenuhinya rukun dan objeknya, atau tidak dilegalkan baik hakikat maupun sifatnya. Artinya, pelaku atau objek transaksi (barang atau harga) dianggap tidak layak secara hukum untuk
8
melakukan
transaksi.
Hukum
transaksi
ini
adalah
agama
tidak
menganggapnya terjadi. Jika transaksi ini tetap dilakukan, maka tidak menciptakan hak kepemilikan. (Wahbah Az-Zuhaili, 2011: 91) Sesuai dengan ayat al-Qur’an surat An-nisa ayat 29:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu”. (Soenarjo, dkk, 2006: 107).
)ض (رَاي ابه حبان َابه ماجت ٍ ه َترَا ْ َاِ َومَاانْبَيْ َع ع “Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka sama suka.” (Riwayat Ibnu Hibban dan Ibnu Majah). (Abu Bakar Muhammad, 1995: 12).
ِم فِي انعُقُُْدِ رِضَا انمُ َتعَاقِدَيْه ُص ْ َاأل “Dasar dari akad adalah keridhaan kedua belah pihak” Keridhaan dalam transaksi adalah merupakan prinsip. Oleh karena itu, transaksi barulah sah apabila didasarkan pada keridhaan kedua belah pihak. Artinya, tidak sah suatu akad apabila salah satu pihak dalam keadaan terpaksa atau dipaksa atau juga merasa tertipu. Bisa terjadi pada waktu akad sudah saling meridhai, tetapi kemudian salah satu pihak merasa tertipu, artinya hilang keridhaannya, maka akad
9
tersebut bisa batal. Contohnya seperti pembeli yang merasa tertipu karena dirugikan oleh penjual karena barangnya terdapat cacat. (A. Djazuli, 2006: 130). Keridhaan merupakan prinsip jual beli sebagaimana Mardani (2011: 178) menjelaskan bahwa prinsip-prinsip jual beli sebagai berikut: 1. Prinsip halal, harus dengan cara halal meninggalkan yang haram. 2. Prinsip maslahah, sesuatu yang ditunjukan oleh dalil hukum tertentu yang membenarkan atau membatalkannya. 3. Prinsip Ibahah (Boleh), bahwa berbagai jenis muamalah pada dasarnya adalah boleh sampai ditemukan dalil yang melarangnya. 4. Prinsip terhindar dari investasi yang dilarang yaitu ikhtikaar, ikhtinaz, tas’ir, upaya melambungkan harga, riba, maisyir, gharar, syubhat, tadlis, riswah, batil. Jual beli dalam Islam terdapat beberapa syarat dan rukun yang harus selalu diperhatikan saat melakukan transaksi jual beli. Apabila salah satu syarat dan rukun tersebut diabaikan maka jual beli itu menjadi batal. Menurut jumhur ulama, rukun jual beli dalam Islam terbagi menjadi empat yaitu: (1) Ada orang yang berakad (penjual dan pembeli). (2) Ada sighat (lafal ijab dan qabul), (3) Ada barang yang dibeli, (4) Ada nilai tukar pengganti barang. Adapun syarat-syarat jual beli adalah sebagai berikut: 1. Syarat orang yang berakad yaitu: (a) Berakal, (b) yang melakukan akad itu adalah yang berbeda, maksudnya seseorang tidak dapat bertindak waktu bersamaan sebagai penjual sekaligu pembeli.
dalam
10
2. Syarat yang terkait dengan ijab qabul yaitu: (a) orang yang mengucapkannya sudah balig dan berakal, (b) Qabul sesuai dengan ijab, (c) Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis. 3. Syarat barang yang diperjual belikan yaitu: (a). Suci bendanya, tidak sah menjual barang-barang najis. (b). Barang yang bermanfaat menurut syara’ tidak sah menjual belikan binatang-binatang yang melata yang tidak berguna menurut syara’.(c). Barang yang dapat diserah terimakan, tidak sah menjual barang di udara, ikan di dalam air atau barang yang jatuh ketangan perampas. (d). Barang yang ada di dalam kekuasaan (milik penjual). (e). Barang yang jelas zatnya, ukurannya dan sifatnya oleh kedua belah pihak. 4. Syarat-syarat nilai tukar (harga barang): (a) harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya, (b) Boleh diserahkan pada waktu akad sekalipun secara hukum seperti pembayaran dengan cek dan kartu kredit, (c) Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan barang (almuqa’yadah), maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan syara’. (Nasrun Haroen, 2007: 115). Transaksi perdagangan atau jual beli menurut Islam bisa dilakukan dengan cara apapun, asalkan kedua belah pihak menghindari penipuan (gharar) spekulasi barang yang diperjual belikan bukan barang yang dilarang oleh syari’at Islam dan tidak mengandung unsur pencurian yang dapat merugikan pihak lain.
11
النِ وَال َّتحْرِ ْي ِم َط ْ ّصحَةِ حَّتَى َيدُ َّل الدَلِيْلُ عَلَى الْ ُب َ آلصْلُ فِى ا ْلعُقُ ْودِ وَالْ ُمعَامَلَ ِة ال َ َا Asal pokok di dalam transaksi muamalah adalah sah sehingga berdiri dalil yang membatalkan dan mengharamkannya (Hendi Suhendi, 2008: 18). Ini berarti ketika suatu transaksi baru muncul dan belum dikenal sebelumnya dalam hukum Islam, maka transaksi tersebut dianggap dapat diterima, kecuali terdapat implikasi dari dalil al-Qur’an dan Hadis yang melarangnya, baik secara ekplisit maupun implisit. Penyebab terlarangnya sebuah transaksi adalah disebabkan faktor-faktor sebagai berikut: 1. Haram zatnya (haram li-dzatihi): babi, khamar, bangkai, darah. 2. Haram selain zatnya (haram li ghairihi): tadlis, taghrir (gharar), ikhtikar, bai’ najasy, riba, maisir, risywah. 3. Tidak sah (lengkap) akadnya: tidak terpenuhinya rukun dan syarat, terjadi ta’alluq, terjadi “2 in 1” (Adiwarman A. Karim, 2010: 30) Pada prinsipnya setiap usaha dan pekerjaan yang menguntungkan seseorang dan masyarakat, ditentukan untuk dilakukan dalam kerjasama dan gotong royong, agar kemaslahatan umat dapat tercipta dengan baik. Begitu juga dalam transaksi jual beli kelapa keberadaannya sangat dibutuhkan karena memberikan dampak yang berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat. Dalam fiqh muamalah, jual beli pisang dengan tangkal yang terjadi di Desa Cicau dapat dikategorikan sebagai jual beli Jijap atau Shobroh. Jual beli jijap adalah jual beli sesuatu tanpa ada ukurang, timbangan dan hitungannya. Sedangkan jual beli
12
shobroh adalah jual beli bahan makanan secara keseluruhan (Wahbah Dzuhaeli, 1984:IV:648-649). Terdapat perbedaan status hukum terhadap Jual beli tersebut. Sebagian ulama membolehkan dan sebagian lainnya mengharamkan. Secara syar’i, dasar hukum jual beli tersebut terdapat dalam hadits sebagaimana dikutip Wahbah Dzuhaeli (1984:IV:649) sebagai berikut ini:
وٍّ رسُل اهلل صم اهلل عهيً َسهم عه بيع انصبرة مه انتمر كيهٍا مه انكيم: عه جابر قال ّانمسمّ مه انتمر رَاي انمسهم َانىسائ Dari Jabir, berkata: Rasul saw melarang jual beli shobroh buah kurma dengan dalam ukuran yang sama (HR. Muslim dan Nasa’i). (Al-Sayukani, t.t.:V:160) Hadits di atas menunjukkan bahwa jual beli selain kurma dengan kurma dibolehkan. Ketidakbolehan tersebut karena jual beli dalam satu jenis buah tidak dapat diketahui jumlahnya secara pasti dan hal ini mengandung riba fadhil. Artinya, hadits ini membolehkan dengan cara jijap apabila berbeda jenis buah atau pohonnya. (Wahbah Dzuhaeli, 1984:IV:648).
كاوُا يتبايعُن جزافا بأعهّ انسُق فىٍاٌما رسُل اهلل صم اهلل عهيً َسهم ان: عه ابه عمر قال ًيبيعُي حتّ يىقهُي رَاي انجامعت اال انترمدِ َابه ماج Dari Ibn Umar berkata: dulu orang-orang jual beli dengan cara jijap di atas harga pasar, Rasul saw melarang jual beli tersebut sampai bisa saling menerima (barang) (HR. Jamaah kecuali al-Tirmidzi dan Ibn Majah) (Al-Sayukani, t.t.:V:160).
13
Berdasarkan hadits di atas, Nabi saw menerima jual beli para sahabat dengan cara jizap akan tetapi Nabi saw pun melarang jual beli tersebut bila tidak bisa saling menyerahkan barang (Wahbah Dzuhaeli, 1984:IV: 649).
E. Langkah-langkah Penelitian Langkah-langkah penelitian, lazim disebut prosedur penelitian dan adapula yang menyebut dengan istilah metodologi penelitian. (Cik hasan bisri 2008: 57). 1. Metode penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu metode yang digunakan untuk mendeskripsikan suatu satuan analisa secara utuh, sebagai suatu kesatuan yang terintegrasi. (Cik hasan bisri 2008: 62) Dalam metode penelitian ini penulis berusaha mendeskripsikan atau memaparkan jual beli pisang dengan cara tangkal di desa cicau kecamatan cikarang pusat kabupaten bekasi 2. Jenis data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yang datanya diperoleh dari kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen lainnya. (Lexy J. Moleong, 2010: 57) Jenis data yang digunakan sesuai dengan rumusan masalah yang meliputi: a. Tentang akad jual beli pisang dengan cara tangkal di Desa Cicau Kecamatan Cikarang Pusat Kabupaten Bekasi.
14
b. Penentuan barang pada jual beli pisang dengan cara tangkal di Desa Cicau Kecamatan Cikarang Pusat Kabupaten Bekasi. c. Penentuan harga pada jual beli pisang dengan cara tangkal di Desa Cicau Kecamatan Cikarang Pusat Kabupaten Bekasi. d. Tinjauan fiqh muamalah terhadap jual beli pisang dengan cara tangkal di Desa Cicau Kecamatan Cikarang Pusat Kabupaten Bekasi. 3. Sumber data Sumber data yang dipergunakan dalam melakukan penelitian ini diambil berdasarkan sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah data yang diperoleh dari lapangan, sedangkan sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari bacaan. a. Sumber data primer Dalam peneilitian ini pengumpulan data diperoleh langsung melalui wawancara dengan pencari pisang, bandar, Penjual dan pembeli pisang. b. Sumber data sekunder Sumber data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari berbagai buku-buku, yang membahas jual beli, hal-hal yang berupa catatan, makalah dan sebagainya yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. 4. Teknik pengumpulan data Untuk memperoleh data mengenai masalah yang diteliti penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:
15
a. observasi observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan terhadap objek baik secara langsung mapun tidak langsung. (Yaya Sunarya dan Tedi Priatna, 2008: 160) Maka dalam hal ini, penulis melakukan observasi langsung dengan menggunakan pendekatan studi kasus pada objek yang diteliti yaitu jual beli pisang dengan tangkal. b. wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh dua pihak, yaitu pewawancara (Interviewer) sebagai pengaju/pemberi pertanyaan dan yang diwawancarai
(Interviewee) sebagai
pemberi
jawaban atas
pertanyaan itu. (Lexy J Moleong, 2010: 186) Yaitu dengan cara mengajukan pertanyaan, cara ini digunakan untuk memperoleh data dari berbagai pihak yang ada hubungannya dengan masalah penelitian, dengan cara bertanya langsung kepada sumber informasi seperti pencari pisang, penampung dan bandar, (penjual dan pembeli pisang). c. Studi kepustakaan Studi pustaka adalah melakukan kajian pustaka, yaitu proses pendalaman, penelaahan dan pengidentifikasian pengetahuan yang ada dalam kepustakaan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, (Yaya Sunarya dan Tedi Priatna, 2008: 109) yaitu dengan cara menelaah dan mengidentifikasi buku-buku, makalah, majalah, catatan, yang berhubungan dengan penelitian.
dan lain-lain
16
5. Analisis data Analisis data penelitian ini menggunakan metode kualitatif, analisa data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, memilah memilihnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. (Lexy J Moleong, 2010: 248). Karena data-data yang diperoleh kemudian di analisis dengan menggunakan penalaran logis yang merujuk pada kaidahkaidah penelitian, adapun tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis data pada penelitian adalah sebagai berikut: a. Inventarisasi data yaitu penulis mengumpulkan sejumlah data yang diperlukan dianggap memiliki kaitan dengan objek masalah yang telah diteliti dalam penelitian ini. b. Klasifikasi data yaitu memilah-milah atau melakukan seleksi terhadap sejumlah data yang diperoleh dan hanya mengambil data-data tertentu yang memiliki kesesuaian dengan objek masalah yang diteliti. c. Analisis data yaitu melakukan telaah dan interpretasi data hubungannya dengan permasalah yang sedang diteliti sesuai dengan sub-variabel dalam rumusan masalah, sehingga dapat diketahui kesimpulan hukum sebagai hasil dari penelitian.