BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi pada mulanya merupakan suatu gagasan tentang pola kehidupan yang muncul sebagai reaksi terhadap kenyataan sosial politik yang tidak manusiawi di tengah-tengah masyarakat. Reaksi tersebut tentu datangnya dari orang-orang yang berpikiran idealis dan bijaksana. Mereka terusik dan tergugah melihat adanya pengekangan dan pemerkosaan hak-hak dasar manusia (Parulian Donald, 1997: 1) Ketika kehadiran partai politik dalam birokrasi pemerintah tersebut mulai timbul, maka timbul pulalah suatu pertanyaan tentang hubungan keduanya. Pertanyaan ini sebenarnya merupakan pertanyaan klasik yang dahulu pernah dijernihkan oleh Wilson sebagai perwujudan dari dikotomi antara politik dan administrasi (Miftah T, 2003:5-6) Untuk menentukan orang-orang yang mengisi jabatan-jabatan politik tertentu diadakanlah proses Pemilu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka ragam, mulai dari Presiden, Wakil Rakyat, diberbagai tingkat pemerintahan, sampai ke kepala desa Rakyat melakukan kegiatan memilih orang atau sekelompok orang menjadi pemimpin rakyat atau pemimpin Negara (untuk selanjutnya disebut pemimpin Negara dan tidak dibedakan untuk sementara dengan pemimpin pemerintahan). Pemimpin yang dipilih itu akan menjalankan kehendak rakyat yang memilihnya (Parulian Donald, 1997: 4-5)
1
Indonesia dengan 33 Provinsi yang menyebar di lima kepulauan besar, sejak 1998 lalu mulai masuk pada era demokrasi yang ditandai dengan runtuhnya rezim Orde Baru (Orba) dibawah pimpinan Presiden Soeharto. Tonggak sejarah demokrasi saat itu benar-benar merubah kehidupan berpolitik masyarakat. Utamanya dalam memilih dan menetapkan pemimpin. Diawali dengan pemilihan Presiden, hingga terus berlanjut pada tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota. Pemilihannya dilakukan langsung dan dikembalikan kepada masyarakat. Sehingga masyarakat dapat menggunakan haknya dalam memutuskan siapa yang akan diberikan kepercayaan kepada sosok calon pemimpin yang sudah melalui tahapan kelayakan. Berbagai badan dan lembaga penyelenggara pun dibentuk di Indonesia hingga kini dari tingkat pusat hingga tingkat daerah. Berbagai sebutan menjadi familiar bagi masyarakat terkait pemilihan kepala daerah ini. Di Provinsi Riau, pesta demokrasi lima tahunan yang menjadi salah satu helat yang cukup dinanti bagi masyarakat disebut Pemilihan Gubernur Riau (Pilgubri). Segala hal terkait proses Pilgubri sudah mulai hangat dibicarakan sejak awal 2013 lalu. Sebab Gubernur definitif periode 2008-2013 berakhir 21 November 2013. Dengan demikian proses Pilgubri untuk periode selanjutnya, 2013-2018 pun dilaksanakan dalam sebuah pesta demokrasi yang disebut Pilkada. Menarik disimak, lima pasangan calon yang diusung partai pendukung pada pemilihan 4 September 2013 lalu tidak ada satupun yang mampu meraih suara terbanyak sesuai dengan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dimana salah satu calon harus mampu meraih 30 persen suara sehingga dapat dinyatakan sebagai pemenang pada pertarungan politik tersebut.
2
Sesuai aturan KPU Riau harus menyiapkan
pelaksanaan putaran kedua
dengan diikuti oleh dua pasangan calon saja. Pemilihan yang disebut hari pencoblosan dilaksanakan pada 27 November 2013, sepekan setelah berakhirnya jabatan Gubri-Wagubri definitif. Peran serta media dalam sosialisasi dan mengenalkan pasangan calon pada putaran pertama maupun putaran kedua juga tidak dapat dielakkan. Media massa dalam perkembangannya menjadi salah satu media modern yang mendukung praktek propaganda. Media massa sendiri memiliki berbagai peran, salah satunya adalah mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang maupun sekolompok orang ataupun masyarakat. Media massa dapat dikatakan merupakan senjata yang ampuh bagi perebutan citra (image). Media massa memang memiliki pengaruh yang sangat central dalam pembentukan opini public sehingga dalam hal ini informasi yang diberikan dapat mempengaruhi keadaan komunikasi sosial pada masyarakat. Riau Pos sebagai salah satu media terbesar di Sumatra yang merupakan grup Jawa Pos dinilai penulis memiliki peran dalam proses Pilgubri yang terjadi di Riau sejak 2003 lalu. Dimana sebagai salah satu referensi bacaan bagi masyarakat di Riau, penyajian berita Riau Pos menarik disimak utamanya pada Pilgubri putaran pertama dan kedua. Namun dalam penelitian ini akan lebih fokus membahas Pilgubri putaran kedua saja. Beranjak dari situlah, kedua pasangan yang bertarung di final tersebut benarbenar memanfaatkan media masaa, dalam hal ini Harian Riau Pos untuk mensosialisasikan dan memperkenalkan berbagai program mereka kepada 3
masyarakat. Tidak saja melalui pemberitaan, tak jarang juga masing-masing pasangan calon pada masa kampanye selalu hadir di Koran harian tersebut dengan satu halaman penuh baik berita dan foto. Demikian pula dengan berbagai kegiatan yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada masyarakat selalu diberitakan karena menurut wartawan Riau Pos sendiri, moment kampanye pasangan calon selalu ada sisi menarik yang ingin diketahui masyarakat. Terlebih pasca putaran pertama, kedua pasangan calon tersebut menjadi populer di tengah-tengah masyarakat. Dengan background sebagai Bupati Rokan Hilir, Annas Maamun sendiri sudah kerap memanfaatkan peranan media massa dalam menginformasikan program yang sudah dijalankan. Demikian pula pasangannya, Andi Rahman juga demikian. Sebagai anggota DPR RI, Ia sudah kerap pula masuk media cetak, utamanya Riau Pos karena merupakan media massa cetak yang cukup berpengaruh di Provinsi Riau. Begitu juga dengan pasangan kedua Herman Abdullah, dengan background sebagai Walikota Pekanbaru selama 2 periode tentunya sudah tidak asing lagi di koran, tentunya Riau Pos. Semasa jabatan dan apa-apa saja yang ia berikan untuk Pekanbaru selalu di publikasikan di koran. Begitu pula pasangan nya Agus Widayat. Pertarungan Pilgubri menyisakan dua pasangan calon, tentunya berita yang disajikan harus tetap menjadi kontrol sosial yang tidak boleh berpihak kepada salah satu pasangan calon. Apakah benar Riau Pos menyajikan berita dengan menjaga kaidah jurnalistik selama Pilgubri putaran kedua berlangsung serta 4
menjaga peranannya sebagai kontrol sosial dimaksud? Hal ini tentunya tidak terlepas pula dari bentuk dan isi berita-berita dimaksud. Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis akan mengangkat judul: “Pemberitaan Annas Maamun – Andi Rahman Dan Herman Abdullah – Agus Widayat Pada Pilkada Gubri Putaran Kedua Tahun 2013-2018” (Analisis Nilai Berita Harian Riau Pos edisi Oktober-November 2013)” B. Alasan Pemilihan Judul Judul ini perlu diteliti karena penulis ingin mengetahui pemberitaan kegiatan Pasangan Annas Maamun – Andi Rahman dan Herman Abdullah – Agus Widayat pada Pilkada Gubri Putaran Kedua Tahun 2013-2018. Dan juga pada pemilihan judul ini, penulis mempunyai beberapa alasan, seperti: 1. Menurut peneliti masalah ini menarik, karena dalam penelitian ini akan mengalisis isi berita mengenai pemberitaan kedua calon pasangan Pilgubri. 2. Judul ini juga mempunyai keterkaitan dengan jurusan penulis yaitu Ilmu Komunikasi, konsentrasi Jurnalistik. 3. Penulis merasa mampu untuk mengadakan penelitian dari segi waktu, dana, lokasi dan aspek penelitian lainnya. C. Permasalahan 1. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang, penulis mengidentifikasikan masalah:
5
a. Pemberitaan pasangan Herman Abdullah-Agus Widayat mendominasi daripada pasangan Annas Maamun – Andi Rahman pada Berita Pilgubri 2013-2018 Putaran Kedua edisi Oktober- November di surat kabar Harian Riau Pos. b. Pemberitaan kedua pasangan yang menjadi alasan masyarakat memilih. 2. Batasan Masalah Dalam penelitian ini penulis membatasi objek penelitiannya hanya mengenai pemberitaan kegiatan pasangan Annas Maamun – Andi Rahman dan Herman Abdullah – Agus Widayat pada berita Pilgubri 2013-2018 Putaran kedua edisi Oktober-November di surat kabar Harian Riau pos. 3. Rumusan Masalah Bedasarkan identifikasi dan batasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah : “Bagaimana pemberitaan Pilgubri 2013-2018 Putaran Kedua pasangan Annas Maamun – Andi Rahman dan Herman Abdullah – Agus Widayat edisi Oktober-November di surat kabar Harian Riau Pos.” D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemberitaan pasangan Annas Maamun – Andi Rahman dan Herman Abdullah – Agus Widayat pada berita Pilgubri 2013-2018 di surat Kabar Harian Riau Pos edisi OktoberNovember 2013.
6
2. Kegunaan Penelitian a. Dapat memberikan informasi dan manfaat bagi pembaca mengingat di tengah derasnya arus informasi di media massa membuat masyarakat kesulitan menyaring informasi. b. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran dalam studi Ilmu Komunikasi tentang Manajemen Penerbitan Pers E. Penegasan Istilah 1. Pemberitaan Pemberitaan atau reportase adalah
laporan
lengkap
ataupun interpretatif (telah disajikan sebagaimana dianggap penting oleh redaksi pemberitaan) ataupun berupa pemberitaan penyelidikan (investigatif reporting) yang merupakan pengkajian fakta-fakta lengkap dengan latar belakang, trend/ kecenderungan, yang mungkin terjadi pada masa mendatang. 2. Pilkada Pilkada adalah singkatan dari Pemilihan Kepala Daerah. Pemilihan untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi syarat. Kepala Daerah dan Wakil Daerah tersebut adalah Gubernur dan Wakil Gubernur untuk tingkat Provinsi. F. Kerangka Teoritis dan Konsep Operasional 1. Agenda Setting Manhein (dalam Effendy,2003:288-289) potensial untuk memahami proses agenda setting menyatakan bahwa agenda setting meliputi tiga agenda,
7
yaitu Agenda Media. Agenda Khalayak, Agenda Kebijaksanaan, Agenda itu mencakup dimensi-dimensi sebagai berikut: 1. Untuk agenda media dimensi-dimensi: a. Visibility (visibilitas) jumlah dan tingkat menonjolnya berita b. Audience salience, tingkat menonjol bagi khalayak relevansi isi berita dengan kebutuhan khalayak. Valance (valensi) menyenangkan atau tidak menyenangkan cara pemberitaan bagi suatu peristiwa. 2. Untuk agenda khalayak, dimensi-dimensi: a. Familiarty, keakraban derajat kesadaran khalayak akan topik tertentu. b. Personal salience, penonjolan pribadi relevansi kepentingan dengan ciri pribadi. c. Favorability, kesenangan pertimbangan senang atau tidak senang akan topik berita. 3. Untuk agenda kebijaksanaan, dimensi-dimensi: a. Support (dukungan) kegiatan menyenangkan bagi posisi suatu berita tertentu. b. Likelihood of action (kemungkinan kegiatan) kemungkinan pemerintah melaksanakan apa yang diibaratkan. c. Fredom of action (kebebasan bertindak) nilai kegiatan yang mungkin dilakukan oleh pemerintah. Littlejohn mengutip Rogers dan Dearing dalam buku “Teknik Praktis Riset Komunikasi” (dalam Kriyantono, 2007:221) mengatakan bahwa :
8
“Fungsi agenda setting merupakan proses linear yang terdiri dari tiga bagian. Pertama, agenda media itu sendiri harus disusun oleh awak media. Kedua, agenda media dalam beberapa hal mempengaruhi pentingnya isu, yang nantinya mempengaruhi agenda kebijakan. Ketiga, Agenda Kebijakan (Policy) adalah apa yang difikirkan para pembuat kebijakan publik dan privat penting atau pembuatan kebijakan publik yang dianggap penting oleh publik”. Dalam penelitian ini akan dijelaskan alur komunikasi serta penelitian yang menggambarkan kerangka konseptual sesuai dengan Teori Agenda Setting. Batasan berita yang diriset dalam penelitian ini adalah pemberitaan Annas Maamun-Andi Rahman dan Herman Abdullah-Agus Widayat dalam Pilgubri putaran kedua tahun 2013. Media Massa yang peneliti jadikan tempat penelitian adalah Surat Kabar Harian Riau Pos Pekanbaru yang terbit setiap hari, fokus penelitiannya terletak pada Rubrik Pilgubri. Rubrik tersebut ditinjau dari Nilai Berita, sehingga tercapai maksud dan tujuan dari penelitian ini yaitu Rubrik Pilgubri dapat sesuai dengan Nilai Berita. Dalam kaidah jurnalistik, proses pembuatan berita tidak bisa dilakukan secara asal-asalan. Terdapat hukum-hukum yang mengatur dalam pembuatannya. Ada batasan-batasan yang dijadikan pegangan membuat sebuah berita yang berkualitas. Dalam dunia jurnalistik, hal tersebut lazim dikatakan sebagai nilai berita. Nilai berita adalah unsur-unsur yang membuat sebuah berita menarik untuk dilihat dan menstimulir untuk dibaca.
9
2. Konsep Pemberitaan dalam Konteks Umum Berita berasal dari bahasa Sangsekerta, yakni Vrit yang dalam bahasa inggris disebut write, arti sebenarnya ialah ada atau terjadi. Sebagian ada yang menyebut vritta, artinya “kejadian” atau “yang telah terjadi”. Vritta dalam bahasa Indonesia kemudian menjadi berita atau warta. Menurut kamus bahasa Indonesia karya W.J.S Poerwodarminta, “berita” berarti kabar atau warta, sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka, arti berita diperjelas menjadi “laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat”. Jadi, berita dikaitkan dengan kejadian atau peristiwa yang terjadi. (Totok Juroto, 2004: 46) Spencer mendefiniskan berita sebagai suatu kenyataan atau ide yang benar dan dapat menarik perhatian sebagian besar pembaca (Totok Juroto, 2004: 47) Sesuatu bisa disebut berita jika mengandung nilai-nilai berita/jurnalistik yakni aktual, penting, berdampak, kedekatan, luar biasa, konflik, ketegangan/drama, tragis, ketokohan, seks, dan humor (Zaenuddin, 2011: 155) 1. Aktual Wartawan memilih sesuatu, baik peristiwa maupun pernyataan yang benar-benar baru terjadi sebagai berita. Ini mutlak berlaku bagi media yang terbit setiap hari. Sesuatu yang sudah basi atau kadarluarsa, tidak menarik lagi untuk ditulis atau diberitakan sebab nilai jurnalistiknya berkurang, bahkan hilang. Akan tetapi, bila terdapat data-data baru, sesuatu atau peristiwa silam tersebut menjadi hangat lagi dan pantas untuk dijadikan barita (Zaenuddin,2011: 155)
10
2. Penting Wartawan memilih sesuatu atau peristiwa sebagai berita karena dianggap penting terutama untuk diketahui khalayak pembaca dan pemirsa. Pemilu misalnya,
penting
diberitakan
agar
masyarakat
mengetahui
hasilnya.
Pengumuman daftar kabinet atau menteri juga penting diberitakan karena banyak orang ingin tahu siapa saja menteri baru itu. Jadi, sesuatu yang penting bagi khalayak, tentulah mengandung nilai jurnalistik (Zaenuddin,2011: 156) 3. Berdampak Wartawan juga memilih sesuatu atau peristiwa sebagai berita karena dianggap mempunyai dampak atau akibat yang ditimbulkan bagi masyarakat, baik negatif maupun positif. Rencana kenaikan harga BBM misalnya, menjadi berita menarik karena bisa menimbulkan reaksi di masyakat. Berita ini bisa memancing protes dan amarah rakyat (Zaenuddin,2011: 156) 4. Kedekatan Wartawan memilih sesuatu sebagai berita karena sesuatu itu secara geografis dekat dengan khalayak pembaca atau pemirsanya. Karena nilai kedekatannya, khalayak merasa tertarik untuk mengetahuinya. Namun ada kalanya, sesuatu yang jauh menjadi terasa dekat dengan khalayak karena menyentuh naluri kemanusiaan. Gempa dan tsunami di Aceh 26 Desember 2004 yang menewaskan ribuan orang misalnya, terasa dekat dengan masyrakat Jakarta. Peristiwa ini terasa menjadi bagian dari hidupnya (Zaenuddin,2011: 156)
11
5. Luar Biasa Wartawan juga memilih sesuatu sebagai berita karena sesuatu itu luar biasa. Ketika pertama kali manusia berhasil mendarat di angkasa luar, peristiwa ini dianggap sebagai berita. Luar biasa juga bisa karena sifat-sifat yang ganjil, aneh, dan di dluar kelaziman. Ketika Sumanto tertangkap karena memakan daging manusia, koran-koran pun ramai memberitakannya. Sumanto, sang kanibal dari jawa tengah itu, memang melakukan tindakan di luar kebiasaan manusia, bahkan sangat tidak lazim. Ia memakan daging mayat yang diambil dari kuburan. Tapi disitulah nilai jurnalistiknya sehingga menjadi berita (Zaenuddin,2011: 156-157) 6. Konflik Wartawan memilih peristiwa sebagai berita karena didalamnya terdapat konflik, baik fisik maupun emosional. Perang menjadi berita karena menjadi konfik atau perseturuan di antara para pihak yang berperang. Kasus-kasus gugatan di pengadilan juga menjadi berita karena perseturuan antara penggungat dan yang digugat. Dulu perseturuan politik antara Megawati Soekarno Purti dan Racmawati Soekarno Putri juga menjadi berita karena antara keduanya terjadi konflik emosional (Zaenuddin,2011: 157) 7. Ketegangan/drama Wartawan juga memilih peristiwa yang mengandung ketegangan, sebagai berita. Peristiwa penyanderaan reporter dan juru kamera MetroTv oleh kaum gerilyawan di Irak beberapa waktu lalu misalnya, menjadi berita menarik. Orang mengikutinya karena ingin tahu saat-saat yang menegangkan dalam drama
12
penyanderaan itu. Dulu peristiwa kerusuhan Mei 1998 juga menjadi berita besar karena suasananya terasa tegang dan mencekam (Zaenuddin, 2011: 157) 8. Tragis Tragisme mengandung nilai jurnalistik yang tinggi karena melibatkan emosional dan nurani kemanusiaan. Bunuh diri, mutilasi, dan gempa bumi dahsyat selalu dikosumsi sebagai berita. Dulu peristiwa tenggelamnya kapal Tampomas II menjadi berita besar karena dianggap tragis. Peristiwa penabrakan pesawat ke menara gedung Word Trade Centre (WTC) di New York, Amerika Serikat, pada 11 September 2001 merupakan peristiwa paling tragis abad ini, dan menjadi berita besar media-media di seluruh dunia (Zaenuddin, 2011: 157-158) 9. Ketokohan Wartawan juga memilih sesuatu atau peristiwa karena terkait dengan tokoh atau orang terkenal. Para politikus, olahragawan, ilmuwan, pengusaha sukses, pengacara, ulama, seniman, dan selebritis, selalu menjadi bahan berita. Name make news, begitulah prinsipnya. Maka itu, para orang terkenal selalu diberitakan, baik karena ucapannya maupun aktifitasnya. Terutama kalangan selebrtis, kini menjadi kosumsi utama berita di media-media hiburan (Zaenuddin, 2011: 158) 10. Seks Wartawan juga sangat tertarik memberitakan peristiwa yang mengandung seks karena nilai jurnalistiknya cukup tinggi. Peristiwa pemerkosaan misalnya, menjadi kosumsi utama berita di Koran-koran kriminal. Kisah kehidupan wanitawanita selebritas beserta foto-foto seksinya juga menjadi suguhan majalah-
13
majalah hiburan. Dalam pemahan yang lebih luas, kasus perselingkuhan juga merupakan berita yang bernilai seks (Zaenuddin, 2011: 158) 11. Humor Sesuatu atau peristiwa yang mengandung humor juga dianggap layak sebagai berita. Secara umum, orang suka tertawa. Orang juga senang membaca atau mendengar berita yang lucu dan jenaka. Dulu ketika Gus Dur masih menjadi Presiden, banyak peristiwa ringan menjadi berita karena beliau sering memunculkan tindakan dan omongan yang memancing tawa. Humor memang penting dalam bisnis media, baik cetak maupun elektronik. Buktinya rubrik humor atau lelucon digemari pembaca, dan acara lawak di TV menjadi pilihan banyak pemirsa (Zaenuddin,2011: 158) a. Lead (Teras Berita) Lead dalam pemahaman secara teknis jurnalistik adalah paragraph pertama yang memuat fakta atau informasi terpenting dari keseluruhan uraian berita. (Sumadiria,2005:126) b. Body (Tubuh atau Kelengkapan Berita) Tubuh berita harus muncul dari lead, dan pokok soal yang dikemukakan dalam alinea pembuka harus sepenuhnya didukung dan dikembangkan dalam kalimat-kalimat berikutnya. Setelah puas dengan alinea pertama, penulis berita kemudian mengatur materi berita selebihnya agar berkaitan dengan kisah berita yang sedang ditulis. (Kusumaningrat, 2007: 147)
14
Jika reporter mulai dengan lead ringkasan untuk memberikan berita singkat, maka di dalam tubuh berita ia hanya bertugas menceritakan kembali beritanya secara detail dengan fakta-fakta dan peristiwa yang ia susun secara logis, baik dalam urutan yang menurun dari yang penting ke yang kurang penting atau dalam urutan secara kronologis. Pengaturan materi berita secara demikian itu masuk akal, karena jika pembaca berhenti membaca di bagian mana saja atau pengatur tata letak di bagian composing merasa perlu memotong berita, maka bagian berita yang dipotong atau dihilangkan itu tidak akan mengurangi arti berita secara keseluruhan. (Kusumaningrat, 2007: 147-148) Pada bagian ini kita jumpai semua keterangan secara rinci dan dapat melengkapi serta memperjelas fakta atau data yang disuguhkan dalam lead tadi. Rincian keterangan atau penjelasan dimaksud adalah hal-hal yang belum terungkapkan pada leadnya. Karena itu bagian body ini sering pula disebut “sisa berita”. (Kustadi Suhandang, 2010: 130) 1). Fungsi body (tubuh berita) Secara singkat, tubuh berita berfungsi sebagai berikut, yaitu: a). Ia menjelaskan dan menguraikan pokok atau pokok-pokok masalah yang dijelaskan dalam lead. b). Ia menambahkan atau menguatkan pokok-pokok yang kurang penting yang tidak diberikan dalam lead. (Hikmat Kusumaningrat, 2007: 148)
15
2). Penyajian tubuh berita Keterangan-keterangan yang disajikan dalam bentuk uraian cerita dengan menggunakan gaya penyajian yang bisa memikat para pembaca maupun pendengar atau penontonnya. Sebab, walaupun hanya merupakan “sisa”, penjelasan tetap harus bisa diminati khalayak. Karena itu pula harus disajikan dengan menarik perhatian khalayak. Adapun kiat untuk bisa menarik perhatian khalayaknya, dikenal adanya empat cara penyajian body berita. a). Berbentuk Piramid Body berita disusun dalam bentuk untaian cerita yang dimulai dengan halhal yang kurang penting, kemudian meningkat kepada hal-hal yang penting, dan diakhiri dengan hal yang terpenting atau klimaks dari peristiwa yang diberitakannya. ( Kustadi Suhandang,2010: 131-132)
AWAL KEJADIAN ( KURANG PENGTING) PERKEMBANGAN KEJADIAN ( PENTING ) KLIMAKS PERISTIWA
16
b). Berbentuk Kronologis Body berita dimaksud tampaknya hampir sama dengan bentuk yang pertama kali. Bahkan sepintas lalu seperti tidak ada bedanya sedikitpun. Padahal sesuai dengan istilahnya, kronologis, yang menjadi dasar konstruksinya adalah rentetan jalannya peristiwa yang diberitakannya. Jadi bukan kepentingan dari fakta peristiwanya. Seluruh naskah body cerita dibangun dengan diawali oleh paparan dari permulaan peristiwanya, dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan jalannya peristiwa itu. Semuanya dikemukakan secara rinci apa adanya yang terdapat dan terlibat dalam peristiwa itu. Umumnya body berita tersebut disuguhkan untuk memberitahukan bentuk action news atau reportase dari suatu peristiwa. Misalnya berita tentang kunjungan kerja presiden atau para pejabat, gambaran siding pengadilan, atau jalannya suatu pertandingan. Demikan pula berita tentang seorang yang diwawancari. Untuk memperjelas pendapatnya melalui wawancara itu, body beritanya lazim dibuat dalam bentuk kronologis. (Kustadi Suhandang,2010: 133) c). Berbentuk Piramid Terbalik Body berita ini merupakan kebalikan dari bentuk yang pertama tadi. Bentuk body dimaksud dibangun dengan mendahulukan hal yang sangat penting (klimaks) dari peristiwanya. Selanjutnya diikuti oleh hal-hal yang penting, dan diakhiri oleh hal-hal yang kurang atau tidak penting. Dengan demikian apabila tempat atau waktu
penyajian tidak memungkinkan lagi, maka hal-hal yang
kurang atau tidak penting itu bisa dibuang saja, sebagian atau semuanya, tergantung tempat dan waktu yang tersedia. Biasanya konstruksi demikian dibuat 17
untuk menyuguhkan berita-berita yang bersifat straight news, terutama sekali matter of fact news. (Kustadi Suhandang,2010: 134-136) FAKTA TERPENTING (KLIMAKS) PERISTIWA ) FA
FAKTA PENTING FAKTA AGAK PENTING FAKTA KURANG PENTING FAKTA TIDAK PENTING
d). Berbentuk Block Paragraph Dalam bentuk body berita ini semua bagian dari peristiwa yang diberitakannya dianggap sama pentingnya. Jadi tidak diurut bedasarkan derajat, kepentingan maupun kronologisnya melainkan didasarkan pada apa yang teringat pada benak si penulisnya saja, atau sesuai dengan terkaitnya masalah berikut dengan masalah yang lebih dulu dikemukakan. Masing-masing masalah dikemukakan dalam satu alinea tersendiri, sehingga tampak seolah-olah masingmasing alinea tidak ada hubungannya dengan anilea berikutnya, padahal semua anilea itu merupakan masalah-masalah yang terlibat dalam peritiwa yang diberitaknnya. Konstruksi tuturannya tidak menunjukan informasi yang harus dipertajam atau diutamakan, namun masing-masing informasi yang disajikan
18
dianggap bernilai sama dan berhak untuk diketahui oleh khalayak. Semua tuturannya yang terdiri atas alinea-alinea itu merupakan satu kesatuan cerita dari suatu peristiwa yang diberitakannya. (Suhandang,2010: 136-137) G. Kajian Terdahulu Melihat kajian terdahulu Jelprison dalam kajiannya tentang analisis isi berita pencitraan Rusli Zainal-Mambang Mit dalam pemberitaan Harian Riau Pos dan Tribun Pekanbaru tahun 2008 Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Pekanbaru dengan metode analisi isi dengan kesimpulan terlihat dari besarnya berita rilis tim Rusli Zainal-Mambang Mit kepada media massa baik berupa berita langsung, foto, advertorial dan iklan. Penelitian tentang analisi isi juga pernah diteliti dengan judul “Analisi Isi Penerapan Diksi Dalam Bahasa Jurnalistik Pada Headline Surat Kabar Riau Pos.” dalam penelitian tersebut menggunakan teknik analisi isi, yang menganalisis suatu berita (Riyan,2012). Sedangkan penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif persentase dan hanya meneliti tentang analisis pemberitaan kegiatan pasangan Annas dan Herman dalam berita Pemilu Gubri putaran kedua tahun 2013. H. Konsep Operasional Agar mempermudah arah penelitian dan setelah melihat secara jelas tentang kerangka teoritis, maka untuk selanjutnya perlu dioperasionalkan, sehingga dapat memudahkan untuk mengetahui pemberitaan pasangan Annas – Andi dan Herman
19
- Agus pada berita Pilkada Gubri putaran kedua edisi Oktober- November di surat kabar Harian Riau Pos. Indikator Pemberitaan : 1. Aktual, berita yang benar baru terjadi. Sesuatu yang sudah basi atau kadarluarsa, tidak menarik lagi untuk ditulis atau diberitakan sebab nilai jurnalistiknya berkurang, bahkan hilang. Dalam hal ini yang menjadi acuan untuk diindikatorkan seperti tanggal terbit berita yang jarak peristiwa / kegiatan dengan penerbitan 1 hari atau 1x24 jam. Jika lebih dari 1 hari tidak termasuk dalam berita aktual. 2. Penting, berita yang dianggap penting terutama untuk diketahui khalayak pembaca dan pemirsa. Dalam pemberitaan pilgubri putaran kedua di Halaman Surat Kabar Riau Pos edisi Oktober-November disajikan di halaman khusus yaitu di Rubrik “Pilgubri”. Jadi pemberitaan yang ada di rubrik tersebut termasuk berita penting. 3. Berdampak, berita yang dianggap mempunyai dampak atau akibat yang ditimbulkan bagi masyarakat, baik negatif maupun positif. Dalam hal ini yang menjadi acuan untuk diindikatorkan seperti adanya janji, visi misi dan mengunjungi bencana-bencana. 4. Kedekatan, sesuatu sebagai berita karena sesuatu itu secara geografis dekat dengan khalayak pembaca atau pemirsanya. Karena nilai kedekatannya, khalayak merasa tertarik untuk mengetahuinya. Namun, ada kalanya, sesuatu yang jauh menjadi terasa dekat dengan khalayak karena menyentuh naluri kemanusiaan. Untuk kedekatan, objek tersebut dekat dari daerah asalnya.
20
Apakah objek tersebut hanya mendekatkan diri di daerah asalnya dan sekitarnya saja atau menyeluruh kesemua daerah. Yang mana pasangan Annas –Andi yang berasal dari Rohul dan Pekanbaru bersosialiasi di sekitar daerahnya tersebut tidak menyeluruh dianggap tidak adanya kedekatan. Begitu pula pasangan Herman-Agus yang berasal dari Kampar dan Dumai. I. Metode Penelitian 1. Desain Penelitian Desain penelitian (disebut juga rancangan penelitian proposal penelitian atau usul penelitian) adalah penjelasan mengenai berbagai komponen yang akan digunakan peneliti serta kegiatan yang akan dilakukan selama proses penelitian. Penyusunan desain penelitian merupakan tahap awal dan tahap yang sangat penting dalam proses penelitian. Penyusunan desain penelitian adalah tahap perencanaan penelitian yang biasanya disusun secara logis dan mampu memvisualisasikan rencana dan proses penelitian secara praktis. Penyusunan desain penelitian dapat diibaratkan dengan kegiatan menggambar pola dalam proses pembuatan pakaian. (Nanang Martono, 2011:131) Desain penelitian terdiri atas tiga bagian, yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka serta metode penelitian. Bagian pendahuluan terdiri atas judul penelitian, bidang ilmu, latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian . pada bagian tinjauan pustaka peneliti menjelaskan berbagai konsep utama yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti dengan berbagai argumentasi teoritis. Bagian terakhir adalah metode penelitian, yang terdiri atas
21
beberapa bagian, yaitu: metode penelitian, lokasi penelitian, populasi sampel, metode pengumpulan data, sumber data serta metode analisis data. Metode penelitian adalah cara atau strategi penyeluruh untuk menemukan atau memperoleh data yang diperlukan. Metode penelitian perlu dibedakan dari teknik pengumpulan data yang merupakan teknik yang lebih spesifik untuk memperoleh data. (Soehartono,2008:9) Analisis isi (content analysis) didefinisikan oleh Atherton dan Klemmack (1982) sebagai studi tentang arti komunikasi verbal. Bahan yang dipelajari dapat berupa bahan yang diucapkan atau bahan tertulis. Biasanya, peneliti tertarik akan ide atau sikap dan tidak dengan pengetahuan, kinerja, dan tingkah laku atau keadaan mental. Misalnya, jika peneliti ingin mempelajari sikap para pejabat terhadap sesuatu, biasanya sukar untuk memperoleh data bedasarkan alat ukur sikap yang biasa, baik karena tidak ada waktu untuk memberikan tanggapannya, atau kalau pun ditanggapi, kemungkinan besar yang mengisinya adalah stafnya. Bahan yang dijadikan sumber data untuk analisis isi tidak hanya bahan pidato, tetapi juga dapat berupa buku harian, surat catatan kasus, dan semacamnya. (Irawan Soehartono,2008: 72) 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di surat kabar harian Riau Pos yang beralamat di jalan HR Soebrantas KM 10,5 Panam Pekanbaru. 3. Populasi dan Sampel Sampling Purposif (Purposive Sampling)
22
Teknik ini mencakup orang-orang yang diseleksi atas dasar kriteriakriteria tertentu yang dibuat periset berdasarkan tujuan riset. Sedangkan orangorang dalam populasi yang tidak sesuai dengan criteria tersebut tidak dijadikan sampel. Persoalan utama dalam teknik purposive adalah menentukan kriteria, dimana kriteria harus mendukung tujuan riset. (Rachmat Kriyantono, 2010: 158) a. Populasi dari penelitian ini adalah semua pemberitaan pasangan Annas dan Herman pada Pilkada putaran kedua di Surat Harian Kabar Riau Pos edisi Oktober- November 2013 yang terdiri dari 60 pemberitaan. b. Sampel penelitian ini adalah 30 berita, yaitu 9 berita untuk pasangan Annas Maamun – Andi Rahman dari tanggal 24-10 s/d 20-11 dan 21 berita untuk pasangan Herman Abdullah – Agus Widayat dari tanggal 22-10 s/d 22-11. 4. Teknik Pengumpulan Data Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian. Dokumen yang diteliti dapat berupa berbagai macam, tidak hanya dokumen resmi. (Irawan Soeharto,2002: 70) Dalam penelitian ini, ada 30 kliping berita pada surat kabar Riau Pos edisi 22 Oktober – 22 November 2013 yang selanjutnya akan diuji reliabilitasnya melalui pengkodingan. Proses melakukan coding dalam penelitian analisis isi adalah seorang coder berhadapan dengan teks yang mana merupakan content (isi), (Eriyanto, 2011: 240). Pengkodingn ini menggunakan lembar koding (coding sheet) yang telah memuat nilai item-item, indikator dan variabel yang dikoding.
23
Teknis pengkodingan dilakukan oleh dua intercoder. Pengkodingan dari kedua intercoder ini kemudian akan diuji tingkat reliabilitasnya dengan membandingkan jawaban dari coding sheet berdasarkan kesamaan-kesamaan pengkodingan yang dilakukan oleh kedua intercoder. Hasil dari koding ini kemudian akan dilakukan uji reliabilitasnya agar penelitian ini, mencapai hasil yang objektif dan reliabel. 5. Reliabilitas Data Reliabilitas artinya memiliki sifat dapat dipercaya. Hasil pengukuran harus reliabel dalam artian harus memiliki tingkat konsistensi dan kemantapan yang sama dari peneliti satu ke peneliti lainnya (Kriyantono, 2012: 144).
Uji
realibilitas dilakukan untuk memastikan bahwa penelitian ini mencapai hasil yang objektif dan reliabel. Salah satu teknik uji reliabilitas yang dapat digunakan adalah teknik yang dikemukakan oleh R. Holsti. Intercoder reliability dapat dilakukan dengan menggunakan data nominal dalam bentuk presentase pada tingkat persamaannya. Reliabilitas bergerak antara 0 hingga 1, dimana 0 berarti tidak ada satu pun yang disetujui oleh para coder dan 1 berarti persetujuan sempurna diantara para coder. Makin tinggi angka, makin tinggi pula angka reliabilitasnya. Dalam formula R. Holsti angka reliabilitas minimum yang ditoleransi adalah 0,7 atau 70%. Artinya kalau di atas 0,7 berarti alat ukur ini reliabel. Tetapi, kalau di bawah 0,7 berarti alat ukur tidak reliabel. Rumus untuk menghitung reliabilitas adalah sebagai berikut, R. Holsti dalam (Eriyanto, 2011: 290).
24
2M CR = N1 + N2 Keterangan : CR = Coeficient Reliability M = Jumlah coding yang sama N1 = Jumlah coding yang dibuat oleh coder 1 N2 = Jumlah coding yang dibuat oleh coder 2 Peneliti mengambil sebagian dari keseluruhan berita yaitu 30 berita. Peneliti menghitung kesepakatan dari dua koder dengan peneliti melalui cara memberi check list lembar coding. Peneliti memberikan kliping berita dari tanggal 22 Oktober hingga 22 November 2013 dan koder menjawab sesuai ketentuan lembar coding, setelah mengisi seluruh lembar kesepakatan maka peneliti membandingkan jawaban antar koder A dengan peneliti, koder B dengan peneliti dan Koder A dengan Koder B. Dari lembar jawab kesepakatan tersebut dilihat hasilnya antara koder A dengan Peneliti, koder B dengan peneliti dan antara koder A dengan koder B sehingga dilihat apakah dari jawaban ketiga koder memiliki kesamaan dan persamaan atau kesepakatan tersebut menjadi indikator yang akan di hitung sebagai M dalam rumus Holsty. Untuk membuktikan reliabilitas penelitian ini, peneliti dibantu oleh dua orang penguji yang akan menjadi koder pada 30 berita dalam penelitian ini. Dan dua orang penguji itu adalah: A. Koder A: Alexander (Jurnalis Gagasan UIN Suska Riau) B. Koder B: Gesti Yulianti Putri (Mahasiswi Konsentrasi Jurnalistik)
25
Dan Peneliti sendiri akan menjadi koder untuk membandingkan hasil dari penghitungan reliabilitas. Alasan peneliti memilih koder tersebut adalah karena koder A aktif sebagai jurnalis dalam media Gagasan dan juga masih bekerja di dalam instansi terkait dan Koder B dari mahasiswi jurusan Komunikasi konsentrasi Jurnalistik UIN Suska Riau. 6. Teknis Analisis Data Analisis isi merupakan metode analisis isi pada dasarnya merupakan suatu teknik sistematik untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan, atau suatu alat untuk mengoservasi dan menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih (Budd,1967:2). (Bagong Suyanto, 2011: 126) Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Deskriptif Persentase. Metode ini digunakan untuk mengkaji variabel yang ada pada penelitian yaitu pemberitaan kegiatan pasangan Annas dan Herman pada Pilkada 2013 putaran kedua pada surat kabar harian Riau Pos. Deskriptif persentase ini diolah dengan cara frekuensi dibagi dengan jumlah responden dikali 100 persen, seperti dikemukakan Sudjana (2001:129) adalah sebagai berikut: Keterangan: F P=
P : Persentase X 100 %
N
F : Frekuensi N : Jumlah responden 100% : bilangan tetap
Dengan kriteria sebagai berikut (Arikunto,2010: 245) 1. Sangat baik jika mempunyai nilai dari 76% sampai dengan 100%
26
2. Cukup baik jika mempunyai nilai dari 56% sampai dengan 75% 3. Kurang baik jika mempunyai nilai dari 40% samapi dengan 55% 4. Tidak baik jika mempunyai nilai dari 0% sampai dengan 40% Pengolahan coding dilakukan secara kuantitatif yaitu distribusi frekuensi. Hal ini bermanfaat untuk melihat porsi klasifikasi penilaian setiap kategori, unit analisis dan dimensi. Setelah berita melalui proses coding
maka peneliti
kemudian melakukan rekap data. Hasil rekapan data tersebut selanjutnya dideskripsikan. Penelitian dengan pendekatan deskriptif hanya menggambarkan aspekaspek dan karakteristik dari suatu pesan. Data hasil penelitian diperoleh peneliti dengan mencatat frekuensi kemunculan unit analisis yang telah ditentukan dalam lembar coding sheet. Selanjutnya pencatatan frekuensi ini akan diinterpretasikan ke dalam tabel frekuensi hasil pengumpulan data. Frekuensi dari setiap unit analisis dalam penelitian akan diorganisasikan sehingga mempermudah proses analisis dan penarikan kesimpulan penelitian. Tujuan utama metode ini adalah mendeskripsikan karakteristik pesan yang ada dalam ruang publik dengan perantara teks media. Jadi, pesan atau messege adalah bahan dasar untuk melakukan penelitian (analisis isi). Dengan demikian, yang menjadi dasar dalam penelitian ini adalah pesan (messege), maka memungkinkan peneliti memilih objek kajian yang sangat luas. Messege atau pesan tersebut mengacu kepada pendapat Leuwen dan Jewit (2001) terdiri dari komponen world, action and picture. Sehingga memungkinkan
27
penelitian memiliki wilayah luas untuk menggali permasalahan dalam objek penelitian (Birowo, 2004 : 147). Uji Reliabilitas Penelitian Sebelum masuk ke dalam proses penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan uji reliabilitas untuk menguji alat ukur yang telah dijabarkan sebelumnya, dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hasil uji reliabilitas yang diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan rumus Holsty, yang mana derajat kesamaan harus mencapai 70% atau 0,70 adalah: Uji Reliabilitas Dua Intercoder Untuk Semua Unit Analisis Kode
Unit Analisis
N1
N2
M
1
Kesesuaian Tanggal Terbit
30
30
17
2
Kesesuaian Peletakan Berita
30
30
28
3
Adanya Janji, Visi Misi, Kunjungan
30
30
23
4
Penyesuaian Domisili Pasangan
30
30
25
120
120
93
Total Hasil uji reliabilitas: 2M CR =
2 (93) =
N1 + N2
186 =
120+120
= 0,77 240
Tujuan dibuat tabel uji reliabilitas pada awal penelitian adalah untuk melihat apakah masing-masing dari unit analisis telah berfungsi dengan baik, sehingga nantinya pada saat penelitian untuk masing-masing unit analisis tidak ditemukan
28
nilai yang tidak reliabel. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa semua unit analisis telah berfungsi dengan baik. J. Sistematika Penulisan Agar mendapatkan gambaran yang jelas dalam penulisan penelitian ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I
: Pendahuluan Yang terdiri dari latar belakang, alasan pemilihan judul, permasalahan,
batasan
masalah,
rumusan
masalah,
penegasan istilah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis, konsep operasional, metode penelitian, dan sistematika. BAB II
: Gambaran Umum Tentang Lokasi Penelitian Sejarah Riau Pos, Struktur Organisasi.
BAB III
: Penyajian Data Berisi tentang data yang diperoleh dilapangan sesuai dengan judul penelitian.
BAB IV
: Analisis Data Yang terdiri dari analisis Pemberitaan kedua pasangan calon Gubernur putaran kedua edisi Oktober-November.
BAB V
: Penutup Kesimpulan dan saran.
Daftar Pustaka Lampiran-Lampiran
29