1
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan pertumbuhan industri barang dan jasa yang semakin modern di satu pihak membawa dampak positif, di antaranya tersedianya kebutuhan dalam jumlah yang mencukupi, mutunya yang lebih baik, serta adanya alternatif pilihan bagi konsumen dalam pemenu han kebutuhannya, di lain pihak terdapat dampak negatif, yaitu dampak penggunaan dari teknologi itu sendiri serta perilaku bisnis yang timbul karena makin ketatnya persaingan yang mempengaruhi masyarakat konsumen. Produsen atau pelaku usaha akan mencari keuntungan yang setinggi tingginya sesuai dengan prinsip ekonomi. Produsen/pelaku usaha dalam rangka mencapai untung yang setinggi -tingginya itu, para produsen/pelaku usaha harus bersaing antar sesa ma mereka dengan perilaku bisnisnya sendirisendiri yang dapat merugikan konsumen. Ketatnya persaingan dapat merubah perilaku ke arah persaingan yang tidak sehat karena para pelaku usaha memiliki kepentingan yang saling berbenturan diantara mereka. Persain gan yang tidak sehat ini pada gili rannya dapat merugikan konsumen yang salah satunya berdampak pada kesehatan konsumen tersebut. 1
1
Janus Sidabalok, Perlindungan Konsumen di Indonesia , Ctk. Pertama, PT. Citra, Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 2.
2
Perlindungan konsumen merupakan suatu h al yang baru dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, meskipun beritanya mengenai perlunya Peraturan Perundang-undangan yang komprehensif bagi ko nsumen tersebut sudah dilaksanakan sejak lama. Prakti k monopoli dan tidak adanya perlindungan konsumen telah meletakkan posisi konsumen dalam tingkat yang terendah dalam menghadapi para pelaku usaha (dalam arti yang seluas luasnya). Konsumen Tidak mempunyai alternatif lain yang dapat diambil, telah menjadi suatu rahasia umum dalam dunia atau industri usaha di Indonesia. Ketidakberdayaan konsumen dalam menghadapi pelaku usaha ini jelas sangat merugikan kepentingan masyarakat. Pelaku usaha pada umumnya berlindung dibalik perjanjian baku yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak (antara pelaku usaha dan konsumen), ataupun melalui berbagai informasi semu yang diberik an oleh pelaku usaha kepada konsumen. Sistem peradilan yang dinilai rumit, cenderung bertele -tele dan relatif mahal turut mengaburkan hak-hak konsumen dan kewajiban -kewajiban pelaku usaha, sehingga adakalanya masyarakat sendiri tidak mengetahui dengan jelas apa yang menjadi hak-hak dan kewajiban-kewajibannya dari atau terhadap pelaku usaha dengan siapa konsumen tersebut telah berhubungan hukum. 2 Terdapat dua asumsi dalam melihat posisi konsumen di era pasar bebas, yaitu di satu sisi konsumen diuntun gkan, karena dengan adanya perdagangan arus keluar masuk barang menjadi semakin lancar. Konsumen lebih banyak 2
Gunawan Widjaja Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, Ctk. Ketiga, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hlm. 1 -2.
3
punya pilihan dalam menentukan berbagai kebutuhan, baik berupa barang dan jasa, dari segi jenis/macam barang, mu tu, maupun harga. Konsumen di sisi lain khususnya di Negara berkembang dirugikan. Alasannya, karena masih lemahnya pengawasan dibidang standardisasi mutu barang, lema hnya produk perundang-undangan, akan menjadikan konsumen Negara dunia ketiga menjadi sampah berbagai produk yang di Negara m aju tidak memenuhi persyaratan untuk dipasarkan. 3 Penerapan ketentuan dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu Pasal 4 ayat (3) UU tersebut mengatur hak -hak dan kewajiban-kewajiban konsumen yang diantaranya berisikan tentang hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang jelas, jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa. Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen mengamanatkan, kewajiban pelaku usaha, yaitu memberikan informasi yang benar, jelas, jujur mengenai kondisi dan jamin an barang atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. Bahkan Pasal 8 ayat (1) mengatur tentang perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha atau produsen, yaitu jika produksi tidak sesuai dengan mutu, tingkatan , komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau ketera ngan barang atau jasa tersebut. 4
3
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen , Ctk. Pertama, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 8. 4 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen , Ctk. Kedua, PT. Raja Grafindo Utama, Jakarta, 2004, hlm. 38 -64.
4
Berdasarkan survei yang dilakukan Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY) Yogyakarta ditemukan produk -produk makanan dan minuman yang dijual di pasaran terbukti telah melanggar ketentuan Perundang -Undangan, yakni UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Peraturan Pemerintah (PP) No. 69 Tahun 1999 t entang Label dan Iklan Pangan, serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pelanggaran yang dilakukan antara lain tanggal kadaluwarsa yang telah lewat, kemasan atau isi yang rusak, dipakainya bahasa asing tanpa menyertakan bahasa Indonesia maupun tidak adanya pencantuman izin dari Depkes sebagai bukti produk tersebut aman dikonsumsi serta dalam produksi rumah tangga juga banyak di dapatkan pembuatan makanan yan g menggunakan bahan kadaluwarsa, dan pada kasus yang masih hangat hangatnya diberitakan di media elektronik bahwa masih banyaknya pedagang kaki lima yang menjual makanan dalam hal ini sejenis nuget, sosis, bakso dan sejenisnya yang dalam pengolahannya masih menggunakan bahan -bahan yang berbahaya dikonsumsi oleh konsumen sehingga mengancam kesehatan konsumen yang mengkonsumsi makanan tersebut. Sebagian besar yang menjadi korban dari makanan berbahaya seperti nugget, sosis, bakso dan sejenisnya adalah pelajar, karena sebagian besar pedagang kaki lima menjual makanan tersebut di sekolah -sekolah terutama di SD yang dirasa mayoritas pelajar tersebut penggemar dari makanan nuget dan sejenisnya tersebut. Pelaku usaha yang disebut produsen a kan tetapi dalam hal ini dalam mengolah makanan tersebut hanya saja memperhatikan keuntungan financial
5
saja tanpa memperhatikan kemurnian dan resiko dari kandungan makanan tersebut. Banyak dari para produsen dengan sengaja mencampurkan kandungan bahan yang berbahaya seperti formalin dan bahan -bahan kimia lain yang membahayakan kesehatan konsumen, s ehingga dalam hal ini hakhak konsumen menjadi terabaikan. Pelanggaran terbesar adalah pengabaian hak konsumen untuk mendapatkan informasi secara benar, jel as dan jujur lewat label pangan, hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa, hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Berdasarkan
fakta-fakta tersebut maka penulis m emilih judul
“PERLINDUNGAN MAKANAN
HUKUM
PRODUKSI
DIPERDAGANGKAN
BAGI
KONSUMEN
RUMAH
PEDAGANG
KAKI
TERHADAP
TANGGA LIMA
YANG DI
KOTA
YOGYAKARTA.”
B. Perumusan Masalah 1.
Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen terhadap makanan produksi rumah tangga yang diperdagangkan oleh pedagang kaki lima di Kota Yogyakarta?
2.
Bagaimana upaya hukum atas pelanggaran hak konsumen terhadap makanan produksi rumah tangga yang diperdagangkan oleh pedagang kaki lima di Kota Yogyakarta?
6
C. Tujuan Penelitian 1.
Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum bagi k onsumen terhadap makanan produksi rumah tangga yang diperdagangk an oleh pedagang kaki lima di Kota Yogyakarta.
2.
Untuk mengetahui bagaimana upaya hukum atas pelanggaran hak konsumen
terhadap
makanan
produksi
rumah
tangga
yang
diperdagangkan oleh pedagang kaki lima di Kota Yogyakarta. D. Tinjauan Pustaka Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Pasal 1 menyebutkan yang dimaksud : 5 1.
Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.
2.
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain, dan tidak untuk diperdagangkan.
3.
Pelaku usaha adalah setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum, maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiata n dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama -sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
5
Gunawan Widjaja, Hukum tentang … op.cit. , hlm. 109-111.
7
4.
Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
5.
Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
6.
Promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhad ap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan.
7.
Impor barang adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
8.
Impor jasa adalah kegiatan penyediaan jasa asing untuk digunakan di dalam wilayah Republik Indonesia.
9.
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga non pemerintahan yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.
10. Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat -syarat yang telah dipersiapkan dan di tetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. 11. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan se ngketa antara pelaku usaha dan konsumen.
8
12. Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen. 13. Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang perdagangan. Dalam suatu perlindungan konsumen ada sejumlah asas -asas yang terkandung di dalam usaha memberikan perlindungan hukum kepada konsumen. Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama seluruh pihak yang terkait, masyarakat, pelaku usaha, da n pemerintah berdasarkan lima asas, yang menurut Pasal 2 UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 ini adalah: 1.
Asas manfaat,
2.
Asas keadilan,
3.
Asas keseimbangan,
4.
Asas keamanan dan keselamatan konsumen, serta
5.
Asas kepastian hukum. Asas manfaat dimaksudkan untu k mengamanatkan bahwa segala upaya
dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. Asas ini menghendaki bahwa pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen tidak dimaksudkan untuk menempatkan salah satu pihak diatas pihak lain atau sebaliknya, tetapi adalah untuk memberikan kepada masing-masing pihak, produsen dan konsumen, apa yang menjadi
9
haknya. Diharapkan bahwa pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat dan pada gilirannya bermanfaat bagi kehidupan bangsa. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksnakan kewajibannya secara adil. Asas ini menghendaki bahwa melalui pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen ini, konsumen dan produsen dapat berlaku adil melalui perolehan hak dan penunaian kewajiban se cara seimbang. Karena itu, Undang-Undang ini mengatur sejumlah hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha (produsen). Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual. Asas ini menghendaki agar konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah memperoleh manfaat yang seimbang dari pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen. Kepentingan antara konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah diatur dan harus diwujudk an secara seimbang sesuai dengan hak dan kewajibannya masing -masing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak ada salah satu pihak yang mendapat perlindungan atas kepentingannya yang lebih besar dari pihak lain sebagai komponen bangsa dan Negara.
10
Asas keamanan dan keselamatan konsumen
dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. Asas ini menghendaki adanya jaminan hukum bahwa
konsumen
akan
memperoleh
manfaat
dari
produk
dikonsumsi/dipakainya, dan sebaliknya bahwa produk itu
yang
tidak akan
mengancam ketentraman dan keselamatan jiwa dan harta bendanya. Karena itu, Undang-Undang ini membebankan sejumlah kewajiban yang
harus
dipenuhi dan menetapkan sejumlah larangan yang harus dipatuhi oleh produsen dalm memproduksi dan mengedarkan produknya. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar, baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum. Artinya, Undang-Undang ini mengharapkan bahwa aturan -aturan tentang hak dan kewajiban yang terkandung di dalam Undang -Undang ini harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga masing-masing pihak memperoleh keadilan. Oleh karena itu, Negara bertugas dan menjamin terlaksananya Undang-Undang ini sesuai dengan bunyinya. 6 Langkah untuk meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen harus diawali dengan upaya untuk memahami hak -hak pokok konsumen, yang dapat dijadikan sebagai landasan perjuangan untuk mewujudkan hak -hak
6
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan … op.cit . , hlm. 31-33.
11
tersebut. Hak konsumen sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 adalah sebagai berikut: 7 1.
Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam meng konsumsi barang dan/atau jasa;
2.
Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3.
Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4.
Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5.
Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut ;
6.
Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsu men;
7.
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8.
Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9.
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan Peratu ran Perundang-Undangan lainnya.
7
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan … op.cit. , hlm. 31-32.
12
Adapun mengenai kewajiban konsumen dijelaskan dalam Pasal 5 UU No. 8 Tahun 1999, yang berbunyi: 8 1.
Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2.
Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3.
Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4.
Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU No. 8 Yahun 1999 disebutkan pelaku
usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. 9 Berdasarkan Pasal 6 UU No. 8 Tahun 1999 produsen disebut sebagai pelaku usaha yang mempunyai hak -hak sebagai berikut:10 1.
Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; 8
Ibid.hlm 41 Ibid. 10 Ibid.hlm 43 9
13
2.
Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
3.
Hak untuk melakukan pemb elaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
4.
Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5.
Hak-hak yang datur dalam ketentuan peraturan Perundang-Undangan. Adapun dalam Pasal 7 UU No. 8 Tahun 1999, diatur kewajiban pelaku
usaha, sebagai berikut: 11 1.
Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usaha;
2.
Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan;
3.
Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
4.
Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standard mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
5.
Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta member i jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan; 11
Ibid.
14
6.
Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
7.
Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanf aatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Pasal 45 ayat (1) UUPK menyatakan bahwa “Setiap konsumen yang
dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.” Ketentuan ayat berikutnya mengatakan, “ Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.” Ayat pertama itu tidak jelas bena r. Disitu hanya dikatakan, setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha. Apakah secara a contrario dapat ditafsirkan? Tentu, jika melihat ke dalam asas-asas hukum acara, hak yang sama harus diberikan kepada semua pihak yang berkepentingan. Pilihan untuk berperkara di pengadilan atau di luar pengadilan adalah pilihan sukarela para pihak. Penjelas an ayat kedua Pasal 45 UUPK menyebutkan adanya kemungkinan perdamaian diantara para pihak sebelum mereka berperkara di pengadilan atau di luar pengadilan. Kata “sukarela”
15
harus diartikan sebagai pilihan para pihak, baik sendiri maupun bersama sama untuk menempuh jalan penyelesaian di pengadilan atau di luar pengadilan, oleh karena upaya perdamaian diantara mereka gagal atau sejak semula mereka tidak mau menempuh alternatif perdamaian. 12 E. Metode Penelitian 1.
Objek penelitian Perlindungan hukum bagi k onsumen terhadap makanan produksi rumah tangga yang diperdagangkan oleh pedagang kaki lima di Kota Yogyakarta.
2.
Subjek Penelitian Subjek penelitian yang penulis teliti adalah pedagang kaki lima yang menjual makanan produksi rumah tangga , LKY (Lembaga Konsumen Yogyakarta) dan konsumen.
3.
Sumber Data a.
Data Primer yaitu data yang diperoleh dari para pihak yang berhubungan atau terkait dengan masalah Pe rlindungan Konsumen.
b.
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari: 1) Literatur. 2) Makalah-makalah. 3) Dokumen-dokumen yang terkait dengan objek penelitian.
12
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia , Ctk. Ketiga, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2006, hlm. 168.
16
3.
Teknik Pengumpulan Data a.
Interview yaitu mengadakan wawancara secara langsung kepada para pihak yang terkait dengan penelitian ini.
b.
Studi Kepustakaan yaitu pengumpulan data dari lite ratur-literatur, makalah, buku-buku, serta dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian masalah Perlindungan Konsumen.
4.
Metode Pendekatan Menggunakan metode pendekatan yuridis yang berarti menganalisis permasalahan dari sudut pandang atau menurut ketentuan Hukum dan Undang-Undang yang berlaku.
5.
Analsis Data Analisis data kualitatif yaitu untuk mengolah dan menganalisa data dari penelitian, literature, atau kepusta kaan dalam penyelesaian masalah sekaligus untuk menguji permasalahan dilapangan yang berhubungan dengan penelitian tentang Perlindungan Konsumen yang diteliti oleh penulis.
F. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang Latar Be lakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, dan Kerangka Skripsi.
17
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAP PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA DAN UPAYA HUKUM TERHADAP PELANGGARAN HAK KONSUMEN Bab ini menguraikan tentang Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Produk Industri Rumah Tangga , yang meliputi: Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha, Hak dan Kewajiban Konsumen, Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha, Pengertian Makanan Produk Indu stri Rumah Tangga, Pengedaran dan Pengawasan Makanan, Pengertian Perlindungan Konsumen,
Prinsip-Prinsip
Perlindungan
Konsumen,
Asas -Asas
Perlindungan Konsumen. Serta Upaya Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Konsumen, yang meliputi: Pengertian Upaya Hukum, Upay a Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Konsumen, Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha. BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAP MAKANAN DALAM KEMASAN PRODUKSI RUMAH TANGGA YANG DIPERDAGANGKAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA YOGYAKARTA. Bab ini menguraikan tentang
perlindungan hukum bagi ko nsumen
terhadap makanan produksi rumah tangga yang diperdagangkan oleh pedagang kaki lima di Kota Yogyakarta. Dan upaya hukum atas pelanggaran hak
konsumen
terhadap
makanan
produksi
rumah
diperdagangkan oleh pedagang kaki lima di Kota Yogyakarta.
tangga
yang
18
BAB IV PENUTUP Bab ini menguraikan mengenai kesimpulan dan saran. DAFTAR PUSTAKA Berisikan tentang literatur-literatur yang digunakan menjadi bahan acuan dalam penulisan skripsi ini. LAMPIRAN Berisikan tentang dokumen-dokumen serta hasil wawancara dengan pihak yang bersangkutan dengan skripsi ini.