BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pembangunan memberikan
prioritas
berwawasan pada
kesehatan
upaya
dapat
promotif
dilakukan
dan
preventif
dengan tanpa
mengesampingkan kuratif dan rehabilitatif. Fisioterapi sebagai salah satu cabang ilmu kesehatan ikut berperan serta dalam upaya peningkatan kesehatan dengan memberikan pelayanan kesehatan. Fisioterapi merupakan ilmu yang meenitikberatkan untuk menstabilkan atau memperbaiki gangguan fungsi alat gerak dan tubuh yang terganggu yang kemudian diikuti dengan proses metode terapi gerak. Pelayanan fisioterapi adalan pelayanan yang diberikan kepada individu dan masyarakat dalam memelihara, meningkatkan, dan memperbaiki gerak dan fungsi. Untuk itu peran fisioterapi sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan upaya kesehatan yang terpadu (Priatna, 2005). Piriformis pertama kali didefinisikan oleh ahli anatomi dan botani Belgia, Spieghel pada tahun 1928, menyebutkan bahwa 36% pada kasus ischialgia akibat arthritis sacroiliaca ditransmisikan melalui otot piriformis. Pada tahun berikutnya, Shordania mengenalkan istilah “piriformis” atas pengamatannya pada 37 perempuan dengan ischialgia (metha et al, 2006). Meskipun terjadi evolusi diagnosis dan teknik modern seperti MRI, syndroma Piriformis tetap merupakan diagnosa ekslusi dan kontroversial. Sebagian besar
1
2
yang terjadi diklinik yaitu relatif jarangnya penegakan diagnosis terhadap syndroma Piriformis yang dikonsul oleh dokter ke poli fisioterapi dibandingkan dengan diagnosis ischialgia yang berasal dari vertebra lumbal (Rodrigue, 2001). Keluhan Syndroma Piriformis merupakan kasus muskuloskeletal yang banyak dikeluhkan dan ditangani oleh Fisioterapi dalam praktek dengan berbagai metode dan teknik serta modalitas yang beragam. Menurut data (Rekam Medis RSUD Labuang Baji Makasar, 2011) bahwa di Instalasi Rehab Medik, keluhan nyeri pinggang bawah menempati peringkat ke-2 setelah stroke dan 45% diantaranya adalah kasus akibat Syndroma Piriformis, ini berarti bahwa kasus tersebut masih memerlukan penanganan yang benar, mengingat banyaknya patologis, baik morfologis maupun fungsional, walaupun secara klinis hanyalah merupakan keluhan nyeri pinggang. Menurut (Kenzie, 1998, dikutip oleh Mardiman 2001) menyatakan bahwa serangan nyeri pada Syndroma Piriformis dimulai pada usia 25 tahun dan paling banyak dijumpai pada usia 40 samai 50 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa serangan nyeri akibat syndroma ini justru menyerang di usia-usia yang produktif sehingga berpengaruh terhadap produktifitas perekonomian. Dan kebanyakan diderita oleh para pekerja yang banyak melakukan aktifitas duduk lama dan pada buruh yang melakukan aktifitas kerja fisik yang berat, serta akibat memar dibagian panggul, operasi dan hypertropi. Syndroma Piriformis merupakan salah satu keluhan yang dapat menurunkan produktifitas manusia, 50-80% penduduk dinegara industri pernah
3
mengalami nyeri akibat syndroma ini (Ziekenhuis, 1998), prosentasenya meningkat seiring dengan bertambahnya usia menghilangkan banyak jam kerja dan membutuhkan banyak biaya untuk menyembuhkannya. Berdasarkan penelitian (Lam, et al, 1986) dari 300 laki-laki dan 3500 perempuan usia 20 tahun keatas dari (tahun 1975-1978) menyatakan bahwa 51% laki-laki dan 57% wanita mengeluh tidak bugar dalam bekerja selama beberapa waktu dan 0,33% harus alihkan pekerjaan akibat penyakit ini. Biasanya orang yang menderita syndroma Piriformis tidak suka duduk, dan apabila harus duduk mereka lebih menyandarkan punggungnya dari pada tegak dan sangat memoengaruhi aktifitas harian (Honing, 2003). Salah satu otot yang berperan penting dalam ambulasi adalah otot piriformis. Otot ini merupakan dalah satu penggerak pada gerakan rotasi eksternal dari panggul dan tungkai, otot ini bekerja untuk membantu terjadinya gerakan memutar ke arah luar (exorotasi) dari tungkai. Masalah di otot dapat menyebabkan masalah di saraf skiatik. Hal ini karena saraf skiatik berjalan dibawah otot piriformis dan keluar melalui panggul. Otot ini juga dapat menekan dan mengiritasi saraf skiatik yang terletak didaerah ini, sehingga dapat menyebabkan gejala linu pada daerah pinggul. Otot piriformis adalah otot kecil yang letaknya dipangkal paha yang berjalan dari sakrum menuju tulang panggul bagian luar. Jika otot ini menjadi tegang atau kram, maka dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada saraf skatik yang letaknya berada dibawah otot piriformis. Biasanya rasa nyeri ini meningkat ketika terjadi kontraksi otot dan karena duduk dalam waktu yang
4
lama karena adanya tekanan langsung pada otot gluteal. Nyeri akibat Syndroma Piriformis juga dapat disebabkan karena adanya gerakan rotasi external dalam waktu yang lama menyebabkan otot piriformis menjadi tegang karena berkontraksi sehngga menimbulkan nyeri. Syndroma Piriformis terjadi ketika otot piriformis yang letaknya dipinggul menekan atau mengiritasi saraf skatik. Apabila hal ini terjadi, maka gejala khas yang akan timbul seperti mati rasa dan kram dipunggung bawah dan gluteal. Kadang-kadang mati rasa dan kram juga dapat dirasakan sepanjang perjalanan saraf yaitu sampai ke tungkai bawah bakan sampai ke kaki. Pasien kadang merasakan adanya nyeri yang tajam atau nyeri seperti terbakar pada daerah gluteal. Pemendekan otot dan kompresi saraf adalah penyebab paling umum dari Syndroma Piriformis. Faktor lain dari syndroma ini adalah mekanika dan postur tubuh yang buruk, juga masalah pekerjaan dengan menggunakan beban yang berat. Keluhan nyeri dan kekakuan sendi pada penderita syndroma piriformis akan menyebabkan gangguan fungsional dalam melakukan aktivitas seharihari. Proses pemulihan yang relatif lama dapat menyebabkan dampak fisik dan psiologis tersendiri bagi penderita. Dampak fisik yang paling sering ditemui adalah spasme otot, penurunan fleksibilitas otot, keterbatasan gerak dan gangguan stabilitas sendi, bahkan dapat berlanjut sampai penurunan kekuatan otot. Sedangkan dampak psikologis bagi penderita yaitu proses pemulihan yang memakan waktu yang cukup lama, penderita merasa tidak nyaman dalam
5
beraktivitas serta dapat menyebabkan terjadinya penurunan produktifitas baik ditempat kerja maupun dirumah. Piriformis Syndrome adalah gangguan neuromuskular yang terjadi karena saraf sciatica (nervus ischiadicus) terkompresi atau teriritasi oleh otot piriformis sehingga menimbulkan nyeri, kesemutan pada area bokong sampai perjalanan saraf sciatica. Sekitar 15 populasi dari kasus sciatica (ischialgia) adalah syndroma piriformis (Douglas, 2002. Fisioterapi merupakan bentuk pelayanan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutik dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi (SK Menkes. No.376, 2007). Oleh karena itu saya sebagai penulis perlu mengangkat permasalahan pada kasus Piriformis Syndrome sinistra sebagai study kasus dalam menyelesaikan Program Studi Diploma III Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dalam hal ini, penulis menggunakan metode Short Wave Diathermy (SWD), Transcutaneous Elektrical Stimulation (TENS), terapi latihan serta edukasi sebagai modalitas dengan harapan dapat meminimalkan Syndromesinistra.
problematika
fisioterapi
pada
kasus
Piriformis
6
B. Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan yang ada pada kasus Piriformis syndrome sinistra dalam kaitannya dengan gangguan nyeri tekan, gerak, dan fungsi maka penulis merumuskan masalah (1) Apakah pemberian Short Wave Diathermy (SWD) dan Transcutaneous Elektrical Stimulation (TENS)berpengaruh terhadap penurunan nyeri pada kasus Piriformis Syndrome sinistra? (2) Apakah pemberian Terapi Latihan berpengaruh terhadap peningkatkan kekuatan otot? (3) Apakah pemberian Terpi latihan dapat meningkatkan Lingkup Gerak Sendi? (4) Apakah pemberian Terapi Latihan dapat meningkatkan kemampuan fungsional pada kasus Piriformis Syndrome sinistra?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui apakah pemberian Short Wave Diathermy (SWD) dan Transcutaneous Elektrical Stimulation (TENS)berpengaruh terhadap penurunan nyeri pada kasus Piriformis Syndrome sinistra? (2) Untuk mengetahui apakah pemberian Terapi Latihan berpengaruh terhadap peningkatkan kekuatan otot? (3) Untuk mengetahui apakah pemberian Terpi latihan dapat meningkatkan Lingkup Gerak Sendi? (4) Untuk mengetahui apakah meningkatkan kemampuan fungsional pada kasus Piriformis Syndrome sinistra?
7
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Merupakan sarana untuk mendalami pengaruh pemberian Short Wave Diathermy (SWD) dan Transcutaneous Elektrical Stimulation (TENS) terhadap penurunan nyeri pada penderita Piriformis Syndrome sinistra, pengaruh pemberian Terapi Latihan terhadap peningkatkan kekuatan otot sehingga dapat meningkatkan kemampuan fungsional pada kasus Piriformis Syndrome sinistra
dan memberikan pengalaman langsung
dalam penelitian dan penyusunan karya tulis ilmiah 2. Bagi Fisioterapis dan Institusi Pelayanan Sebagai bahan masukan dalam pemilihan interverensi yang tepat dalam penanganan pasien sehingga mendapatkan suatu terapi yang baik yang dapat secara bersama-sama dilakukan dengan terapi lainnya. Juga untuk memberikan wawasan bagi fisioterapis yang akan memberikan intervensi terhadap pasien, serta dapat diterapkan dalam praktek klinis. 3. Bagi Pengembangan Ilmu Dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang fisioterapi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan menjadi bahan acuan bagi penelitian selanjutnya. 4. Bagi Masyarakat Dapat memberikan wawasan kepada masyarakat tentang pentingnya mencegah Syndroma Piriformis dengan menghindari faktor resiko dan menambah wawasan masyarakat tentang pengaruh pemberian Short Wave Diathermy (SWD) dan Transcutaneous Elektrical Stimulation (TENS) terhadap penurunan nyeri pada penderita Piriformis Syndrome sinistra.