1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran agama Islam diikuti dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa. 1 Berdasarkan pengertian di atas, Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh dan menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan sebagai pandangan hidup serta diikuti dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa. Dalam pelaksanaannya, pendidikan agama Islam tampil sebagai mata pelajaran dalam kurikulum pendidikan. Sebagai suatu bidang atau mata pelajaran, pendidikan agama mulai diberikan mulai jenjang TK sampai perguruan tinggi. Sebagaimana dikemukakan dalam undang-undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 pasal 30 ayat 2 disebutkan bahwa: Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Kemudian pada pasal 30 ayat 3 disebutkan bahwa pendidikan keagamaan dapat
1
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004), Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005, h. 130.
1
2
diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal dan informal. 2 Dalam pandangan tersebut, pendidikan keagamaan dalam dunia pendidikan formal merupakan salah satu bahan kajian dalam kurikulum semua jenis dan jenjang pendidikan. Pelaksanaanya dilakukan oleh guru pendidikan agama. Pemahaman tentang Agama Islam di madrasah dibagi dalam beberapa mata pelajaran seperti Sejarah Islam, Fiqh, Akidah Akhlak dan Al-Qur’an Hadits. Salah satu mata pelajaran yang memberikan pemahaman tentang perilaku yang baik (akhlakul karimah) melalui pelajaran Akidah Akhlak. Akidah Akhlak memberikan bantuan seseorang atau sekelompok orang yang akan menjalani dan memanfaatkan hidup dan kehidupannya, sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun mental dan sosial serta bernafaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam. 3 Mata pelajaran Akidah Akhlak diharapkan mampu memberikan nuansa baru bagi sistem pengembangan pendidikan di Indonesia dan dapat membangun watak kepribadian dan nilai-nilai perilaku yang baik dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
2
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, Bandung: Citra Umbara, 2006. 3 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005, h. 15.
3
Pembelajaran menurut UU RI Sisdiknas No 20 tahun 2003 tentang pasal 1 ayat 20 didefinisikan sebagai “Proses interaksi peserta didik dengan pendidikan dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. 4 Interaksi dalam proses belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara guru dan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Interaksi dalam hal ini bukan hanya penyampaian materi pembelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar. Mata Pelajaran Akidah Akhlak diharapkan mampu membentuk kepribadian peserta didik. Kepribadian adalah ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya, keluarga pada masa kecil dan juga bawaan sejak lahir. Sesuai firman Allah SWT dalam Q.S. Asy-Syams (91: 7-10):
Artinya: “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. As-Syams: 7-10) Dari Ayat tersebut kaitannya dalam pendidikan karakter adalah berfungsi untuk tetap menjaga kesempurnaan jiwa agar tetap pada fitrah yang baik.
4
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, Bandung: Citra Umbara, 2006.
4
Namun demikian, kepribadian itu bukan sesuatu yang statis karena kepribadian memiliki sifat kedinamisan yang disebut dinamika pribadi. Dinamika pribadi ini berkembang pesat pada diri anak-anak karena mereka pada dasarnya anak belum memiliki kepribadian yang matang. Sebagai sesuatu yang memiliki sifat kedinamisan, maka karakter kepribadian seseorang dapat berubah dan berkembang sampai batas kematangan tertentu. Untuk mencapai hal tersebut dapat diusahakan melalui pendidikan, baik pendidikan dalam keluarga, di sekolah, maupun di masyarakat. Namun fenomena yang terjadi pada saat ini yaitu adanya dekadensi moral yang terjadi kalangan remaja. Hal itu ditunjukkan dengan maraknya tawuran antar pelajar, pemakaian narkoba, pergaulan bebas dengan lawan jenis yang ditunjukkan dengan perilaku seks bebas, hamil diluar nikah dan aborsi yang dipandang sebagai hal yang wajar. Begitu pula kurangnya rasa hormat pelajar terhadap guru-gurunya bahkan kepada orang tuanya sendiri. Padahal keberadaan anak dimasa yang akan datang memiliki peran yang sangat penting bagi kelangsungan sebuah negara. Berdasarkan uraian tersebut dapat dipahami bahwa tantangan yang dihadapi dalam penerapan nilai-nilai pendidikan mata pelajaran Akidah Akhlak sebagai suatu mata pelajaran di sekolah saat ini bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama, melainkan dapat mengarahkan peserta didik untuk menjadi manusia yang benar-benar mempunyai kualitas keagamaan yang kuat. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang mempunyai program yang sistematik dalam melaksanakan bimbingan, pelajaran dan latihan kepada
5
anak (siswa) agar mereka berkembang sesuai dengan potensinya melalui pendidikan karakter. Wiliam dan Megawangi memandang proses pendidikan karakter merupakan proses pembentukaan budi pekerti plus yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action).5 Adapun tindakan yang dihasilkan merupakan perwujudan dari proses pengembangan pengetahuan (cognitive) melalui pertimbangan perasaan (feeling). Secara tersirat dapat diambil satu konsep pemikiran bahwa proses pendidikan yang bermuara pada pembelajaran (baik secara kurikuler, ekstra kurikuler, maupun ko-kurikuler) tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya yang melibatkan ketiga aspek kognitif, afektif, maupun psikimotor. Ketiganya merupakan satu integrasi yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. 6 Sekolah
mempunyai
pengaruh
yang
sangat
besar
terhadap
perkembangan kepribadian anak, karena sekolah merupakan substitusi dari keluarga dan guru-guru substitusi dari orang tua. Dalam kaitannya dengan upaya mengembangkan kepribadian para siswa, maka di sekolah terutama dalam hal ini guru agama mempunyai peran yang sangat penting dalam mengembangkan wawasan pemahaman, pembisaaan dalam mengamalkan ibadah atau akhlak yang mulia dan sikap apresiatif terhadap ajaran agama. Seorang guru agama, selain mempunyai pengetahuan agama, dituntut pula dapat menguasai masalah didaktis metodis dan psikologis, serta jiwanya 5
Russel T. Williams dan Ratna Megawangi, “Semai Karakter Bangsa: Kecerdasan Plus Karakter” dalam http://ihf-org.tripod.com/pustaka/kecerdasanpluskarakter. htm, online pada 12 Desember 2014. 6 Ibid,
6
benar-benar jiwa agama. Seorang guru agama harus diberi dasar-dasar pengetahuan
yang
kuat
sehingga
dapat
membedakan
tingkat-tingkat
perkembangan anak didik. Hal ini sangat penting, karena dengan mengetahui tingkat-tingkat perkembangan anak didik, seorang guru agama dengan mudah menentukan atau memilih cara memberikan pengajaran agama yang baik dan sesuai dengan tingkat-tingkat sekolah. Penulis memilih lokasi di MIS Darussa’dah Palangka Raya karena sekolah ini terletak diantara area perkuburan dan pemukiman masyarakat. Karena terletak diarea perkuburan masyarakatnya memiliki pengetahuan yg rendah terhadap agama, selain itu para anak mudanya juga sering melakukan hal-hal yg tidak baik seperti mabuk-mabukan, berjudi, sabung ayam dan mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Realita yang penulis dapati di MIS Darussa’dah Palangka Raya, para siswa di sana juga memiliki perilaku yang kurang baik seperti tidak hormat kepada orang tua dan guru, sering berkelahi, mengumpat dan mencaci maki temannya serta kenakalan lainnya. Hal ini menurut peulis ada hubungannya dengan mata pelajaran akidah akhlak. Oleh karena itu peran guru mata pelajaran akidah akhlak di MIS Darussa’dah Palangka Raya sangat penting dalam mendidik anak-anak tersebut agar menjadi orang yang lebih baik. Dan alasan penulis mengambil subjek penelitian di kelas V karena siswa kelas V lebih mudah untuk pengumpulan datanya dikarenakan mereka sudah nalar dan bisa diajak untuk bekerja sama. Sedangkan untuk kelas VI tidak bisa dijadikan subjek penelitian karena terhalang oleh UAN.
7
Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis, fenomena yang terjadi di MIS Darussa’dah Palangka Raya bahwa keberhasilan pendidikan hanya diukur dari ranah kognitif dan nyaris tidak mengukur ranah efektif dan psikomotorik,
sehingga
pembinaan
watak
dan
budi
pekerti kurang
diperhatikan. 7 Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Sedangkan ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai, mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai, dan ranah psikomotorik merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.8 Apabila hanya dinilai dari ranah kognitif saja, hal inilah yang mendorong anak untuk melakukan berbagai kegiatan yang jauh dari norma/aturan agama. Oleh karena itu, pembinaan agama sangat diperlukan. Dalam kaitannya dengan upaya mengembangkan kepribadian para siswa, maka sekolah terutama dalam hal ini guru agama mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengembangkan wawasan pemahaman, pembisaaan dalam mengamalkan ibadah atau akhlak yang mulia dan sikap apresiatif terhadap ajaran agama.
7
Hasil observasi dan wawancara dengan Kepsek dan Guru di MIS Darussa’dah Palangka Raya, tanggal 11 Februari 2014. 8 Sukriah, 2010, “Evaluasi Pembelajaran Dengan Ranah Kognitif Afektif Dan Psikomotorik” dalam http://www.edusite.org/ranah//kognitif/afektif/psikomotorik.asp.edu.com, online pada 20 Desember 2014.
8
Mata pelajaran Akidah Akhlak yang dilaksanakan di sekolah khususnya di madrasah diharapkan mampu membentuk kepribadian siswa agar dapat mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran agama Islam. Mengingat pentingnya pendidikan agama dalam mewujudkan harapan setiap orang tua, masyarakat, stakeholder dan membantu terwujudnya tujuan pendidikan nasional, maka penerapan nilai-nilai pendidikan karakter perlu diterapkan di madrasah. Berdasarkan realitas di atas, peneliti tertarik untuk mengambil judul: “PELAKSANAAN
PENDIDIKAN
KARAKTER
PADA
MATA
PELAJARAN AKIDAH AKHLAK DI KELAS V MIS DARUSSA’DAH PALANGKA RAYA.” B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang peneliti uraikan di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan pendidikan karakter pada mata pelajaran Aqidah Akhlak di kelas V MIS Daruss’dah Palangka Raya? 2. Nilai-nilai pendidikan karakter apa saja yang ditanamkan pada mata pelajaran Akidah Akhlak di kelas V MIS Darussa’dah Palangka Raya? 3. Bagaimana metode guru dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter pada mata pelajaran Akidah Akhlak di kelas V MIS Darussa’dah Palangka Raya?
9
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang peneliti paparkan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan : 1. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan pendidikan karakter pada mata pelajaran Aqidah Akhlak di kelas V MIS Darussa’dah Palangka Raya; 2. Untuk mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan karakter apa saja yang ditanamkan pada mata pelajaran Akidah Akhlak di kelas V MIS Darussa’dah Palangka Raya; 3. Untuk mendeskripsikan metode guru dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter pada mata pelajaran Akidah Akhlak di kelas V MIS Darussa’dah Palangka Raya;
D. Kegunaan Penelitian Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna atau bermanfaat: 1. Bagi Siswa, diharapkan dapat terbentuk kepribadian anak yang berkarakter sesuai dengan tujuan pendidikan agama untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran agama Islam diikuti. 2. Bagi guru Akidah Akhlak, diharapkan membiasakan pembelajaran dengan mengarah pada pendidikan karakter. 3. Penelitian ini juga diharapkan dapat
memperluas khasanah ilmu
pengetahuan mengenai pendidikan karakter hingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.
10
E. Definisi Operasional Ada beberapa istilah dalam proposal ini, untuk memudahkan pembaca memahaminya
penulis
akan
memberikan
pengertian
operasionalnya
diantaranya sebagai berikut : 1. Pelaksanaan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci, implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan yang sudah dianggap siap. 9 2. Nilai adalah sesuatu hal yang bersifat abstrak, seperti penilaian baik atau buruknya sesuatu, penting atau kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang baik, dan apa yang lebih benar atau kurang benar yang dapat mempengaruhi perilaku manusia dalam bertindak atau berbuat sesuatu hal dalam kehidupan sosial. 10 3. Pendidikan Karakter dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif.” 11 4. Mata Pelajaran Akidah Akhlak adalah mata pelajaran yang bertujuan menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik tentang Akidah Islam
9
yang
diwujudkan
dengan
akhlaknya
yang
terpuji
untuk
Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, h. 70 10 Sofyan Sauri dan Herlan Firmansyah, Pendidikan Nilai. Jakarta : Bumi Aksara, 2010, h. 5. 11 Zubaiedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Pendidikan, Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2011, h. 14.
11
mengembangkan kehidupan beragama, sehingga menjadi Muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, serta berakhlak mulia. 12 F. Sistematika Penulisan Pembahasan dalam penelitian ini agar lebih terarah nantinya, maka penulis membuat sistematika penelitian sebagai berikut: BAB I
Pendahuluan, meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat
penelitian,
defenisi
operasional
dan
sistematika penulisan. BAB II
Telaah teori, meliputi deskripsi teoritik, kerangka berpikir dan pertanyaan penelitian.
BAB III
Metode penelitian, meliputi waktu dan tempat penelitian, pendekatan, objek dan subjek penelitian, teknik pengumpulan data, pengabsahan data dan analisis data.
BAB IV
Hasil Penelitian dan Pembahasan, meliputi gambaran umum lokasi penelitian, penyajian data dan analisis data.
BAB V
12
Penutup, meliputi kesimpulan dan saran.
Thoyib Sah Saputra, Akidah Akhlak, Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2004, h. 21.