BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Inti dari suatu organisasi adalah dengan memanfaatkan sumber daya manusia dan non-manusia yang tersedia untuk menghasilkan suatu kinerja yang efisien dan efektif. Ini hanya dapat dicapai dengan mengalikan kemampuan dan kemauan. Dalam hal ini seorang pemimpin adalah meningkatkan produktifitas pegawai dengan menaikan kemauan untuk bekerja keras dan berkontribusi secara efisiensi. Pada kenyataannya pemimpin dapat mempengaruhi moral, dan kepuasan kerja, keamanan, kwalitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Para pimpinan juga memainkan peranan kritis dalam membantu organisasi untuk mencapai tujuan mereka. Kemudian timbul kenyataan yang membuat seorang pemimpin efektif. Apa hampir semua orang apabila ditanya pertanyaan itu akan menjawab bahwa pemimpin yang efektif mempunyai sifat atau kualitas tertentu yang diinginkan. Kemampuan dan keterampilan kepemimpinan dalam pengarahan adalah faktor penting efektifitas manajer. Bila organisasi dapat mengidentifikasikan kualitas-kualitas yang berhubungan dengan kepemimpinan, kemampuan untuk menseleksi pemimpin-pemimpin efektif akan meningkat. Dan apabila organisasi dpat mengidentifikasikan perilaku dan teknik-teknik kepemimpinan efektif, akan dicapai pengembangan efektifitas personalis dan organisasi.
ϭ
Ϯ
Kepemimpinan yang efektif harus memberikan pengarahan terhadap usaha-usaha semua pegawai dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Tanpa kepemimpinan atau bimbingan, hubungan antara tujuan perseorangan dan tujuan organisasi mungkin jadi renggang (Lemah). Keadaan ini menimbulkan situasi dimana perseorangan bekerja untuk mencapai tujuan pribadinya, sementara itu keseluruhan organisasi menjadi tidak efisien dalam pencapaian sasaransasarannya. Keith Devis (2011 : 05) menyabutkan bahwa “Tanpa kepemimpinan, suatu organisasi adalah kumpulan orang-orang dan mesin-mesin yang tidak teratur (Kacau balau). Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi (membujuk) orang-orang lain untuk mencapai tujuan dengan antusias. Kepemimpinan merubah sesuatu yang potensial menjadi kenyataan. Oleh karena itu, kepemimpinan sangat diperlukan bila suatu organisasi ingin sukses. Jadi, organisasi yang berhasil memiliki sifat umum yang menyebabkan organisasi tersebut dapat dibedakan dengan organisasi yang tidak berhasil. Sifat dan ciri umum tersebut adalah kepemimpinan yang efektif. Kepemimpinan yang efektif sangat di pengaruhi oleh kepribadiaan pemimpin. Setiap pemimpin. Setiap pemimpin perlu memiliki aspek-aspek kepribadiaan yang dapat menungjang usahanya dalam mewujudkan hubungan manusia yang efektif dengan anggota organisasi atau karyawan khususnya kantor kejaksaan tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kesuksesan atau kegagalan suatu organisasi ditentukan oleh banyak hal, yang salahh satunya adalah kepemimpinan yang berjalan dalam oraganisasi tesebut. Pemimpin yang
ϯ
sukses adalah apabila pemimpin tersebut mampun menjadi pencipta dan pendorongan bagi bahawannya dengan menciptakan suasana dan budaya kerja yang dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan kinerja pegawai. Pemimpin tersebut memiliki kemampuan untuk memberikan pengaruh positif bagi pegawai untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diarahkan dalam rangka mencapai tujuan yang ditatapkan. Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara secara merdeka terutama pelaksanaan tugas dan kewenangan dibidang penuntutan dan melaksanakan tugas dan kewenangan dibidang penyidikan dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi dan pelanggaran HAM berat serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Pelaksanaan kekuasaan tersebut salah satunya diselenggarakan oleh kejaksaan tinggi,berkedudukan di ibukota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. Kejaksaan tinggi dipimpin oleh seorang kepala kejaksaan tinggi yang merupakan pimpinan dan penanggung jawab kejaksaan yang memimpin, memgendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan di daerah hukumnya. Kejaksaan berkedudukan sebagai penyidik dan penyelidik dalam tindak pidana korupsi dan penuntut umum suatu perkara dimuka persidangan. Dalam KUHAP tidak memberi pengaturan yang lebih lanjut, mengenai kedudukan kejaksaan apakah sebagai perpanjangan tangan penguasa atau tidak, hanya menjelaskan jaksa yang melaksanakan fungsi yudikatif.
ϰ
Wewenang jaksa menurut undang-undang no 14 tahun 2004 tentang kejaksaan Republik Indonesia. Jaksa menurut pasal 1 ayat 1 Undang-undang no 16 tahun 2004 tentang kejaksaan Republik Indonesia adalah “pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, serta wewenang lain berdasarkan undang-undang” Mencermati isi pasal 1 ayat (1) Undang-undang 16 tahun 2004 ini, maka jaksa memiliki wewenang penting: 1. Sebagai penuntut umum 2. Sebagai pelaksana putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap 3. Serta adanya wewenang penting yang dijabarkan lebih lanjut dalam pasal 30 undang-undang tersebut. Undang-undang no 16 tahun 2004 mengatur secara tegas bahwa kejaksaan memiliki kemerdekaan dan kemandirian dalam melaksanakan kekuasaan Negara dalam bidang penuntutan. Kedudukan kejasaan sebagai lembaga pemerintahan yang melakukan kekuasaan Negara dibidang penuntutan, bila dilihat dari segi kedudukan mengandung makna bahwa kejaksaan merupakan suatu lembaga yang berada dibawah kekuasaan eksekutif. Sementara itu bila dilihat dari segi kewenangan kejaksaan dalam melakukan penuntutan berarti kejaksaan menjalankan kekuasaan yudikatif. Dalam mewujudkan prinsip yang terkandung dalam perubahan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah membawa
ϱ
perubahan yang mendasar dalam kehidupan ketatanegaraan khususnya dalam pelaksanaan kehakiman. Berdasarkan perubahan tersebut maka badan-badan lain yang berfungsi berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur oleh undangundang Ketentuan Badan-Badan tersebut di pertegas oleh Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakimanan pasal 42 yang menyatakan “Badan-badan lain yang berfungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakimann meliputi Kepolisian Negara Repeblik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Dan Badan- Badan yang di atur oleh Undang-Undang’’. Sejalan dengan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan berapa Undang-undang yang baru, serta berdasarkan
perkembangan
kebutuhan
masyarakat
dan
kehidupan
ketatanegaraan maka Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia sudah tidak sesuai lagi sehingga perlu diadakan perubahan secara Komprehensif dengan membentuk Undang-Undang yang baru. Pembaharuan undang-undang
tentang kejaksaan republik indonesia
tersebut dimaksudkan untuk menetapkan kedudukan dan peran kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga negara pemerintahan yang melaksanakan kekeusaaan negara dibidang penuntutan harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak manapun, yakni yang melaksanakan secara merdeka dan terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya. Selain itu salah satu lembaga penegah hukum dituntut untuk lebih berperan dalam
ϲ
menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penagak Hak Asasi Manusia, serta pemberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Kantor KejaksaanTinggi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu kantor menangani masalah-masalah yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta, Sehingga perlu untuk diteliti guna mengetahui seberapa penting efektivitas kepemimpinan dan efektivitas kerja pegawainya agar bisa menaggani masalah-masalah, baik di kantor kejaksaan maupun diluar. Menurut penelitian dari banyak ilmuan dan pengalaman dari banyak praktisis menunjukan bahwa efektivitas kepemimpinan seorang pemimpin pada akhirnya dinilai dengan menggunakan kemampuan mengambil keputusan sebagai kriteria utamanya. Setiap pemimpin perlu mempertimbangkan upaya untuk memotivasi pegawai agar bekerja dengan baik. Apabila motivasi pegawai rendah maka kinerja pegawai akan menyusut seakan-akan kemamapuan meraka miliki rendah. Motivasi merupakan sebuah fungsi kepemimpinan yang penting untuk dilakukan untuk meningkatkan efektivitas kinerja pegawai di kantor-kantor tersebut. Motivasi juga mengambarkan hubungan antara harapan dan tujuan dengan hal yang dilakukan untuk mendorong seseorang melakukan sesuatu dengan motivasi yang bersifat positif dan negatif yang dapat digunakan seorang pemimpin agar pegawai mau bekerja giat dan optimal untuk mencapai tujuaan organisasi kantor kejaksaan DIY. Berdasarkan latar belakang maka penulis mengangkat skripsi dengan judul “EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI’’ (Study Kasus : PADA KANTOR KEJAKSAAN TINGGI DIY 2011-2012)
ϳ
B. RUMUSAN MASALAH Perumusan masalah didalam penelitian ini adalah: Bagaimana Efektivitas Kepemimpinan Dalam Hubungan Dengan Efektivitas Kerja Pegawai Di kantor Kejaksaan Tinggi DIY 2011-2012 ?
C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui Bagaimana Efektivitas Kepemimpinan dikantor Kejaksaan Tinggi DIY Dalam Hubungan Dengan Efektivitas Kerja Pegawai Dikejaksaan tinggi DIY Tahun 2011-2012?
D. MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang di harapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi kantor kejaksaan DIY sebagai bahan masukan atau dijadikan sebagai landasan dalam melakukan kebijaksanaan kantor khususnya mengenai Efektivitas Kepemimpinan dikantor Kejaksaan Tinggi DIY Dalam Hubungan Dengan Efektivitas Kerja Pegawai Dikejaksaan Tinggi DIY Tahun 20112012. 2. Bagi penulis untuk menambah pengetahuan dan sebagai sarana aplikasi ilmu yang dapat di bangku perkuliahan mata kuliah Ledearship dan Manajemen Sumber Daya Manusia tentang Efektivitas Kepemimpinan dikantor Kejaksaan Tinggi DIY Dalam Hubungan Dengan Efektivitas Kerja Pegawai Dikejaksaan Tinggi DIY Tahun 2011-2012.
ϴ
E. KERANGKA TEORI 1. Pengertian kepemimpinan Kepemimpinan
memegang
peranan
penting
bagi
pencapaian
efektivitas kepemimpinan organisasi. Pemimpin memiliki kapasitas dalam mempengaruhi orang lain untuk berperilaku sesuai harapan organisasi. Kepemimpinan berasal dari kata pemimpin, yang berarti seseorang yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan dan kelebihan dalam suatu bidang, sehingga dia mamapu mempengaruhi orang lain untuk sama-sama melakukan aktifitas demi tercapainya suatu maksud dan beberapa tujuan (Kartono,2005:76). Menurut Griffin dan Ebert (1999:228), Kepemimpinan ( leadership ) proses memotivasi orang lain untuk mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Rivai, (2004:64), kepemimpinan pada dasarnya mempunyai pokok pengertian sebagai sifat, kemampuan, proses, dan atau konsep yang dimiliki oleh seseorang sedemikian rupa sehingga ia diikuti, dipatuhi, dihormati dan orang lain bersedia dengan penuh keikhlasan melakukan perbuatan atau kegiatan yang telah dikehendaki oleh pemimpin tersebut.
Dengan
demikian
dapat
dikatakan
sebagai
proses
untuk
mempengaruhi orang lain. Umar (2008:36) mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses pengarahan dan usaha mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok. Sedang menurut Hasibuan (2003:170), kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi prilaku bawahan
ϵ
agar mau bekerjasama dan bekerja secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi orang lain agar mau berperan serta dalam rangka memenuhi tujuan yang telah ditetapkan bersama. Dimana definisi kepemimpinan akhirnya dikategorikan menjadi empat elemen. (Susanto A.B;Koesnadi Kardi, 2003:115), yakni; a. Kepemimpinan merupakan proses b. Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi (hubungan) antara pemimpin dan bawahan. c. Kepemimpinan merupakan ajakan kepada orang lain d. Kepemimpinan memotivasi orang lain agar mau bekerja Dari berbagai pengertian kepemimpinan diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa secara umum pengertian kepemimpinan adalah suatu kewenangan yang disertai kemampuan seseorang dalam memberikan pelayanan
untuk
menggerakan
orang-orang
yang
berada
dibawah
koordinasinya dalam usaha mencapai tujuan yang ditetapakn suatu organisasi. Ada beberapa pengertian yang berbeda mengenai kepemimpinan yang dikemukakan oleh para ahli, George R. Terry diterjemahkan oleh Cahyono (2005:15) mengemukakan bahwa kepemimpinan (learedrship) merupakan hubungan antara orang lain. Pemimpin mampu menpengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama-sama dalam tugas yang saling berkaitan, untuk mencapai tujuan organisasi tersebut.
ϭϬ
Kepemimpinan adalah kemampuaan mengunakan pengaruh dan memotivasi individu untuk mencapai tujuan organisasi. Kemampuan mempengaruhi akan menentukan cara yang digunakan pegawai dalam mnecapai hasil kerja. Hal ini didasarkan pada pendapat Anwar (2005:32) bahwa pemimpin mempunyai otoritas dalam merencanakan, mengarahkan, mengkoordinasi, dan mengontrol prilaku pegawai. Pemimpin organisasi dapat mempengaruhi prilaku dengan cara menciptakan sistem dan proses organisasi yang sesuai dengan kebutuhan, baik kebutuhan individu, kebutuhan kelompok maupun kebutuhan organisasi. Para peneliti biasanya mendefinisikan kepemimpinan sesuai dengan perspektif-perspektif individual dan aspek dari fonomena yang paling menarik perhatian mereka. Setelah suatu tinjauan kembali menyeluruh mengenai kepustakaan tentang kepemimpan, Stogdill (1974:259) menyimpulkan bahwa “ terdapat hampir sama banyaknya definisi tentang
kepemimpinan
dengan
jumlah
orang
yang
telah
mencoba
mendefinisikan konsep tersebut”. Kepemimpinan talah didefinisikan dalam kaitannya dengan ciri-ciri individual, prilaku, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola
interaksi,
hubungan
peran,
tempatnya
pada
suatu
posisi
administratif, serta persepsi oleh orang lain mengenai keabsahan dari pengaruh. 2. Peran Kepemimpinan dalam Organisasi Kepemimpinan merupakan salah satu faktor kunci dalam organisasi. Kepemimpinan adalah entitas yang mengarahkan kerja para anggota para organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan yang baik
ϭϭ
diyakini maupun mengikat, mengharmonisasi, serta mendorong potensi sumber daya organisasi agar dapat bersaing secara baik. Konsep kepemimpinan telah banyak ditawarkan para penulis dibidang organisasi. Kepemimpinan tentu saja mengkaitkan aspek individual seorang pemimpin dengan konteks situasi dimana pemimpin tersebut menerapkan kepemimpinan. Kepemimpinan juga memiliki sifat kolektif dalam arti segala perilaku yang diterapkan seorang pemimpin akan memiliki dampak luas bukan bagi dirinya sendiri melainkan seluruh anggota organisasi. Peranan seorang pemimpin muncul karena memahami bahwa pemimpin tersebut tidak bekerja sendiri, melainkam merupakan suatu tim kerja dalam organisasi. Thoha (1990 : 12) menyebutkan ada 3 peranan penting yang dapat dimainkan oleh seorang pemimpin dalam menjalankan tugas dan fungsinya dimanapun dia berada yaitu : a. Peranan hubungan antar pribadi 1) Sebagai figurhead, yakni suatu peranan yang dijalankan untuk mewakili organisasi yang dipimpinnya didalam setiap kesempatan dan persoalan yang timbul secara formal. Seorang figurhead yang karena orientasinya melaksanakan serangkaian tugas-tugas yang melibatkan aktiva pribadi (menghadiri upacara-upacara resmi). 2) Berperan sebagai pemimpin (leader) dalam peranan sebagai pemimpin, selalu melakukan hubungan secara inter personal dengan para pengikutnya, dengan melakukan fungsi-fungsi pokoknya antara lain memimpin, memotivasi, mengembangkan dan mengendalikan.
ϭϮ
Pada organisasi informal biasanya pemimpin diikuti karena mmpunyai kekuasaan kharismatik atau kekuatan fisik. Dalam organisasi formal pemimpin yang diangkat dan atas seringkali tergantung dan kekuasaan yang melekat pada jabatan tersebut. 3) Berperan sebagai pejabat perantara (Gaison Manager). Dalam hal ini seorang pemimpin melakukan perannya dengan cara berinteraksi dengan teman-teman sejawat, dengan staf-stafnya, dan bahkan dengan organisasi
yang
berada
diluar
organisasinya,
dalam
rangka
memperoleh informasi yang dibutuhkan. Karena organisasi yang dipimpinya tidak berdiri sendirian, maka pemimpin meletakan peranan lisan dengan cara banyak berhubungan dengan sejumlah individu atau kelompok-kelompok tertentu yang berada diluar organisasinya. b. Peranan yang berhubungan dengan Organisasi (Infomational Role) seorang pemimpin untuk memperoleh informasi yang cukup dalam rangka memecahkan suatu permasalahan yang timbul dalam organisasi yang dipimpinnya, peimpin tersebut harus berperan sebagai berikut: 1) Sebagai monitor, seorang pemimpin diidentifikasikan sebagai penerimaan dan pengumpul organisasi dalam rangka mendeteksi perubahan-perubahan, mengidentifikasikan persoalan-persoalan dan kesempatan
yang
ada
untuk
keperluan-keperluan
pembuatan
keputusan. Dengan demikian manajer akan memperoleh informasi
ϭϯ
yang mungkin dari berbagai sumber baik dan luar maupun dalam organisasinya. 2) Sebagai desiminator (penyampaian informasi dari luar ke dalam) informasi yang diperoleh dari luar oleh seorang pemimpin disampaikan staf-stafnya yang ada dalam organisasi. 3) Sebagai Spekerman ( Juru Bicara), peranan ini digunakan manajer untuk menyampaikan informasi keluar lingkungan organisasinya dalam hal ini manajer bertindak atas nama organisasinya. Sebagai manajer juga merupakan pusat informasi yang mengetahui tentang organisasinya. Untuk bisa bertindak efektif, manajer dapat melakukan lobbying dengan pihak luar mungkin juga bertindak sebagai orang ahli dibidang tertentu yang dijalankan organisasinya. c. Peranan dalam hubungan dengan pembuatan keputusan (Decisional Role) Seorang pemimpin yang baik adalah yang bertanggung jawab terhadap organisasi tergantung pada pemimpinnya. Oleh karena itu pemimpin harus terlibat dalam seuatu proses pembuatan strategi didalam pemgambilan
keputusan-keputusan
organisasi-organisasi
seecra
signifikan dan berhubungan. Dalam decisional role manajer berperan sebagai berikut : 1) Peranan sebagai entrepreneur, dalam peran ini manajer berperan sebagai pemrakarsa dan perancang, dan banyak perkantoranperkantoran yang terkendali dalam oragnisasi. Peranan ini dimulai dan aktivitas dilihat tau memahami secara teliti persoalan-persoalan
ϭϰ
organisasi yang mungkin bisa digarap sebagai kelanjutan dan peranan ini manajer akan merancang sesuatu kegiatan untuk mengadakan perubahan-perubahan yang terkendali. 2) Peranan sebagai penghalau, ganguan (disturbance handler). Peran ini menuntut tanggung jawab manajer terhadap organisasi bila terhancam bahaya, misalnya organisasi akan dilikuidasi dan sebagainya. Bila terjadi gangguan demikian tindakan koreksi diharapkan datang dan manajer. 3) Peranan sebagai pembagi sumber (resouce alloceter). Dalam proses ini manajer mamainkan untuk memutuskan kemana sumber dana didistribusikan dengan cara bijaksana baik berupa uang, waktu, perbekalan, reputasi dan tenaga kerja. 4) Peranan sebagai negosiator, peran ini meminta pada manajer untuk aktiv berpartisipasi dalam arena negosiasi kedalam amupun keluar organisasi. Dalam keadaan ini manajer bertindak sebagai pimpinan kontingennya untuk mebicarakan sebagai pericara yang diagendakan dalam negosiasi yang mengungtungkan organisasinya, dan para gilarannya pegambilan keputusan sebagai salah satu aktivitas yang tidak dapat dihindarinya. Kepemimpinan yang merupakan proses yang melibatkan berbagai dimensi akan
dapat
menghasilkan
berbagai
kondisi
yang
merugikan
atau
menguntukan organisasi. Dengan demikian, diperlukan penelitian mengenai efektifitas kepemimpinan. Hal ini ditegaskan oleh Stoner terjemahan
ϭϱ
Prabowo (2005:54) yang berpendapat bahwa tiga aspek dalam kepemimpinan yaitu : a. Pembagiaan kekuasaan yang tidak sama antara pemimpin dan yang dipimpin, b. Pengunaan segala bentuk kekuasaan untuk mempengaruhi anah buah, dan c. Dalam proses melibatkan orang lain. Namum demikian, untuk mencapai kepemimpinan yang sempurna harus memenuhi syarat potensi yang tercakup dalam arti kepemimpinan. Peranan pemimpin atau kepemimpinan dalam organisasi ada tiga yaitu seperti yang dikemukakan oleh Siagian terjemahan Brahmasari (2008:34) berikut : a. Peranan yang bersifat interpersonal Peranan ini merupakan yang bersifat interpersonal mengandung arti bahwa seorang pemimpin dalam organisasi atau perkantoran merupkan sebuah
simbol
akan
keberadaan
organisasi,
pemimpin
tersebut
bertanggung jawab untuk memotivasi dan memberikan arahan kepada pegawai dan seorang pemimpin mempunyai peran sebagai penghubung. b. Peranan yang bersifat informasional Peranan yang bersifat informasional mengadung arti bahwa seorang pemimpin
dalam
organisasi
bersifat
pemberi,
penerimaan,
dan
penganalisis informasi. c. Peran pengambilan keputusan. Peran pemimpin dalam mengambil keputusan mempunyai arti bahwa pemimpin mepunyai peran sebagai penentu kebijakan yang akan diambil,
ϭϲ
yaitu berupa strategi-strategi bisnis yang mampu untuk mengembangkan inovasi, mengambi peluang atau kesempatan dan bernegosiasi, dan menjalankan usaha secara konsisten. Teori Kepemimpinan dalam Pemerintahan atau Organisasi publik Walaupun terdapat keidentikan pendefinisian para pakar tentang organisasi, tetapi untuk melihat variasi pengertian, berikut ini penulis sungguhan berbagi pendefinisian tersebut yaitu : Menurut Jemes D. Mooney (1954 :6) Organization is the form of every human association for the attainment of common purpose. Maksudnya, organisasi adalah sebagai bentuk setiap perserikatan orang-orang untuk pencapaian suatu tujuan bersama. Menurut john D. Millet (1954 :6) Organization is the structural framework within which the work of many individuals is carried on for the realization of common purpose. Maksudnya, organisasi adalah sebagai kerangka struktur di mana pekerjaan dari beberapa orang diselenggarakan untuk mewujudkan suatu tujuan bersama. Menurut Herbert A. Simon (1958 :8) Organization is the complex pattern of communication and other relation in a group of human being. Maksudnya, organisasi adalah sebagai pola komunikasi yang lengkap dan hubungan-hubungan lain di dalam suatu kelompok orang-orang.
ϭϳ
Menurut chester L. Barnard (1968 :23) Organization is the system of cooperative activities of two or more person something intangible and impersonal largely a matter of relationship. Maksudnya, organisasi adalah sebagai sebuah sistem tentang aktivitas bersama dua orang atau lebi dari yang tidak terwujud dan tidak pandang bulu. Menurut Dwight Waldo (1955:6) Organization is the structural of authoritative and habitual personal interrelation in an administrative system. Maksudnya, organisasi adalah sebagai suatu struktur dari kewenangankewenangan dan kebiasaan-kebiasaan dalam hubungan antara orang-orang pada suatu sistem administrasi. Menurut Luther Gulick (1955:6) Organization is the means of interrelating the subdivions of work by alloting them to men who are placed in a structural of authority, so that the work may be coordinated by orders of superiors to sub ordinates, reaching from the top to the botton of the entire enterprise. Maksudnya, organisasi adalah sebagai suatu alat saling hubungan satuansatuan kerja yang memberikan mereka kepada orang-orang yang ditempatkan dalam struktur kewenangan, jadi dengan demikian pekerjaan dapat dikoordinasikan oleh perintah para atasan kepada para bawahan yang menjangkau dari puncak sampai ke dasar dari seluruh badan usaha. Dari definisi-definisi tersebut penulis berkesimpulan bahwa organisasi merupakan antara lain:
ϭϴ
a. Wadah atau tempat terselenggaranya administrasi. b. Di dalamnya terjadi berbagai hubungan antar-individu maupun kelompok, baik dalam organisasi itu sendiri maupun keluar c. Terjadinya kerjasama dan pembagian tugas d. Berlangsung proses aktivitas berdasarkan kinerja masing-masing. Organisasi yang terbesar dimanapun sudah barang tentu organisasi publik yang mewadahi seluruh lapisan masyarakat dengan ruang lingkup Negara. Oleh karena itu organisasi publik mempunyai kewenangan yang absah (terlegitimasi) dibidang politik, administrasi, pemerintahan dan hukum scara terlembaga sehingga mempunyai kewajiban melindungi warganya, dan melayani kebutuhannya, sebaliknya berhak pula memungut pajak untuk pendanaan, serta menjatuhkan hukuman sebagai sngsi penegakan hukuman serta mwnjatuhkan hukuman sebagai sngsi menegakan peraturan. Itulah sebabnya dalam agama Islam, organisasi publik disebutkan dalam kitab suci Al-Qur’an sebagai keharusan akan adanya segolongan umat yang mengajak kepada kebenaran dan kebaikan (ma’ruf) serta melarang kepada keburukan (munkar). Inilah kemudian yang mendasari dibentuknya berbagai lembaga departemental di berbagai organisasi publik. Jadi organisasi publik ini sering kali kita lihat pada bentuk organisasi instansi pemerintah yang juga dikenal sebagai birokrasi pemerintah istilah irokrasi ini diberikan kepada instansi pemerintah karena pada awalnya tipe organisasi yang ideal (yang disebut birokrasi dan orang-orang yang disebut
ϭϵ
birokrat ini) merupakan bentuk yang sebagian besar diterima dan di terapkan oleh instansi pemerintah. Dalam pandangan Max Weber, organisasi itu tetap merupakan sebagai suatu lingkaran masyarakat yang harus membiasakan dirinya untuk patuh perintah-perintah
pemimpinnya,
dimana
masing-masing
mempunyai
perhatian pribadi secara berkesinambungan dalam pengaturan kebijaksanaan, sebagi partisipasi mereka bersama dan hasil yang bermanfaat. Dapat dilakukan pelatihan-pelatihan kerja dan fungsi (tugas) mereka masingmasing. Dengan dmikian pada gilirannya akan dipersiapkan untuk kemntapan mereka sendiri. 3. Gaya Kepemimpinan Pada awal permunculan teori kepemimpinan telah di identifikasikan berbagai kondisi para pemimpin hebat. Penampilan fisik, inteligensia, dan kemampuan berbicara dikalangan publik merupakan ciri khas yang harus dimiliki oleh para pemimpin. Pada waktu itu banyak diyakini bahwa orang bertubuh tinggi lebih baik kemampuan memimpinya dibandingkan orang bertubuh pendek. Namum belakang ini sudah terjadi pergeseran, cara pandang tidak lagi pada penampilan fisik, melainkan gaya kepemimpinan. Griffin dan Ebert (1999:229) mengemukakan tiga kepemimpinan yaitu: a. Gaya otokratik (autocratic style) b. Gaya demokratik (democratic style) c. Gaya bebas terkendali (free-rein style).
ϮϬ
Pemimpin dengan gaya otokratik pada umumnya memberikan perintah-perintah dan meminta bawahan untuk mematuhinya. Para komandan militer di medan perang pada umumnya menerapkan gaya ini. Pemimpin yang menerapkan gaya ini tidak memberikan cukup waktu kepada para bawahan untuk bertanya dan hal ini lebih sesuai pada situasi yang memerlukan kecepatan dalam pengambilan keputusan. Gaya ini juga cocok untuk diterapkan pada situasi dimana pimpinan harus cepat mengambil keputusan sehubungan adanya desakan para pesaing. Gaya otokratik ini tidak selalu jelek seperti persepsi orang selama ini. Untuk menghadapi anggota tim yang malas, tidak disiplin, susah diatur, dan selalu menjadi troubel maker, gaya kepemimpinan otokratik sangat tepat untuk digunakan oleh seorang ketua tim. Pemimpin dengan gaya demokratik pada umumnya meminta masukan kepada para bawahan atau stafnya terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan, namum pada akhirnya menggunakan kewenangannya dalam mengambil keputusan. Pemimpin
dengan
gaya
bebas
terkendali
pada
umumnya
memposisikan dirinya sebagai konsultan bagi para bawahannya dan cenderung memberikan kewenangan kepada para bawahan untuk mengambil keputusan. Dengan gaya ini seorang pemimpin lebih menekankan kepada unsur keyakinan bahwa kelompok pekerja telah dapat dipercaya karena seringnya menyampaikan pendapat dan telah mengetahui apa yang harus
Ϯϭ
dikerjakan dan mengetahui bagaimana mengerjakannya sehingga pemimpin hanya tut wuri handayani (broad base management). Ketiga gaya kepemimpinan tersebut dapat digunakan oleh seorang ketua tim sesuai situasi yang dihadapinya situasi disini meliputi,tuntutan pekerjaan, kemampuan bawahan, pimpinan, teman sekerja, kemampuan dan harapan-harapan bawahan serta kematangan bawahan. Pemimpin harus mempunyai rasa kejujuran dan kebenaran dalam memimpin sebuah organisasi, dan tidak berpihak antara satu dengan yang lain, karena peran kepemimpinan sangat berpengaruh untuk menjalankan sebuah organisasi yang dipimpinnya, dan masih banyak pula melihat pemimpin sekarang ini Cuma untuk mempertahankan egonya dalam melakukan sebuah kebijakan yang dia lakukan,sehingga organisasi banyak yang berantakan karena kesalahan pemimpin dalam mengatur pegawainya atau staf kerja. Maka sebab itu ada beberapa pendapat tentang peran kepemimpinan. Back dan Neil Yeagr (1994:102) mengemukakan empat gaya kepemimpinan yang lazim disebut kepemimpinan situasional (situational leadership) berdasarkan interaksi antara pengarahan (direction) dengan pembantuan (support) yang digambarkan sebagai berikut :
ϮϮ
Gambar 1.1 Interaksi Pengarahan dan Pembantuan High support
High support
high
High diraction
Support
S3
S2
S4
S1 Low support
High direction
Low direction Low
Direction
High
Secara universal, hubungan tersebut dapat di deskripsikan sebagai suatu pola hubungan antara tinggi rendahnya hubungan perilaku (relationship behavior) manusia dengan tinggi rendahnya (task behavior). Berdasarkan pola hubungan tersebut, maka rotasi gaya kepemimpinan digambarkan sebagai berikut : Tabel 1.1 Rotasi Gaya Kepemimpinan Notasi
Deskripsi
S1
Telling (Directing/Structuring)
S2
Selling (Problem Solving/Coaching)
S3
Participating (Developing/Encouraging)
S4
Delegating
Ϯϯ
S1. Telling (Directing/Structuring) Seorang pemimpin yang senang mengambil keputusan sendiri dengan memberikan intruksi yang jelas dan mengawasinya secara ketat serta memberikan penilaian kepada mereka yang tidak melaksanakannya sesuai dengan yang apa anda harapkan. Kekuatan dari gaya kepemimpinan ini adalah dalam kejelasan tentang apa yang diinginkan, kapan keinginan itu harus dilaksanakan, dan bagaimana caranya. Kelemahan dari gaya kepemimpinan ini adalah selalu ini mendominasi semua persoalan sehingga ide dan gagasan bawahan tidak berkembang. Semua persoalan akan bermuara kepada pemimpin sehingga mengundang unsur ketergantungan yang tingi kepadanya. Penggunan model S1dapat dilakukan apabila dengan kondisi sebagai berikut : a. Orang bau yang mempunyai pengalaman terbatas untuk mengerjakan apa yang diminta. b. Orang yang tidak memiliki motivasi dan kemauan untuk mengerjakan apa yang diharapkan. c. Orang yang merasa tidak yakin dan kurang percaya diri. d. Orang yang bekerja dibawah standar yang telah ditentukan.
S2. Selling (Coaching) Seorang pemimpin yang mau melibatkan bawahan dalam pembuatan suatu
keputusan.
Pemimpin
bersedia
membagi
persoalan
dengan
Ϯϰ
bawahannya, dan sebaliknya persoalan dari bawahan selalu didengarkan serta memberikan pengarahan mengenai apa yang seharusnya dikerjakan. Kekuatan gaya kepemimpinan ini adalah adanya keterlibatan bawahan dalam memecahkan suatu masalah sehingga mengurangi unsur ketergantungan kepada pemimpin. Kepeutusan yang dibuat akan lebih mewakili Tim daripada pribadi. Kelemahan dari gaya kepemimpinan ini adalah tidak tercapainya efisiensi yang tinggi dalam proses pengambilan keputusan. Penggunan model S1dapat dilakukan apabila dengan kondisi sebagai berikut : a. Orang yang respek terhadap kemampuan dan posisi pemimpin. b. Orang yang mau berbagi tanggung jawab dan dekat dengan pemimpin. c. Orang yang belum dapat melaksanakan pekerjaannya sesuai standar yang berlaku. d. Orang yang mempunyai motivasi untuk meminta semacam pelatihan atau training agar dapat bekerja dengan lebih baik.
S3. Participating (Developing/Encouraging) Salah satu ciri dari gaya kepemimpinan ini adalah adanya kesediaan dari pemimpin untuk memberikan kesempatan bawahan agar dapat berkembang dan bertanggungjawab serta memberikan dukungan sepenuhnya mengenani apa yang mereka perlukan. Kekuatan gaya kepemimpinan ini adalah adanya kemampuan yang tinggidari pimpinan untuk menciptakan suasana yang menyenangkan sehingga bawahan merasa senang, baik dalam menyampaikan masalah maupun hal-hal lain yang
Ϯϱ
tidak dapat mereka putuskan. Pemimpin selalu memberikan kesempatan kepada bawahan untuk dapat berkembang. Kelemahan gaya kepemimpinan ini adalah diperlukannya waktu yang lebih banyak dalam proses pengambilan keputusan. Pemimpin harus selalu menyediaakan waktu yang banyak untuk berdiskusi dengan bawahan. Penggunan model S1 dapat dilakukan apabila dengan kondisi sebagai berikut; a. Orang yang dapat bekerja diatas rata-rata kemampuan sebagian besar pekerja. b. Orang yang mempunyai motivasi yang kuat sekalipun pengalaman dan kemampuannya masih harus ditingkatkan. c. Orang yang mempunyai keahlian dan pengalaman kerja yang sesuai dengan tugas yang akan diberikan.
S4. Delegating Dalam gaya ini, pemimpin memberikan banyak tanggung jawab kepada bawahan dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk memecahkan permasalahan. Kekuatan dari gaya kepemimpinan ini adalah terciptanya sikap memiliki dari bawahan atas semua tugas yang diberikan. Pimpinan lebih merasa santai sehingga mempunyai waktu yang cukup untuk memikirkan hal-hal lain yang memerlukan perhatian lebih banyak. Kelemahan dari gaya kepemimpinan ini adalah saat bawahan memerlukan keterlibatan pemimpin, maka ada kecenderungan ia akan mengembalikan persoalannya kepada bawahan meskipun sebenarnya itu tugas pimpinan.
Ϯϲ
Penggunan model S1dapat dilakukan apabila dengan kondisi sebagai berikut : a. Orang yang mempunyai motivasi, rasa percaya diri yang tinggi dalam mengerjakan tugas-tugasnya. b. Orang yang mempunyai pengalaman dan keahlian memadai untuk mengerjakan tugas-tugas yang sudah jelas dan rutin dilakukan. c. Orang yang berani menerima tanggung jawab untuk menyelesaikan suatu tugas. d. Orang yang kinerjanya diatas rata-rata para pekerja pada umumnya. Gaya kepemimpinan mencakup tentang bagaimana seseorang bertindak dalam konteks organisasi, maka cara termudah untuk mengetahui berbagai jenis gaya ialah dengan menggambarkan jenis organisasi atau situasi yang dihasilkan oleh atau yang cocok bagi satu gaya tertentu. Perhatian utama kita pada saat ini adalah bagi mereka yang sudah berada dalam posisi kepemimpinan, ketimbang mereka yang masih berfikir-fikir mengenai kecakapan mereka. Menurut Rivai dan Arivin (2009:305) ada lima (5) gaya kepemimpinan yaitu: a. Birokratis, ini adalah satu gaya yang ditandai dengan keterlibatan yang terus menenerus kepada aturan-aturan organisasi. Gaya ini menganggap bahwa kesulitan-kesulitan akan dapat diatasi apabila setiap orang mematuhi peraturan. b. Permisif (serba membolehkan), ini adalah membuat setiap orang dalam kelompok tersebut puas. Membuat orang-orang tetap senang adalah aturan mainya. Gaya ini menganggap bahwa apabila orang-orang merasa
Ϯϳ
puas dengan diri mereka sendiri dan orang lain, maka organisasi tersebut akan berfungsi, dengan demikian pekerjaan akan bisa diselesaikan. c. Laissez-faire (kendali bebas), ini adalah sama sekali bukanlah kepemimpinan, gaya ini membiarkan segala sesuatu berjalan dengan sendirinya. Pemimpin hanya melaksankan fungsi pemilharaan saja. Misalnya, seoarang jaksa yang namanya saja ketua organisasi tersebut dan hanya menyelesaikan urusan kasus-kasus yang melanggar UU, sementara yang lain mengerjakan segala pernik mengenai bagaimana organisasi tersebut harus beroperasi, gaya ini kadang-kadang dipakai oleh pemimpin yang berpergiaan atau hanya bertugas sementara. d. Partisipatif, gaya ini adalah dipakai oleh mereka yang percaya bahwa cara untuk memotivasi orang-orang adalah dengan melibatkan mereka proses pengambilan keputusan. Hal ini diharapkan akan menciptakan rasa memilki sasaran dan tujuan bersama. e. Otokratis, gaya ini ditandai dengan ketergantungan kepada yang berwenang dan bisa menganggap bahwa orang-orang tidak akan melakukan apa-apa kecuali jika di perintakan. Gaya ini tidak mendorong adanya pembaruaan. Pemimpim sangat diperlukan, keputusan dapat dibuat dengan capat. Dari penelitian yang dilakukan Fiedler yang dikutip oleh Prasetyo (2006:27) bahwa kinerja kepemimpinan sangat tergantung pada organisasi maupun gaya kepemimpinan. Apa yang bisa dikatakan adalah bahwa pemimpin bisa efektif kedalam situasi tertentu dan tidak efektif pada situasi yang lain. Usaha untuk
Ϯϴ
meningkatkan efektifitas organisasi atau kelompok harus dimulai dari belajar, tidak hanya bagaimana melatih pemimpin secara efektif, tetapi juga membangun lingkungan organisasi dimana pemimpin bisa bekerja dengan baik. Prasetyo (2006:28) gaya kepemimpinan adalah cara yang digunakan dalam proses kepemimpinan yang diimplementasikan dalm prilaku kepemimpinan seseorang untuk mempengaruhi orang lain untuk bertindak sesuai dengan apa yang dia inginkan. Menurut Flippo (1987:394) gaya kepemimpinan juga dapat didefinisikan sebagai pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk
mencapai
suatu
tujuan
tertentu.
Menurut
Rivai
(2003:61)
kepemimpinan autokratis adalah gaya kepemimpinan yang menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya, sehingga kekuasaanlah yang paling diuntungakan dalam organisasi. Kepemimpinan Demokratis ditandai dengan adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Dibawah kepemimpinan demokratis bawahan cenderung bermoral tinggi,
dapat
bekerjasama,
mengutamakan
mutu
kerja,
dan
dapat
mengarahkan diri sendiri Rivai (2006:61). 4. Efektivitas kepemimpinan Kajian mengenai perkembangan riset teori kepemimpinan bisa dibagi menjadi tiga,menurut Dewi (2009) yang pertama adalah sifat pemimpin
Ϯϵ
(traits theory), kemudian perilaku pemimpin (Behavioral theory) dan kepemimpinan situasional (Situational leadership). Teori sifat ini mencoba memaparkan kepemimpinan dilihat dari sifatsifat yang ada atau mengikat pada diri seseorang dengan kata lain, seseorang yang mempunyai sifat-sifat atau ciri-ciri sebagaimana yang dimaksudkan dalam peningkatan teori ini,dapat dikatakan pantas dan layak disebut sebagai pemimpin. Aktivitasnya dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai pemimpin (melaksanakan kepemimpinan) dengan sendirinya akan dekat dan terkait sekali dengan sifat-sifat yang dimilikinya. Selanjutnya adalah pendekatan menurut teori perilaku,penekanan yang semula diarahkan kepada pemimpin maka sekarang diubah kepada gaya perilaku atau gaya yang dianut oleh pemimpin tersebut. Berdasarkan teori ini agar organisasi dapat berjalan secara efektif terdapat penekanan pada suatu gaya kepemiminan terbaik (one best way). Traits dan Behavioral theory memiliki kelemahan yang sama, yaitu mengabaikan
faktor-faktor
situasional
untuk
menentukan
efektivitas
kepemimpinan. Untuk menjadi pemimpin yang efektif tidak cukup hanya memiliki kepemilikan sifat-sifat seorang pemimpin, oleh karena itu munculah teori yang ke 3 yaitu kepemimpinan situasional. Terakhir adalah teori yang didasarkan pada faktor situasi atau situasional. Berbeda dengan teori-teori sebelumnya menurut Muflihin (2008) kepemimpinan dilihat dari teori situasional ini beranggapan bahwa jenis tindakan atau kebijakan apa yang perlu dilakukan atau diambil dalam rangka
ϯϬ
mencapai tujuan organisasi perlu dilihat bagaimana kondisi bawahan atau pegawai. Pada situasi bawahan itu masih belum tau banyak dan pengalaman masih kurang,maka pemimpin dapat menerapkan pola pertama, yaitu menekankan pelaksanaan tugas yang tinggi, sedangkan hubungan dengan anggota atau pegawai dibatasi. Dalam kondisi sebagaimana diatas pemimpin perlu memberikan penjelasan tentang tugas yang harus dikerjakan oleh pegawai secara jelas, terperinci dan mudah dipahami. Jika hal ini tidak dilakukan (artinya pemimpin membiarkan pegawainya untuk bekerja sendiri tanpa adanya penjelasan tugas) maka tindakan yang dilakukan pegawai tidak dapat terarah dan cenderung keluar dari tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Tindakan pemimpin yang seperti ini jelas membuang-buang tenaga, waktu dan biaya yang ada. Apabila situasi atau kondisi pegawai dalam keadaan cukup baik, sudah terbiasa bekerja dalam organisasi, pemimpin masih tetap perlu memberikan arahan kepada pegawai tentang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Hanya saja pemimpin perlu membangun hubungan manusiawai yang baik, dengan memberikan dorongan atau motivasi kepadanya untuk bekerja dengan baik, teliti, dan tekun (misalnya dengan memberi pujian atas hasi kerjanya atau sapaan setiap saat). Mardiana (2003:102) dan Wijaya (2006:89) menyatakan beberapa faktor penting situasional yang mempengaruhi keefektivitasan kepemimpinan
ϯϭ
adalah kualitas hubungan pemimpin-bawahan, tingkat struktur dalam tugas yang akan dikerjakan, dan kekuatan posisi pemimpi. Hal tersebut sesuai dengan dasar yang dikemukakan oleh Fiedler (dalam Robbins 2006:135) bahwa efektivitas kepemimpinan bergantung pada faktor situasi (situasional), dengan kata lain efektivitas kepemimpinan bergantung pada keadaan dari kecocokan antara perilaku pemimpin dan tuntutan situasi seperti yang ditunjukan pada gambar berikut ini : Gambar 1.2 Esensi Teori Kepemimpinan Contingency Fiedler WĞƌŝůĂŬƵWĞŵŝŵƉŝŶ &ŝƚ;ĐŽĐŽŬͿ dƵŶƚƵƚĂŶ^ŝƚƵĂƐŝ
ĨĞŬƚŝǀŝƚĂƐ <ĞƉĞŵŝŵƉŝŶĂŶ
Sumber :Fiedler Model ini menjelaskan bahwa efektivitas kepemimpinan bergantung kepada cocok dan tidaknya dengan faktor-faktor situasional tersebut. Fiedler (dalam Robbins,2006:135) telah mengidentifikasi tiga dimensi kemungkinan yang dapat mendefinisikan faktor situasional utama (kunci) yang menentukan keefektifan kepemimpinan. Ketiga dimensi tersebut adalah : a. Hubungan pemimpin-bawahan Hubungan pemimpin bawahan menunjukan sejauh mana seorang pemimpin mendapatkan dukungan dan loyalitas daripada bawahan dan
ϯϮ
hubungan dengan para bawahan itu bersahabat dan saling membantu (Yukl,1998). b. Struktur tugas Pada struktur tugas terdapat prosedur pengoprasian yang standar untuk menyelesaikan tugas dan indikator obyektif tentang seberapa baik tugas itu dikerjakan. Struktur tugas yang tinggi akan memberikan kontribusi pada situasi yang menguntungkan pemimpin karena pemimpin akan lebih mudah memonitor dan mempengaruhi perilaku bawahanya pada tugas yang terstruktur tinggi. Sedangkan tugas yang tidak terstruktur akan memberikan kontribusi yang tidak menguntungkan pemimpin, sehingga kemampuan pemimpin untuk mengontrol bawahannya rendah. c. Kekuatan posisi pemimpin Pada kekuatan posisi pemimpin terdapat tingkat wewenang pemimpin untuk
mengevaluasi
pelaksanaan
kerja
bawahan,
memberikan
penghargaan, promosi, hukuman dan demosi. Semakin besar kekuasaan Formal
seseorang
pemimpin
untuk
memberikan
hukuman
dan
penghargaan, semakin kuat kontrol pemimpin, dan hal ini membuat situasi semakin menguntungkan. 5. Efektivitas Kerja Pegawai Setiap organisasi selalu dihadapkan pada persoalan keterbatasan sumber daya manusia dalam mencapai tujuannya. Interaksi antar berbagai sumber daya manusia dalam mencapai tujuannya. Interaksi antar berbagai sumber daya manusia tersebut harus dikelola dengan baik sehingga dapat tercapai
ϯϯ
sasaran secara efektif dan efesien. Secara sederhana efektivitas kerja dapat didefinsikan sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu tepat pada sasaran. Efektivitas merupakan unsur pokok aktivitas organisasi dalam mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Bila dilihat aspek segi keberhasilan percapaian tujuan organisasi. Selanjutnya dari aspek kecepatan waktu, maka efektivitas tercapainya berbabagai sasaran yang telah ditentukan tepat pada waktunya dengan menggunakan sumber-sumber tertentu yang disediakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan dalam program yang telah disusun sebelumnya. Pegawai merupakan salah satu komponen yang ikut menentukan dan berperan penting dalam tercapainya suatu efektivitas kerja dalam sebuah organisasi. Karena tanpa adanya pegawai yang menjadi unsur terpenting dalam sebuah organisasi, maka segala alat dan fasilitas yang tidak ada mungkin dapat dimamfaatkan dengan baik dan berdaya guna bagi organisasi tersebut khususnya dikantor kejaksaan tinggi DIY. Efektivitas kerja tiap pegawai sangatlah penting dalam kehidupan organisasi yang akan membentuk efektivitas kelompok dan akhirnya mencapai pada efektivitas organisasi, sehingga membentuk suatu potensi besar yang bergerak untuk mencapai tujuan bersama. Seperti yang dikemukan oleh James L.Gibson yang dikutip oleh Djoerban Wahid (1990 : 25) memandang bahwa efektivitas dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu:
ϯϰ
Pada tingkat yang paling yang dasar dari efektivitas organisasi adalah efektivitas individu. Pandangan segi individu menekankan hasil pegawai atau anggota dari organisasi. Prestasi kerja individu dinilai secara rutin lewat proses hasil evaluasi hasil kerja yang merupakan dasar bagi kenaikan gaji, promosi,
dan
imbalanlain
yang tersedia
dalam
organisasi.
Dalam
kenyataannya biasa individu bekerja bersama-sama dalam kelompok kerja. Jadi perlu dipikirkan pandangan lain mengenai efektivitas yaitu efektivitas kelompok. Efektivitas kelompok adalah kontribusi dari semua anggotanya. Pandangan ketiga adalah efektivitas organisasi. Pandangan efektivitas organisasi jauh lebih luas dari efektivitas individu dan efektivitas kelompok, karena efektivitas organisasi terdiri dari efektivitas individu dan kelompok. Efektivitas kerja pegawai yaitu suatu keadaan tercapainya tujuan yang diharapkan atau dikehendaki melalui penyelesaian pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. Adapun pengertian efektivitas menurut para ahli diantara sebagai berikut: Sondang P. Siagian (2001 : 24) memberikan definisi sebagai berikut : efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiaatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya.
ϯϱ
Sementara itu Abdurahmat (2003:92) Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya. Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa suatu pekerjaan dapat dilaksanakan
secara tepat, efektif, efisien, apabila
pekerjaan tersebut dilaksanakan dengan tepat sesuai yang telah direncanakan. Menurut komarudin (2000:113) “efektivitas adalah suatu keadaaan dalam mencapai tujuan organisasi. Organisasi yang efektif perlu disertai dengan organisasi yang efesien, tercapainya tujuan mungkin hanya dapat dengan pembaharuan dan, oleh karena itu tujuan organisasi tidak boleh diukur dengan efektivitas saja, tapi juga diperlukan efesiensi’’. Sedangkan menurut Susilo Maryoto (2000:116) “efektivitas adalah suatu yang berhubungan dengan hasil-hasil yang dicapai misalnya pemain bola yang efektif adalah rata-rata pukulan bolanya terbaik pada masa akhri pertandingan, begitu juga dengan pejabat pimpinan yang efektif adalah seseorang yang mencapai angka tertinggi bila dibilai hasil-hasil yang tercapai’’. Menurut Arivin (2007:101) Efektivitas kerja pagawai adalah suatu kerja yang dilakukan pegawai untuk memberikan guna yang diharapkan suatu organisasi. Menurut Hidayat (1986:11) yang menjelaskan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,
ϯϲ
kualitas, dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya. Menurut Schenerhon John R. Jr. (1986:35) efektivitas adalah pencapaian target output yang diukur dengan caramem bandingkan output anggaran atau seharusnya (OA) dengan output realisasi atau sesungguhnya (OS), jika (OA) > (OS) disebut efektif. Sedangkan menurut Prasetyo Budi Saksono (1984:11) efektivitas adalah seberapa besar tingkat kelekatan output yang dicapai dan output yang diharapkan dari sejumlah input. . Efektivitas kerja adalah kemampuan untuk memilih tujuannya tepat atau perlatanperalatan untuk pencapaian tujuan yang ditetapkan. Efektivitas adalah hasil membuat keputusan untuk menunjukan pengarahan tenaga kerja bawahan atau disebut organisasi efektivitas kepemimpinan, yang membantu suatu organisasi untuk mendapatkan pencapaian tujuan. 6. Hubungan Efektivitas Kepemimpinan dengan
Efektivitas Kerja
Pegawai Untuk membangun hubungan yang harmonis anatara pimpinan dan pegawai membutuh banyak kecerdasan, mulai dari kecerdasan intelektual, emosional ,spritual, kecerdasan komunikasi dan tanggung jawab. Pimpinan berfungsi untuk mengkoordinasi semua kekuatan organisasi untuk mencapai misi, visi, strategi, dan tujuan organisasi. Sedangkan pagawai berfungsi membantu tanggung jawab pimpinan sesuai kinerjanya di bidang masingmasing dengan sepenuh hati agar visi, misi, strategi dan tujuan organisasi dapat berjalan dengan efektif.
ϯϳ
Menurut Robins (2002:131 prilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang agar, membuat bawahan atau pegawai merasa butuh kepuasan dan pecapaiaan kenerja efektif, dan menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif. Beberapa para ahli tentang hubungan kepemimpinan menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh
yang
signifikan
antara
variabel-veriabel
kepemimpinan
transformasional, karena pemimpin memberikan motivasi dan contoh yang baik. Menurut
Sarosa
(sumber
www.asrori.com/2004/04/hubungan-
kepemimpinan-terhadap-kinerja.html) mengemukakan bahwa semakin sering perilaku tipe kepemimpinan transformasioanal diterapkan akan membawa dampak positif secara signifikan terhadap peningkatan kualitas pemberdayaan psikologis bawahannya. Peran pemimpin transformasional yang memberikan perhatian individu, maupun mengarahkan pada visi dan misi organisasi, memberikan dukungan motivasi, dan menciptakan cara-cara baru dalam bekerja terbukti berperan efektif terhadap pemberdayaan psikologis bawahan. Udiati (2006:67) mengemukakan dalam hasil analisinya bahwa gaya kepemimpinan transformasional seperti kharisma, penagruh idealis, motivasi inspirasional, rangsangan intelektual dan pertimbangan pada individu mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pegawai, karena pada saat kerja kadangkala terpengaruh oleh gaya kepemimpinan. Sedangkan menurut Yukl (1998:41) hubungan pemimpin bawahan menunjukan sejauh mana seseorang pemimpin mendapatkan dukungan dan
ϯϴ
loyalitas dari pada bawahan dan hubungan dengan para bawahan itu bersahabat dan saling membantu. Hubungan antara kepemimpinan transformasional dengan kinerja pegawai menurut Suryanto (2006:04) sebagai berikut: a. Kepemimpinan transformasional berhubungan positif dengan komitmen, kinerja dan kepuasan kerja b. Kepemimpinan transformasional berkontribusi terhadap prediksi adanya pemberdayaan pada bawahan. Adanya pemimpin sanagt diperlukan dalam sebuah organisasi karena untuk mendorong anggota ikut menjalankan organisasi dengan efektif. c. Walaupun penerapan prinsip kepemimpinan transformasional perlu adaptasi
berbagai
negara,
secara
universal
gaya
kepemimpinan
transformasional membantu pemimpin memimpin pegawai lebih efektif dan menghasilkan kinerja terbaik. d. Pemimpin transformasional memiliki kemampuan motivasi bawahan dan memungkinkan
mereka
mempertahankan
prestasi
dan
pencapai
perubahan yang revolusioner. e. Kepemimpinan transformasional sunguh-sunguh dapat mentranformasi pengikut dengan mendorong mereka melihat tujuan yang lebih tinggi pada dunia kerja dan mendorong pencapaiaan kinerja yang terbaik. Suatu organisasi akan berhasil atau gagal sebagai besar ditentukan oleh pimpinan. Hal ini dapat dilihat bagaimana seorang pemimpin dalam bersikap dan bertindak. Cara bersikap dan bertindak dapat dilihat dengan cara
ϯϵ
melakukan suatu pekerjaan. Suatu ungkapan mulia mengatakan bahwa pemimpinlah yang bertanggung jawab atas kegagalan pelaksanaan suatu pekerjaaan. Hal ini merupakan ungkapan yang menduduki posisi pemimpin dalam suatu instansi pemerintahan khususnya, pada posisi yang penting. Dimana pada hal ini pemimpin tersebut adalah seorang pimpinan kepala kantor kejaksaan yang bertugas membawahai para pegawainya yang berada pada kantor kejaksaan tinggi DIY. Sedangkan efektivitas kerja adalah penyelesaian pekerjaan tepat pada waktu yang telah ditetapkan, sesuai dengan tujuan yang ingin tercapai. Hal ini juga berkaitan dengan kuantitas dan kualitas kerja yang dihasilkan. Artinya seberapa banyak pekerjaan yang dapat dilakukan dalam waktuu yang ditentukan, dan apakah sesuai dengan mutu yang ditentukan, dan apakah sesuai dengan mutu yang telah ditargetkan atau tidak. Tercapainya tujuan organisasi diharapkan tercapainya pula tujuan individu para bawahan. Suatu organisasi akan berhasil mencapai tujuan dan sasarannya apabila semua komponen organisasi berupaya menampilkan kenerja yang optimal termasuk peningkatan efektivitas kerja masing-masing. Seseorang pegawai akan efektif dalam melekukan pekerjaan apabila terdapat keyakinan dalam dirinya bahwa berbagai keinginan, kebutuhan, harapan dan tujuannya dapat tercapai. Menyadari hal tersebut peranan kepemimpinan sebagai pemimpin dan manajer adalah sangat mutlak, dalam mempengaruhi prilaku pegawai. Pemimpin mengunakan pendekatan pola kepemimpinan yang berorentasi
ϰϬ
pada tugas pegawai dan hubungan manusia.(initiating structure dan consideration) Initiating structure adalah cara kepemimpinan melukiskan hubungannya dengan pegawai dalam mengoganisasi kerja, hubungan kerja dan tujuan. Kepemimpinan pada posisi tingkat tinggi dalam initiating structure untuk memberikan perintah kepada pegawai melaksankan tugas, sedangkan consideration. Hubungan kerja atas dasar kepercayaan, menghargai gagasan pegawai, menunjukan kepedulian, kesejahteraan, keamanan, dan kepuasan pegawai. (Ma’sum 2008:05).
F. DEFINISI KONSEPSIONAL 1. Efektivitas kepemimpinan Efeketivitas kepemimpinan adalah kemampuan pemimpin dalam mencapai perubahan yang lebih baik bagi sebuah organisasi yang dipimpin. 2. Efektivitas kerja pegawai Efektivitas kerja pegawai adalah kemampuan pegawai untuk mencapai tujuan yang telah ditetatpkan.
G. DEFINISI OPERASIONAL Definisi operasional merupkan langkah yang penting dalam suatu penelitian. Definisi operasional adalah sebagaimana cara mengukur atau melihat suatu variabel, sehingga penelitian ini akan benar dan terah dengan baik dan jelas. Menurut Sofyan Effendi (1989:41), salah satu unsur yang membantu komunikasi
ϰϭ
peneliti adalah definisi operasional yang merupakan petunjuk tentang bagaimana suatu variabel diukur, membaca suatu definisi operasional suatu penelitian, sehingga seorang peneliti akan mengetahui baik buruknya penelitian. 1.
Efektivitas kepemimpinan : a. Pengarahan Pemimpin memberikan pengarahan yang jelas dan dapat dimengerti oleh pegawai dalam melakukan pekerjaan. b. Komunikasi Komunikasi sebagai cara yang dilakukan pemimpin dalam proses pekerjaan sehingga pegawai mau bekerjasama. c. Pengambilan keputusan Pemimpin memberikan wewenang dan bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan kepada pegawainya dalam menyelesaikan pekerjaan. d. Motivasi Pemimpin memberikan bimbingan, dorongan, dan pengawasan kepada bawahan dalam melaksanakan pekerjaannya.
2.
Efektivitas kerja pegawai a. Waktu Ketetapan waktu dalam menyelesaikan suatu pekerjaaan merupkan faktor yang utama. Semakin lama tugas yang dibebankan itu dikerjakan, maka semakin banyak tugas lain menyusul dan hal ini akan memperkecil tingkat efektivitas kerja karena memakan waktu yang tidak sedikit.
ϰϮ
b. Tugas Bawahan harus diberitahukan maksud dan pentingnya tugas-tugas yang didelegasikan kepada pegawai. c. Produktivitas Seorang pegawai mempunyai produktivitas kerja yang tinggi tentunya akan dapat menghasilkan efektivitas kerja yang lebih baik demikian pula sebaliknya. d. Motivasi Pemimpin dapat mendorong bawahan perhatiaan pada kebutuhan dan tujuan mereka yang sensitif. Semakin temotivasi pegawai untuk bekerja secara positif semakin baik pula kinerja yang dihasilkan. e. Evaluasi kerja Pemimpin memberikan dorongan, bantuan dan informasi kepada bawahan, sebaliknya bawahan harus melaksanakan tugas dengan baik dan menyelsaikan untuk dievaluasi tugas terlaksana dengan baik atau tidak. f. Pengawasan Dengan adanya pengawasan maka kinerja pegawai dapat terus terpantau dan hal ini dapat memperkecil resiko kesalahan dalam pelaksanaan tugas.
ϰϯ
g. Lingkungan kerja Lingkungan kerja adalah menyangkut tata ruang, cahaya alam dan pengaruh suara yang mempengaruhi konsentrasi seorang pegawai sewaktu bekerja. h. Perlengkapan dan fasilitas Adalah suatu sarana dan peralatan yang disedikan oleh pimpinan dalam bekerja. Fasilitas yang kurang lengkap akan mempengaruhi kelancaran pegawai dalam bekerja.
H. METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturanperaturan yang terdapat dalam penelitian. Dan apabila ditinjau dari sudut filsafat, metode penelitian merupakan epistomologi dan kegiatan penelitian. 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini bersifat deskritif kualitatif. Menurut Winarno Surachaman sumber www.kompas.com penelitian deskriptif adalah penelitian yang menuturkan, mengklasifikasikan, mengambarkan dan menganalisis masalahmasalah yang ada sekarang ini dengan mengunakan teknik tertentu, yaitu, Observasi, Kuesioner, Wawancara dan Dokumentasi. 2. Sumber Data Dalam melakukan penelitian ini diperlukan data untuk mendukung kegiatan penelitian, adapun data yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :
ϰϰ
a. Data Primer Data yang diperoleh langsung dari subyek (pihak-pihak) penelitian dengan mengunakan alat ukur atau alat pengambil data langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari kepala, pegawai serta staffstaff yang ada di kejaksaan tinggi DIY. b. Data Sekunder Data yang diperoleh dari media masa, buku, dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian. Tabel 1.2 Cara Perolehan Data Aspek Kepemimpinan
Narasumber Kepala
Data Primer Observasi, Kuesioner,
Sekunder Laporan kinerja
Wawancara Kinerja
Pegawai/Staff
Observasi, Kuesioner
Laporan kinerja
Wawancara, Dokumentasi
3. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Menurut Sutrisno Hadi (1990:136), Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena-fenomena yang diteliti. Oleh karena itu penulis akan melakukan pengamatan secara langsung terhadap gejala-gejala yang diselidiki dengan maksud untuk menyakinkan kebenaran data yang diperoleh dari interview.
ϰϱ
b. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawab (Sugiono,2004:135). c. Wawancara Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tatap muka dan mengadakan tanya jawab kepada responden yang dijadikan unit analisis. Menurut Masri singabuan dan Sofyan Effendi (1989), wawancara adalah mendpatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden. d. Dokumentasi Menurut Suharsimi Arikunto (1996:200), Metode Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan-catatan, buku, transkip dan sebagainya. 4. Unit Analisa Unit analisa data penelitian adalah dikantor kejaksaan tinggi daerah istimewa yagyakarta beserta staffnya atau pegawai kantor kejaksaan yang terkait 5. Teknik Analisa Data Menurut Pattons seperti dikutip Moleong (1980:268), analisa data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan kedalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian. Dengan
ϰϲ
demikian analisa data adalah sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesi itu atau proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehinnga dapat ditemukan tema dan dapat merumuskan hipotesi kerja seperti yang disarankan oleh data. Untuk membuktikan hubungan antara efektivitas kepemimpinan dengan efektivitas kerja pegawai menggunakan kuesioner, dengan skala likert. Skala likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2007). Skala Likert ini juga disebut Summated rating scale (skala rating dijumlahkan), karena akhirnya nilai-nilai dari semua atribut itu dijumlahkan dan hasil penjumlahan itu adalah skor sikapnya (Sigit, 2003). Jawaban setiap item ini mempunyai skor masing-masing yaitu: a. Skor 1 untuk jawaban tidak baik b. Skor 2 untuk jawaban kurang baik c. Skor 3 untuk jawaban cukup baik d. Skor 4 untuk jawaban sangat baik