BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan icon fundamental dalam rangka membenahi kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara. Dengan pendidikan, manusia akan memiliki akhlak, moral, ataupun etika yang baik sehingga tercipta kehidupan yang teratur. Dengan pendidikan yang sesungguhnyalah manusia akan mampu merekonstruksi pola pikirnya. Dunia pendidikan saat ini sedang diguncang oleh berbagai perubahan.
Perubahan-perubahan
ini
merupakan
penyesuaian
dari
kebutuhan masyarakat maupun permasalahan-permasalahan yang terjadi pada saat ini. Di Indonesia, permasalahan-permasalahan dalam pendidikan sangatlah bervariasi. Sebagai contoh tawuran antara SMA 70 Jakarta dengan SMA 6 Jakarta yang memakan korban meninggal dunia. Hal ini merupakan ketidakberhasilan dari sebuah proses pendidikan sehingga apa yang menjadi tujuan pendidikan pun sangat sulit untuk dicapai. Pemberitaan media tentang tawuran antarpelajar di Indonesia semakin marak. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) mencatat hingga 2014 ini ada 229 kasus tawuran pelajar sepanjang tahun sebelumnya. Jumlah ini meningkat sekitar 44 persen dibanding tahun 2012 yang hanya 128 kasus. Dalam 229 kasus kekerasan antar pelajar SMP dan SMA itu, 19 siswa meninggal dunia (tewas) sia-sia. Bahkan menurut Ketua
1
2
Umum Komnas Anak, Arist Merdeka Sirait bahwa tahun 2014 merupakan tahun darurat terhadap kekerasan anak. (http://beritakaltara.com/?p=2100, pada tanggal 13 Oktober 2015 pukul 10.15). Persoalan tawuran antarpelajar mengindikasikan bahwa kebijakan pendidikan serta penanaman nilai-nilai sosial dari guru belum terealisasi sebagaimana
yang
diharapkan.
Karena
itulah
menarik
untuk
mempertanyakan dan menelusuri sejauh mana sekolah dalam hal ini guru sebagai ujung tombak pelaksana lembaga pendidikan formal menjalankan perannya mewujudkan tujuan pendidikan? Guru merupakan salah satu faktor keberhasilan dari sebuah proses pendidikan. Pada dasarnya guru merupakan pendamping dari peserta didik dalam rangka mengembangkan potensinya dan mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Berdasarkan Umdang-Undang No 14 Th 2005 tentang Guru dan Dosen seorang guru yang professional hendaknya memiliki 4 kompetensi yaitu : 1. Kompetensi Pedagogik 2. Kompetensi Kepribadian 3. Kompetensi Profesional 4. Kompetensi Sosial Keempat kompetensi ini saling berhubungan dan saling mempengaruhi antara kompetensi yang satu dengan yang lain, jadi tidak dapat berdiri sendiri.Kompetensi guru pada dasarnya bertolak dari analisis tugas-tugas guru sebagai pendidik, pembimbing, pengajar maupun sebagai administrator
3
kelas. Salah satu kompetensi guru yang perlu diperhatikan dalam proses belaja mengajar adalah kompetensi social. Proses pendidikan/pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik apabila guru tidak mampu berkomunikasi dengan peserta didik. Oleh karena itu, guru haruslah memiliki sebuah kemampuan dalam bergaul ataupun berkomunikasi dengan peserta didik. Tidak hanya itu, guru juga harus dapat berkomunikasi dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sosial. Kemampuan inilah yang sering disebut dengan kompetensi sosial guru. Pengertian kompetensi secara sederhana adalah kemampuan
atau
kecakapan,
Kemampuan
atau
kecakapan
yang
dimaksudkan dalam kompentensi itu menunjuk pada suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik kemampuan atau kecakapan kualitatif maupun yang kuantitatif. Mc Ahsan (1981:45) mengemukakan bahwa kompetensi: “…is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his or her being to the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behaviors”. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, kecakapan atau keterampilan, dan kemampuan atau kapabilitas yang dicapai seseorang, yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia mampu mengkinerjakan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor memuaskan.
(konatif) tertentu secara
4
Menurut penjelasan pasal 28 ayat (3) butir d pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dinyatakan bahwa kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Rumusan dalam PP itu diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, dinyatakan bahwa kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat, yang memiliki kompetensi inti untuk: 1.
Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
2.
Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat diharapkan guru mempunyai
karakteristik tersendiri yang sedikit berbeda dengan mereka yang bukan guru. Guru harus bisa berkomunikasi dengan baik secara lisan atau tulisan, dan isyarat dengan baik. Guru harus bisa bergaul secara efektif baik dengan siswa maupun dengan sesama pendidik, wali atau orang tua murid dan bergaul secara santun dengan masyarakat sekitarnya. Seorang guru yang
5
memiliki kompetensi sosial akan diterima baik di lingkungan masyarakat sekitar. Hal tersebut terjadi karena dengan penguasaan kompetensi sosial bagi guru, maka ia mampu berkomunikasi dengan baik dengan masyarakat, dapat menyesuaikan diri dengan nilai-nilai yang menjadi pegangan masyarakat dimana ia bertugas, serta mampu mengatasi masalah sosial yang timbul di masyarakat. Seorang guru juga menjadi teladan bagi masyarakat. Oleh sebab itu kompetensi sosial perlu dimiliki oleh setiap guru agar nantinya ia mampu beradaptasi dan diterima oleh masyarakat dengan baik. Apabila guru bisa beradaptasi dengan baik dan tidak ada pertentangan di dalam masyarakat, maka tujuan pendidikan pun akan mudah untuk dicapai. Melihat pentingnya peran komptensi sosial guru dalam mewujudkan tujuan pendidikan seperti yang telah disampaikan dalam uraian di atas maka peneliti mencoba melakukan penelitian mendalam dan mendasar untuk mengoptimalkan kompetensi sosial guru. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 2 Mojorebu Kecamatan Wirosari dengan judul “Pengelolaan Kompetensi Sosial Guru SD Negeri 2 Mojorebu Kecamatan Wirosari”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penelitian ini difokuskan pada: 1. Bagaimana pengelolaan kompetensi sosial guru pada aspek bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan
6
jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi ? 2. Bagaimana pengelolaan
kompetensi sosial guru
pada aspek
berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat ? C. Tujuan Penelitian Berdarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian adalah : 1. Untuk mendiskripsikan pengelolaan kompetensi sosial guru pada aspek bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi. 2. Untuk mendiskripsikan pengelolaan kompetensi sosial guru pada aspek berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritik a.
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah khasanah pendidikan dalam bidang pemberdayaan kompetensi sosial dalam rangka menjalin hubungan yang harmonis di antara pihak yang terlibat dalam pendidikan di suatu tempat.
b. Memberikan gambaran bagaimana cara pengelolaan kompetensi sosial guru untuk mewujudkan tujuan pendidikan.
7
2. Manfaat Praktis a.
Bagi Guru Penelitian ini dapat digunakan oleh guru untuk menjalin komunikasi dengan siswa, sesama pendidik, tenaga kependidikan, wali murid, dan masyarakat.
b. Bagi Siswa Siswa dapat menjalin komunikasi lebih aktif, lebih terbuka dan merasa nyaman dengan guru yang memiliki kompetensi sosial yang baik sehingga mampu peningkatkan prestasi belajar siswa. c.
Bagi Kepala Sekolah Penelitian ini bisa digunakan oleh kepala sekolah sebagai acuan pelaksanaan pengelolaan kompetensi sosial guru.