BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Di masa modern ini, merokok merupakan suatu pemandangan yang sangat
tidak asing. Kebiasaan merokok dianggap dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok, dan rasa percaya diri pada pengonsumsinya, namun dilain pihak dapat menimbulkan dampak buruk bagi si perokok sendiri maupun orang – orang disekitarnya. Dapat dilihat dari sisi kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia yang
dikandung rokok seperti nikotin, CO (Karbonmonoksida) dan tar akan memacu kerja dari susunan syaraf pusat dan susunan syaraf simpatis sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat (Kendal & Hammen, 1998), menstimulasi kanker dan berbagai penyakit lain seperti penyempitan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, jantung, paru-paru, dan bronkitis kronis (Kaplan dkk,1993). Beberapa motivasi yang melatarbelakangi seseorang merokok adalah untuk mendapat pengakuan (anticipatory beliefs), untuk menghilangkan kekecewaan (reliefing beliefs), dan menganggap perbuatannya tersebut tidak melanggar norma (permissive beliefs/ fasilitative) (Joewana, 2004). Hal ini sejalan dengan kegiatan merokok yang dilakukan oleh remaja yang biasanya dilakukan didepan orang lain, terutama dilakukan di depan kelompoknya karena mereka sangat tertarik kepada kelompok sebayanya atau dengan kata lain terikat dengan kelompoknya. Ada banyak alasan yang melatarbelakangi perilaku merokok pada remaja. Secara umum menurut Kurt Lewin, bahwa perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri, juga disebabkan faktor lingkungan. Faktor dari dalam remaja dapat dilihat dari kajian perkembangan remaja. Remaja mulai merokok dikatakan oleh Erikson (Gatchel,1989) berkaitan dengan adanya krisis aspek psikososial yang dialami pada masa perkembangannya yaitu masa ketika mereka sedang mencari jati dirinya. Dalam masa remaja ini, sering dilukiskan sebagai masa badai dan topan karena ketidaksesuaian antara perkembangan psikis dan sosial. Upaya-upaya untuk menemukan jati diri tersebut, tidak semua dapat berjalan sesuai
dengan harapan masyarakat. Beberapa remaja melakukan perilaku merokok sebagai cara kompensatoris. Perilaku merokok bagi remaja merupakan perilaku simbolisasi. Simbol dari kematangan, kekuatan, kepemimpinan, dan daya tarik terhadap lawan jenis (Brigham,1991).
Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 1998). Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial (TP-KJM, 2002). Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena terkadang diperlakukan sebagai anakanak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa. Memang banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan,namun seringkali perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi kehidupan dalam diri mereka. Menurut data United States of Departement of Agriculture (USDA) pada tahun 2002, Indonesia menduduki urutan kelima sebagai negara dengan konsumsi tembakau tertinggi dunia setelah Cina, Amerika, Rusia, dan Jepang. Keadaan ini terjadi akibat peningkatan tajam konsumsi tembakau dalam 30 tahun yaitu dari 30 milyar batang rokok pertahun di tahun 1970 ke 217 milyar batang rokok di tahun
2000. Dari hasil survei Departemen Kesehatan RI (Depkes RI) pada tahun 2003, hampir satu dari tiga orang dewasa merokok dan lebih banyak pria pedesaan yang merokok (67%) dibandingkan dengan pria dari perkotaan (58,3%). Selain itu, sebagian besar perokok (68,8%) mulai merokok sebelum umur 19 tahun (Depkes RI, 2003). Berdasarkan data
Global Youth Tobacco Survey 2006 yang
diselenggarakan oleh Badan Kesehatan Dunia terbukti jika 24,5% anak laki-laki dan 2,3% anak perempuan berusia 13-15 tahun di Indonesia adalah perokok, dimana 3,2% dari jumlah tersebut telah berada dalam kondisi ketagihan atau kecanduan (Kompas, 2008). Keadaan ini menyebabkan Indonesia dijadikan sebagai negara dengan jumlah perokok terbanyak di Asia (Aliansi Perokok Indonesia, 2008). Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa perilaku merokok dimulai pada saat masa anak-anak dan masa remaja. Hampir sebagian memahami akibat-akibat yang berbahaya dari asap rokok,tetapi mengapa mereka tidak mencoba atau menghindari perilaku tersebut? Dari hal yang sudah disebutkan diatas, saya ingin mengetahui sampai dimana pengetahuan remaja terhadap dampak buruk dari merokok, dan selanjutnya mengetahui apakah ada perbedaan tingkat pengetahuan pada remaja SMA dan remaja putus sekolah tentang hal tersebut. Sebagai tenaga kesehatan, melalui penelitian ini dan dengan sedikit penyuluhan kiranya dapat mengurangi perilaku merokok dikalangan remaja baik di tingkat SMA, maupun remaja putus sekolah.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang diajukan adalah: Adakah perbedaan tingkat pengetahuan antara siswa SMA dan remaja putus sekolah terhadap bahaya merokok?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum Untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja SMA dan remaja putus sekolah terhadap bahaya merokok, sehingga dapat mengatasi dan juga mengurangi masalah perilaku merokok di kalangan remaja.
1.3.2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan tingkat pengetahuan siswa Swasta Afifiyah Medan mengenai bahaya rokok. b. Mendeskripsikan tingkat pengetahuan remaja putus sekolah di Kawasan Medan Denai mengenai bahaya rokok. c. Mendeskripsikan kategori sikap siswa Swasta Afifiyah Medan mengenai bahaya rokok. d. Mendeskripsikan kategori sikap remaja putus sekolah di Kawasan Medan Denai mengenai bahaya rokok. e. Mendeskripsikan perbedaan tingkat pengetahuan remaja sekolah dan yang putus sekolah terhadap bahaya rokok. f. Mengetahui hubungan sikap dan pengetahuan siswa SMA Swasta Afifiyah Medan dan remaja putus sekolah terhadap bahaya rokok. g. Mengetahui hubungan kategori pengetahuan dan kategori sikap terhadap perilaku merokok pada siswa SMA Swasta Afifiyah Medan dan remaja putus sekolah terhadap bahaya rokok.
1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk kalangan remaja untuk :
a. Meningkatkan pengetahuan baik siswa SMA maupun remaja putus sekolah terhadap bahaya merokok. b. Membangun rasa peduli terhadap bahaya kandungan rokok dan asap rokok bagi kesehatan, terutama di kalangan remaja. c. Untuk mencegah ataupun mengurangi penyebaran rokok di kalangan remaja.
d. Dapat memanfaatkan penelitian ini untuk mengetahui penyebab perilaku merokok di kalangan remaja. e. Dapat mengetahui kepribadian, tingkah laku, serta pola fikir yang berbeda di antara kalangan remaja SMA, dan juga remaja putus sekolah. f. Mencari penanggulangan perilaku merokok terhadap remaja.