BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan latar belakang guna mencari tahu kenapa proyek ini dibutuhkan dan seberapa layak proyek ini diadakan, rumusan permasalahan– permasalahan yang ada, tujuan yang ingin dicapai serta metode penelitian yang mencakup teknik pengumpulan dan pengolahan data. Latar Belakang Permukiman dan perumahan adalah merupakan salah satu kebutuhan utama yang harus terpenuhi oleh manusia. Perumahan dan permukiman tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi lebih jauh adalah proses bermukim manusia dalam rangka menciptakan suatu tatanan hidup dalam bermasyarakat (Suparno.et.al, 2006:37). Perihal tentang perlunya perumahan dan pemukiman telah diatur dalam Undangundang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Peraturan perundang-undangan tersebut telah menekankan pentingnya untuk meningkatkan dan memperluas adanya pemukiman dan perumahan yang layak bagi seluruh masyarakat, dan karenanya harus dapat terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Pertumbuhan dan pembangunan wilayah yang 1
kurang memperhatikan keseimbangan bagi kepentingan masyarakat berpenghasilan rendah mengakibatkan kesulitan masyarakat untuk memperoleh rumah yang layak dan terjangkau. Selanjutnya, untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah bagi pembangunan perumahan dan pemukiman, serta meningkatkan efektifitas dalam penggunaan tanah terutama pada lingkungan atau daerah yang padat penduduknya, maka perlu dilakukan penataan atas tanah sehingga pemanfaatan dari tanah betul-betul dapat dirasakan oleh masyarakat perkotaan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka mulai terpikirkan untuk melakukan pembangunan suatu bangunan yang digunakan untuk hunian untuk kemudian atas bangunan dimaksud dapat digunakan secara bersama-sama dengan masyarakat lainnya, sehingga terbentuklah ide membentuk hunian dengan arah pembangunan vertikal yang kemudian disebut rumah susun. Oleh karena itu, mengingat pentingnya penyediaan hunian yang dapat menjangkau lapisan masyarakat ekonomi lemah, presiden melalui Kepres Nomor 22 Tahun 2006 tentang Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Rumah Susun di Kawasan Perkotaan, memutuskan bahwa untuk memenuhi
kebutuhan perumahan bagi masyarakat
berpenghasilan menengah bawah dan dengan mengedepankan efisiensi penggunaan tanah dan penataan permukiman di kawasan perkotaan, maka pembangunan rumah susun, dipandang sudah sangat mendesak. Mendesaknya kebutuhan suatu pembangunan rumah susun yang layak huni dengan biaya yang terjangkau khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah di kawasan perkotaan, serta terlibatnya peran serta dan partisipasi dari masyarakat dan badan usaha untuk mengatasi masalah permukiman di daerah perkotaan. Pembangunan rumah susun adalah suatu cara yang jitu untuk memecahkan masalah kebutuhan dari pemukiman dan perumahan pada lokasi yang padat. Mengapa demikian, karena pada daerah perkotaan terutama kota-kota besar, kecenderungan jumlah penduduk selalu meningkat, sedangkan tanah kosong semakin lama semakin terbatas jumlahnya. Pembangunan rumah susun tentunya juga dapat mengakibatkan terbukanya ruang kota sehingga menjadi lebih leluasa dan livable untuk dihuni, dan juga membantu adanya peremajaan kota, sehingga secara perlahan, jumlah daerah kumuh semakin berkurang dan berubah menjadi daerah yang rapi, bersih, dan teratur. 2
Salah satu strategi dan kebijakan bidang perumahan dan permukiman seperti yang terdapat dalam Kepmen Kimpraswil No. 217/KPTS/M/2002, tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP) adalah mewujudkan permukiman yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan untuk mendukung kemandirian dan produktivitas masyarakat. Untuk mendukung strategi tersebut, terdapat salah satu kendala terbesar, yaitu ketersediaan lahan, maka konsep rusunawadapat menjadi alternatif pemecahan permasalahan penyediaan perumahan serta prasarana lingkungan perkotaan yang diarahkan secara vertikal, sehingga dapat meningkatkan usaha pembangunan permukiman yang fungsional bagi masyarakat perkotaan. Denpasar sebagai Ibu Kota Provinsi Bali, telah menjadi pusat segala kegiatan pemerintahan provinsi dan aktivitas masyarakat urban,sehingga akan berdampak pada tingkat kepadatan penduduknya. Berdasarkan hasil proyeksi penduduk, penduduk Kota Denpasar pada tahun 2013 berjumlah 833.900 jiwa yang terdiri dari 425.800 penduduk laki-laki (51,06 persen) dan 408.100 penduduk perempuan (48,94 persen). Kepadatan penduduk di Kota Denpasar pada tahun 2012 telah mencapai 6.526 jiwa/km2. Angka ini merupakan angka tertinggi di Provinsi Bali, dari 4 kecamatan, yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Denpasar Barat (10.062 jiwa/km2), kemudian Kecamatan Denpasar Utara (6.508 jiwa/km2 ), Kecamatan Denpasar Timur (5.907 jiwa/km2) dan Kecamatan Denpasar Selatan (5.221 jiwa/km2). Laju penduduk di Denpasar merupakan salah satu yang tertinggi di Indonesia, dalam rentang lima tahun terakhir, angka laju pertumbuhan penduduk di Denpasar adalah 4% atau yang tertinggi keempat di Indonesia (Badan Pusat Statistik Kota Denpasar, 2013). Laju penduduk yang begitu tinggi di Denpasar, tidak sejalan dengan area perumahan dan permukiman. Hal itu tercatat dari statistik bahwa Kota Denpasar memiliki 40 titik permukiman kumuh yang tersebar di empat kecamatan dengan perincian 11 titik di Denpasar Barat, 10 titik di Denpasar Selatan, 10 titik di Denpasar Utara dan 9 titik di Denpasar Timur, luas yang bervariasi dan diperkirakan terdapat 1.600-2.000 orang tinggal di titik-titik pemukiman kumuh tersebut dengan yang paling banyak berada di Kecamatan Denpasar Utara, Denpasar Barat dan Denpasar Timur (Bali Post, edisi 05 Juli 2013, rubrik Berita Kota). 3
Dari 40 titik permukiman kumuh di Kota Denpasar, sekitar 90%-nya disebabkan oleh penduduk pendatang. Hal tersebut diakibatkan dari tingginya laju urbanisasi ke Kota Denpasar. Denpasar termasuk salah satu kota dengan tujuan urbanisasi tertinggi di Indonesia, ada sekitar 25 ribu penduduk pendatang di Kota Denpasar setiap tahunnya atau sekitar 3.2% dari jumlah penduduknya dan sebagian besar penduduk pendatang tersebut tinggal di kawasan kumuh dikarenakan tingginya harga sewa properti dan kurangnya sarana perumahan yang terjangkau (Badan Pusat Statistik Kota Denpasar, 2013). Dari empat kecamatan di Kota Denpasar, persebaran jumlah penduduk dan pertambahan kawasan kumuh paling banyak terjadi di kecamatan Denpasar Utara, di sana terdapat 11 titik permukiman kumuh dengan perkiraan terdapat ±110 kepala keluarga (KK). Kawasan kumuh di dengan area terbesar terdapat di Kelurahan/Desa Pemecutan Kaja dengan luas permukiman mencapai 20.000 m² dan sebagian dari kawasan rumah kumuh tersebut didirikan di tanah-tanah sewa milik pemerintah kota (DTRP Kota Denpasar, 2013). Jika membahas tentang rumah susun, maka tidak terlepas dari unsul sosial, etnis, ekonomi dan budaya dari para penghuninya.
Memindahkan masyarakat yang
multikultural secara massif ke dalam suatu kawasan perumahan vertikal tentu akan menimbulkan adaptasi dan perilaku kehidupan sosial yang baru. Oleh karena itu, pemerintah memiliki program untuk mengoptimalkan fungsi rumah susun dengan pelaksanaannya melalui program terpadu “Tribina” (Bina Manusia,Bina Lingkungan dan Bina Usaha). Tujuan program ini adalah untuk memadukan antara pembangunan rumah susun (fisik/lingkungan) dengan penyediaan fasilitas tempat usaha (sosial/ekonomi), sehingga hubungan yang saling mempengaruhi antara fisik Rumah Susun dengan penghuninya yang tercermin dari perilakunya karena di dalam merancang sebuah rumah susun harus peka terhadap kondisi sosial, budaya dan ekonomi penghuninya, dalam rangka adaptasi dari perilaku kehidupan masyarakat yang sebelumnya tinggal di pola perumahan horizontal menuju pola perumahan vertikal. Perencanaan rumah susun harus mengakomodir tuntutan dari masyarakat yang dituju dan harus menyesuaikan dengan seluruh kebijakan yang ada di daerah perencanaan. Perihal kebijakan, Pemerintah Kota Denpasar saat belum memiliki perda yang fokus 4
mengatur tentang rumah susun, karena wacana mengenai rumah susun masih jadi perdebatan di bidang legislatif. Namun, jika melihat Pasal 27 ayat 1 dan Pasal 30 ayat 1 huruf (e) No. 2 pada Perda Provinsi Bali, No, 3 tahun 2005, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali, di sana dapat dimungkinkan pembangunan rumah susun dapat dilakukan karena dalam perda tersebut secara jelas ditentukan mengenai batasan tinggi bangunan dan luas wilayah yang dapat dimanfaatkan sebagai lahan permukiman. Perda Provinsi Bali No. 5 Tahun 2005 tentang persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung meliputi batas ketinggian bangunan dan penerapan konsep arsitektur tradisional Bali, juga merupakan faktor yang memungkinkan rumah susun untuk dibangun di Bali, Perda tersebut merupakan aspek yang membuat karakteristik perwujudan rumah susun akan menjadi berbeda dengan rumah susun yang terdapat di kota–kota lain di Indonesia, karena konsep Arsitektur Tradisional Bali akan sangat kental terlihat dab mempengaruhi konsep tampilan bangunan rumah susun di Kota Denpasar agar mencerminkan rumah susun yang berarsitekturkan tradisional Bali. Namun, dengan mengingat manfaat dari rumah susun, maka optimisme akan pemecahan masalah perumahan dan permukiman di Denpasar akan terus muncul. Meskipun belum tersedianya payung hukum yang jelas di Denpasar, namun sejauh ini, dalam pelaksanaan dan pengawasan ijin peruntukan penggunaan tanah di Kota Denpasar masih dimungkinkan. Oleh karena itu, untuk menjawab permasalahan perumahan dan permukiman, Kota Denpasar membutuhkan rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Rumusan Masalah Rumah susun sederhana sewa dibangun sebagai solusi alternatif untuk menyediakan hunian murah namun layak huni bagi masyarakat perkotaan, mengurangi kawasan kumuh dan pemenuhan kebutuhan hunian dalam keterbatasan lahan di perkotaan. Adapun yang menjadi rumusan permasalahan dalam laporan ini adalah: Bagaimana perencanaan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) menjadi salah satu solusi mengatasi masalah perumahan dan permukiman di Kota Denpasar? Bagaimana mewujudkan rusunawa yang mampu mengakomodir tuntutan masyarakat sasaran dan sesuai dengan seluruh kebijakan, norma dan buadaya masayarakat di Kota 5
Denpasar? Bagaimana merumuskan konsep optimalisasi perencanaan untuk mewujudkan perancangan suatu rusunawa yang sehat, interaktif, dan kondusif di Kota Denpasar? Tujuan Tujuan yang hendak dicapai dari penyusunan laporan seminar tugas akhir ini adalah merumuskan konsep dan program perancangan mengenai proyek Rumah Susun Sederhana Sewa di Denpasar sebagai salah satu solusi alternatif hunian bagi masyarakat kelompok ekonomi rendah yang belum memiliki tempat tinggal layak, sekaligus pengembangannya nanti menjadi salah satu jawaban atas permasalahan perumahan dan permukiman di Kota Denpasar.
Metode Penelitian Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penulisan laporan ini, diperoleh dari berbagai sumber, yang jika dikelompokkan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
Data Primer Data primer merupakan data yang dikumpulkan oleh peneliti langsung dari sumbernya dalam hal ini peneliti bertindak sebagai pengumpul data. Data primer dapat diperoleh melalui : Teknik Wawancara Wawancara: Dilakukan penulis terhadap pihak-pihak yang berkompeten yang 6
terkait dengan judul. Adapun narasumber yang diwawancarai adalah: Ibu Su Fen Lan: Mantan penghuni dari rusunawa Cinta Kasih Bapak Prayitno: Ketua RW 01 Kampung Kebon Kacang Bapak Piarawan Zega: PNS Dinas Pekerjaan Umum Bekasi Bapak Aiptu. Dewa Gde Bawa, anggota Polda Denpasar yang menjadi penghuni Asrama Polda Denpasar Bapak A. A. Ngurah Bagus Airawata, Kepala Bidang Perumahan, Dinas Tata Ruang dan Perumahan (DTRP) Kota Denpasar. Teknik Observasi Teknik Observasi merupakan teknik pengumpulan data melalui pengamatan langsung dari obyek yang sejenis dengan yang terkait dengan judul. Penulis melakukan tinjauan langsung ke proyek-proyek sejenis, adapun proyek-proyek sejenis yang ditinjau adalah : Rusunawa Cinta kasih, Cengkareng, Jakarta Barat. Rusunawa Kebon Kacang, Tanah abang, Jakarta Pusat. Rumah Susun Polda Bali, Jalan Kamboja, Denpasar. Rusunawa Institut Seni Indonesia, Jalan Hayam Wuruk, Denpasar. Rusunawa Universitas Udayana, Jalan Raya Unud, Bukit, Jimbaran Data Sekunder Merupakan data literatur yang bersifat teoritis (baik yang ditulis para ahli maupun narasumber yang berkompeten) yang memperkuat permasalahan
yang diangkat
literatur yang diperoleh dari beberapa buku atau browsing data dari internet. Data sekunder dapat di peroleh melalui :
7
Studi Kepustakaan Merupakan teknik pengumpulan data melalui literatur-literatur, buku-buku, artikel surat kabar dan majalah yang berkaitan dengan rumah susun. Studi Instansional Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan berkaitan dengan peraturanperaturan yang diperlukan dalam perencanaan dan perancangan. Peraturan tersebut berupa peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah kota (pemkot). RTRW dan RDTR wilayah yang akan dibangun, serta data fisik dan non-fisik daerah tujuan perencanaan rusunawa. Selancar Internet Yaitu pengumpulan data berkaitan dengan tinjauan proyek sejenis yang dilakukan melalui selancar di internet.
8