BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Industri jasa konstruksi memiliki arti penting dan strategis dalam pembangunan nasional mengingat industri jasa konstruksi menghasilkan produk akhir berupa bangunan termasuk bangunan infrastruktur, yang berfungsi mendukung pertumbuhan dan perkembangan berbagai aspek kehidupan masyarakat serta menunjang terwujudnya tujuan nasional. Selain itu, industri jasa konstruksi berperan dalam mendukung tumbuh dan berkembangnya industri barang dan jasa lain yang diperlukan dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2000 hingga 2007 menunjukkan kontribusi industri jasa konstruksi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia cenderung meningkat tiap tahunnya dan hingga saat ini mencapai sekitar 6% dengan menyerap 10% dari total tenaga kerja nasional. Menurut Laporan Dewan LPJK Nasional 1999–2003, arti penting dan strategisnya industri jasa konstruksi juga dapat dilihat dari adanya kenyataan, bahwa hasil kegiatan jasa konstruksi pernah mencapai lebih kurang 60% dari nilai investasi pembangunan nasional, yang dalam pelaksanaannya mampu menumbuhkembangkan berbagai industri bahan bangunan, perlengkapan, dan peralatan, serta usaha penunjang dengan cakupan yang luas. Globalisasi sebagai konsekuensi ditandatangani perjanjian General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), World Trade Organization (WTO), Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) oleh Pemerintah Indonesia, termasuk ratifikasi perubahan ASEAN Free Trade Area (AFTA) dari semula tahun 2003 dipercepat menjadi tahun 2002 merupakan peluang sekaligus tantangan bagi industri jasa konstruksi. Tantangan yang akan segera dihadapi antara lain adalah tenaga ahli dan badan usaha asing akan bebas masuk ke Indonesia dan turut bersaing dalam berbagai industri termasuk industri jasa konstruksi nasional sedangkan kenyataan menunjukkan bahwa mutu produk, ketepatan waktu penyelesaian dan efesiensi manajemen sumberdaya Indonesia pada umumnya masih di bawah standar teknik dan profesionalisme yang berlaku secara internasional. Demikian pula halnya dengan
I-1
berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku belum berorientasi kepada pengembangan usaha jasa konstruksi yang sesuai dengan karakteristiknya, sehingga mengakibatkan kurang berkembangnya iklim usaha yang mendukung peningkatan daya saing industri jasa konstruksi nasional. Berdasarkan Laporan Dewan LPJK Nasional 1999-2003, lemahnya kemampuan aktual industri jasa konstruksi nasional disebabkan oleh kompetensi tenaga kerja konstruksi yang di bawah standar seperti ditunjukkan dengan penurunan keterampilan, kurangnya fasilitas belajar, dan ketertinggalan teknologi. Kondisi tersebut semakin diperparah dengan kondisi lingkungan usaha yang tidak sehat, pranata/standar baku konstruksi yang kurang jelas, serta tidak ada dukungan penelitian dan pengembangan. Memperhatikan kompleksnya tantangan yang ada, khususnya mengingat pentingnya fungsi industri jasa konstruksi nasional terhadap perekonomian negara, baik langsung sebagai kontributor pembangunan maupun sebagai pemicu utama dari kegiatan industri sampingannya harus dipikirkan upaya kebijakan yang mampu menangani secara sekaligus dan menyeluruh kegiatan dan kemampuan bersaing semua unsur jasa konstruksi yang ada. Khususnya di bidang ketenagakerjaan industri jasa konstruksi, beberapa langkah kebijakan yang harus diambil antara lain upaya melengkapi pranata konstruksi secara profesional; pembenahan dan pelaksanaan akreditasi untuk badanlembaga sertifikasi yang mengeluarkan sertifikat tenaga kerja konstruksi; pembenahan dan pelaksanaan registrasi dan sertifikasi tenaga kerja konstruksi secara konsekuen dan profesional; serta pelaksanaan program pelatihan dan peningkatan kemampuan profesi secara intensif untuk semua tingkat tenaga kerja konstruksi nasional dan regional. Dalam rangka meningkatkan daya saing industri jasa konstruksi nasional khususnya dalam peningkatan kompetensi tenaga kerja konstruksi, UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi mengamanatkan untuk mewajibkan kepemilikan sertifikat bagi tenaga kerja konstruksi. Dalam melaksanakan tugas sertifikasi (pemberian sertifikat kompetensi) tenaga kerja konstruksi ini, Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) memberikan kepercayaan kepada Asosiasi Profesi dan Institusi Pendidikan dan Pelatihan (Institusi Diklat) yang sebelumnya telah mendapatkan akreditasi dari LPJK. Tugas Asosiasi Profesi dan Institusi Diklat yang telah mendapat I-2
akreditasi meliputi antara lain untuk menentukan tingkat kompetensi tenaga kerja konstruksi, melakukan pembinaan tenaga kerja konstruksi, dan melakukan proses sertifikasi tenaga kerja konstruksi (memberikan sertifikat bagi tenaga kerja konstruksi yang telah memenuhi persyaratan). Dalam pelaksanaan sertifikasi tersebut, ditemui permasalahan-permasalahan dalam sistem sertifikasi yang menyebabkan proses sertifikasi tidak berjalan sesuai dengan tujuan yang diamanatkan dalam UU No. 18 Tahun 1999.
1.2.
Rumusan Masalah
Terdapat permasalahan-permasalahan dalam sistem sertifikasi yang menyebabkan proses sertifikasi tidak berjalan sesuai dengan tujuan yang diamanatkan dalam UU No. 18 Tahun 1999. Adanya ketidaktegasan aturan mengenai standar kompetensi yang digunakan memungkinkan pelaksanaan program sertifikasi untuk suatu klasifikasi bidang/sub bidang yang sama menggunakan standar kompetensi yang berbeda. Di samping itu adanya permasalahan pada jumlah dan struktur tenaga kerja konstruksi Indonesia dimana jumlah tenaga kerja yang bersertifikat hingga saat ini (2000-2008) baru mencapai 227.032 orang dari perkiraan total angkatan kerja 3.5 juta orang per tahun. Tuntutan kepemilikan sertifikat pada setiap tenaga kerja konstruksi sebagai persyaratan untuk mengikuti pengadaan pekerjaan konstruksi, memberi peluang bagi Asosiasi Profesi dan Institusi Diklat untuk memberikan sertifikatnya tanpa adanya proses pembinaan dan pelatihan kepada tenaga kerja konstruksi (BPKSDM, 2007). Peluang tersebut dapat menyebabkan Asosiasi Profesi dan Institusi Diklat dapat menjadi lembaga atau badan yang hanya menerbitkan sertifikat saja, tanpa adanya peran sebagai lembaga atau badan yang memberikan pembinaan dan pelatihan kepada tenaga kerja konstruksi Indonesia. Dengan tidak terbina dan terlatihnya tenaga kerja konstruksi Indonesia, menjadi tidak terjaminnya kompetensi atau kualitas tenaga kerja konstruksi tersebut. Peluang yang dijelaskan diatas, dapat juga menyebabkan Asosiasi Profesi dan Institusi Diklat menjadi lembaga atau badan yang memperdagangkan sertifikat saja.
I-3
Kondisi ini menunjukkan adanya permasalahan kinerja sertifikasi tidak hanya dari segi kompetensi atau kualitas tenaga kerja konstruksi namun juga dari segi jumlah tenaga kerja konstruksi yang masih jauh untuk mencapai amanat Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan belum mampu memenuhi kebutuhan kompetensi dan daya saing di pasar konstruksi nasional dan global. Menyongsong era globalisasi, perlu segera dilakukan upaya-upaya untuk mendongkrak kinerja sertifikasi tenaga kerja konstruksi dimana dapat dilakukan melalui penerapan manajemen kinerja yang tersistem dengan baik. Manajemen berbasis kinerja tersebut terdiri atas pengukuran kinerja yang memuat strategi kinerja, indikator-indikator kinerja, target kinerja, dan inisiatif kinerja.
1.3.
Maksud dan Tujuan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mendongkrak kinerja sertifikasi tenaga kerja konstruksi dalam rangka menghasilkan tenaga kerja konstruksi yang kompeten sehingga mampu berdaya saing di pasar konstruksi nasional dan internasional, melalui penerapan manajemen kinerja yang terdiri atas pengukuran kinerja terhadap indikatorindikator kinerja. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah 1.
Mengembangkan Model Konseptual Manajemen Kinerja Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi Indonesia dalam rangka memperbaiki kinerja sertifikasi tenaga kerja konstruksi Indonesia;
2.
Mengembangkan Model Konseptual
Pengukuran Kinerja Akreditasi
Tenaga Kerja Konstruksi Indonesia sebagai ilustrasi Pengukuran Kinerja untuk menilai sukses atau tidaknya Akreditasi Tenaga Kerja Konstruksi Indonesia; 3.
Identifikasi Indikator-indikator Kinerja Pedoman Akreditasi sebagai ilustrasi Identifikasi Indikator Kinerja dalam mengembangkan alat untuk mengukur hasil Pedoman Akreditasi.
I-4
1.4.
Lingkup Penelitian
Untuk memfokuskan pembahasan dalam penelitian ini, maka dilakukan pembatasan lingkup penelitian, sebagai berikut: 1. Sertifikasi tenaga kerja konstruksi meliputi rangkaian kegiatan/proses akreditasi, Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi meliputi rangkaian kegiatan/proses Akreditasi, Sertifikasi, dan Registrasi bagi Tenaga Ahli dan Tenaga Terampil jasa konstruksi. 2. Fokus Model Manajemen Kinerja Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi yang dikembangkan adalah pada pengendalian input, proses, dan output dalam pemenuhan standar dalam penyelenggaraan Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi. 3. Model Manajemen Kinerja, Model Pengukuran Kinerja, dan Indikator Kinerja Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi yang dikembangkan bersifat konseptual.
1.5.
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan tesis dibagi dalam lima bab yang secara garis besar dapat dijabarkan sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan lingkup penelitian. Bab II
Kajian Pustaka
Berisi gambaran industri jasa konstruksi nasional yang meliputi peran, peluang dan tantangan, serta permasalahan atau kendala yang dihadapi khususnya yang berkaitan dengan rendahnya kompetensi tenaga kerja konstruksi. Terkait dengan rendahnya kompetensi tenaga kerja konstruksi tersebut, maka diuraikan juga kajian konsep dan penerapan sertifikasi tenaga kerja konstruksi yang berlaku di Indonesia dibandingkan dengan sistem sertifikasi tenaga kerja konstruksi di negara lain.
I-5
Bab III Metodologi Penelitian Berisi uraian mengenai metodologi penelitian, langkah-langkah pengumpulan data sekunder, serta langkah-langkah dalam pengolahan data sekunder untuk merancang sistem pengukuran kinerja dan mengidentifikasi indikator kinerja. Bab IV Pengembangan Model Manajemen Kinerja Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi Dan Identifikasi Indikator Kinerja Pedoman Akreditasi Berisi perumusan dan pembahasan manajemen kinerja, pengukuran kinerja, dan identifikasi tenaga kerja konstruksi Indonesia. Bab V
Kesimpulan dan Saran
Berisi kesimpulan hasil penelitian dan saran untuk penyempurnaan hasil penelitian di masa depan.
I-6