BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia menghadapi masalah dengan jumlah dan kualitas sumber daya manusia dengan angka kelahiran 5.000.000 orang pertahun. Untuk dapat mengangkat derajat kehidupan bangsa telah dilaksanakan secara bersamaan pembangunan ekonomi dan Keluarga Berencana (KB). Bila gerakan KB tidak dilakukan bersamaan dengan pembangunan ekonomi, dikhawatirkan hasil pembangunan tidak akan berarti. Pada pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 menyatakan bahwa program KB merupakan urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan berkaitan dengan pelayanan dasar yang diberikan oleh Pemerintah Daerah. Selama ini akseptor KB pria lebih sedikit dibandingkan akseptor KB wanita. Itu terbukti dengan rendahnya jumlah akseptor KB pria dalam propenas tahun 2000 – 2004. Target adalah 8% tetapi hanya tercapai 1,3%. Rinciannya, pemakaian kondom 0,9% dan vasektomi 0,4%. Maka dari itu, tahun 2005, peran serta pria ditargetkan kembali menjadi 2,5%. Tidak hanya itu, dalam rancangan sasaran program KB pada 2010 dan 2015 telah ditetapkan pencapaian peran serta pria dalam ber KB sekitar 4,5% hingga 7,5% (Fandizal, 2008). Di level nasional, keikutsertaan KB Pria baru 1,5% dengan rincian kondom 1,3% dan MOP hanya 0,2 % (Arianti, 2006). Artinya, tidak berbeda secara signifikan dengan hasil SDKI 2002 yang berada dalam kisaran 1,3% dengan rincian pengguna Kondom 0,9 % dan MOP 0,4%. Sedangkan tingkat dunia pengguna kondom mencapai 4,8% dan MOP 3,4 % (Mardiyo, 2009). Pengembangan metode kontrasepsi pria masih jauh tertinggal karena adanya hambatan-hambatan yang ditemukan antara lain kesulitan dalam memperoleh informasi tentang alat kontrasepsi, hambatan medis yang berupa ketersediaan alat maupun ketersediaan tenaga kesehatan, selain itu juga adanya Universitas Kristen Maranatha
rumor yang beredar di masyarakat mengenai alat kontrasepsi sehingga hal ini menjadi faktor penghambat dalam pengembangan metode kontrasepsi (Cendikia, 2010). Laju pertumbuhan penduduk di Jawa Tengah semakin lama semakin mengkhawatirkan, karena pada tahun 1990 hanya 28 juta jiwa, tahun 2000 bertambah menjadi 31 juta jiwa dan pada 2010 diperkirakan mencapai 34,6 juta jiwa. Kenaikan jumlah penduduk tersebut, salah satunya disebabkan kesadaran masyarakat yang masih rendah terhadap pentingnya program KB. Saat ini Total Fertility Rate (TFR) Jawa Tengah pada tahun 2003 sebesar 2,10%, pada tahun 2005 naik menjadi 2,18% dan mulai tahun 2007-2009 kembali meningkat menjadi sebesar 2,3% (Soejatno, 2009). Terbatasnya kontrasepsi pria yang hanya menggunakan kondom dan MOP juga menjadi salah satu penyebab kaum pria enggan menjadi peserta aktif KB. Peserta KB pria yang menggunakan kondom ada 45.418 orang dan 1.980 orang lainnya menjalani MOP atau yang dikenal dengan vasektomi (Murtiningsih, 2010). Rendahnya kesertaan KB Pria di Indonesia pada umumnya disebabkan oleh empat hal yaitu: (1) Kurangnya promosi, sosialisasi dan KIE KB Pria, (2) Terbatasnya sarana prasarana, dana dan sumber daya manusia untuk pelayanan KB pria khususnya MOP, (3) Kurang optimalnya dukungan stakeholder dan shareholder (kemitraan) untuk program KB Pria, (4) Hambatan pemasyarakatan kondom dan MOP di kalangan para suami sekarang ini lebih disebabkan oleh stigma negatif dan adanya keberatan sebagian ulama terhadap penggunaan alat kontrasepsi tertentu yang bersifat jangka panjang dan permanen, khususnya sterilisasi. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis akan mencoba untuk melakukan penelitian yang berjudul Gambaran Pengetahuan, Sikap, Perilaku yang Mempengaruhi Pemilihan Kontrasepsi Metode Operatif Pria (MOP) di Klinik PKBI kota Semarang tahun 2010.
Universitas Kristen Maranatha
1.2.
Identifikasi Masalah
1. Bagaimana gambaran pengetahuan akseptor KB pria dalam memilih kontrasepsi Metode Operatif Pria (MOP) di Klinik PKBI kota Semarang tahun 2010 2. Bagaimana gambaran sikap akseptor KB pria dalam memilih kontrasepsi Metode Operatif Pria (MOP) di Klinik PKBI kota Semarang tahun 2010 3. Bagaimana gambaran perilaku akseptor KB pria dalam memilih kontrasepsi Metode Operatif Pria (MOP) di Klinik PKBI kota Semarang tahun 2010
1.3.
Maksud dan Tujuan
1.3.1. Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran Pengetahuan, Sikap, Perilaku yang mempengaruhi pemilihan kontrasepsi Metode Operatif Pria (MOP) di Klinik PKBI kota Semarang tahun 2010.
1.3.2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pengaruh pengetahuan akseptor KB pria terhadap pemilihan kontrasepsi Metode Operatif Pria (MOP) di Klinik PKBI kota Semarang tahun 2010. 2. Mengetahui pengaruh sikap akseptor KB pria terhadap pemilihan kontrasepsi Metode Operatif Pria (MOP) di Klinik PKBI kota Semarang tahun 2010. 3. Mengetahui pengaruh perilaku akseptor KB pria terhadap pemilihan kontrasepsi Metode Operatif Pria (MOP) di Klinik PKBI kota Semarang tahun 2010.
Universitas Kristen Maranatha
1.4.
Kegunaan Penelitian 1. Untuk instansi terkait, penelitian ini berguna untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi para akseptor KB pria dalam memilih kontrasepsi Metode Operatif Pria (MOP) dan meningkatkan promosi kesehatan dibidang KB kepada para suami. Serta dapat memberikan masukan guna peningkatan mutu pelayanan kontrasepsi
vasektomi
demi
terwujudnya
kelangsungan
pemakai
kontrasepsi vasektomi yang panjang dan permanen. 2. Untuk masyarakat, khususnya masyarakat di Kota Semarang, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan bagi suami dalam memilih kontrasepsi Metode Operatif Pria (MOP). 3. Dari segi akademik khususnya bagi mahasiswa fakultas kedokteran, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan pengetahuan tentang pentingnya memilih kontrasepsi aman dan kegunaan Metode Operatif Pria (MOP) dan memberikan gambaran serta informasi bagi penelitiannya selanjutnya.
1.5.
Kerangka Pemikiran Masalah kepadatan penduduk dunia seakan menjadi bom yang sewaktu-waktu akan meledak jika tidak ditangani dengan baik. Masalah ini dapat diatasi dengan adanya program Keluarga Berencana (KB). Maka dari itu, diharapkan laju pertumbuhan penduduk dapat dikendalikan dengan adanya gerakan dan kerjasama yang aktif antara penyuluh kesehatan dan tokoh masyarakat untuk memotivasi para akseptor dalam memilih alat kontrasepsi yang aman. Pada dasarnya pengetahuan merupakan syarat dasar dari seseorang untuk berperilaku. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, tetapi merupakan “predisposisi” tindakan atau perilaku (Soekidjo Notoatmodjo, 2007). Perilaku dipandang dari segi biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya Universitas Kristen Maranatha
adalah suatu aktivitas manusia. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus, maka dapat dibedakan menjadi dua bentuk, adalah : a) Perilaku Tertutup (Covert Behaviour) berupa reaksi atau respons terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Perilaku jenis ini terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus ini belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain, misalnya seorang pria tahu akan peranannya dalam KB. Jadi yang dimaksud covert behaviour ini, suami baru tahu secara pengetahuan tentang pentingnya kontrasepsi dilihat dari pengetahuan kesehatan. b) Perilaku Terbuka (Overt Behaviour) yaitu respons seseorang terhadap stimulus tersebut sudah jelas atau nyata dalam bentuk tindakan atau praktek yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat misalnya seorang suami melakukan kontrasepsi MOP di klinik. Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.
1.6.
1.7.
Metode Penelitian Metode
: deskriptif
Instrumen
: kuesioner
Teknik pengambilan data
: survei
Sampel Penelitian
: berjumlah 50 orang
Responden
: akseptor MOP
Lokasi dan Waktu Penelitian 1.7.1. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Klinik PKBI Semarang 1.7.2. Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga September 2010
Universitas Kristen Maranatha