BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Globalisasi sekarang ini memiliki berbagai dampak yang dirasakan langsung oleh masyarakat luas baik dampak negatif maupun dampak positif. Dampak-dampak tersebut dirasakan secara langsung oleh masyarakat dalam setiap sendi kehidupan. Berbagai macam dampak negatif maupun positif dari perkembangan globalisasi yang semakin pesat menyebabkan setiap aspek kehidupan masyarakat terkena imbasnya. Aspek sosial, ekonomi, agama dan budaya setiap lapisan masyarakat secara tidak langsung terkena dampak dari globalisasi.1 Seiring dengan perkembangan dan pembangunan yang demikian cepat sebagai dampak dari globalisasi, muncullah fenomena premanisme sebagai salah satu dampak negatif yang terjadi secara tidak langsung dari perkembangan globalisasi. Premanisme semakin berkembang secara cepat khususnya di daerah perkotaan yang memiliki arus perkembangan dan pembangunan yang semakin pesat. Premanisme merupakan suatu tindakan kejahatan yang meresahkan keamanan masyarakat serta mengganggu ketertiban umum dan memberikan pengaruh yang negatif bagi kesejahteraan dan perekonomian masyarakat.2
1
Budi Winarno, Globalisasi; Peluang atau Ancaman bagi Indonesia, Jakarta: Erlangga, 2006, hal: 18 2 Diambil dari makalah yang ditulis oleh Mustafa Abror: Politik Kekerasan di Pedesaan, disampaikan pada Dialog di Kabupaten Sampang pada tahun 2009.
1
2
Terdapat beberapa faktor penyebab munculnya tindakan anarkis ataupun premanisme di negara ini antara lain, faktor mendasar yaitu pertama, penerapan ideologi sekularisme kapitalis. Kedua adalah ekonomi yang memiliki pengaruh besar dalam terbentuknya aksi premanisme, dan ketiga karena penegakan hukum yang lemah, dan faktor keempat lemahnya sistem hukum yang tidak dapat memberikan efek jera bagi pelaku tindakan premanisme.3 Perilaku premanisme di kota-kota yang memiliki perkembangan arus globalisasi yang sangat pesat dapat dikatakan sangat tinggi. Meningkatnya angka kriminalitas di kota-kota besar dengan arus globalisasi yang tinggi menyebabkan perilaku premanisme semakin marak. Dengan munculnya kelompok preman, sangat jelas telah menebar ancaman ketakutan dan keresahan di kalangan masyarakat. Karena dalam aksinya mereka tidak segan-segan berlaku sadis sampai dengan tega membantai korban tanpa rasa kemanusiaan.4 Dalam menjalankan
aksi, premanisme cenderung dilakukan secara
keroyokan dalam suatu kelompok, bahkan premanisme yang dilakukan dalam suatu kelompok dapat dilakukan secara rapi dan terorganisir dibandingkan aksi perseorangan yang sering dilakukan secara dadakan. Lahan aksi bagi para pelaku premanisme tidak hanya terbatas di perempatan jalan atau di pasar dan terminal, melainkan sudah merambah ke seluruh aspek kehidupan termasuk politik. Jika diamati, berbagai pernyataan politik dari berbagai tokoh sejak dari presiden sampai tokoh-tokoh partai politik, menunjukkan makin rendahnya
3
Diambil dari tulisan Pramuwidya Tri Pradipta yang berjudul: Budaya Alami atau Bencana Abadi?, di: http://edukasi.kompasiana.com/2012/06/25/premanisme-budaya-alami-atau-bencanaabadi/. Diunduh pada tanggal 29 Oktober 2012, jam: 07.30 Wib. 4 Budi Winarno, Globalisasi dan Krisis Demokrasi, Yogyakarta: MedPress, 2008, hal: 39
3
kearifan dan kesabaran dalam mengelola perbedaan pendapat, seperti adanya pernyataan, kalau presiden diturunkan di tengah jalan, akan terjadi konflik horizontal dan beberapa daerah akan menyatakan kemerdekaan. Yang lain, seperti kesepakatan pimpinan fraksi, untuk segera mempercepat pelaksanaan SI MPR dari jadwal yang sudah ditentukan, karena melihat tindakan politik presiden yang dianggap makin membahayakan keadaan bangsa. Pada dasarnya semua pernyataan politik itu, tidaklah terlalu jauh untuk disebut sebagai ancamanancaman politik.5 Dalam fenomena kehidupan politik kita, aksi-aksi massa untuk saling dukung pemimpin politik, dicurigai sebagai politisasi massa berbau moneypolitics. Kecenderungan adanya politisasi massa ini, akan merusak sendi-sendi kehidupan demokrasi, yang pada hakikatnya selalu menghargai perbedaan pendapat dan menempatkannya sebagai jalan atau metode berpikir menemukan pencerahan dan solusi politik yang lebih cerdas, untuk masa depan kehidupan bangsa yang lebih baik. Karena itu, munculnya ancam-mengancam politik diikuti pengerahan
massa
pendukungnya
masing-masing
dan
berbau money
politics, sebagai manifestasi unjuk kekuatan untuk memaksakan kehendaknya, pada dasarnya dapat disebut sebagai premanisme politik. Premanisme politik juga tampak pada kecenderungan kuatnya politik kekuasaan sehingga dorongan untuk mendapatkan kekuasaan menghalalkan segala cara, seperti fitnah, manipulasi, dan teror politik.
5
Ibid, hal: 42
4
Fenomena munculnya premanisme politik harus dicegah sedini mungkin oleh semua kekuatan politik yang ada, dan partai politik sesungguhnya paling bertanggung jawab atas munculnya premanisme politik ini, terutama bagi partai politik, baik langsung ataupun tidak langsung, yang mendorong munculnya aksi massa dan penjarahan kekuasaan pemerintahan. Sedangkan untuk menjaga dan mengembangkan kebebasan politik demokrasi yang jelas, sistematik, dan terstruktur sehingga semua aspirasi masyarakat dapat memperoleh respon yang memadai, agar masyarakat tidak selalu dikecewakan terus-menerus, dan cenderung untuk melakukan aksi massa besar-besaran. Karena itu, politik jalanan harus dikurangi dan diperkecil, dengan menghidupkan institusi politik demokrasi secara efektif.6 Dengan berdasar pada asumsi di muka, maka fenomena premanisme dalam politik sangat menarik untuk dijadikan bahan kajian. Oleh karenanya, dalam penelitian ini penulis bermaksud meneliti premanisme politik yang terjadi di desa Montor Sampang Madura. Sebagai pengetahuan awal, desa Montor dimaksud adalah salah satu desa di Kecamatan Banyuates yang cukup luas dan berpenduduk banyak dibanding dengan desa-desa lainnya di kecamatan ini. Di bulan Oktober 2012, desa ini menggelar pesta demokrasi yaitu pemilihan kepala desa yang baru. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, hiruk pikuk politik diperparah dengan isu-isu dan
6 Diambil dari tulisan Musa Asy’ari: Konflik Horizontal atau Premanisme Politik?, di: http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/blob/F1826/Konflik%20Horizontal%20 atau%20Premanisme%20Politik.htm, diunduh pada 11 Oktober 2012, jam: 09.45 wib.
5
tindakan-tindakan amoral yang pada ujungnya bisa berakhir dengan fenomena premanisme.7 Kampanye sebagai media pengenalan antar calon tidak jarang menjadi lahan untuk mengintimidasi masyarakat tertentu untuk memilih calon dimaksud. Intimidasi dimaksud dibarengi dengan janji-janji manis hingga ‘penodongan’. Belum lagi, campur tangan para preman yang juga tidak jarang mengambil kesempatan dalam pilkades untuk meraup keuntungan yang lebih besar. Atas nama demokrasi, tindakan kekerasan bisa saja muncul kapan saja. Contoh kecilnya, dalam momentum kampanye tidak jarang para preman mendatangi penduduk desa setempat dengan menawarkan salah satu calon yang diusungnya untuk dipilih. Menurut mereka, calon dimaksud termasuk sosok yang ‘berkualitas’ dan pantas untuk dijadikan kepala desa. Jika ada salah satu penduduk yang kurang respon dengan tawaran dimaksud, maka bahasa premanpun bisa saja muncul seperti ‘jika dia tidak dipilih maka desa ini tidak akan aman, maling akan berkeliaran, perampokan akan marak terjadi’ dan bahasa ancaman preman lainnya. Penelitian ini bermaksud untuk menganalisis fenomena kekerasan yang terjadi desa Montor Sampang Madura. Tema ini dianggap menarik karena beberapa hal: pertama, sejauh ini, sepengetahuan penulis belum ada yang membahas terkait dengan fenomena premanisme dalam politik yang terjadi di Sampang. Kedua, Masyarakat Madura dikenal sebagai masyarakat yang religius dimana premanisme, termasuk di dalamnya kekerasan, dan anti demokrasi sangat 7
Hasil wawancara awal, dengan Bapak Munawar salah satu perangkat desa di Desa Montor, yang dilakukan pada tanggal 01 Oktober 2012
6
bertolakbelakang dengan
nilai-nilai agama itu sendiri. Ketiga, fenomena
premanisme politik dalam pemilihan kepala desa biasanya menyisakan problema lanjutan di tengah kehidupan masyarakat, baik itu berupa permusuhan antara kepala desa terpilih dengan masyarakat yang tidak mendukungnya, atau antar masing-masing pendukung calon. Keempat, problem politis (termasuk kekerasan) tidak jarang menjadi penghambat bagi berjalannya demokrasi di desa dimaksud, dan kelima, Sebagai penduduk desa, penulis merasa terpanggil untuk memecahkan fenomena-fenomena premanisme yang terjadi, sehingga cita-cita masyarakat untuk mewujudkan kehidupan yang lebih aman, damai, sejahtera dalam memilih kepala desa dengan cepat bisa terwujud tanpa hambatan apapun. Dengan beberapa alasan itulah, kemudian penulis berniat untuk mengkaji dan menguji lebih dalam akan terjadinya kekerasan dalam pemilihan kepala desa dengan mengangkat tema: Fenomena Premanisme Politik (Studi Kasus Pemilihan Kepala Desa Montor Sampang Madura).
B. Rumusan Masalah Berdasar pada latar belakang di muka, maka penulis merumuskan beberapa masalah terkait dengan tema ini. Rumusan masalah dimaksud yang akan menjadi konsentrasi pembahasan dalam penelitian ini. Rumusan-rumusan masalah dimaksud yaitu: 1. Apa latar belakang adanya premanisme dalam pemilihan kepala desa di Desa Montor Sampang Madura?
7
2. Bagaimana bentuk premanisme dalam pemilihan kepala desa Desa Montor Sampang Madura?
C. Tujuan Penelitian Dengan mengacu pada rumusan masalah di muka, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk Mengidentifikasi apa latar belakang atau penyebab adanya premanisme dalam pemilihan kepala Desa Montor. Banyuates Kab. Sampang Madura. 2. Untuk Mengidentifikasi bagaimana bentuk premanisme dalam pemilihan kepala Desa Montor Sampang Madura.
D. Manfaat Penelitian Manfaat
akan kegunaan penelitian ini setidaknya dapat penulis
klasifikasikan menjadi beberapa bentuk, di antaranya: 1. Manfaat teoritis Secara teoritik, penelitian ini dapat menjadi acuan bagi para mahasiswa, peneliti, politisi, hingga masyarakat secara umum sebagai khazanah keilmuan khususnya terkait dengan premanisme dalam pemilihan kepala desa. Karena bagaimanapun, harus diakui bahwa premanisme dalam pemilihan—kepala desa khususnya—telah cukup mengakar kuat di dalam budaya berdemokrasi kita sampai detik ini. Dengan begitu, teori, konsep, dan cara analisis yang ada dalam penelitian ini akan memberikan manfaat dalam
8
rangka memahami fenomena premanisme dalam pemilihan kepala desa dimaksud. 2. Manfaat praktis Dalam prakteknya, ternyata kekerasan bahkan premanisme sering kali mewarnai proses demokrasi di negeri ini, termasuk di Sampang Madura. Berkaitan dengan itu, kehadiran penelitian ini akan menjadi konstribusi bagi semua pihak dalam menelaah sekaligus memecahkan problema masyarakat yang terkait dengan premanisme dan kekerasan dalam pemilihan kepala desa.
E. Definisi Konsep Untuk mempermudah dan menghindari kesalahpahaman dalam memahami skripsi ini, maka perlu dijelaskan terlebih dahulu beberapa istilah secara operasional sebagai berikut: 1. Fenomena Fenomena yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kejadian, atau gejala. Definisi tersebut sesuai dengan penjelasan bahwa Fenomena berasal dari bahasa Yunani; phainomenon yang berarti: apa yang terlihat. Sedangkan dalam bahasa Indonesia bisa berarti: 1) gejala, misalkan gejala alam 2) hal-hal yang dirasakan dengan panca indra hal-hal mistik atau klenik, 3) fakta, kenyataan, kejadian.8 Lebih lanjut, dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa fenomena dapat berarti (1) hal-hal yang dapat disaksikan dengan panca indra dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah (seperti fenomena alam); gejala: 8
Diambil dari http://id.wikipedia.org/wiki/Fenomena, diunduh pada tanggal 29 oktober 2012 jam 07.28 Wib.
9
gerhana adalah salah satu
ilmu pengetahuan; (2) sesuatu yang luar biasa;
keajaiban: sementara masyarakat tidak percaya akan adanya pemimpin yang berwibawa, tokoh itu merupakan tersendiri; (3) fakta; kenyataan: peristiwa itu merupakan sejarah yang tidak dapat diabaikan.9 2. Premanisme Dalam kamus wikipedia disebutkan Premanisme (berasal dari kata bahasa Belanda vrijman yang berarti orang bebas, merdeka dan isme berarti aliran adalah sebutan pejoratif yang sering digunakan untuk merujuk kepada kegiatan sekelompok orang yang mendapatkan penghasilannya terutama dari pemerasan kelompok masyarakat lain.10 Premanisme dewasa ini mulai bermacam defersifikasinya sekaligus semakin luas cakupannya. Premanisme bukan hanya dalam ranah sosial, tapi telah melebar ke dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat, seperti ekonomi, agama, budaya, hukum, lebih-lebih politik. Mungkin kita masih ingat ketika ada oknum pemerintah memeras salah satu masyarakat atas nama kekuasaan. Premanisme politik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu maupun kelompok tertentu secara tidak beraturan dalam arti illegal, dengan tujuan untuk mendesak, menodong, mengintimidasi, menyudutkan, dan merampas hak-hak kebebasan individu atau kelompok tertentu dalam ranah politik atau demi kepentingan politis.11
9
Tim Perpus Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PT. Aksara, 1987, hal: 347 http://id.wikipedia.org/wiki/Premanisme diunduh pada tanggal 29 Oktober 2012, jam 08.20 Wib 11 Definisi premanisme politik yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari tulisan Musa Asy’ari, Konflik Horizontal atau Premanisme Politik?, di: http://perpustakaan.bappenas.go.id/. Diunduh 12 November 2012. 10
10
3. Politik Pengertian politik sangat variatif yang diajukan oleh banyak tokoh, politisi, hingga masyarakat awam sekalipun. Namun, penulis memperhatikan bahwa pengertian-pengertian dimaksud bermuara pada satu esensi yaitu politik adalah tata cara pengelolaan pemerintahan, baik itu di desa maupun kota, masyarakat individu maupun kolektif dan semacamnya. Terkait dengan pengertian politik, Miriam Budiardjo mengatakan secara singkat politik adalah usaha untuk menggapai kehidupan yang lebih baik.12 Lebih rinci lagi, Ramlan Surbakti menyebutkan setidaknya ada lima pandangan mengenai politik, yaitu: pertama, politik ialah usaha yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama. Kedua, politik ialah segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Ketiga, politik sebagai segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat. Keempat, politik diartikan sebagai kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum. Kelima, politik sebagai konflik dalam rangka mencari dan mempertahankan sumber yang dianggap penting.13 4. Pilkades Pemilihan Kepala Desa, atau seringkali disingkat Pilkades, adalah suatu pemilihan Kepala Desa secara langsung oleh warga desa setempat yang dilakukan secara transparan, adil, bebas, dan rahasia. Berbeda dengan Lurah yang
12 13
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka, 2008, hal: 13 Ramlan Surbekti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Grasindo, 2010, hal: 02
11
merupakan Pegawai Negeri Sipil, Kepala Desa merupakan jabatan yang dapat diduduki oleh warga biasa sebagai jabatan tertinggi dalam pemerintahan desa. Pilkades dilakukan dengan mencoblos tanda gambar Calon Kepala Desa. Pilkades telah ada jauh sebelum era Pilkada Langsung. Akhir-akhir ini ada kecenderungan Pilkades dilakukan secara serentak dalam satu Kabupaten, yang difasilitasi oleh Pemerintah Daerah. Hal ini dilakukan agar pelaksanaannya lebih efektif, efisien, dan lebih terkoordinasi dari sisi keamanan.14
F. Telaah Kepustakaan Perlu diperjelas sebelumnya, bahwa tulisan tentang kekerasan dalam politik sudah banyak dewasa ini, baik itu dalam bentuk buku hingga tulisantulisan di media. Namun demikian, penulis melihat bahwa tulisan-tulisan dimaksud hanya berbentuk spekulasi-spekulasi dan tidak fokus pada satu daerah sebagaimana dalam penelitian ini. Oleh karenanya, penelitian ini akan banyak merujuk pada kepustakaan tersebut. Untuk lebih jelasnya, berikut penulis sajikan telaah kepustakaan terkait dengan tulisan-tulisan yang terkait dengan kekerasan dalam politik: 1. Premanisme Politik yang ditulis oleh Rudy Gunawan dan Nezar Patria. Buku ini terbagi menjadi lima bagian. Pada bagian pertama diulas mengenai pendahuluan lahirnya kelompok institusi paramiliter di Indonesia. Bab kedua dan ketiga menguraikan soal krisis ekonomi yang tampaknya menjadi faktor penyerta, selain faktor pendukung dalam tubuh TNI/Polri sendiri untuk 14
Pengertian ini, penulis ambil dari http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_kepala_desa pada tanggal 17 Oktober 2012, jam: 03.12 Wib.
12
membangun
institusi
paramiliter
atau
milisi
yang ditugaskan
untuk
mendukung "pengamanan" rezim Orde Baru. Semakin lemahnya posisi negara menjelang kejatuhan Soeharto, rupanya menjadi pertimbangan utama untuk memobilisasi massa di dalam kelompok-kelompok milisi tersebut. Bab 4 dan 5 berbicara mengenai sepak terjang kelompok milisi. Fokus bahasan diarahkan bahwa pembentukan milisi dipergunakan untuk menunjang kekuasaan negara. Mulai Pam Swakarsa di Jakarta dan secara panjang lebar diulas mengenai milisi pro-integrasi di Timur Timur. 2. Kekerasan dalam Bingkai Demokrasi: buku ini membahas secara detail, berani dan mendalam tentang perpolitikan Aceh dalam pemilu 2012. Buku ini secara cerdas memaparkan tentang konstalasi politik, polemik- polemik yang terjadi, dan analisa- analisa mendalam seputar berbagai intrik dan trik percaturan. Buku ini diedit oleh Sudarman Alkatiri Buteh & Chairul Fahmi. 3. Akar Kekerasan dan Diskriminasi: buku ini ditulis oleh Haryatmoko. Buku ini mengajak pembaca mengaitkan dominasi dengan dampak negatifnya terutama karena sifat
manipulatif
dominasi mengakibatkan ketidakadilan dan
diskriminasi sehingga mendorong terjadinya kekerasan. Buku ini mengupas dominasi kejahatan politik, dominasi agama, dominasi gender melalui wacana, dominasi simbolis dalam pendidikan, dan dominasi kapital dengan segala dampak negatifnya. Melalui berbagai muslihatnya, dominasi bisa tidak dirasakan atau bahkan disetujui oleh korbannya. Lebih parah lagi, dominasi bisa menyelinap masuk ke orang perseorangan atau kelompok sehingga menjadi motivasi atau aspirasi pribadi.
13
4. Kepala Desa dan Dinamika Pemilihannya: ditulis oleh Sadu Wasistiono, MS. Buku ini mencoba membahas berbagai masalah yang ada serta mencari akar penyebabnya.
Melalui
konsep
ACC
(Acceptability–Capability–
Comfortability) barangkali berbagai permasalahan yang ada paling sedikit dapat dikurangi. Bukankah peristiwa pemilihan kepala desa itu sendiri sudah merupakan bagian dari budaya politik masyarakat desa?. Melalui penelitian empirik pada 134 desa di Jawa Barat serta diramu uraian verbal sederhana dengan meninjau pemilihan kepala desa dari berbagai perspektif, buku ini pantas untuk dicoba oleh kalangan luas baik ilmuwan dan terutama para praktisi di desa-desa dan kecamatan. Itulah kiranya beberapa tulisan yang menyinggung tentang premanisme politik maupun kepala desa yang ditulis oleh beberapa orang. Namun sampai saat ini, penulis belum menemukan penelitian yang membahas langsung fenomena premanisme politik dalam pemilihan kepala desa di Sampang Madura.
G. Metode Penelitian a. Pendekatan dan Jenis Penelitian Perlu ditegaskan di sini bahwa penelitian ini termasuk penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif karena data yang dihadapi berupa pernyataan verbal bukan numerik atau angka-angka.15 Oleh karena data dalam
15
Noeng Muhadjir, Motode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rakesarsin, 1996, hal: 94
14
penelitian kualitatif adalah obyek yang alamiah maka penelitian ini juga sering disebut sebagai metode naturalistik.16 Sebagaimana dijelaskan oleh Nana Syaodih bahwa penelitian kualitatif memiliki dua tujuan. Oleh karenanya, penelitian ini juga memiliki dua tujuan yaitu (1) menggambarkan dan mengungkap dan (2) menggambarkan dan menjelaskan. Dengan kata lain bahwa penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dan mengungkap fakta-fakta yang terkait dengan bagaimana fenomena kekerasan dalam pemilihan kepala desa. Dilihat dari jenisnya, penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research) Penelitian ini berfokus pada fenomena premanisme dalam pemilihan kepala desa yang terjadi di Desa Montor Banyuates Sampang Madura. b. Lokasi penelitian Penelitian ini bertempat di Desa Montor Kecamatan Banyuates, Kabupaten Sampang Madura. Pengambilan lokasi penelitian ini memiliki beberapa alasan yaitu: Pertama, premanisme politik tumbuh subur di berbagai pelosok negeri ini, termasuk yang terjadi di Sampang-Madura. Kedua, Masyarakat Madura (termasuk masyarakat desa Montor) dikenal sebagai masyarakat yang religius dan menentang dengan keras premanisme dan anti demokrasi karena bertolak belakang dengan nilai-nilai agama itu sendiri.
16
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: CV Alfabeta, 2009, hal: 1
15
Ketiga, premanisme politik dalam pemilihan kepala desa sering kali mewariskan permasalahan lanjutan di tengah kehidupan masyarakat. keempat, Sebagai insan akademis, penulis merasa terpanggil untuk ikut andil dalam memecahkan fenomena premanisme yang terjadi desa sendiri. c. Sumber Data Data merupakan salah satu komponen utama dalam proses pelaksanaan penelitian. Karena pembacaan dan analisis penulis didapatkan dari data yang telah diperoleh. Lofland dan Lofland menjelaskan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lain-lain.17 Dalam penelitian ini, penulis membagi menjadi dua sumber data, yaitu: 1. Data primer Sumber primer merupakan sumber data utama dalam sebuah penelitian.18 Dalam hal ini, sumber data primer diperoleh dari informan penelitian dengan menggunakan metode-metode tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti sebelumnya, seperti observasi ke lapangan, wawancara, dan yang lainnya. Sedangkan para informannya sudah ditentukan dan dipilih oleh penulis dengan menggunakan skala prioritas. Adapun data yang ingin dikumpulkan dari informan penelitian ini adalah terkait dengan beberapa hal yaitu: 1) fenomena premanisme dalam pemilihan kepala desa, 2) motif atau bentuk premanisme yang terjadi dalam
17
Lexy Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2007, hal: 157. 18 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial, Surabaya: Airlangga University Press, 2001, hal: 129.
16
pemilihan kepala desa, 3), sebab dan akibat dari premanisme dalam pemilihan kepala desa. Sedangkan informan yang penulis pilih meliputi beberapa orang yang dianggap penting. Dalam hal ini, penulis memilih dua puluh sembilan orang yaitu: Hj. Timun (padi), Maliki (Jagung), H. Hasan (Mangga), Martelan (Manggis), Morben (Pisang) dimana kesemuanya adalah para calon kepala desa. KH. Abd. Adhim, K. Moh. Iksan, Nafis, H. Fauzi, dan H. Tamam yang kesemuanya dalah tokoh masyarakat. Abdussalam, Turhamun, Rahli, Muarif, dan Rubil selaku perangkat Desa. Yang mewakili masyarakat yaitu: Halil, Yudi, Hamid, Mat Serang, dan Mardi. Sedangkan dari kelompok informan preman diwakili oleh Salamun, Madi, Saheri, Telam, Nawar, Marnawi, Mislan, Jumal, Hasun, dan Isyam. 2. Data Sekunder Sumber sekunder adalah data penunjang sumber utama untuk melengkapi sumber data primer.19 Sumber data sekunder diperoleh dari halhal yang berkaitan dengan penelitian, antara lain buku, jurnal, artikel, hasil penelitian, browsing data internet, dan berbagai dokumentasi pribadi maupun resmi baik yang didapat dari lapangan maupun dari tempat atau sumber lain. d. Teknik Pengumpulan Data Pada peneltian dengan menggunakan pendekatan kualitatif maka teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi (pengamatan), interview (wawancara), dan dokumentasi.
19
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial, hal: 129.
17
1. Observasi Observasi atau pengamatan merupakan salah satu teknik yang dilakukan
dalam
pencarian
data
pada
penelitian
kualitatif.
Pengamatan dilakukan dengan melihat kondisi maupun suasana ada pada fokus penelitian.20 Selama observasi berlangsung, penulis mampu memberikan gambaran awal tentang data yang akan digunakan sebagai bahan analisis masalah yang ada. Dalam penelitian ini observasi berlangsung di Desa Montor Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang. Jenis observasi dalam penelitian ini adalah observasi eksperimen atau sering juga dikenal dengan observasi alamiah. Dalam observasi alamiah peneliti mengamati kejadian-kejadian, peristiwa, dan perilaku objeknya secara natural dalam arti tidak ada usaha untuk mengontrol atau yang lainnya. Sedangkan instrumen yang digunakan adalah check list yaitu suatu daftar yang sudah berisi tentang nama-nama informan dan materi yang akan ditanyakan kepada mereka. 2. Interview Interview atau wawancara adalah salah satu cara untuk memperoleh data dalam penelitian kualitatif. Wawancara dilakukan dengan subyek penelitian. Dalam proses wawancara, subyek penelitian atau informan harus jelas, dengan mengetahui bagaimana
20
Jumhur dkk., Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Bandung: Pustaka Ilmu, 1975, hal: 51.
18
latar belakang informan tersebut.21 Pencarian informasi dengan cara wawancara terlebih dahulu ditentukan key-informan (informan kunci). Key-informan merupakan sumber data yang paling urgen dalam upaya pencarian data yang valid. Dalam penelitian ini yang menjadi objek interview adalah orang-orang yang dianggap mengerti dan memahami fenomena pemilihan kepala desa. Begitu juga mereka yang tahu betul berbagai hal yang terjadi selama pemilihan dimaksud. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan purposive sampling atau sampel bertujuan,22 dimana penelitian menentukan informan yang didasarkan atas ciriciri atau sifat dan kerakteristik yang merupakan ciri pokok populasi. Dalam hal ini penulis menganggap bahwa informan tersebut mengetahui masalah yang diteliti secara mendalam dan dapat dipercaya untuk dijadikan sumber informasi yang dibutuhkan penulis. Bentuk wawancara yang digunakan dalam penelitian ini yaitu wawancara mendalam (in-depth interview) merupakan suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan, dengan maksud mendapatkan gambaran
21
Cholid Nurbuko dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara, 1997, hal: 70. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 2005, hal: 248 22
19
lengkap tentang topik yang diteliti.23 Wawancara model ini lebih memberikan kebebasan bagi seorang peneliti dalam mencari data-data yang dibutuhkan dalam penelitiannya. Dasar pertimbangan menggunakan metode in depth interview dalam pengumpulan data adalah untuk memperoleh konstruksi atau kejelasan tentang bentuk-bentuk premanisme dan latar belakang yang menyebabkan terjadinya premanisme politik yang terjadi di desa Montor. Sedangkan instrumen yang digunakan adalah pertanyaanpertanyaan yang memang sudah disusun sebelumnya. Dengan instrumen dimaksud, diharapkan peneliti akan lebih fokus pada permasalahan yang akan dijelaskan dalam penelitian ini. 3. Dokumentasi Dokumentasi merupakan cara pencarian data di lapangan yang berbentuk gambar, arsip dan data-data tertulis lainnya. Penulis perlu mengambil gambar selama proses penelitian berlangsung untuk memberikan bukti secara real bagaimana kondisi di lapangan terkait permasalahan yang ada di masyarakat.24 Arsip-arsip dan data-data lainnya digunakan untuk mendukung data yang ada dari hasil observasi dan interview.
23 Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif: Aktuaisasi Metodelogis ke Arah Ragam Varian Kontemporer, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011, 157-158. 24 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik, 231
20
e. Teknik Analisa Data Teknik
analisa
data
dalam penelitian
kualitatif
ini,
penulis
menggunakkan teknik analisis deskriptif. Setelah data terkumpul baik dari data primer maupun sekunder, penulis menganalisis dalam bentuk deskripsi. Analisis deskripsi merupakan analisis yang dilakukan dengan memberikan gambaran (deskripsi) dari data yang diperoleh di lapangan. Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Analisis data ini dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas. Menurut Moleong, aAnalisis data dilakukan kualitatif melalui tiga tahap, yaitu : 1) Data Reduction (Reduksi Data) Reduksi data berarti merangkum, memilih hal yang pokok, memfokuskan pada hal yang penting, dicari pola dan temanya. 2) Data Display (penyajian data) Data display berarti mendisplay data yaitu menyajikan data dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar katagori, dan ssebagainya. Menyajikan data yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah bersifat naratif. Ini dimaksudkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami.
21
3) Conclusion Drawing / Verification Langkah terakhir dari model ini adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal namun juga tidak, karena masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan berkembang setelah peneliti ada di lapangan.25 Dari data yang diperoleh di lapangan, langkah selanjutnya yaitu analisa data. Dalam analisa ini, penulis menggunakan teori konflik. Teori ini dipaparkan dalam rangka untuk memahami dinamika yang terjadi di dalam masyarakat. Dengan adanya perbedaan kekuasaan dan sumber daya alam yang langka dapat membangkitkan pertikaian (konflik) di masyarakat. Kelompok-kelompok kepentingan yang berbeda dalam sistem sosial akan saling mengejar tujuan yang berbeda dan saling bertanding. Hal ini sesuai dengan pandangan Lock Wood, bahwa kekuatan –kekuatan yang saling berlomba dalam mengejar kepentingannya akan melahirkan mekanisme ketidakteraturan sosial (social disorder).26 Para teoritis konflik memandang suatu masyarakat terikat bersama adalah kekuatan kelompok atau kelas yang dominan. Para fungsionalis menganggap nilai-nilai bersama (consensus) sebagai suatu ikatan pemersatu, sedangkan bagi teoritis konflik, konsensus itu merupakan ciptaan dari kelompok atau kelas dominan untuk memaksakan nilai-nilai. 25 26
Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosda Karya, 2007, hal: 162 Ibid, hal: 122
22
f. Validitasi Keabsahan Data Moleong berpendapat bahwa: “Dalam penelitian diperlukan suatu tehnik pemeriksaan keabsahan data”.27 Sedangkan untuk memperoleh keabsahan temuan perlu diteliti kredibilitasnya dengan menggunakan tehnik beberapa teknik seperti Persistent Observation (observasi berlanjut), trianggulasi, maupun Peerderieting (pemeriksaan sejawat melalui diskusi). Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan trianggulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data itu sendiri. Adapun langkah oprasionalnya dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Membandingkan data hasil pengamatan (observasi) dengan data hasil wawancara. 2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi. 3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang penelitian. 4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang dari berbagai kalangan seperti orang biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, dan orang pemerintahan.
27
Lexy Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, 173
23
H. Sistematika Penelitian Penelitian ini disusun dengan metode bab per bab, dimana setiap babnya memiliki sub-bab tersendiri. Sub-sub tersebut memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya dan bermuara pada satu tema pembahasan yaitu premanisme dalam pemilihan kepala desa. Adapun struktur atau sistematika penelitian ini yaitu sebagai berikut: BAB I
: Bab ini adalah pendahuluan dari penelitian ini yang berisi beberapa hal di antaranya latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, telaah kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penelitian.
BAB II
: Bab ini memuat kerangka konseptual atau landasan teoritik, dimana landasan teori ini merupakan beberapa konsep teoritik yang terkait dengan pembahasan penelitian ini yang nantinya dijadikan sebagai landasan untuk menelaah lebih jauh beberapa problema yang telah ditentukan dalam rumusan masalah terkait dengan premanisme dalam pemilihan
kepala
desa.
Landasan
teoritik
dimaksud
meliputi,
premanisme, politik, pemilihan kepala desa, dan premanisme dalam politik. BAB III : Bab ini berisi tentang seting penelitian. Karena penelitian ini termasuk penelitian lapangan, maka di setting penelitian ini dijelaskan tentang kondisi lapangan yang dihasilkan dari observasi, wawancara, bukubuku atau dokumentasi, dan sebagainya.
24
BAB IV : Analisa data. Bagian ini menjelaskan sekaligus membahas beberapa data yang telah dikumpulkan sebelumnya, kemudian menganalisisnya dengan metode yang telah ditentukan dalam penelitian ini. Analisis dimaksud guna mencapai penjelasan yang konkret dan untuk menemukan jawaban atas rumusan masalah yang dibuat. BAB V
: Kesimpulan dan Saran. Kesimpulan adalah pendapat atau asumsi akhir dari penelitian ini. Kesimpulan dimaksud adalah bentuk jawaban dari rumusan masalah yang telah ditentukan sebelumnya. Sedangkan saran merupakan rekomendasi penulis bagi masyarakat, dosen, dan para pembaca penelitian ini untuk mengevaluasi, melanjutkan atau mengkritisi penelitian ini. Karena bagaimanapun, harus diakui, bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna.