BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Kemajuan suatu bangsa tergantung pada banyak faktor. Salah satu diantaranya yaitu moralitas dan karakter bangsa yang kuat. Seperti diungkapkan seorang sejarawan dan peneliti LIPI, Haryo Nugroho (dalam Sapriya, 2007:125), yaitu, “Kemajuan dan martabat bangsa bukan hanya ditentukan oleh prestasi material, tetapi juga oleh kekuatan akhlak,moralitas dan karakter bangsa...” Hal ini sangat penting karena kejayaan suatu negara akan dipengaruhi oleh kualitas pribadi setiap warga negaranya. Seperti yang diungkapkan Cicero (dalam megawangi:2004) yaitu, “Within the character of the citizen, lies the welfare of the nation” (Di dalam akhlak mulia setiap warganegara, terdapat negara yang sejahtera).
Suatu gambaran yang menegaskan betapa akhlak,
moralitas dan karakter harus menjadi sesuatu fokus yang diutamakan dalam pembangunan bangsa. Termasuk dalam riuh rendahnya aktivitas pendidikan dewasa ini. Salah satu tujuan yang ingin dicapai melalui pendidikan seperti diamanatkan oleh UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitumengembangkan kemampuan dan membentuk watak peserta didik sehingga terwujudnya kemandirian bangsa. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 3 yaitu: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
Enong Maisaroh, 2012 Implementasi Pembelajaran Berbasis Pengalaman Dalam Membina Kemandirian dan Kepemimpinan Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Kemandirian merupakan salah satu karakter yang dicita-citakan sejak lama. Bahkan sebelum kemerdekaan, kemandirian bangsa merupakan salah satu tujuan pokok upaya Bangsa Indonesia melepaskan diri dari penjajahan asing. Demikian juga di era pembangunan sekarang. Suatu negara bisa mandiri karena memiliki karakter atau jatidiri kebangsaan yang sangat kuat (Masrur :2007) . Kemandirian merupakan salah satu standar kompetensi lulusan yang dipersyaratkan bagi lulusan satuan pendidikan dasar dan menengah. Seperti dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006
Tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan
Pendidikan Dasar Dan Menengah, yaitu: Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) dikembangkan berdasarkan tujuan setiap satuan pendidikan, yakni: Pendidikan Dasar, yang meliputi SD/MI/SDLB/Paket A dan SMP/MTs./SMPLB/Paket B bertujuan: Meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Sisi lain yang tidak kalah penting sebagai daya pendukung keberhasilan bangsa yaitu sikap kepemimpinan para pemimpin bangsa. Pemimpin yang memiliki karakter kuat dan bisa dijadikan teladan merupakan salah satu kunci sukses pembangunan bangsa. Karena maju mundurnya suatu negara, organisasi atau suatu kepengurusan
diantaranya dipengaruhi oleh
cara-cara pemimpin
dalam memimpin. Kepemimpinan suatu bangsa menjadi suatu hal sangat penting mengingat tugas-tugas yang dipikul oleh seorang pemimpin. Tugas kepemimpinan tersebut menurut Tobroni (2010:3), yaitu “Bagaimana merubah siklus negatif atau Enong Maisaroh, 2012 Implementasi Pembelajaran Berbasis Pengalaman Dalam Membina Kemandirian dan Kepemimpinan Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
lingkaran setan persoalan menjadi siklus positif atau lingkaran malaikat (siklus kebajikan)”. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kepemimpinan yang efektif dengan organisasi yang efektif. Penelitian Edmonds mengemukakan bahwa organisasi-organisasi yang dimnamis yang senantiasa berupaya meningkatkan prestasi kerjanya dipimpin oleh pemimpin yang baik. Demikian juga penelitian Hallinger dan Lithwood yang menyimpulkan bahwa organisasi sekolah yang efektif senantiasa dipimpin oleh manajer yang efektif pula (Tobroni: 2010). Sedangkan secara spesifik, hubungan kepemimpinan yang sukses dipengaruhi oleh karakter yang dimiliki pemimpin itu sendiri. Hasil penelitian James C. Sarros, et al (2006) membuktikan bahwa karakter seperti ; Integrity (integritas) , Passion (gairah), Courage (keberanian), Compassion (rasa kasihan), Wisdom (kebijaksanaan), dan
Humility (kerendahan hati)memiliki pengaruh
signifikan terhadap kepemimpinan seseorang. Tetapi kenyataanya, masalah utama yang dihadapi bangsa Indonesia, menyangkut karakter dan kemandirian bangsa seperti yang uraikan
Masrur
(2007) adalah: Belum adanya karakter yang kuat, yang dapat dipergunakan bangsa ini sebagai wahana untuk melaju menghadapi tantangan global. Kedisiplinan, kemandirian, etos kerja, ketaatan terhadap hukum, produktivitas dan swadeshi bangsa ini masih terbilang rendah. Karena itu, langkah pertama untuk mengejar ketertinggalan adalah dengan memperkuat karakter bangsa. Satu hal yang menarik menurut Budimansyah (2010) menyebutkan salah satu permasalahan bangsa Indonesia yaitu adanya gejala kelemahkarsaan pada Enong Maisaroh, 2012 Implementasi Pembelajaran Berbasis Pengalaman Dalam Membina Kemandirian dan Kepemimpinan Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
sebagian anggota masyarakat. Suwardi (2004:75-77) menggambarkan fenomena kelemahkarsaan dengan ciri-ciri; tidak ada orientasi ke depan, tidak ada “growth philosophy” (tidak punya keyakinan bahwa hari esok dapat lebih baik), cepat menyerah
(give up), berpaling ke aherat (retreatism) dengan tidak
menyeimbangkan kehidupan dunia-aherat, dan lamban (inertia). Hal itu dapat diartikan bahwa Indonesia masih jauh dari cita-cita menuju kemandirian bangsa. Realita lain yang terjadi yaitu krisis melanda Indonesia. Krisis yang paling nyata dihadapi bangsa Indonesia adalah krisis kepemimpinan. Kita mengalami kegamangan dalam hal menentukan pemimpin yang tepat untuk negeri ini. Tentu saja pemimpin yang mampu mengeluarkan Indonesia dari berbagai krisis multidimensi. Beberapa kali pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan presiden telah digelar, namun selalu saja muncul perdebatan dalam menentukan pemimpin yang layak, sehingga perebutan posisi presiden dan wakil presiden kerap menjadi suguhan politik yang paling menyedot perhatian publik (Devananta:2011) Susilo (2011) menyatakan bahwa Permasalahan lain dari kepemimpinan kita adalah kurang tegas dalam memimpin sehingga masyarakat menjadi bingung dengan pola kepemimpinan yang berkembang. Ditambah lagi dengan bumbubumbu politik pencitraan yang menjadi landasan dalam bertindak. Dalam bidang korupsi misalnya, pada tahun 2007, Devananta (2011), menjelaskan bahwa Indonesia menempati urutan ke-3 negara paling korup setelah Myanmar dan Kamboja. Tetapi ironisnya korupsi banyak dilakukan oleh pejabat publik yang merupakan para pemimpin. Sehingga menjadi salah satu faktor penyebab menurunnya tingkat kepercayaan rakyat kepada pemimpinnya. Sebagai Enong Maisaroh, 2012 Implementasi Pembelajaran Berbasis Pengalaman Dalam Membina Kemandirian dan Kepemimpinan Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
salah satu hal yang memprihatinkan lainnya yaitu diantaranya kasus korupsi yang dilakukan oleh 158 kepala daerah sepanjang tahun 2004-2011 (Sumber : Litbang Kompas dalam http://www.pendidikankarakter.com). Degradasi moral terjadi di berbagai bidang kehidupan, termasuk bidang hukum yang meliputi para pelaksana dan pemimpin di bidang hukum dan peradilan. Suatu hal yang mengindikasikan bahwa masalah karakter bangsa saat ini sudah dalam tataran yang memprihatinkan yang melanda para pemimpin bangsa yang seharusnya berfungsi menegakkan keadilan. Nasution dalam bukunya Demokrasi Konstitusi (2010:24) memaparkan: Di bidang hukum, saya menilai saat ini terjadi degradasi moral dan etika Bangsa Indonesia dibandingkan tahun 1950-an. Cerita tentang konspirasi atau kongkalikong antara advokat, polisi, jaksa dan hakim terus berlanjut. Perkara dipermainkan demi memiliki uang dan harta. Martabat dan etika profesi, anehnya menjadi soal yang tidak penting lagi. Bercermin dari fenomena di atas beragam harapan tentang adanya kepemimpinan
masa depan.
Pemimpin di masa mendatang bukan hanya
pemimpin yang berkarateristik seperti diinginkan oleh para pengikutnya. Tapi, terdapat harapan-harapan bahwa Pemimpin di masa depan mampu memenuhi dan memiliki kondisi-kondisi seperti berikut ini: 1. 2. 3. 4.
The meaning of direction (memberikan visi, arah, dan tujuan) Trust in and from the Leader (menimbulkan kepercayaan) A sense of hope (memberikan harapan dan optimisme) Result (memberikan hasil melalui tindakan, risiko, keingintahuan, dan keberanian)(Stamboel:2009). Selain empat kondisi di atas, Stamboel (2009) juga memaparkan terdapat
pula beberapa falsafah pemimpin yang harus dipegang teguh pemimpin masa depan Indonesia. Pertama, pemimpin harus punya integritas. Kedua, pemimpin Enong Maisaroh, 2012 Implementasi Pembelajaran Berbasis Pengalaman Dalam Membina Kemandirian dan Kepemimpinan Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
harus mengakui akan adanya perbedaan dan keanekaragaman bangsa kita. Dengan demikian, pemimpin masa depan negeri ini mampu mengelola segala perbedaan budaya, latar belakang suku dan agama, serta kepentingan seluruh elemen bangsa ini lalu mengubahnya menjadi peluang dan kelebihan. Jadi pemimpin masa depan adalah pemimpin yang berpikiran terbuka (open minded) Kaitannya dengan karakter
kemandirian dan kepemimpinan tersebut,
penelitian ini penting. Hal ini mengingat bahwa generasi muda adalah generasi penerus, yang perlu memiliki karakter mandiri. Karena generasi mudalah yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan dalam rangka pembangunan bangsa. Pembinaan sikap kemandirian penting untuk terus dibina sejak dini sesuai dengan program Kementerian Pendidikan Nasional yang sudah mencanangkan pendidikan karakter sejak tahun 2010. Mandiri merupakan salah satu nilai dari delapan belas nilai karakter yang dikembangkan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa di sekolah (Puskur, 2010:9). Kemandirian merupakan pesan para pendiri negara (the founding father) yang
harus
direalisasikan
(Komalasari,2008:239).
Soekarno
(1930:92)
menegaskan , “Kalau Bangsa Indonesia ingin mencapai kekuasaan politik, yakni ingin merdeka, kalau bangsa kami itu ingin menjadi tuan di dalam rumah sendiri, maka ia harus mendidik diri sendiri, menjalankan perwalian atas diri sendiri, berusaha dengan kebiasaan dan tenaga diri sendiri”. Sikap kemandirian juga
bagian dari civic disposition. Watak
kewarganagaraan yang harus dikembangkan. Hal ini sesuai hasil
penelitian
Enong Maisaroh, 2012 Implementasi Pembelajaran Berbasis Pengalaman Dalam Membina Kemandirian dan Kepemimpinan Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Komalasari (2008) bahwa watak yang dapat dibina dari proses pembelajaran PKn diantaranya yaitu disiplin, kemampuan belajar mandiri, dan tanggung jawab. Sikap mandiri sangat penting dimiliki oleh siswa, agar dalam bersikap dan melaksanakan tugas tidak tergantung pada orang lain dan bertanggung jawab terhadap apa yang telah dikerjakannya. Sikap mandiri siswa dalam mengerjakan tugas harus dipupuk sedini mungkin, karena dengan sikap mandiri dapat menunjukkan inisiatif, berusaha untuk mengejar prestasi, mempunyai rasa percaya diri. Demikian juga sikap kepemimpinan. Sikap kepemimpinan perlu dibina sejak dini agar siswa minimal mampu mempimpin dirinya sendiri, dan memiliki sifat kepemimpinan yang baik. Baik yang sifat jasmani dan terutama sifat pribadi dintaranya yaitu berwatak dan berkepribadian unggul, yang tercermin dari sikap jujur, berani, tanggung jawab, tekun, bijaksana, dan cerdas (Sulistiyani:2008). Semua ciri-ciri tersebut merupakan sebagian gambaran warga negara yang baik dan cerdas, sesuai dengan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan yaitu membentuk warga negara yang baik dan cerdas (to be good and smart citizenhip). Untuk itu perlu pembinaan terhadap generasi muda sejak dini. Karena generasi muda adalah generasi yang akan meneruskan estafet kepemimpinan bangsa. Pembinaan generasi muda perlu dilakukan sejak dini seiring pembangunan karakter bangsa untuk mewujudkan bangsa yang memiliki kemandirian. Siswa sekolah lanjutan merupakan generasi muda yang diharapkan memiliki sikap kemandirian dan kepemimpinan. Hal ini penting dilakukan Enong Maisaroh, 2012 Implementasi Pembelajaran Berbasis Pengalaman Dalam Membina Kemandirian dan Kepemimpinan Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
mengingat siswa sebagai generasi muda merupakan tulang punggung bangsa. Tetapi di sisi lain siswa sekolah lanjutan, dengan rentang usia yang dikategorikan remaja juga memiliki permasalahan khusus. Dimana masa remaja
menurut
Stanley Hall, seorang bapak pelopor psikologi perkembangan remaja dalam Santrock, 1999 seperti dikutip Dariyo (2004:13), dianggap sebagai masa topanbadai dan stres (storm and stress). Erikson (dalam Desmita, 2009 :211) menyebutnya sebagai masa krisis pencarian identitas. Hurlock (1980:207-208) menyebutnya sebagai periode perubahan dan sebagai usia bermasalah. Masa ini ditandai dengan meningginya emosi yang dipengaruhi oleh perubahan fisik dan psikologi. Masa remaja memerlukan penanganan dan pendidikan yang tepat agar mereka dapat menjadi pribadi yang memiliki karakter unggul. Memiliki jiwa, semangat kepemimpinan sehingga mampu membawa dirinya menjadi pribadi yang memiliki kemandiriaan. Dengan demikian diharapkan akan dapat melanjutkan estafet kepemimpinan bangsa menuju bangsa yang kuat. Tapi kenyataannya, fenomena yang muncul, tidak sedikit kejadian yang diakibatkan perilaku remaja yang negatif, yang menunjukan bahwa masih banyak perilaku remaja yang belum mencerminkan karakter yang baik. Masih teringat berita tentang tindakan yang dilakukan ratusan pelajar sebuah sekolah lanjutan di Kota Yogyakarta, tahun 2008 silam , yang telah melakukan aksi anarkis dengan merusak sekolah karena kecewa terhadap kepemimpinan kepala sekolah mereka (http://nasional.kompas.com).
Enong Maisaroh, 2012 Implementasi Pembelajaran Berbasis Pengalaman Dalam Membina Kemandirian dan Kepemimpinan Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Meningkatnya kekerasan yang dilakukan oleh pelajar dan mahasiswa. Salah satu bentuk kekerasan yang dilakukan oleh pelajar diantaranya banyaknya tawuran yang terjadi di berbagai kota. Terahir peristiwa tersebut terulang di Jakarta, pada September 2010. Pelajar terlibat tawuran dan bentrokan dengan wartawan (http://kampus.okezone.com). Demikian juga yang terjadi di Tanjungpinang beberapa waktu yang lalu tentang kasus penghinaan guru oleh siswanya lewat lewat jejaring sosial facebook serta pelanggaran disiplin sekolah yang dilakukan oleh siswa. Hal itu menyebabkan Hamid Hasan, Ketua Umum Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia berkomentar, bahwa persoalan itu hanyalah permukaan dari terlupakannya pendidikan karakter di sekolah. Pada siswa tidak terbentuk nilainilai penting, seperti kejujuran, kerja keras, disiplin, dan kesantunan. (http://nasional.kompas.com). Dengan demikian sesuatu yang sangat mendesak akan perlunya pendidikan karakter di sekolah sebagai upaya membina karakter siswa. Membina siswa sebagai generasi muda. Karena sekolah sebagai lembaga pendidikan diharapkan banyak pihak agar mampu mewujudkan pembangunan karakter bangsa yang yang kuat diantaranya karakter mandiri dan bertanggung jawab. Sehingga kelak akan tumbuh menjadi pemimpin-pemimpin bangsa yang diharapkan mampu membawa negara lebih maju. Sekolah menjadi salah satu tumpuan harapan yang penting dalam pendidikan karakter. Sekolah mempunyai peran yang amat besar dalam pendidikan karakter anak, terutama jika anak-anak tidak mendapatkan pendidikan Enong Maisaroh, 2012 Implementasi Pembelajaran Berbasis Pengalaman Dalam Membina Kemandirian dan Kepemimpinan Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
karakter di rumah. David Brooks (dalam Megawangi :2004) menyatakan, “Sekolah adalah tempat yang sangat strategis untuk pendidikan karakter, karena anak-anak dari semua lapisan akan mengenyam pendidikan di sekolah”. Argumennya didasarkan kenyataan bahwa anak-anak
menghabiskan cukup
banyak waktu di sekolah, dan apa yang terekam dalam memori anak-anak di sekolah akan mempengaruhi pembentukan karakternya. Akan tetapi dalam prosesnya karakter tidak bisa dibangun dalam waktu sesaat. Karena menurut Branson (1999:53), “Pembentukan karakter memerlukan proses yang panjang dan komplek”. Oleh karena itu perlu pembinaan sejak dini. Proses pendidikan karakter di sekolah diantaranya yaitu dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Pendidikan karakter melalui pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran.
Khusus
untuk
materi
Pendidikan
Agama
dan
pendidikan
Kewarganegaraan, karena misinya adalah mengembangkan nilai dan sikap, maka pengembangan karakter harus menjadi fokus utama yang dapat menggunakan berbagai strategi/metode pendidikan karakter. Untuk kedua mata pelajaran tersebut, karakter dikembangkan sebagai dampak pembelajaran dan juga dampak penggiring.
Sedangkan untuk mata pelajaran lainnya, yang secara formal
memiliki misi utama selain pengembangan karakter, wajib mengembangkan rancangan pembelajaran pendidikan karakter yang diintegrasikan ke dalam substansi/kegiatan mata pelajaran sehingga memilikii dampak penggiring bagi berkembangnyakarakter dalam diri peserta didik (Kemendiknas:2010).
Enong Maisaroh, 2012 Implementasi Pembelajaran Berbasis Pengalaman Dalam Membina Kemandirian dan Kepemimpinan Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Berdasarkan uraian tersebut jelas tergambar bahwa semua mata pelajaran memiliki tanggung jawab untuk bersama-sama membangun karakter siswa, terutama dalam hal ini kemandirian. Sehingga setiap mata pelajaran juga memiliki tanggung jawab besar untuk membina siswa sebagai generasi penerus estafet kepemimpinan dalam rangka membangun bangsa dan negara. Semua mata pelajaraan yang diberikan di sekolah seharusnya dapat menyampaikan materi pembelajaran dengan menggunakan berbagai strategi dan pendekatan secara bervariasi. Salah satu pendekatan
pembelajaran yang di
anggap mampu untuk membina kemandirian dan kepemimpinan siswa yaitu pembelajaran berbasis pengalaman (experiential-based learning). Pembelajaran berbasis pengalaman (experiential-based learning) menurut Pratiwi (2009), yaitu bahwa suatu proses belajar mengajar yang mengaktipkan
pembelajar untuk
membangun pengetahuan dan keterampilan serta nilai-nilai juga sikap melalui pengalamannya secara langsung. Sekolah yang banyak menggunakan pembelajaran berbasis pengalaman (experiential-based learning) diantaranya sekolah alam. Sistem pendidikan sekolah alam berbeda dari sekolah formal umumnya. Sekolah alam hadir dengan konsep pendidikan fitrah. Sekolah bukan lagi beban. Sekolah adalah realitas kehidupan yang mereka jalani dengan penghayatan penuh. Sekolah adalah sumber kegembiraan, bukan sumber stres yang biasanya membuat mereka kehilangan gairah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya bukan mengetahuinya
Enong Maisaroh, 2012 Implementasi Pembelajaran Berbasis Pengalaman Dalam Membina Kemandirian dan Kepemimpinan Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Model sekolah alam umumnya menggabungkan dan mengembangkan aspek intelektual, emosional, spiritual serta berbagai ketrampilan hidup siswa. Kegiatan belajar mengajarnya menerapkan pola pembelajaran di alam terbuka untuk melatih aspek kognitif, afektif dan psikomotorik siswa. Ada tiga materi utama yaitu ketakwaan, keilmuan dan kepemimpinan, yang diterapkan dengan metode
keteladanan,
pengembangan
logika
yang
dilakukan
dengan
mengaplikasikan teori dalam bentuk praktek. Kurikulum sekolah alam juga berisi 20 persen teori serta 80 persen praktek ketrampilan dan pembentukan karakter sehingga lulusannya menjadi generasi dengan kepercayaan diri tinggi dilandasi moral dan bekal ketrampilan. Sekolah alam menekankan pada pembentukan karakter karena maju tidaknya sebuah negara lebih ditentukan karakter masyarakat dan bukan semata-mata dari prestasi akademik masyarakatnya (http://groups.yahoo.com/group/sd-islam/message/28760). Sedangkan pembelajaran
berbasis pengalaman yang dilaksanakan di
Sekolah Alam lebih banyak dilaksanakan di alam bebas. Bebas dari kungkungan batas dinding kelas. Pembelajaran dilakukan dengan praktek, menggunakan alam sebagai medianya. Dilakukan denganberbagai macam permainan. Hal ini sangat penting untuk membina sikap kemandirian dan kepemimpinan siswa. Seperti diungkapkan Sulistiyani (2008) bahwa sikap kepemimpinan siswa dapat ditumbuhkan lewat game-game yang menyenangkan. Selain membina sikap kepemimpinan siswa, pembelajaran dengan praktek game
dianggap dapat
memberikan efek penggiring yaitu sikap kemandirian. Dari permainan dan
Enong Maisaroh, 2012 Implementasi Pembelajaran Berbasis Pengalaman Dalam Membina Kemandirian dan Kepemimpinan Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
simulasi yang dilakukan secara berkelompok selain dapat membina kebersamaan juga mengasah kemandirian dalam menyelesaikan permainan. Pembelajaran dialkasanakan secara bersiklus. Siklus tersebut di mulai dari pembentukan pengalaman (experience), perenungan pengalaman (Reflection), pembentukkan konsep dan pengujian konsep (Ancok:2002). Pada tahap refleksi tersebut siswa melakukan penilaian atas pengalamannya. Hal ini dianggap dapat membina sikap kemandirian emosi siswa. Bertitik tolak dari uraian tersebut , Peneliti merasa tertarik dan perlu untuk mengadakan penelitian dengan tema pembelajaran berbasis pengalamandalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa. Penelitian akan dilakukan di Sekolah Lanjutan Alam Bandung.
Sekolah yang mengusung moto belajar,
bermain dan berpetualang. Penelitian ini menarik dan perlu dilakukan, mengingat penelitian ini akan mengungkap pembelajaran
yang dianggap mampu
membina karakter
kemandirian dan kepemimpinan melalui pembelajaran berbasis pengalaman yang dilaksanakan di sekolah yang menggunakan alam sebagai media dalam pelaksanaan pembelajaran sehari-hari. Pembelajaran yang tidak terkungkung oleh empat dinding kelas. Pembelajaran yang mampu melahirkan dampak penggiring terhadap pengembangan karakter. Baik melalui pembelajaran yang terkait mata pelajaran maupun melalui berbagai kegiatan pembiasaan dalam konteks pendidikan kewarganegaraan di lingkungan Sekolah Lanjutan Alam Bandung.
Enong Maisaroh, 2012 Implementasi Pembelajaran Berbasis Pengalaman Dalam Membina Kemandirian dan Kepemimpinan Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis bermaksud mengadakan penelitian dengan judul yang dirumuskan sebagai berikut: IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN
BERBASIS PENGALAMAN
DALAM MEMBINA
KEMANDIRIAN DAN KEPEMIMPINAN SISWA (Proses Pengembangan Karakter dalam Konteks Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Lanjutan Alam Bandung).
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang
di atas diidentifikasikan masalah dalam
penelitian ini, yaitu tentang pengembangan karakter di Sekolah Lanjutan Alam Bandung. Agar penelitian ini memperoleh sasaran sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka rumusan masalahnya pembelajaran
berbasis
pengalaman
yaitu: Bagaimana implementasi
dalam
membina
kemandirian
dan
kepemimpinan siswa di Sekolah Lanjutan Alam Bandung? Rumusan masalah tersebut dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian, yaitu: 1. Bagaimana program perencanaan dan model pembelajaran yang dilaksanakan di Sekolah Lanjutan Alam Bandung dalam upaya membina karakter siswa? 2. Bagaimana Proses pembelajaran berbasis
pengalaman dalam membina
kemandirian dan kepemimpinan siswa di Sekolah Lanjutan Alam Bandung? 3. Bagaimana kecenderungan kemandirian dan kepemimpinan siswa Sekolah Lanjutan Alam Bandung?
Enong Maisaroh, 2012 Implementasi Pembelajaran Berbasis Pengalaman Dalam Membina Kemandirian dan Kepemimpinan Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
4. Bagaimana kendala dan solusi dalam mengimplementasikan pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa di Sekolah Lanjutan Alam Bandung? 5. Bagaimana prospek implementasi pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa di Sekolah Lanjutan Alam Bandung?
C. Tujuan penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan secara umum penelitian ini bertujuan untuk menggali, mengkaji
dan
mengorganisasaikan informasi argumentatif tentang implementasi pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina
kemandirian dan kepemimpinan siswa
Sekolah Lanjutan Alam Bandung. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk menggali, mengkaji dan mengorganisasikan informasi-argumentatif tentang: 1. Program perencanaan dan model pembelajaran yang dilaksanakan di Sekolah Lanjutan Alam Bandung dalam upaya membina karakter siswa. 2. Proses pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa di Sekolah Lanjutan Alam Bandung. 3. Kecenderungan kemandirian dan kepemimpinan siswa Sekolah Lanjutan Alam Bandung.
Enong Maisaroh, 2012 Implementasi Pembelajaran Berbasis Pengalaman Dalam Membina Kemandirian dan Kepemimpinan Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
4. Kendala dan solusi dalam mengimplementasikan pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa di Sekolah Lanjutan Alam Bandung. 5. Prospek implementasi pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa di Sekolah Lanjutan Alam Bandung.
D. Manfaat Penelitian Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara keilmuan (teoretik) maupun secara empirik (praktis). Secara teoritik, penelitian ini
akan
menggali,
mengkaji
dan
mengorganisasikan
pengembangan
pembelajaran berbasis pengalamandi Sekolah Lanjutan Alam Bandung, akan menghasilkan kerangka dasar secara konseptual tentang pola pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah. Dari temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis bagi beberapa pihak sebagaimana diuraikan berikut: 1. Bagi pemerintah, memberikan masukan tentang sekolah alam sebagai salah satu sekolah alternatif dalam upaya mengembangkan pendidikan karakter bangsa melalui pembelajaran berbasis pengalaman. 2. Bagi praktisi tenaga kependidikan, sebagai masukan dalam pengembangan kurikulum dan model pembelajaran. 3. Bagi sekolah yang bersangkutan tentang pendidikan karakter melalui pembelajaran berbasis pengalaman untuk semua mata pelajaran.
Enong Maisaroh, 2012 Implementasi Pembelajaran Berbasis Pengalaman Dalam Membina Kemandirian dan Kepemimpinan Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
4. Masukan yang berharga bagi peneliti, untuk melanjutkan penelitian yang lebih baik lagi dimasa yang akan datang.
E. Asumsi Asumsi berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:73) yaitu, ”Dugaan yang diterima sebagai dasar; landasan berpikir karena di anggap benar”. Penelitian ini berangkat dari asumsi, bahwa: 1. Pandangan Rogers dalam pembelajaran (dalam Bushro): a. Bahan pembelajaran yg bermakna akan mendorong pelajar melibatkan diri dalam aktiviti pembelajaran. b. Hasil pembelajaran berkesan apabila pelajar mengambil inisiatif sendiri & melibatkan diri sepenuhnya dalam pembelajaran. c. Penilaian berdasarkan pemikiran refleksi diri pelajar lebih baik daripada penilaian orang lain. d. Aktivitas pembelajaran harus berasaskan kehidupan harian untuk memupuk kemahiran hidupnya. e. Pembelajaran berkesan ialah “Belajar Cara Belajar” ( learn to learn ) (http://www.slideshare.net/wadikpli09/teori-pembelajaran-carl-ransomrogers-1902). 2. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Enong Maisaroh, 2012 Implementasi Pembelajaran Berbasis Pengalaman Dalam Membina Kemandirian dan Kepemimpinan Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, Pasal 3). 3. Pembelajaran berbasis pengalaman memberikan pembinaan terhadap karakter kemandirian dan sikap kepemimpinan siswa
melalui pembelajaran yang
menyenangkan dan dilaksankan di kelas yang tidak selalu dibatasi oleh empat dinding. 4. Kemandirian bisa dibentuk dengan memberikan
pembinaan sejak dini
melalui pendidikan dan pembelajaran baik di dalam kelas (yang dibatasi empat dinding) maupun di luar kelas. 5. Kepemimpinan dapat dibentuk, maka berarti ruang untuk menjadi pemimpin sangat terbuka untuk siapapun (Sulistiyani, 2008:3).
F. Struktur Organisasi Tesis Penulisan tesis ini akan dilakukan dalam lima bab. Adapun sistematika penulisan oleh penulis di deskrisikan sebagai berikut: Bab pertama, membahas pendahuluan dimana penulis menggambarkan permasalahan-permasalahan
sesuai
dengan
judul
penelitian
yang
mana
didalamnya ada sesuatu kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan kenyataan dilapangan dan ini yang oleh penulis dianggap sebagai sumber masalah yang selanjutnya dirumuskan dalam rumusan masalah. Bab dua, mengambarkan
kerangka teoritik dimana setelah penulis
menghasilkan sumber-sumber masalah yang akan diteliti yang sangat krusial Enong Maisaroh, 2012 Implementasi Pembelajaran Berbasis Pengalaman Dalam Membina Kemandirian dan Kepemimpinan Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dengan judul penelitian selanjutnya penulis memperkuatnya dengan teori-teori yang semuanya itu berhubungan dengan judul penelitian. Bab tiga, penulis menggambarkan bagaimana menganalisa metode penelitian sesuai dengan buku panduan dengan mengemukakan secara berurutan tentang lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, validasi penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis dan pengolahan data.. Bab empat, penulis menganalisis dari hasil studi lapangan setelahpenulis anggap data yang kumpulkan sudah dianggap cukup dan komplek untuk di deskripsikan sebagai bentuk dari pertanggungjawaban penulis sekaligus jawaban penulis atas apa yang dipertanyaan dalam rumusan masalah diatas. Bab
lima, adalah kesimpulan dan rekomendasi. Bab ini merupakan
kesimpulan akhir penulis dari seluruh hasil penelitian yang gambarkan lewat beberapa halaman. Sedangkan rekomendasi akan diajukan berdasarkan hasil temuan penelitian.
Enong Maisaroh, 2012 Implementasi Pembelajaran Berbasis Pengalaman Dalam Membina Kemandirian dan Kepemimpinan Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu