1
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya tugas organisasi publik/pemerintah adalah melayani
kebutuhan masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Karena itu, wajar jika hampir semua sektor pelayanan publik dikelola dan disediakan oleh pemerintah sehingga tampak pemerintah sangat berpengaruh terhadap akses-akses pelayanan tersebut. Jasa layanan yang dikelola oleh pemerintah sangat beragam mulai dari layanan berkesenian, kesehatan, listrik, pendidikan, perumahan, transportasi umum, penyediaan air minum, listrik, dan bidang-bidang lain yang tidak dimungkinkan untuk diselenggarakan oleh swasta karena dikawatirkan tujuan dari pelayanan tersebut tidak tercapai. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah sampai saat ini masih banyak terdapat kelemahan-kelemahan yang harus segera dibenahi jika pemerintah tidak menginginkan kepercayaan masyarakat yang selama ini sudah mulai berkurang akan semakin berkurang karena lemahnya sektor pelayanan yang kurang mendapat perhatian serius dari pemerintah. Taman Budaya merupakan institusi pemerintah yang dibuat untuk melayani kebutuhan masyarakat dalam berekspresi seni. Seandainya seni hanya dikenal sebagai kegiatan menulis puisi atau cerpen, mungkin kebutuhan akan fasilitas seni tidak perlu sampai membutuhkan lokasi, gedung pertunjukan,
1
2
lampu-lampu panggung, dan sebagainya. Namun dalam kenyataannya, seni tidak hanya berupa kegiatan seni pertunjukan, seperti seni teater, tari, wayang, dan musik serta pameran senirupa. Oleh karena itu pemerintah lalu membuat sebuah institusi guna memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan akan kegiatan seni tersebut sejauh kemampuannya. Institusi itulah yang kemudian bertugas memelihara dan mengambil kebijakan yang tepat berkenaan dengan fasilitas seni yang dikelolanya. Tidak semua provinsi memiliki Taman Budaya, sebab pada awalnya, keberadaan Taman Budaya memang terkait dengan political will pemerintah serta ’sejarah’ kepemerintahan. Biasanya keberadaan Taman Budaya berada di ibukota Provinsi. Namun, untuk keberadaan Taman Budaya Jawa Tengah yang berada di kota Surakarta adalah sebuah kekhususan. Kekhususan ini banyak terkait dengan latar belakang sosio-kultural Kota Surakarta maupun dengan institusi-institusi seni lain yang sudah ada di kota tersebut. Ketika arah pembangunan masyarakat kita tergoda pada peningkatan ekonomi, posisi kesenian menjadi sering terlupakan. Dalam kondisi yang demikian maka Taman budaya yang turut menyangga kehidupan berkesenian perlu membangun fondasi yang kokoh. Sebagai sebuah ’taman’, Taman Budaya membuka diri seluas-luasnya. Meskipun secara geografis berada dalam wilayah Jawa Tengah, tetapi berbagai kegiatan kesenian yang dilaksanakan tidak hanya terbatas pada ruang lingkup kelompok kesenian yang berada di Jawa Tengah. Taman Budaya Jawa Tengah membuka diri bagi tampilnya berbagai kesenian dari seluruh wilayah Indonesia, bahkan kesenian dari manca negara.
3
Keterbukaan yang demikian dianggap perlu, sehingga masyarakat Jawa Tengah dapat melihat berbagai bentuk dan ragam kesenian yang tengah berkembang. Tetapi keterbukaan sekaligus menjadi tantangan tersendiri, setidaknya berkaitan dengan sumber daya, dana maupun fasilitas lain seperti sarana pementasan harus pula dapat mengimbangi kebutuhan. Taman Budaya pada dasarnya adalah pusat kesenian, artinya sebuah lokasi yang berisi fasilitas-fasilitas untuk berekspresi seni. Masyarakat yang membutuhkan fasilitas seperti itu biasanya adalah masyarakat yang sudah mempunyai mata pencaharian di bidang jasa, atau sudah lebih sebagai masyarakat perkotaan, tidak lagi sebagai masyarakat agraris-petani. Jadi sebenarnya pusat seni itu adalah sebuah institusi dari masyarakat perkotaan. Oleh karena itu, pendirian sebuah pusat seni sebaiknya juga dikaitkan dengan tingkat keurbanan masyarakat dari daerah di mana pusat seni tersebut hendak didirikan. Dalam pengertian itu, fasilitas yang dimiliki oleh Taman Budaya adalah lahan, bangunan-bangunan, peralatan yang mendukung (seperti: lampu, gamelan
panil,
kendaraan
bermotor,
dan
lain-lain),
sumber
daya
manusia/pegawai. Semua fasilitas dari Taman Budaya ini bisa diakses oleh setiap seniman dan atau kelompok kesenian, juga terbuka pemanfaatannya oleh umum, baik lingkungan pelajar, mahasiswa maupun masyarakat tanpa ada syarat tertentu, yang penting adalah surat permohonan/contact person dan kesediaan untuk diatur jadwalnya. Hal ini penting dilakukan karena Taman Budaya bukan hanya
4
dapat dimanfaatkan oleh segelintir orang saja melainkan dapat dimanfaatkan bagi siapapun sepanjang dipergunakan untuk peristiwa kesenian. Setiap kelompok dalam satu organisasi, dimana interaksi antara
satu dengan
didalamnya
lainnya, memiliki kecenderungan
terjadi
timbulnya
konflik. Dalam institusi layanan berkesenian seperti Taman Budaya Jawa Tengah terjadi kelompok interaksi, baik antara kelompok staf dengan staf, staf dengan pengguna jasa, staf dengan pengunjung maupun dengan lainnya yang mana situasi tersebut seringkali dapat memicu terjadinya konflik. Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan, disepelekan, tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena kelebihan beban kerja. Perasaan-perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya kemarahan. Keadaan tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan
kegiatannya
secara
langsung,
dan
dapat
menurunkan
produktivitas kerja organisasi secara tidak langsung dengan melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja. Dalam suatu organisasi, disebabkan
kecenderungan terjadinya
oleh suatu perubahan
konflik, dapat
secara tiba-tiba, antara lain: kemajuan
teknologi baru, persaingan ketat, perbedaan kebudayaan dan sistem nilai, serta berbagai macam kepribadian individu. Konflik dapat didefinisikan sebagai salah satu bentuk oposisi atau interaksi yang bersifat antagonis, yang dikarenakan kelangkaan kekuasaan, sumber daya atau posisi sosial, dan sistem nilai yang berbeda. Dengan kata lain, konflik dapat pula dirumuskan sebagai ketidaksetujuan antara dua atau lebih
5
anggota organisasi atau kelompok-kelompok dalam organisasi yang timbul karena mereka harus menggunakan sumber daya yang langka secara bersamasama dan atau karena mereka memiliki status, tujuan, nilai-nilai dan persepsi yang berbeda. Anggota–anggota organisasi yang mengalami ketidaksepakatan tersebut berusaha menjelaskan duduk persoalan dari sudut pandang mereka masing-masing. Taman Budaya Jawa Tengah merupakan unsur pelaksana operasional Dinas yang di pimpin oleh seorang Kepala Taman Budaya, yang bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat pada umumnya terutama di bidang seni dan para pekerja seni pada khususnya. Di Taman Budaya Jawa Tengah, seringkali terjadi ketidaksesuaian dalam peminjaman penggunaan gedung di wilayah Taman Budaya sebagai tempat mengadakan latihan. Antara kelompok seni yang satu dengan yang lain kadang-kadang bertumbukan jadwal dalam pemakaian gedung sebagai tempat latihan. Entah itu dari kelompok seni teater, tari, maupun musik. Sebenarnya sudah ada surat formal persetujuan penggunaan tempat yang telah disediakan oleh petugas yang menangani peminjaman tempat sebagai prosedur dalam meminjam tempat di wilayah Taman Budaya. Sehingga jika suatu kelompok telah memesan salah satu tempat di wilayah Taman Budaya pada tanggal tertentu dan pada jam tertentu pula, maka kelompok tersebut berhak menggunakan fasilitas gedung tersebut sesuai surat persetujuan penggunaan tempat. Tapi, terkadang ternyata antara kelompok seni yang satu dengan kelompok seni yang lain bertumbukan jadwal dalam
6
penggunaan gedung, sedangkan jika konfirmasi dengan petugas yang bertanggungjawab menangani peminjaman gedung di Taman Budaya Jawa Tengah, mereka mempersilakan kelompok-kelompok yang berselisih tersebut supaya menyelesaikan sendiri perselisihan tentang penggunaan tempat supaya mendapat keputusan bersama yang dianggap adil oleh kedua belah pihak. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mengadakan penelitian di Taman Budaya Jawa Tengah untuk mengetahui bagaimana memanajemen konflik-konflik antar kelompok kesenian yang ada dan yang terjadi di Taman Budaya Jawa Tengah dalam hal penggunaan fasilitas gedung di Taman Budaya Jawa Tengah sebagai tempat latihan.
B. Rumusan Masalah Dengan latar belakang masalah yang telah di kemukakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1.
Faktor-faktor apa saja yang bisa mempengaruhi konflik-konflik antar kelompok kesenian dalam hal penggunaan fasilitas gedung di Taman Budaya Jawa Tengah di Surakarta sebagai tempat latihan?
2.
Bagaimana memanajemen konflik-konflik antar kelompok kesenian yang terjadi di Taman Budaya Jawa Tengah dalam hal penggunaan fasilitas gedung di Taman Budaya Jawa Tengah sebagai tempat latihan?
7
C. Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini, tujuan yang hendak dicapai oleh penulis adalah: 1.
Untuk dapat mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi konflikkonflik antar kelompok kesenian dalam hal penggunaan fasilitas gedung di Taman Budaya Jawa Tengah di Surakarta sebagai tempat latihan
2.
Untuk mengetahui bagaimana memanajemen konflik-konflik antar kelompok kesenian yang terjadi di Taman Budaya Jawa Tengah dalam hal penggunaan fasilitas gedung di Taman Budaya Jawa Tengah
D. Manfaat Penelitian Manfaat yang di harapkan bisa diambil dari penelitian ini adalah: 1.
Dapat menambah pengetahuan tentang bagaimana memanajemen konflikkonflik antar kelompok kesenian yang terjadi di Taman Budaya Jawa Tengah dalam hal penggunaan fasilitas gedung di Taman Budaya Jawa Tengah sebagai tempat latihan.
2.
Dapat memberi masukan bagi para kelompok kesenian dan bagi pihak Taman Budaya Jawa Tengah dalam hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian.
3.
Manfaat pribadi bagi peneliti adalah sebagai sarana untuk memperoleh gelar kesarjanaan di bidang ilmu sosial dan ilmu politik di Universitas Sebelas Maret Surakarta.
8
E. Landasan Teori dan Kerangka Pikir 1.
Landasan Teori Teori adalah himpunan konstruk (konsep) definisi dan proposisi yang
mengemukakan pandangan sistematika tentang gejala dengan menjabarkan relasi antara variabel untuk menjelaskan gejala tersebut. a)
Budaya Organisasi Budaya organisasi adalah nilai dan kebiasaan kerja seluruh anggotanya
yang dibakukan serta diterima sebagai standar perilaku kerja dalam rangka pencapaian sasaran dan hasil yang telah direncanakan terlebih dahulu. Dalam beberapa literatur pemakaian istilah corporate culture biasa diganti dengan istilah organization culture. Kedua istilah ini memiliki pengertian yang sama. Karena itu dalam penelitian ini kedua istilah tersebut digunakan secara bersamasama, dan keduanya memiliki satu pengertian yang sama. Ada beberapa definisi budaya organisasi yang dikemukakan oleh para ahli. Susanto dalam Moh. Pabundu Tika (2006; 14) memberikan definisi budaya organisasi sebagai nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak atau berperilaku. SP. Robbins (2006; 271) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi yang lain. Lebih lanjut, Robbins menyatakan bahwa sebuah sistem pemaknaan bersama dibentuk oleh warganya
9
yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan bersama merupakan seperangkat karakter kunci dari nilai-nilai organisasi. Ada beberapa karakteristik budaya organisasi, menurut SP. Robbins (2006; 10) karakteristik budaya organisasi antara lain: Inovasi dan keberanian mengambil risiko, perhatian terhadap detil, berorientasi kepada hasil, berorientasi kepada manusia, berorientasi tim, agresifitas, dan stabilitas. (1) Inovasi dan keberanian mengambil risiko, yaitu sejauh mana organisasi mendorong para karyawan bersikap inovatif dan berani mengambil resiko. Selain itu bagaimana organisasi menghargai tindakan pengambilan risiko oleh karyawan dan membangkitkan ide karyawan. (2) Perhatian terhadap detil, yaitu sejauh mana organisasi mengharapkan karyawan memperlihatkan kecermatan, analisis dan perhatian kepada rincian. (3) Berorientasi kepada hasil, yaitu sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil dibandingkan perhatian pada teknik dan proses yang digunakan untuk meraih hasil tersebut. (4) Berorientasi kepada manusia, yaitu sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi. (5) Berorientasi tim, yaitu sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar timtim tidak hanya pada individu-individu untuk mendukung kerjasama. (6) Agresifitas, yaitu sejauh mana orang-orang dalam organisasi itu agresif dan kompetitif untuk menjalankan budaya organisasi sebaik-baiknya. (7) Stabilitas, yaitu sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo sebagai kontras dari pertumbuhan.
10
Dalam Introduction to the Journal of Organizational Behavior’s special issue on professional service firms: where organization theory and organizational behavior might meet yang ditulis oleh Roy Sudabby, Royston Greenwood dan Celeste Wilderom disebutkan bahwa: ”......Organizational structures and cultures are becoming increasingly complex, exacerbating challenges of co-ordination. Boundaries between professional specializations are becoming blurred, complicating decision processes. Competition between firms is increasingly vigorous (Hitt, Bierman, Uhlenbruck, & Shimizu, 2006)” ” .....Struktur organisasi dan budaya organisasi menjadi sangat kompleks, tantangan yang sulit untuk berkoordinasi. Batasan antara tenaga ahli profesional akan menghasilkan ketidakjelasan dan menyulitkan proses pengambilan keputusan. Kompetisi diantara firma menjadi sangat kuat. ( Hitt, Bierman, Uhlenbruck, & Shimizu, 2006)” Secara umum lebih lanjut Robbins menyebutkan, setidaknya ada tiga fungsi budaya organisasi bagi kepentingan organisasi. Pertama menciptakan suatu identitas bersama bagi para pegawai yang pada gilirannya akan akan membangun komitmen bersama kepada organisasi tersebut. Kedua, di satu pihak membantu memelihara stabilitas dan integritas di organisasi. Ketiga, menjadi pembentuk perilaku perusahaan yang membantu para karyawan untuk membedakan hal-hal yang nyata dari yang ilusi dan sebagainya. Oleh karena itu budaya organisasi sering juga di sebut blue print of conduct yang bersifat mengkoordinasikan sebagai kegiatan karyawan agar lebih menjadi efektif dan efisien sebagai suatu keseluruhan organisasi. Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa budaya organisasi merupakan sistem nilai yang diyakini dan dapat dipelajari, dapat diterapkan dan dikembangkan secara terus menerus. Budaya organisasi
11
juga berfungsi sebagai perekat, pemersatu, identitas, citra, brand, pemacupemicu (motivator), pengembangan yang berbeda dengan organisasi lain yang dapat dipelajari dan diwariskan kepada generasi berikutnya, dan dapat dijadikan acuan perilaku manusia dalam organisasi yang berorientasi pada pencapaian tujuan atau hasil/target yang ditetapkan. b)
Komunikasi Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang
kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media. Dalam definisi tersebut tersimpul tujuan, yakni memberi tahu atau mengubah sikap (attitude), pendapat (opinion), atau perilaku (behavior). Menurut Drs. Ahmad Mulyana, M.Si1, komunikasi organisasi mengarah pada pola dan bentuk komunikasi yang terjadi dalam konteks dan jaringan organisasi. Komunikasi organisasi melibatkan bentuk-bentuk komunikasi formal dan informal. Pembahasan teori ini menyangkut struktur dan fungsi organisasi,
hubungan
antar
manusia,
komunikasi
dan
proses
pengorganisasiannya serta budaya organisasi.
c)
Sumber Daya Sumber daya merupakan sarana yang dapat menunjang aktifitas organisasi
atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sumber daya dibagi menjadi sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sumber daya alam 1
http://kuliah.dagdigdug.com/2008/04/22/komponen-konseptual-dan-jenis-jenis-teorikomunikasi/
12
adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menunjang aktifitas organisasi yang berasal dari alam, sedangkan sumber daya manusia merupakan sumber daya yang menunjang aktifitas organisasi berasal dari tenaga manusia. Menurut A.F. Stoner2 manajemen sumber daya manusia adalah suatu prosedur yang berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya. d) b.1.
Manajemen Konflik Pengertian Manajemen Konflik Suatu organisasi untuk tumbuh, berubah dan bertahan perlu mengelola
dua hal termasuk kerjasama dan kompetisi diantara stakeholders (orang-orang yang mampu mempengaruhi organisasi dan orang-orang yang terkena kebijakan dari organisasi itu sendiri). Sementara itu masing-masing stakeholders mempunyai tujuan dan kepentingan sendiri yang mungkin overlapping atau tumpang tindih sampai dengan tingkat tertentu dengan kelompok-kelompok lain karena semua stakeholders mempunyai kepentingan sama untuk melanggengkan organisasinya masing-masing, sehingga selama mereka masih mempunyai keinginan
langgeng
dalam
organisasinya
maka
overlapping
atau
ketidaksinkronan kepentingan diantara mereka selalu saja terjadi Namun tujuan dan kepentingan dari stakeholders tidak selamanya identik, dan konflik itu muncul ketika seorang atau sebuah kelompok berusaha untuk
2
http://organisasi.org/definisi_pengertian_tugas_fungsi_manajemen_sumber_daya_manusia_sdm_ ilmu_ekonomi_manajemen_manajer_msdm
13
mencapai dan memenuhi kepentingan dirinya yang mengakibatkan orang lain dirugikan. Sehingga konflik merupakan perbenturan kepentingan yang terjadi ketika perilaku untuk mengarah pencapaian tujuan itu dari seseorang atau kelompok orang terhambat oleh kepentingan atau tujuan orang lain. Karena tujuan, keinginan dan kepentingan dari masing-masing stakeholders itu berbedabeda maka konflik tidaklah mungkin terhindarkan. Meskipun konflik itu seringkali dianggap sesuatu yang negatif, tetapi penelitian dari beberapa peneliti justru melihat konflik itu baik untuk sebuah organisasi maupun kehidupan kelompok yang dapat memperbaiki kinerja atau efektivitas suatu organisasi atau kelompok. Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interest) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukan adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga. Menurut Robbins (2006; 545) konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Oleh karena konflik bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan sangat erat
14
hubungannya dengan konflik karena dalam persaingan beberapa pihak menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus ke arah konflik, terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik. Konflik sendiri
tidak
selalu
harus
dihindari
karena
tidak
selalu
negatif
akibatnya.Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi) dapat berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi organisasi. Menurut Jean Poitras and Aure´lia Le Tareau dalam International Journal of Conflict Management 2008 menyebutkan: “….Conflicts are therefore a fundamental component of organizational life and, as such, they require careful attention from managers so that disputes are handled in the most beneficial way possible for the organization (Kolb and Putnam, 1992; Van de Vliert, 1997)”. ”...Oleh sebab itu, konflik merupakan salah satu komponen dasar dalam kehidupan organisasi yang juga membutuhkan perhatian yang baik dari manajer supaya perselisihan dapat teratasi dalam keadaan yang mungkin menguntungkan organisasi. (Kolb and Putnam, 1992; Van de Vliert, 1997)” Lain halnya definisi konflik menurut T. Hani Handoko (2003; 346), pada hakekatnya konflik dapat didefinisikan sebagai segala macam interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua atau lebih pihak. Konflik organisasi adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompokkelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus
15
membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai, atau persepsi. Dari berbagai macam definisi di atas, maka dapat disimpulkan, konflik dapat diartikan sebagai ketidaksepakatan antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok-kelompok dalam organisasi yang timbul karena mereka harus menggunakan sumber daya yang langka secara bersama-sama atau menjalankan kegiatan bersama-sama dan atau karena mereka mempunyai status, tujuan, nilai-nilai dan persepsi yang berbeda. Anggota-anggota organisasi yang mengalami ketidaksepakatan tersebut biasanya mencoba menjelaskan duduk persoalannya dari pandangan mereka. b.2.
Model Konflik Konflik memiliki awal, dan melalui banyak tahap sebelum berakhir.
Menurut Model Konflik dari Pondy dalam J. Winardi (2006; 225), ada banyak pendekatan yang baik untuk menggambarkan proses suatu konflik antara lain: konflik laten, konflik yang dipersepsikan, konflik yang dirasakan, konflik termanifestasi, dan konflik telah usai. (1).
Konflik Laten ( Laten Conflict ) Pada fase ini, tidak ada tanda-tanda konflik yang terlihat dipermukaan, tetapi ada potensi di sana untuk terjadinya konflik karena beberapa hal yang berkaitan dengan sumber konflik. Sumber konflik meliputi interdependensi atau saling ketergantungan, perbedaan tujuan dan prioritas, adanya faktor birokrasi yang tidak memungkinkan
16
seseorang berkembang, tidak selarasnya kriteria kinerja yang digunakan untuk menilai anggota, kompetisi terhadap sumber-sumber daya karena sumber-sumber daya itu sangat langka. (2).
Konflik yang di Persepsikan ( Perceived Conflict ) Pada fase ini para anggota atau orang-orang mulai sadar tentang adanya konflik dan mulai menganalisisnya. Konflik mulai meningkat ketika kelompok-kelompok yang ada mulai memperlihatkan sikap saling bermusuhan.
(3).
Konflik yang Dirasakan ( Felt Conflict ) Pada fase felt conflict ini, orang-orang merespon konflik secara emosional satu sama lain dan sikap mereka itu sudah terpola dan sudah mulai adanya pengelompokan. Hal ini dimulai dengan persoalan atau isuisu kecil yang makin lama makin membesar.
(4).
Konflik Termanifestasi ( Manifest Conflict ) Dimana pada fase ini mereka sudah fight each other/benar-benar menunjukkan ketidaksukaannya dan saling menyalahkan, sehingga organisasi tidak efektif karena diantara orang-orang itu saling menderita karena saling konflik itu sehingga tidak ada rasa kebersamaan atau kerjasama.
(5).
Konflik telah Usai ( Aftermath Conflict ) Merupakan kondisi setelah terjadinya konflik. Ketika sebuah konflik sudah dipecahkan atau diatasi dalam kondisi tertentu tetapi masih meninggalkan perasaan-perasaan ketidaksukaan, dendam atau bahkan
17
perasaan kooperatif. Ketika perasaan kooperatif yang terjadi, seperti ketika kebijaksanaan baru yang dihasilkan dapat menjernihkan persoalan di antara kedua belah pihak dan dapat meminimalisir konflik-konflik yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Tetapi jika yang tertinggal adalah perasaan ketidaksukaan/dendam, hal ini dapat menjadi kondisi yang potensial untuk konflik laten/episode konflik berikutnya. b.3.
Jenis- jenis Konflik Ada lima jenis konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal,
konflik antar individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi (T. Hani Handoko, 2003; 349) (1).
Konflik Intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila seorang individu mmenghadapi ketidak pastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya, bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.
(2).
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentangan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempengaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.
18
(3).
Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok, hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanantekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.
(4).
Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama yang merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja–manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok.
(5).
Konflik antar organisasi yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini berdasarkan
pengalaman
ternyata
telah
menyebabkan
timbulnya
pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien. b.4.
Proses Konflik Proses konflik terdiri dari lima tahap: ketidakcocokan potensial, kognisi
dan personalisasi, keinginan-keinginan penanganan konflik, perilaku, dan hasil ( Robbins, 2001:385 ). 1. Ketidakcocokan Potensial Ketidakcocokan potensial merupakan kondisi yang mengawali terjadinya konflik, ada komunikasi, struktur, variabel perubahan pribadi. Secara ringkas
19
menurut Robbins (2001: 385) penyebab-penyebab tersebut antara lain: komunikasi, struktur, dan variabel perubahan pribadi. Komunikasi meliputi salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti, atau informasi yang mendua dan tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten. Struktur meliputi pertarungan antar departemen dengan kepentingan-kepentingan atau sistem penilaian yang bertentangan, persaingan untuk merebutkan sumber daya-sumber daya yang terbatas atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok-kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka. Faktor yang ketiga yaitu variabel perubahan pribadi meliputi ketidak sesuaian tujuan atau nilai-nilai sosial pribadi karyawan dengan perilaku yang diperankan pada jabatan mereka, perbedaan dalam nilai-nilai atau persepsi. 2. Kognisi dan Personalisasi Jika kondisi-kondisi dalam tahap I ( ketidakcocokan potensial ) berlanjut secara negatif, maka potensial untuk oposisi atau ketidakcocokan menjadi tahap selanjutnya. Dalam tahap ini ada konflik yang dipersepsikan dan konflik yang dirasakan. Konflik yang dipersepsikan merupakan kesadaran oleh salah satu pihak atau lebih akan kondisi-kondisi yang menciptakan kesempatan timbulnya konflik. Konflik yng dirasakan merupakan pelibatan emosional dalam suatu onflik
yang
menciptakan
( Robbins, 2001: 388 ).
kecemasan,
ketegangan,
dan
permusuhan
20
3. Keinginan- keinginan Penanganan konflik Untuk menangani konflik dengan efektif, kita harus mengetahui kemampuan diri sendiri dan juga pihak-pihak yang mempunyai konflik. Menurut Robbins (2001: 389), ada beberapa cara untuk menangani konflik antara lain: instropeksi diri, mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat, identifikasi sumber konflik, mengetahui pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih yang tepat. Instropeksi diri merupakan apa saja yang menjadi dasar dan persepsi kita. Hal ini penting untuk dilakukan sehingga kita dapat mengukur kekuatan kita. Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat merupakan hal yang sangat penting bagi kita karena kita dapat mengidentifikasi kepentingan apa saja yang mereka miliki, bagaimana nilai dan bersikap mereka atas konflik tersebut dan apa perasaan mereka atas terjadinya konflik. Kesempatan kita untuk sukses dalam menangani konflik semakin besar jika kita melihat konflik yang terjadi dari semua sudut pandang. Identifikasi sumber konflik, konflik sebaiknya dapat teridentifikasi sumbernya sehingga sasaran penanganannya lebih terarah kepada sebab konflik. Jika hal-hal penyebab konflik sudah di ketahui, kita bisa mengetahui pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih yang tepat. Untuk menangani konflik-konflik yang terjadi dalam sebuah organisasi, setidaknya ada lima metode penanganan konflik dari Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2003; 178), yaitu: berkompetisi, menghindari konflik, akomodasi, kompromi, dan kolaborasi.
21
(a). Berkompetisi dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang–kalah (win-lose conflict) akan terjadi disini, di sebut juga tawar-menawar distributif dalam negosiasi. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan– bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan. (b). Menghindari konflik dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menang kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, membekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut. (c). Akomodasi, yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut.
22
Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini. (d). Kompromi dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama–sama penting dan hubungan baik menjadi yang utama. (e). Berkolaborasi merupakan suatu usaha menciptakan situasi menangmenang (win-win conflict) dengan saling bekerja sama, disebut juga tawarmenawar integratif dalam negosiasi. Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadi hal yang harus kita pertimbangkan. 4. Perilaku Pada tahap ini konflik mulai tampak nyata. Tahap perilaku mencakup pernyataan, tindakan, dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Perilaku ini biasanya secara terang-terangan berupaya untuk melaksanakan maksud-maksud tiap pihak. Tetapi perilaku ini mempunyai suatu kualitas rangsangan yang terpisah dari maksud-maksud. Sebagai hasil salah perhitungan atau tindakan tidak terampil, kadangkala perilaku terang-terangan menyimpang dari maksud-maksud yang orisinal. 5. Hasil Hasil dari tahap ini bisa fungsional bisa juga disfungsional. konflik disfungsional bagi pihak yang kurang diuntungkan karena menghalangi kinerja
23
kelompoknya dan merupakan konflik fungsional bagi pihak yang diuntungkan karena mendukung tujuan dan kinerja kelompok ( Schermerhorn, 1999:339 ). (a). Hasil Fungsional Konflik Konflik dapat bersifat konstruktif bila konflik itu memperbaiki kualitas keputusan, merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong perhatian dan keinginan anggota kelompok, menyediakan media untuk menyampaikan masalah dan meredakan ketegangan, serta menumpuk suatu lingkungan evaluasi diri dan perubahan. Dengan demikian, heterogenitas anggota kelompok dan organisasi dapat meningkatkan kreativitas, memperbaiki kualitas keputusan, dan mempermudah perubahan. (b). Hasil Disfungsional Konflik Konflik disfungsional dapat mengurangi efektivitas kelompok. Konflik ini menghambat komunikasi, mengurangi keterpaduan kelompok dan dikalahkannya tujuan kelompok terhadap keunggulan pertikaian antara anggota- anggota. Jadi konflik ini dapat menghentikan berfungsinya kelompok dan secara potensial mengancam kelangsungan hidup kelompok. b.5.
Faktor Penyebab terjadinya Konflik Menurut penelitian yang dilakukan, setidaknya ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan konflik, menurut Moh. Pabundu Tika (2006; 85), ada tujuh penyebab utama terjadinya konflik organisasi, yaitu: perbedaan pendapat, salah paham, salah satu atau kedua belah pihak merasa dirugikan,
24
perasaan yang terlalu sensitif, konflik yang disebabkan oleh struktur, perilaku yang tidak menyenangkan, dan konflik yang disebabkan faktor luar organisasi. Perbedaan pendapat dapat menimbulkan suatu konflik karena masingmasing pihak merasa dirinya paling benar. Salah paham merupakan salah satu yang dapat menimbulkan konflik. Salah paham ini bisa terjadi karena pihak satu tidak mengetahui maksud dan tujuan pihak lain, serta kurang komunikasi. Komunikasi mempunyai peranan penting dalam setiap organisasi karena merupakan sarana yang diperlukan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan kegiatan pekerja ke tujuan dan sasaran organisasi. Cara memecahkan masalah komunikasi dapat dikelompokkan menurut arah berita yang dimaksud: ke bawah, ke atas, ke samping/horizontal, dan lintassaluran. Komunikasi ke atas, berarti bahwa informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih rendah kepada mereka yang berotoritas lebih tinggi. Komunikasi ke bawah, dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang berotoritas lebih rendah. Komunikasi ke samping/horizontal, terdiri dari penyampaian informasi di antara rekan-rekan sejawat dalam unit kerja yang sama. Komunikasi lintas-saluran, terjadi bila muncul keinginan untuk berbagi informasi melewati batas-batas fungsional dengan individu yang tidak menduduki posisi atasan maupun bawahan mereka. Mereka melintasi jalur fungsional dan berkomunikasi dengan orang- orang yang di awasi dan yang mengawasi tetapi bukan atasan atau bawahan mereka.
25
Faktor penyebab terjadinya konflik yang lain adalah Jika salah satu dianggap merugikan yang lain atau masing- masing merasa dirugikan pihak lain, akan dapat menyebabkan orang merasa tidak senang, bisa juga karena perasaan yang terlalu sensitif yang menurut sebagian orang dianggapnya wajar, tetapi pihak lain merugikan. Konflik yang disebabkan oleh struktur ini berupa ukuran/besarnya organisasi dan spesialisasi, ketidakjelasan yurisdiksi, gaya kepemimpinan tertutup, sistem imbalan yang merugikan, dan derajat ketergantungan antara kelompok satu dengan kelompok lainnya. Perilaku perorangan atau kelompok yang tidak sesuai dengan norma- norma organisasi bisa menyebabkan konflik dalam organisasi. Demikian pula tindakan manajer atau pimpinan puncak yang menekan bawahan bisa menimbulkan ketidaksenangan bahkan timbul frustasi dari bawahan yang ditekan. Sedangkan faktor penyebab terjadinya konflik dari luar organisasi ini terjadi karena pihak luar organisasi melakukan intervensi terhadap suatu organisasi. Intervensi bisa berupa persaingan, kualitas produk, penguasaan pasar, adu domba terhadap personal suatu organisasi, dan sebagainya. Ada beberapa faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi konflik dan dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu faktor intern dan faktor ekstern menurut Juanita dalam Memenejemeni Konflik Dalam Suatu Organisasi (2002)3, Dalam faktor intern dapat disebutkan beberapa hal, antara lain: kemantapan organisasi, sistem nilai, tujuan, dan sistem lain dalam organisasi.
3
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-juanita3.pdf
26
1. Kemantapan organisasi. Organisasi yang telah mantap lebih mampu menyesuaikan diri sehingga tidak mudah terlibat konflik dan mampu menyelesaikannya. Analoginya adalah seseorang yang matang mempunyai pandangan hidup luas, mengenal dan menghargai perbedaan nilai dan lainlain. 2.
Sistem nilai suatu organisasi ialah sekumpulan batasan yang meliputi landasan maksud dan cara berinteraksi suatu organisasi, apakah sesuatu itu baik, buruk, salah atau benar.
3. Tujuan suatu organisasi dapat menjadi dasar tingkah laku organisasi itu serta para anggotanya. 4. Sistem lain dalam organisasi, seperti sistem komunikasi, sistem kepemimpinan, sistem pengambilan keputusan,sistem imbalan dan lainlain. Dalam hal sistem komunikasi misalnya ternyata persepsi dan penyampaian pesan bukanlah soal yang mudah. Faktor ekstern
yang dapat meyebabkan
konflik meliputi:
keterbatasan sumber daya, kekaburan aturan/norma masyarakat, derajat ketergantungan dengan pihak lain, dan pola interaksi dengan pihak lain. 1. Keterbatasan
sumber
daya,
kelangkaan
suatu
hal
yang
dapat
menumbuhkan persaingan dan seterusnya dapat berakhir menjadi konflik. 2. Kekaburan aturan/norma di masyarakat dapat memperbesar peluang perbedaan persepsi dan pola bertindak. 3. Derajat ketergantungan dengan pihak lain, karena semakin tergantung satu pihak dengan pihak lain semakin mudah konflik terjadi.
27
4. Pola interaksi dengan pihak lain. Pola yang bebas memudahkan pemamparan dengan nilai-nilai ain sedangkan pola tertutup menimbulkan sikap kabur dan kesulitan penyesuaian diri.
2.
Kerangka Pikir Suatu
kegiatan
penelitian,
mulai
dari
perencanaan
hingga
penyelesaiannya harus mempunyai satu kerangka pemikiran yang utuh untuk memberi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam perumusan masalah. Dengan kata lain, kerangka pemikiran merupakan suatu uraian yang menjelaskan tentang variabel-variabel dan hubungan antar variabel yang telah dirumuskan dalam perumusan masalah. Dalam sebuah organisasi seperti di Taman Budaya Jawa Tengah, sudah terbentuk budaya organisasi sebagai budaya yang membedakan dari organisasi/instansi pemerintah lainnya. Pembicaraan tentang budaya organisasi disini menyangkut nilai-nilai yang dianut, simbol-simbol, kebiasaan rutin dalam organisasi, teladan, penyesuaian diri dan cerita-cerita yang di hidupkan. Berawal dari para seniman maupun kelompok-kelompok kesenian yang terkesan sak-sak e4 dan sak karepe dhewe5 dalam berkesenian, maka muncullah sebuah wadah berupa Taman Budaya yang merupakan instansi pemerintah yang birokratis. Taman Budaya merupakan mediator dan fasilitator bagi para seniman dan kelompok kesenian dalam mengekspresikan jiwa seninya. Selain mempunyai budaya organisasi yang birokratis seperti instansi pemerintah 4 5
Sak-sak e: bebas/terserah Sak karepe dhewe: apa yang diinginkan diri sendiri
28
lainnya karena di Taman Budaya Jawa Tengah ada jalur/mekanisme seperti instansi pemerintah yang lain, Taman Budaya Jawa Tengah juga menerapkan sistem manajemen personal. Maksudnya disini adalah selain melalui jalur birokrasi yang formal, di Taman Budaya Jawa Tengah juga menerapkan jalur informal, misalnya saja kalau untuk memesan tempat buat latihan pementasan di wilayah Taman Budaya Jawa Tengah bisa hanya lewat telfon atau bahkan sms ( short message service ). Dalam penelitian ini, peneliti melihat adanya fenomena dalam peminjaman gedung di wilayah Taman Budaya Jawa Tengah. Sebenarnya telah ada prosedur peminjaman gedung di wilayah Taman Budaya Jawa Tengah dan ada petugas yang khusus menanganinya. Tetapi ternyata hal itupun belum cukup untuk meniadakan sebuah konflik dari peminjaman sebuah gedung yang sama dan pada waktu yang sama pula dari beberapa kelompok seni sebagai pengguna fasilitas. Faktor komunikasi antar kelompok seni dan juga dengan pihak Taman Budaya Jawa Tengah yang kadang hanya mengandalkan sms (short message service) sering mengakibatkan ketidakjelasan berita yang bisa menyebabkan konflik. Sedangkan jika konfirmasi dengan petugas yang bertanggungjawab menangani peminjaman gedung di Taman Budaya Jawa Tengah, mereka mempersilakan
kelompok-kelompok
yang
berselisih
tersebut
supaya
berkompromi menyelesaikan sendiri perselisihan tentang penggunaan tempat supaya mendapat keputusan bersama yang dianggap adil oleh kedua belah pihak. Kalau ada kegiatan dari Taman Budaya Jawa Tengah sendiri yang dianggap lebih penting, maka pihak Taman Budaya Jawa Tengah berhak
29
membatalkan acara di luar kegiatan Taman Budaya Jawa Tengah atau mungkin mengganti dengan hari lainnya dengan kata lain pihak Taman Budaya Jawa Tengah kadang menyelesaikan konflik yang terjadi dengan akomodasi. Dalam hal ini, maka konflik antara kelompok kesenian-kelompok kesenian yang menggunakan fasilitas gedung di wilayah Taman Budaya Jawa Tengah merupakan konflik disfungsional bagi pihak yang kurang diuntungkan karena menghalangi kinerja kelompoknya dan merupakan konflik fungsional bagi pihak yang diuntungkan karena mendukung tujuan dan kinerja kelompok.
Bagan 1.1 Kerangka Pikir Faktor Kelangkaan Sumber Daya Konflik
Manajemen Konflik: Kompromi Akomodasi
Faktor Komunikasi
F. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Tipe penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif yaitu tipe penelitian yang bersifat memaparkan atau menggambarkan. Metode penelitian kualitatif adalah penelitian dimana hasil akhirnya bukan berupa angka, melainkan berupa uraian deskripsi yang berwujud kata-kata dalam kalimat atau gambar yang kemudian berlanjut pada analisis untuk membuat gambaran mengenai masalah yang diangkat. Dalam masalah ini peneliti
30
berusaha untuk mendeskripsikan secara mendalam tentang bagaimana memanajemen konflik-konflik antar kelompok kesenian yang terjadi dan yang ada di Taman Budaya Jawa Tengah dalam hal penggunaan fasilitas gedung di Taman Budaya Jawa Tengah.
2. Lokasi Penelitian Penelitian mengambil lokasi di Taman Budaya Jawa Tengah yang terletak di Surakarta karena di Taman Budaya Jawa Tengah merupakan salah satu tempat bagi para pekerja seni maupun kelompok seni di Surakarta pada khususnya dan luar Surakarta pada umumnya untuk menyalurkan ekspresi mereka.
3. Populasi dan Sampel a) Populasi merupakan jumlah keseluruhan dari subjek yang akan di teliti. Populasi di gunakan untuk mengetahui subjek yang akan dijadikan sampel dalam penelitian. Sebagai populasi dari penelitian ini adalah seluruh pegawai Taman Budaya Jawa Tengah dan kelompok-kelompok pekerja seni sebagai pengguna jasa. b) Sampel adalah bagian dari keseluruhan populasi yang menjadi objek dalam penelitian ini. Untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling, yaitu peneliti memiliki kecenderungan untuk memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang
31
mantap. Bahkan di dalam pelaksanaan pengumpulan data pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data. Maksud dari sampling bertujuan dalam penelitian ini adalah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber. Setiap satuan sebelumnya dijaring dan dianalisis, kemudian satuan berikutnya dipilih untuk memperluas informasi yang telah di peroleh sebelumnya. Dalam penggunaan sampel ini pihak yang dijadikan sampel adalah pegawai kantor Taman Budaya Jawa Tengah yang mengetahui bagaimana prosedur dalam peminjaman gedung dan kelompok pekerja seni Surakarta sebagai pengguna jasa yang pernah mengalami konflik.
4. Sumber Data a)
Data primer Sumber data primer, meliputi hasil wawancara dengan informan yaitu
pihak yang kompeten dan dapat memberikan informasi mengenai data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, pihak-pihak tersebut dalam hal ini adalah: · Pegawai Taman Budaya Jawa Tengah · Kelompok kesenian/pekerja seni b)
Data sekunder Diperoleh melalui dokumen-dokumen yang mendukung penelitian, baik
itu dari dokumen dan arsip-arsip mengenai sejarah dan data teknis di Taman Budaya Jawa Tengah maupun artikel dari internet mengenai pengertian dari manajemen konflik.
32
5. Teknik Pengumpulan Data a)
Observasi Yaitu melakukan pengamatan dan pencatatan secara langsung baik secara
formal maupun informal berkaitan dengan pemasalahan yang diangkat. Dasar utama metode observasi adalah menggunakan indera visual, tetapi dapat juga melibatkan indera lain seperti pendengaran. Dengan teknik ini, kita tidak mengabaikan teknik-teknik pengumpulan data yang lain. b)
Wawancara mendalam ( indepth interview ) Wawancara mendalam adalah teknik pengumpulan data dimana peneliti
mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang segala sesuatu kepada informan untuk memperoleh informasi yang diharapkan. Teknik wawancara ini tidak dilakukan dengan menggunakan struktur yang ketat atau semi formal agar keterangan yang diperoleh dari informan memiliki kedalaman dan keluasan, sehingga mampu memperoleh informasi yang sebenarnya. Wawancara ini dilakukan dengan cara menanyakan permasalahan yang akan diteliti kepada salah satu informan, kemudian apabila jawabannya dirasa kurang menjelaskan permasalahan yang dimaksud, maka wawancara biasanya dilakukan lagi kepada informan lain dengan materi wawancara yang sama dan seterusnya, sampai kejelasan masalah yang diteliti dapat dipercaya. Dalam pelaksanaan wawancara dilakukan baik secara formal maupun informal disesuaikan dengan latar belakang informan, waktu, dan tempat penelitian.
33
c)
Studi kepustakaan Teknik ini dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku
literatur. Juga mengumpulkan data dokumenter yang relevan dengan objek penelitian. Dokumen tersebut antara lain berupa: laporan-laporan, artikel di media massa, dan lain-lain yang mampu mendukung data yang diperlukan arsip organisasi dan catatan lain sebagainya.
6. Validitas Data Validitas data bisa dilakukan melalui metode triangulasi (Liamputtong dan Ezzy dalam Sudarmo, 2008: 85). Validitas data juga bisa dipertahankan dengan menggunakan data interpretasi dari sekelompok orang-orang yang berbagi tentang situasi atau keadaan yang sama (Cassel dan Symon dalam Sudarmo). Untuk itu validitas penelitian ini dilakukan melalui multi sumber data/multiple information sources dengan menggunakan berbagai informan dan berbagai data dokumen juga metode pengumpulan data dan interpretasi data yang dikumpulkan dalam berbagai pandangan. Validitas data dalam penelitian ini menggunakan metode triangulasi. Dengan triangulasi, memungkinkan dikumpulkannya serangkaian bukti, baik itu data yang mendukung maupun tidak mendukung. Untuk memperoleh data yang diperlukan sesuai dengan penelitian ini data dikumpulkan secara sistematik, bukan secara kebetulan (Cassel dan Symon dalam Sudarmo, 2008: 85).
34
7. Teknik Analisa Data Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model analisis interaktif (Interactive Model of Analysis), dengan teknik ini setelah data terkumpul dilakukan analisa melalui tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan dengan verifikasinya. Ketiga komponen ini saling berinteraksi dan berkaitan satu sama lain sehingga tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pengumpulan data, oleh karenanya analisa data dapat dilakukan sebelum, selama dan setelah proses pengumpulan data dilapangan. Menurut B. Miles dan A. Michael Huberman dalam H. B Sutopo (2002; 91) dalam proses analisis terdapat tiga komponen utama yang saling berkaitan serta menentukan hasil akhir analisis, tiga komponen tersebut: a. Reduksi Data (data reduction) Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data kasar. Proses ini berlangsung terus selama pelaksanaan riset, yang dimulai bahkan sebelum pengumpulan data dilakukan. Reduksi data dimulai sejak peneliti mengambil keputusan tentang kerangka kerja konseptual, pemilihan kasus, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan tentang cara pengumpulan data yang dipakai. Pada saat pengumpulan data berlangsung, reduksi data berupa membuat singkatan, memusatkan tema, membuat batas permasalahan dan menulis memo. Proses reduksi data ini berlangsung sampai penelitian selesai ditulis.
35
b.
Penyajian Data (data display) Penyajian
data
adalah
suatu
rakitan
organisasi
informasi
yang
memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Dengan penyajian data, peneliti akan mudah memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan, lebih jauh menganalisis ataukah mengambil tindakan berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari penyajian tersebut. Penyajian data meliputi berbagai jenis matrik, grafik, jaringan dan bagan yang dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih, dengan demikian peneliti dapat melihat apa yang sedang terjadi dan menemukan apakah akan menarik kesimpulan ataukah terus melangkah untuk melakukan analisis. c.
Penarikan Simpulan (conclution drawing) Dalam awal pengumpulan data, peneliti sudah harus mulai mengerti apa
arti dari hal-hal yang ia teliti dengan melakukan pencatatan peraturan-peraturan, pokok-pokok pernyataan, arahan sebab akibat dan proposisi-proposisi sehingga memudahkan dalam pengambilan simpulan. Peneliti yang kompeten akan menangani simpulan-simpulan itu dengan longgar, tetap terbuka dan skeptis. Mula-mula belum jelas, namun kemudian menguat menjadi lebih rinci dan mengakar dengan kokoh. Penarikan simpulan hanyalah merupakan sebagian dari suatu kegiatan dan konfigurasi yang utuh. Simpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung supaya benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya saja dengan berdiskusi dengan orang yang cukup mengerti permasalahan penelitian yang diteliti. Dalam penelitian, alat perekam akan
36
memudahkan wawancara dan memudahkan peneliti pada saat pencatatan data guna menarik simpulan
sementara selama
proses
pengumpulan
data
berlangsung. Tiga komponen analisis tersebut aktivitasnya berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data berbentuk siklus. Dengan bentuk ini peneliti tetap bergerak diantara tiga komponen tersebut, dengan komponen pengumpulan data selama proses pengumpulan data berlangsung. Sesudah pengumpulan data, kemudian bergerak diantara data reduction, data display dan conclution drawing dengan waktu yang masih tersisa dalam penelitiannya. Bagan 1.2 Model Analisis Interaktif
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penyajian Data
Penarikan Simpulan
( H. B Soetopo, 2002:96)